Being With You is Enough

Winter Love
Please Subscribe to read the full chapter

Nggak ngerti kenapa saya nulis ini cerita. Mungkin kesal karena nggak ada bacaan lagi. Jadi harap maklum kalau ceritanya lumayan nggak jelas.

 

 

Seulgi berdiri di dekat jendela kamarnya, memandang lurus ke depan, kemudian jauh ke bawah sana dan langsung bergidik melihat seberapa tebal salju yang tengah menutupi jalanan. Dia mendesah pelan, menggigit bibirnya, menimbang antara harus keluar dari apartemennya dan merasakan betapa mencekamnya dingin di luar sana atau tetap berada di dalam, tetap merasa hangat, namun harus bersitegang dengan perutnya yang terus berontak karena kali ini dia benar benar tak punya stok makanan lagi. Bahkan tak ada camilan apapun yang bisa dimakan untuk sekedar mengganjal perutnya.

“Damn it!”

Seulgi segera beranjak untuk mengambil mantel dan syal, memastikan sekujur tubuhnya sedikit terlindungi dari salju di luar sana nanti sebelum keluar dari apartemnnya. Dan ya, baru beberapa langkah, udara dingin mulai terasa menghempas wajahnya. Seulgi mulai menyesal keluar dari apartemennya ketika jarinya menekan tombol lift dan pintunya langsung terbuka. Seandainya saja harus menunggu, mungkin Seulgi akan putar balik dan kembali mendekam di bawah selimut. Tapi karena sudah terlanjur berada di luar, akan sangat sia-sia kalau harus kembali.

Sambil bersandar, Seulgi memandang pantulan samar dirinya di dinding lift. Dia menghela napas berat sebelum berpaling. Beberapa tahun belakangan, Seulgi memang tak terlalu peduli dengan penampilannya kecuali saat harus ke kantor atau menghadiri pertemuan yang memang mengharuskannya untuk terlihat lebih manusiawi dan bukan seperti zombie. Selebihnya Seulgi hanya akan menghabiskan seluruh waktunya di apartemennya, bergelung dengan rasa tak menentu yang kadang membuatnya hampir tak bisa bernapas.

“Selamat pagi, Ms. Kang.” sapa seorang security dengan senyum ramahnya.

“Pagi, Ahjussi.” balas Seulgi balas tersenyum.

“Salju masih sangat tebal hari ini, hati hatilah di jalan.”

“Tentu. Thank you.” Seulgi mengangguk kecil sebelum berlalu.

Baru saja kakinya menginjak jalan bersalju, Seulgi sudah mengumpat berkali kali dalam hatinya. Seluruh tulang di tubuhnya terasa ngilu dan hidungnya mulai terasa berair namun Seulgi terus berjalan secepat yang dia bisa menuju supermarket yang untungnya hanya berjarak sekitar 400 meter dari komplek apartemennya. Sesampainya di sana, Seulgi langsung mengambil semua yang diperlukannya. Tak banyak orang saat itu. Yeah, tentu saja. Hanya orang orang kurang beruntung sepertinya yang akan keluar sepagi ini, dalam udara sedingin ini, hanya untuk membeli stok makanan. Lagi lagi Seulgi menghela napas berat sambil mengumpat dalam hati.

Selesai membayar semua belanjaanya, Seulgi baru menyadari seberapa banyak barang yang dibelinya. 3 plastik besar penuh barang yang entah apa saja itu. Dan seperti sebelumnya, Seulgi kembali mengumpat yang lama kelamaan disadarinya mulai menjadi kebiasaan. Dengan salju setebal itu, udara sedingin itu, bagaimana caranya dia membawa ketiga plastik besar itu sementara untuk menyeret kakinya saja susah. Meski begitu Seulgi tetap mengangkat ketiga plastik belanjaannya dan segera beranjak.

“Sial! Sial!! Sial!!!” umpat Seulgi disela gemeretak giginya.

