먼저 가 있을게 (I’ll be there)

April, and a flower

I’ll be there.

Sejak senja menghilang, Han Jinjoo sudah tau hujan akan turun, tapi dia tak mengira akan selebat ini. Cukup lebat untuk membawa angin yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan tubuh lemasnya wanita yang memiliki kaki indah ini berjalan menuju jendela kamarnya. Sangat dingin, terlalu dingin padahal musim semi hampir berlalu. Mungkin ini angin musim semi terakhir. Diikatnya kain gorden jendelanya yang sedari tadi melambai-lambai. Walau angin masuk menyerbu ruang kamarnya dengan ribut dia tidak berniat menutup jendelanya, jika ini memang angin musim semi terakhir, biarlah ia datang padanya dengan membawa hujan dan petir.

Petir

Petir.. gemuruh yang menyertai membuat hatinya getir. Datang dengan kilatan yang menyilaukan memupuk sebuah harapan.. akankah Sang Petir datang? Datanglah walau dengan angin ribut, kumohon datanglah, jerit hati Jinjoo penuh harap.

**

PING

Seperti listrik menyengat sampai ke jantungnya suara bunyi pesan itu membangunkannya dari tidur prematur. Handphone Jinjoo masih berada digenggamannya seperti 15 menit yang lalu, tidak berubah posisi. Bunyinya tidak hanya membangunkannya tapi juga membuat tubuhnya siaga.

'Aku sudah didepan'

Hm? Tak butuh waktu lama setelah dia membaca chat masuk itu, bangkit dari ranjang Jinjoo berlari menuju jendela dan membukanya. Kamarnya terletak di lantai dua, memudahkannya untuk melihat situasi diluar. Nampaklah siluet seseorang dengan jaket tebal didepan gerbang rumahnya. Nampak tidak bisa berdiri diam karena kedinginan.

Antara senang dan khawatir, dia bingung harus menelpon atau turun terlebih dahulu. Tapi akhirnya dia memilih yang terakhir. Disambarnya cardigan dan jaket seadanya, rambut yang terserak tertindih bantal tadi dia rapikan. Betapa inginnya dia menyambar liptint di meja riasnya, tapi badannya bergerak dengan cepat kearah pintu.

Kurang dari satu menit Jinjoo sudah ada dipelukan orang yang paling dirindukannya saat ini.

“sepertinya kau sudah gila” ucapnya tidak mengendorkan pelukan.

“sedikit” jawab sang pria pujaan. Suaranya bergetar, tapi Jinjoo yakin dia mengucapkannya sambil tersenyum.

“aku minta maaf sudah membuat tidurmu terganggu”

Jinjoo hanya menggeleng kepala dalam dekapannya. Dirasakannya pria itu membelai rambut ikalnya berkali kali, hingga akhirnya memaksanya mengangkat kepala dan memberinya kecupan manis. Membuat aliran listrik dalam tubuhnya menjalar penuh rasa hangat padahal malam ini hampir 3 dejarat.

Untuk pertama kalinya sejak pertemuan di tengah malam ini, Jinjoo menatap sepasang mata lelah yang bersinar itu, bulu matanya yang panjang nan indah, bibirnya yang tertarik tipis membentuk senyuman terindah didunia. Ini bukan mimpi. Pria ini benar-benar ada dihadapannya. Setelah tiga bulan perjalanan bisnisnya. Rindunya bukan main. Dan yang membuatnya lega adalah Kim Jongdae ternyata merasakan hal yang sama.

Tidak ada hal yang paling mendebarkan dari perasaan yang saling bersambut. Beruntunglah jika kita bisa merasakannya walau sekali dalam seumur hidup.

“mau masuk kerumah? tapi Ibu dan ayah sudah tidur..” ajak Jinjoo diiringi senyumnya yang nakal.

Mendengar itu hanya membuat senyum Jongdae semakin lebar dan hampir membuatnya mengeluarkan suara tawanya yang khas. Kalau tidak karena jari mungil Jinjoo yang membungkam bibirnya, Kim Jongdae mungkin sudah membangunkan seisi rumah.

“baiklah, baiklah..” ucapnya setelah melihat raut protes dimata Jinjoo.

“tawaranmu cukup menggiurkan, jadi aku akan menawarkan drive bersamaku malam ini, maukah?”

“Setuju” jawab Jinjoo tanpa ragu.

Begitulah mereka melewati malam yang panjang ini. Sepasang kekasih yang murah hati. Saling mengerti dan saling mengisi. Walaupun waktu bersama yang mereka miliki lebih singkat dari waktu tegaknya surya, mereka bersyukur.

 

 

Jinjoo bersyukur saat hari dia merasa ingin sendiri, temannya, Lee Nayoung memaksa untuk menggantikannya menghadiri kencan buta. Dengan iming-iming traktiran dan banyak memohon sambil berlutut, temannya berhasil membujuknya. Tapi ketika ditanya kenapa Nayoung menolak pria kencan butanya, jawabnya pria itu terlalu baik untuknya. Jinjoo tidak percaya dengan kata-kata basinya sampai dia menemuinya langsung suatu sore di awal bulan September. Pembawaanya tenang, tapi Jinjoo bisa melihat rasa canggung di matanya yang selalu memaksa memandang langsung kedua mata Jinjoo. Jinjoo berusaha keras untuk tidak menghindarinya. Tidak mengijinkannya meninggalkan kesan takut dan sungkan meskipun itu yang dia rasakan sebenarnya. Ketika dia bilang dia suka bernyanyi, Jinjoo bertanya apa lagu favoritnya, Jongdae menjawab Through the Night. Jinjoo menyambar topik itu dengan senang hati karena dia juga menyukai lagu yang sama.

Jongdae bersyukur dihari itu dia hadir ke hadapannya tanpa terlalu banyak berharap. Jadi tidak ada sedikitpun ruang yang tersisa untuk kekecewaan. Hanya sedikit tercengang karena yang berada dihadapannya saat itu bukan wanita yang awalnya dijodohkan padanya. Tubuhnya lebih mungil, rambutnya lebih pendek dan kulitnya lebih pucat dari Lee Nayoung. Tapi matanya lebih berbinar, volume suaranya teratur, tawanya terdengar spontan, tidak ragu untuk tersenyum lebar, kecanggungannya terlihat lebih lucu. Pertemuan yang canggung tapi tidak mengecewakan. Pertemuan yang tidak cukup kuat untuk menumbuhkan cinta pada pandangan pertama tapi berakhir dengan jabat tangan serta perpisahan yang mendebarkan di halte bus. Itulah yang ia rasakan.

Sampai akhirnya dihari ulang tahunnya dia mengajak wanita itu bertemu. Di kencan kecil yang kelima kali itu, mereka meniup lilin bersama-sama, berharap kebaikan yang sama, pada saat Jinjoo memberikannya hadiah, disitulah untuk pertama kalinya dia merasa kalah. Perasaan yang seharusnya diungkapkan laki-laki kepada perempuan kini berbalik. Jinjoo menyatakan perasaannya dan Jongdae kalah start, seharusnya dia bisa lebih cepat memulai. Perasaan terkalahkan yang membuatnya semakin tertantang. Dikeluarkannya sepucuk surat berisi perasaannya yang telah mekar selama mereka bertemu, cukup menyentuh jika melihat ekspresi Jinjoo dengan mata berkaca-kaca setelah membacanya.

Didalam cafe bernuansa musim gugur yang kental diiringi musik yang tidak terlalu keras Jinjoo menatap lurus ke matanya dan berkata, “tidak ada tempat yang lebih sempurna dari ini untuk menyatakan cinta, terima kasih”

 

Pukul 4 pagi, beberapa jam setelah pertemuan mereka Jongdae mengantarkannya kembali ke rumah. Besok adalah ulang tahun Jinjoo yang ke-24, rencana yang lebih sempurna sudah dirancang. Dia akan menjemput Jinjoo pukul 6 sore dengan membawakan bunga kesukaannya, mengajaknya makan malam romantis berdua dan melamarnya malam ini juga. Sempurna sekali. Tidak ada yang cacat.

Jongdae menatap lekat cara Jinjoo turun dari mobilnya, dia terlihat semakin kurus, pikirnya. Diperhatikannya gaun tidur panjang berwarna salem yang iya kenakan jatuh dari kursi mobil mengikuti gerakan kakinya. Berdiri menunduk disamping jendela mobilnya, Jinjoo melambai dengan mata mengantuk.  Jongdae keluar dari mobil, berjalan kearahnya dan memberinya pelukan dan ciuman penuh yang menenangkan.

“sampai jumpa malam berikutnya, selamat tidur..” bisiknya

Jinjoo mengiyakan dan masuk ke rumahnya sambil sesekali berbalik melemparkan senyuman. Masuklah dia kedalam kamar, melemparkan badannya di kasur dengan perasaan melayang, bahagia. Disatu sisi hatinya khawatir, tidak apa apa kah dia merasakan bahagia sedalam ini? Tapi kekhawatirannya terkalahkan dengan rasa kantuk yang sangat, 15 menit tidurnya tengah malam tadi tidak banyak membantu.

**

Jinjoo terbangun dengan kepala berat, dilihatnya jam sudah lewat tengah hari. Untuk pertama kalinya dalam sebulan terakhir dia bisa tidur selama ini. Pikirannya yang lebih tenang membuatnya duduk dikasurnya cukup lama. Matanya terpaku pada satu titik, dilangit-langit kamarnya seikat bunga krisan ungu menggantung bergoyang ke kiri dan ke kanan. Bunga itu nampak kering tapi tidak busuk, warnanya tetap sama walau sedikit pudar. Jinjoo memanjat kursi untuk mengambilnya.