Dadanya mulai terasa sesak dan tubuhnya mulai tak kuasa melawan rasa dingin. Langkahnya semakin terasa berat dan tubuhnya bergetar hebat namun Seulgi terus berusaha menyeret kakinya. Sayangnya, tinggal beberapa meter dari komplek apartemennya, Seulgi harus melihat sosok yang membuatnya ingin berputar arah. Menjauh dari sosok yang selama beberapa tahun ini selalu dihindarinya. Sebenarnya Seulgi sangat sadar, dia tak bisa selamanya menghindari orang itu mengingat mereka tinggal di kota yang sama, kantor yang berdekatan, ditambah komplek apartemen yang hanya terpisah jarak tak berarti. Tapi selama dia bisa menghindar, Seulgi pasti akan melakukannya.

Tak berbeda dengan sekarang, dia segera memutar tubuh, setidaknya mencari sela sela bangunan yang mungkin bisa dijadikan tempat sembunyi tapi sayang keberuntungan memang tak berpihak padanya hari ini. Sebelah kakinya terjebak di salju, yang membuatnya hampir jatuh dan bergelut dengan tumpukan es di bawah sana.

“Damn it!”

“Seulgi?”

Rahang Seulgi mengeras. Dia segera mengambil plastik belanjaan yang terlepas dari tangannya sebelum berpaling pada sosok yang kini memandangnya sedikit bingung.

Bae Joohyun.

Wanita yang bertahun tahun menjadi sumber kelemahan Seulgi.

Wanita yang selalu dihindarinya sejak insiden menyakitkan itu.

Tangan Seulgi mengepal, bergetar, bukan lagi karena dingin, tapi karena berusaha menahan rasa sakit yang kembali menyeruak. Setelah bertahun tahun, kenapa wanita itu masih membuatnya tak sanggup memalingkan mata, masih sanggup membuatnya merasa tak berdaya. Joohyun masih seperti dulu, hanya saja, sekarang dia terlihat jauh lebih dewasa dan aura yang berbeda dari beberapa tahun yang lalu ketika mereka masih bersama.

“Oh, hei.” sapa Seulgi kaku.

“Biar kubantu.” Joohyun berusaha meraih plastik dari tangan Seulgi namun Seulgi menahannya.

“Tidak, terimakasih.” tolak Seulgi.

“Seul.”

“Apa yang kau lakukan di sini?” sekalipun Seulgi tak ingin lagi berurusan dengan wanita itu, dia tak bisa menahan mulutnya untuk tak bertanya. Keingintahuan itu terlalu besar untuk ditahannya. Katakan saja hal itu adalah jebakan bagi mereka yang mengatakan tak ingin tahu menahu tentang kehidupan orang lain.

“Hanya ingin mengantar titipan untuk teman.” jawab Joohyun.

“Oh.” Seulgi mengangguk pelan. “Kalau begitu aku permisi dulu.”

Baru satu langkah, Seulgi kembali mengulang adegan ketika ingin menghindar dari Joohyun. Sayangnya kali ini dia tak seberuntung sebelumnya ketika kakinya yang sudah benar benar kaku tiba tiba menyerah begitu saja tanpa perlawanan. Lututnya langsung menancap di es.

Melihat hal tersebut, spontan Joohyun menghampiri Seulgi dan memegangi bahunya, membantu Seulgi berdiri. “Hati hati.”

Seulgi bisa saja menepis tangan Joohyun tapi saat ini dia lebih membutuhkan bantuan daripada mementingkan egonya kalau tak ingin mati beku di jalanan penuh salju. “Thanks.” ucapnya berusaha meraih semua plastik belanjaannya.

“Biar kubantu.” Joohyun membantu membawakan satu plastik bahkan membantu Seulgi berjalan. “Kau tahu tubuhmu tak bersahabat dengan dingin, kenapa masih keluar saat salju setebal ini.”

Dada Seulgi berdenyut perih. Dia benci karena Joohyun masih ingat seperti apa dirinya. Kenapa Joohyun masih bersikap seolah peduli padanya setelah membuat hubungan mereka seperti sekarang. “Kehabisan stok makanan.”

“Delivery order ada bukan tanpa tujuan apa apa.” sahut Joohyun dengan mulut berasap tebal tak kalah dari Seulgi.

“Tak terpikir.” balas Seulgi menahan sakit luar biasa di pergelangan tangan kirinya. Kakinya benar benar hampir menyerah. Beruntung mereka sudah sampai di komplek apartemennya.

“Ms. Kang, ada apa?” security yang sebelumnya menyapa Seulgi membantu menahan pintu agar Seulgi dan Joohyun bisa masuk.

“Tak apa. Hanya sedikit terkilir.” Seulgi berkilah dan security itu hanya mengangguk kecil, membiarkan mereka lewat. “Thank you.” Seulgi ingin menarik tangannya namun Joohyun menahannya.

“Biar kubantu sampai ke apartemenmu.”

Seulgi benar benar tak punya pilihan dan membiarkan Joohyun membantunya hingga ke depan pintu apartemennya. Kali ini dia menarik tangannya dari bahu Joohyun lalu mengambil kunci di saku mantelnya. Sebelah tanganya mengepal ketika pintu sudah terbuka. Napasnya semakin berat dengan kedua mata terpejam. Seulgi tak ingin berada satu ruangan dengan dengan Joohyun tapi tak mungkin dia mengusir wanita itu setelah bantuan yang diberikannya. Meskipun kejadian itu sudah berlalu begitu lama, tapi Seulgi tahu, hatinya masih belum mampu berhadapan dengan Joohyun.

“Apa... Kau sibuk setelah ini?” tanya Seulgi berpaling pada Joohyun.

“Tidak.”

Seulgi menarik napas berat. “Masuklah.”

Alis Joohyun meninggi. Tak menyangka Seulgi akan mengatakan itu. “Thanks.”

Joohyun mengambil satu plastik belanjaan Seulgi dan membantu meletakannya di meja bersama barang belanjaan yang lain. Sebenarnya tak sopan, tapi Joohyun tetap membiarkan matanya menelusuri seisi apartemen Seulgi. Tak ada yang berubah. Tak satupun. Aroma lemon di ruangan itu masih begitu dominan, juga letak semua perabotan, bahkan hiasan yang menempel di pintu kulkas Seulgi masih sama seperti dulu dan semua itu langsung membangkitkan rasa bersalah yang sudah disimpannya rapat.

“Minumlah.” Seulgi menyodorkan segelas cokelat panas ke hadapan Joohyun.

“Thanks.”

Seulgi hanya mengangguk pelan sebelum duduk di kursi sambil meniup gelas cokelatnya tanpa melihat ke arah Joohyun yang kini duduk di sampingnya, ikut meniup gelas berisi cokelat panas miliknya.

“Apartemenmu masih sama seperti dulu.” Joohyun memecah keheningan.

“Hm.”

“Tidak merasa bosan? Seingatku kau... Sering memindah ini dan itu.” Joohyun tersenyum tipis mengingat bagaimana Seulgi mengomel setiap kali bosan dengan pemandangan di dalam apartemennya.

Seulgi meletakkan gelasnya di meja dan memutar-mutarnya perlahan. “Manusia bisa berubah.”

Kata kata itu membuat Joohyun merasakan nyeri di dadanya. Sepertinya penyesalan itu tidak akan berhenti menghantuinya.

“Lagipula umurku tak semuda dulu.” Seulgi terkekeh sambil memegangi pergelangan tangan kirinya yang masih terasa ngilu karena tadi memaksakan diri mengangkat plastik belanjaan yang cukup berat.

“Cuma itu?” tanya Joohyun menatap sisi wajah Seulgi kemudian pada pergelangan tangan kiri Seulgi. “Atau ada hubungannya dengan kenapa tangan kirimu gemetar seperti itu?”

Segaris tipis tersungging di bibir Seulgi, kemudian berubah menjadi senyum, hingga kekehan pelan kembali terlontar dari mulutnya. “Berhenti menggunakan kemampuan detektifmu padaku, Ms. Bae.”

“Apa yang terjadi?”

Seulgi menghela napas pelan dari hidung dan menghembuskannya. “Biasa, kecelakaan lalu lintas. Tapi aku masih beruntung karena hanya tanganku yang terluka dan bukan bagian tubuh lainnya.”

Mendengar bagaimana entengnya Seulgi mengatakan itu justru membuat cemas Joohyun bertambah. “Kapan?”

“Mm... Mungkin 2 tahun lalu. Entahlah. Aku juga lupa bagaimana kejadiannya.”

“Sorry.”

Seulgi memandang bingung pada Joohyun. “For?”

“Tidak menemanimu saat itu.” jawab Joohyun tertunduk dalam.

Mata Seulgi berubah teduh. Dia sadar tak seharusnya menatap Joohyun sedalam itu namun sulit menolak pemandangan indah sisi wajah wanita yang pernah menghiasi hidupnya dengan tawa walau hanya sebentar, lengkap dengan amarah dan luka yang sudah terpahat dalam di hati Seulgi. Sakit itu masih terasa, tapi Seulgi sudah lebih banyak belajar untuk tak menumpahkan emosi sesaatnya. Terlebih saat si pemberi luka pun terlihat tak jauh lebih baik darinya.

“Itu sudah lewat. Lagipula aku bukan tanggungjawabmu saat itu.”

“Seul...” Joohyun menoleh dan bungkam seketika saat melihat mata yang dulu selalu berhasil membuatnya jatuh begitu dalam pada pesona Seulgi. Bahkan Joohyun tak menampik, pesona itu masih membuatnya tergila gila pada Seulgi hingga sekarang.

Seulgi langsung membuang pandangan ke arah jendela sesaat setelah mata mereka bertemu. Dia tak akan bisa berhadapan dengan Joohyun tanpa teringat apa yang sudah dilakukan wanita itu padanya, tanpa merasakan luka yang sudah diberikannya. “Sudahlah. Toh semuanya sudah berlalu.” sahutnya menatap salju yang anehnya semakin siang justru semakin tebal. “Sepertinya Elsa benar benar sedang berkabung.” canda Seulgi mencairkan kebekuan.

Joohyun tersenyum meski tak terlihat oleh Seulgi karena wanita itu masih lebih memilih melayangkan pandangannya pada semua hal kecuali padanya dan Joohyun mengerti hal itu. Sangat mengerti. “Yeah, sepertinya.” sahutnya kemudian menenggak habis cokelat panasnya yang benar benar sudah berubah dingin. Katakan dia yang terlalu perasa tapi Joohyun merasa Seulgi tak nyaman bersamanya. “Mungkin sebaiknya aku pulang. Terimakasih untuk minumannya.” tukasnya berdiri namun terkesiap setelahnya ketika Seulgi menarik tangannya, menahannya untuk pergi.

Cukup lama Seulgi diam, membiarkan mereka dalam keadaan membingungkan. Joohyun masih berdiri dengan napas tertahan karena cengkeraman Seulgi di tangannya sementara Seulgi masih menatap jauh ke luar jendela.

“Kau bisa beku berjalan 10 menit di bawah sana.” ucap Seulgi pada akhirnya tanpa menolehkan pandangannya dari jendela.

Kalimat itu sudah cukup menghangatkan Joohyun namun sayang dia menginginkan lebih dan Joohyun ingin mendapatkannya. Mungkin keinginan itu sangat egois setelah apa yang dilakukannya beberapa tahun lalu, tapi Joohyun ingin mendengarnya. “Aku membuatmu tak nyaman di apartemenmu sendiri.” balas Joohyun dengan tenggorokan tercekat.

Cengkeraman tangan Seulgi menguat. Berkali kali dia menggigit dan membasahi bibirnya yang terasa kering, menimbang benar salah apa yang dilakukannya, apa yang mereka lakukan, dan Seulgi tak punya jawaban lain selain kata yang sudah berada di ujung lidahnya. “Stay.”

Mata Joohyun berkaca kaca. Kalau saja tak ingat seperti apa luka yang ditorehkannya untuk Seulgi, Joohyun pasti sudah menarik wanita itu ke pelukannya, mengusap kepala dan punggungnya, dan mengatakan apapun yang bisa membuat Seulgi merasa lebih baik. Tapi untuk saat ini, kata itu sudah lebih dari cukup dan Joohyun kembali duduk.

“Kenapa kau melakukan itu?”

Mereka mungkin tak cukup lama bersama tapi Joohyun cukup mengerti ke arah mana pertanyaan itu. Dia cukup tahu Seulgi tak suka membahas hal yang sudah berlalu terlebih hal itu sudah bertahun tahun yang lalu. “Sorry, aku hanya ingin mendengarmu mengatakan itu.” jawabnya merasa bersalah.

Cengkeraman tangan Seulgi mengendur namun masih terasa tegas untuk Joohyun. “Kenapa, Joohyun? Kenapa harus membuat semuanya jadi semakin sulit untukku?” tanya Seulgi pelan namun Joohyun hanya membisu. “Apa yang inginkan dariku? Kalau kau hanya ingin tahu apa aku masih mencintaimu maka jawabannya ya.”

Mata Joohyun melebar, takjub sekaligus tak percaya karena Seulgi bisa mengakuinya semudah itu.

Rahang Seulgi mengeras. Dia tak seharusnya mengakui hal itu di depan Joohyun tapi suatu saat Joohyun juga pasti akan menyadari perasaannya. Jadi sekarang atau nanti sama saja. “Aku masih mencintaimu, Joohyun. Masih. Bahkan hingga detik ini dan aku yakin akan selalu seperti itu sampai tahun tahun berikutnya.”

“Seulgi...” Joohyun benar benar sudah kehabisan kata kata dengan pengakuan Seulgi.

Rasa sakit itu benar benar muncul kembali, naik ke permukaan setelah bertahun tahun Seulgi menenggelamkannya jauh di dasar hatinya. Seulgi tahu selama ini Joohyun selalu berusaha memperbaiki hubungan mereka tapi Seulgi belum siap untuk itu karena dia berpikir Joohyun hanya ingin hubungan yang tak lebih dari sekedar teman. Selain itu luka yang diberikan Joohyun terlalu dalam hingga Seulgi tak tahu bagaimana m

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Kangseul98 #1
Mungkin aku orang yang buruk
Tapi aku benar-benar benci terhadap orang yg mudah memaafkan dan menerima kembali setelah rasa sakit yg teramat yg telah ditorehkan oleh orang itu.
Cinta memang
Kub4ca_ya #2
Thor yg ex boyfriendnya pgen tau kelanjutannya lg hehe
Brewingthebear
#3
Chapter 1: Aiihh...eiikk suka bgt sama yg satu ini thor xD
fellakun #4
Chapter 1: sukak!!!
royalfamily31 #5
Chapter 1: Selalu suka dg gaya bahasa kamu thor.. seulrene terimajinasi dengan sempurna.. keep update and writing yaa authornim ??
seulgittarius
#6
Chapter 1: Balikan akhirnya huhuhu ;__;
Bikin anak yang banyak ya! Dedek Yerim otewe berarti tuh wkwk
MyouiHiraiDorkytae
#7
Chapter 1: Keren, authornim! Ga kaku sama sekali bahasa yg dipake. Komposisi cerita pas, ga lebay atau jg krg. Bacanya jg jd enak. Mangat bwt next story-nya! :)
Lesmana
#8
Chapter 1: Iya emang bne ch rasa sakit emang bisa aja ilang dari setiap luka ..tpi setiap luka pasti ninggalin bekas .dan saat liat bekas itu rasa sakit pasti ke inget lg krna liat luka itu ,, terkadang saat racun menyakiti kita butuh racun itu jg buat nyembuhin luka tersebut ,,, yg di butuhin emang cuma satu ch waktu ,, yuhuuu seulrene nya berlayar juga wkwkwk
XiahticSpazzer #9
Chapter 1: WOW just WOW. Hahaha
Gue suka gimana Seulrene ngadepin satu sama lain setelah pisah, ga pake adu argumen sampe urat leher mau putus meski ternyata sama2 merasa tersakiti dulunya, gimana mereka jujur ngungkapin perasaan masing2 tanpa merasa gengsi. Such a lovely scene. Juga gue suka krn dr dulu author ga pake bahasa yg lebay, ga pake kiasan berlebihan tp cukup bikin gue ngerti seberapa dalam maknanya. Great job author.
Aleyy13 #10
Chapter 1: Setelah penantian panjang untuk mu author-nim<3.... Cerita mu selalu ku nanti