Pukul 3.30 dia sudah berdandan rapih. Rambutnya yang terbiasa terurai dikucir satu memperlihatkan lehernya yang jenjang, dengan balutan dress formal berwarna hijau selutut dia berdiri menghadap cermin, dia benar-benar kurus. Dengan menghembuskan napas dia berusaha tersenyum didepan cermin. Sudah cantik.

Pukul 4.00 dia sudah berdiri di halte bus, satu dua orang meliriknya dari atas kebawah seakan ingin bertanya, bukankah ini terlalu siang untuk pergi kencan? Dan dia sudah siap dengan jawaban, jika ada yang berani bertanya demikian. Dia mengenang sambil tersenyum tipis, teringat kencan-kencan awal mereka dibulan September tahun lalu dimana kekasihnya selalu mengantarkannya dan menunggu bersamanya di halte bus.

Pukul 4.14 dia sudah didalam bus. Menuju ketempat kekasihnya tanpa menunggu di jemput. Sungguh membuatnya nervous. Dia tak tau harus bagaimana jika sudah dihadapannya nanti. Saat itu supir bus memutar lagu IU – Through The Night. Hatinya terhanyut dan dia memejamkan matanya. Merasakan alunan familiar dan kenangan familiar yang hidup didalamnya.

15 menit berjalan setelah turun dari bus rasanya agak membuat kakinya sakit. Dia memakai sepatu highheels terbaiknya hari ini, yang ternyata paling menyakitkan. Dia memasuki gedung dengan banyak rak kaca itu. Dilewatinya lorong demi lorong sampai dia berhenti disalah satunya. Dia berbelok dan berjalan menguatkan diri agar tidak jatuh karena gugup. Jantungnya berdebar kencang saat dia berhenti disalah satu rak kaca yang berada sama tingginya dengannya. Dia mengambil bunga kering yang sudah dia bentuk secantik mungkin dari dalam tasnya. Dibukanya pintu lemari kaca itu dengan tangannya yang bergetar. Dia meletakkan bunga kesukaannya itu disamping guci abu bertuliskan KIM JONG DAE itu sambil berkata dengan suara bergetar dan mata penuh dengan tangis,

“aku rindu padamu.. sangat sangat merindukanmu...walau aku tau ini tidak berguna tapi aku sangat merindukanmu, walaupun aku coba menutup mataku setiap memikirkanmu tetap saja aku merindukanmu..”

 

EPILOG

Selasa, 12 Maret 2019, pukul 14.23

Sebuah toko bunga kedatangan pembeli, seorang pria memakai coat hijau gelap. Sang florist beranggapan pria ini cukup tampan lalu menyambutnya dengan ramah. Setelah cukup lama berbincang tentang jenis bunga yang dia cari, akhirnya sang florist mengerti bunga yang dia maksud adalah bunga krisan pompom berwarna ungu.

“bunga ini tidak banyak yang suka karena harumnya tidak begitu sedap, makanya jarang yang membeli, tapi kebetulan kami memetiknya pagi ini. Anda beruntung sekali” serunya kepada pria itu sambil tersenyum.

“benarkah, wah.. terima kasih banyak, saya ambil semua kalau begitu.” Jawabnya tak kalah ramah

“semuanya? Anda serius? Tidak mau dirangkai dengan bunga lain?”

“iya, tolong rangkaikan bunga ini saja yang cantik dan rapih, lalu kirimkan ke alamat ini” ucapnya sambil menyodorkan secarik kertas.

Sang florist mengiyakan dan bergegas merangkainya, setelah selesai pria itu menulis kartu ucapan dan diperhatikan lekat-lekat olehnya. Ketika hendak membayar, pria itu menyadari dompetnya tertinggal dan dia meminta izin untuk mengambilnya dimobil.

Satu menit... dua menit berlalu terdengar jeritan dan suara ribut riuh diluar, sang florist yang masih menyelipkan kartu ucapan di rangkaian bunganya berlari keluar. Dilihatnya kerumunan berkumpul, dia mendekat, ternyata ada kecelakaan mobil. Dia terus mendekat didapatinya pria manis yang baru tersenyum ramah padanya beberapa menit yang lalu sudah bersimbah darah dimana-mana. Kepalanya terkulai lemas diaspal yang keras, rambutnya yang coklat penuh dengan darah. Sang florist yang akhirnya diketahui bernama Moon Taeah itu bergetar menutup mulut dengan tangannya tak percaya.

Tangannya yang terus bergetar sambil menggenggam erat kartu ucapan milik pria itu, yang kemudian dibacanya,

Semoga tidurmu nyenyak, sayangku.

Sampai bertemu sore nanti

 

Jongdae <3

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet