Tiga

The Truth of Hurt

Raekyo bangun dengan rasa pusing, matanya mengerjap menyesuaikan diri dengan cahaya. Ia terbaring di atas kasur Kibum diselimuti oleh pakaian-pakaian Kyuhyun yang saling tumpang tindih. Raekyo meringis ketika ia meraba bagian belakang kepalanya dan mendapati benjolan di sana. Terasa ngilu bila disentuh. Ia melihat ke sekeliling kamar, baju Kyuhyun berantakan di mana-mana. Seakan tornado mini mampir ke dalam lemari pakaian Kyuhyun dan membuatnya berhamburan. Sayup-sayup Raekyo bisa mendengar suara aktivitas di lantai bawah, orangtuanya telah pulang ke rumah.

            Gadis itu bangkit duduk perlahan, berusaha mencerna dan mengingat apa yang terjadi. Ketika ingatannya memunculkan kembali kedua bola mata yang balik menatap dari balik lemari baju, Raekyo bergidik. Mata itu nampak nyata, begitu pula dengan pakaian Kyuhyun yang berserakan juga benjol di kepalanya. Namun bagaimana dirinya bisa sampai terbangun di atas tempat tidur, Raekyo belum menemukan jawabannya.

            Raekyo merasakan sakunya bergetar, ia mengambil ponselnya dan melihat ID penepelonnya. Adelle.

            “Hal… Yak! Berhenti berteriak! Aku tidak ke mana-mana, aku hanya, hanya jatuh tertidur.” Raekyo sempat menjauhkan ponsel dari telinganya sebab sahabatnya yang bersuara cempreng itu hampir sukses membuatnya tuli.

            “Syukurlah, syukurlah, kukira kau ke mana. Kau tidak membalas chatku dalam 4 jam. Bayangkan 4 jam!” Raekyo mengernyit melihat jam dinding, sudah malam, pantas orangtuanya juga sudah ada di rumah. “Rae, Rae! Kau baik-baik saja? Terjadi sesuatu? Eomma kambuh?”

            “Dell. Aku…” Raekyo memutuskan bercerita pada Adelle saja. Ia menceritakan kejadian tadi pagi hingga bola mata yang membuatnya pingsan. Ia tidak akan sanggup bercerita pada orngtuanya, terutama ayahnya. Ia terutama takut akan reaksi mereka berdua. Setidaknya dia percaya pada Adelle, dia sahabatnya, orang yang mengerti dirinya luar dalam.

            Ketika Raekyo selesai bercerita, keheningan menyelimuti mereka berdua. Raekyo sengaja membiarkan Adelle meresapi dulu seluruh ceritanya, membiarkan Adelle menemukan solusi atau jawaban yang tidak ia temukan.

            “Rae… Aku, aku hanya tidak tahu harus berkata apa. Kurasa aku tahu masalah yang kau alami itu apa.” Adelle berucap ragu-ragu. Namun pernyataan itu membuat Raekyo sedikit melonjak kegirangan. Adelle tahu, sahabatnya itu tahu apa yang sedang ia alami.

            “Tidak apa-apa Dell, katakan padaku. Kau memang selalu bisa diandalkan.”

            “Rae, kurasa… kurasa kau harus menemui psikiater. Aku paham semua ini kejadian ini membuatmu cemas, khawatir dan tertekan. Aku juga paham selama tiga tahun ini kau sudah membuktikan dirimu tangguh melewati cobaan ini, namun manusia ada batasnya kan? Berobatlah Rae, minta pertolongan pada ahli, aku sayang padamu, aku tidak mau kau terlanjur seperti eomma. Bukan maksudku lancang tapi aku…” Raekyo memutuskan hubungan telepon. Matanya panas berair. Dugaannya salah, Adelle tidak mengerti, Adelle tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sahabatnya itu malah menuduh dirinya di ambang kegilaan seperti ibunya. Raekyo tidak bisa menyalahkan Adelle, dia pun akan berpikir begitu bila jadi Adelle, tapi entah kenapa rasanya tetap saja mengecewakan? Raekyo paham dia belum setertekan itu untuk berhalusinasi. Atau dia salah?

            Raekyo bangkit berdiri, ia menutup pintu kamar kakaknya sedikit dengan bantingan, kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri. Gadis itu menghempaskan tubuh ke atas kasur, merasa lelah.

            “Rae?” Ayahnya nongol dari balik pintu, wajah pria itu tersenyum. Namun urat-urat tegang di lehernya memberitahukan hal lain. Raekyo langsung duduk.

            “Terjadi sesuatu appa? Eomma?”

            “Tidak, tidak, appa hanya ingin mengecek. Kau baik-baik saja? Bantingan pintu tadi untuk?” Ayahnya menghampiri, duduk di pinggiran kasur. Bobot tubuh ayahnya membuat kasur agak condong ke samping.

            “Tidak apa-apa, hanya pertengkaran kecil dengan Adelle.” Raekyo tidak sepenuhnya bohong, “Appa baik-baik saja?”

            ‘”Besok ulangtahunmu yang ke 16.” Raekyo membelaklak, bagaimana dia bisa lupa. Terlalu banyak hal untuk dihapuskan dari ingatannya, hingga mungkin tanpa sengaja ingatan hari lahirnya pun ikut terhapus. “Kau sudah besar. Waktu sangat tidak terasa ya. Tiga tahun terasa begitu singkat, terutama setelah apa yang kita alami.”

            Raekyo mengangkat alisnya. Ayahnya tidak seperti biasanya. Biasanya pria itu selalu mengelak bila Raekyo mengungkit tentang kejadian itu, tapi kini ayahnya yang justru memulainya. “Appa tidak menanyakan aku mau kado apa, atau kue ulangtahun seperti apa?”

            “Tentu saja sudah appa siapkan untukmu.” Pria itu tersenyum, tangannya membelai pipi putri semata wayangnya perlahan, “Seperti biasa kau hanya perlu percaya pada appa. Ada beberapa yang harus diperbaiki. Rae mau kan? Kamu pasti akan menyukai hadiah dari appa.”

            “Appa…” Raekyo bimbang sesaat, “Bisakah aku meminta hadiah yang lain saja? Seperti barang misalnya?” Begitu pernyataannya terlontar, Raekyo langsung menyesali detik itu juga. Tubuh ayahnya berubah kaku, ekspresi pria itu mengeras. “Appa, mianhe. Aku hanya…”

            “Hadiahmu besok, jam 9 pagi. Jangan terlambat. Jangan pusingkan sekolah, ijinmu sudah appa urus.” Sang ayah berdiri, memandang tajam putrinya sedikit lebih lama sebelum akhirnya berjalan menuju keluar kamar. “Kau kurusan Rae, itu bagus. Wanita memang harus langsing. Namun tulang pipimu terlalu menonjol, appa tidak suka.” Setelah itu ayahnya pergi meninggalkan Raekyo terdiam lama memandangi pintu yang tertutup. Raekyo tahu ayahnya tidak bermaksud buruk, namun semua ini, tahun demi tahun hadiah sang ayah semakin menyakitinya, semakin membuatnya bingung akan jati dirinya sendiri. Raekyo tahu ayahnya salah, namun mampukah dia melawan sang ayah? Membuat keluarga yang memang sudah hancur ini semakin hancur? Sebuah pemahaman mulai terbentuk dalam benak Raekyo, apakah mungkin kedua kakaknya bukan diculik tapi memang melarikan diri? Melarikan diri dari sosok yang mereka anggap ayah mereka sendiri? Apakah ada rahasia lain yang memang Raekyo tidak tahu?

 

* * *

 

PRANG!! BRAK!! BRAK!!

            “Apa kau tidak bisa mengerti?!” Kyuhyun memandang sendu pada kekacauan di sekitarnya. Matanya memandang pecahan kaca dan baju-baju berserakan di lantai. Ketika pandangan matanya bertemu dengan pandangan marah kembarannya, Kyuhyun menghela nafas. Sejak Kibum mengetahui apa yang telah ia lakukan, pemuda itu marah besar. Semuanya ia curahkan pada barang-barang di sekitarnya.

            “Hyung, aku hanya…”

            “Apa uang yang kita dapatkan, yang kuberikan padamu tidak cukup?! Kau mengendap-endap ke sana mengambil seluruh baju ini, baju kita. Sebenarnya apa yang kau pikirkan?!” Kibum mengatur nafasnya yang naik turun karena marah. “Pakai saja semua uang kita untuk kau beli baju baru, tapi jangan pernah kembali lagi ke sana!! Hanya itu permintaanku, apa terlalu susah?!”

            “Hyung, aku bertemu dengannya.” Suara Kyuhyun terdengar lirih namun masih terdengar di telinga Kibum. Kibum mengeratkan kepalan tangannya. Namun pandangan Kyuhyun yang menunduk menatap lantai juga rematan tangan adiknya itu membuat Kibum berusaha mengontrol emosinya. Ia mendekati Kyuhyun, memegang pundak kembarannya itu dan memaksa Kyuhyun mendongak menatap wajahnya.

            “Kyu, hyung mohon, berhentilah bertindak bodoh.” Kibum menghela nafas berat, “Aku marah karena ada alasannya, Kyu. Jangan pernah kembali ke rumah itu lagi, ne? Rumahmu ya di sini, inilah rumah kita sekarang. Kita sudah berhasil pergi dari neraka itu, hyung mohon jangan kembali ke sana lagi.”

            “Tapi hyung, kenapa kita tidak membawanya?”

            “Kita tidak mengenalnya, Kyu. Dia bukan orang yang kita pikir sama. Dia terlalu banyak berubah, terlalu banyak yang asing di sana.”

            “Tapi aku juga sama, hyung. Apa bedanya denganku?”

            “Tidak! Kau itu berbeda. Di dalam hati kita adalah orang yang sama. Aku ada kau yang mengingatkanku akan diriku sendiri. Kau pun punya aku. Tadi dia, dia hanya punya dirinya sendiri. Kita tidak tahu seberapa besar pengaruh perubahan itu pada dirinya yang asli. Sudah, jangan membahasnya lagi, pokoknya aku tidak akan diam begitu ku tahu kau kembali ke sana lagi. Mengerti? Lupakan mereka, Kyu. Kita sudah bahagia di sini, bersama hyungdeul. Kau adikku, aku tidak mau kehilanganmu.” Dengan itu Kibum berjalan keluar meninggalkan Kyuhyun memandang punggung kakaknya dengan sedih.

            “Tapi dia juga adikmu hyung. Adikku juga. Apa Raekyo tidak akan merasa seperti dibuang, hyung?” Kalaupun Kibum mendengar ucapan Kyuhyun, pemuda itu tidak menunjukkannya. Kyuhyun lagi-lagi menghela nafasnya. Pemuda itu mengeluarkan dompetnya dan menarik sebuah foto lusuh dari dalamnya. Sebuah foto yang sudah hampir pudar karena terlalu sering ia genggam sambil menangis. Dalam foto itu mereka bertiga tertawa begitu bahagia dan lepas. Kyuhyun mengingat perjumpaan singkat dirinya dengan adiknya siang tadi, bagaimana kagetnya adiknya itu melihat sosok dirinya di dalam lemari, bersembunyi. Untunglah Raekyo tidak mengenali dirinya, kalau tidak Kibum bisa lebih marah lagi. Namun wajah itu, wajah yang selalu menghantui mimpi-mimpinya, wajah adiknya, tidak bisa ia enyahkan begitu saja dari pikirannya. Kyuhyun selalu percaya, tampak luar bisa menipu tapi kedalaman hati tidak akan pernah berbohong. Dan ia sangat percaya adiknya yang polos dan baik hati itu memang begitulah sifatnya tidak peduli tampak luarnya berubah. Tapi sulit sekali membuat Kibum melihat hal itu.

            Tok!Tok! “Kyu? Kau di dalam?” Sesosok kepala menyembul dari balik pintu, senyum kekanakkannya langsung berubah menjadi wajah kaget melihat kondisi kamar adiknya, “Apa yang terjadi? Kyu, kau tidak apa-apa?”

            “Donghae hyung.”

            “Kyu, terjadi sesuatu? Kaca ini, dan baju siapa ini?” Donghae berjalan perlahan menghindari pecahan kaca yang bertebaran di sekeliling kamar menuju adiknya. “Siapa yang melakukan ini?”

            “Bum hyung, dia marah padaku hyung.”

            “Eoh? Bummie? Kalian bertengkar? Pasti kau menjahilinya dengan keterlaluan ya? Minta maaf sana.”

            “Bukan, tapi aku kembali ke sana, untuk mengambil bajuku dan baju Bum hyung. Namun dia mengetahuinya dan marah besar.”

            “Kyu..” Donghae duduk di sebelah Kyuhyun merangkul adik yang biasanya manja padanya itu, “Mengertilah, Kibum tidak bermaksud jelek, dia hanya ingin melindungimu.”

            “Aku tahu. Tapi sulit hyung rasanya, ada seseorang di sana yang kurindukan. Dia juga berhak tahu hyung, dia juga berhak bebas menjalani hidupnya. Bukan hanya aku dan Bum hyung. Bukan hanya aku yang harus dilindungi, hyung, dia juga. Kenapa Kibum hyung tidak bisa mengerti itu?”

            “Karena dia berbeda, Kyu. Dia akan aman di sana. Percayalah. Kini fokuslah untuk menata kembali hidupmu sendiri, setelahnya hyung yakin Kibum akan mendukungmu untuk menjemput Raekyo dari sana. Oke?”

            “Hyung, sudah tidak ada aku juga Bum hyung, tidakkah kau berpikir mereka kini akan menimpakan semuanya pada Raekyo seorang? Sebentar lagi hari ulang tahun Raekyo, hyung. Tidakkah kau berpikir akan terlambat? Kalau sampai.. kalau sampai terlambat, lalu bagaimana aku akan hidup setelahnya? Bergelung terus dalam rasa penyesalan?”

            Donghae tertegun.  Ucapan Kyuhyun tidak pernah terpikirkan olehnya dan mungkin oleh mereka semua. Mereka –ia, Kibum, Siwon dan Leeteuk terlalu berfokus pada keselamatan Kyuhyun hingga melupakan sebab akibat yang mereka lakukan. Mereka terlalu sibuk menyembunyikan Kyuhyun hingga melupakan Raekyo di sana. Donghae mengerutkan keningnya, ia jadi teringat kejadian 3 tahun lalu…

 

FLASHBACK 3 TAHUN LALU

            Leeteuk beserta kedua adiknya, Siwon dan Donghae sedang menikmati makan malam ketika suara ketukan di belakang terdengar. Awalnya mereka mengira hanya bunyi dahan pohon mengetuk atap rumah sebab saat itu hujan lebat dan angin bertiup sangat kencang. Namun, ketukan itu terus berulang, dan masih terdengar dari pintu belakang dapur rumah mereka.

            “Hyung, kau dengar?” Siwon berusaha menajamkan pendengarannya, namun dugaan mereka tidak salah, ketukan itu berasal dari pintu dapur.

            “Siapa bertamu di tengah hujan badai begini?” Leeteuk menyuarakan keheranannya.

            “Hyung, kalau orang jahat bagaimana? Kenapa lewat pintu belakang bukan pintu depan?” Donghae mulai merasa khawatir, “Kita biarkan saja bagaimana?”

            “Biar hyung yang buka, kalian tunggulah di sini.” Leeteuk kemudian berdiri dan berjalan menuju ke arah dapur meninggalkan Siwon dan Donghae saling berpandangan dengan raut wajah khawatir.

            “KIBUM!! KYUHYUN!!” Teriakan kakak tertua mereka cukup membuat Siwon dan Donghae segera berlari ke dapur, apalagi subjek yang diteriakan Leeteuk adalah nama sepupu mereka sendiri.

            “Hyung, apa….” Perkataan Siwon terputus, matanya membulat sempurna melihat pemandangan di hadapannya. Begitu pun Donghae yang sudah diam membeku. Di sana Kibum berdiri basah kuyup sambil menggendong Kyuhyun di punggungnya. Kyuhyun nampak lemas dengan mata terpejam sempurna.

            “Apa yang terjadi? Kenapa kalian bisa ada di sini? Di mana paman bibi dan Raekyo?” Pertanyaan Leeteuk hanya dijawab dengan diam oleh Kibum, pemuda itu menggigil. “Cho Kibum! Apa yang terjadi?!”

            “Hyung, lebih baik kita ke dalam dulu. Kasihan mereka pasti kedinginan. Dan Kyuhyun, ya Tuhan Kyuhyun ada apa dengannya? Sini biar hyung gendong.” Kibum melirik adiknya sepintas sebelum menyerahkannya pada Siwon. Siwon langsung berlalu dari sana, berniat membaringkan Kyuhyun di kamar.

            “Kibum…”

            “Hyung!” Mata Leeteuk dan Donghae kembali membulat melihat Kibum kini berlutut di hadapan mereka, “Tolong kami, tolong kami hyung! Hyung, sembunyikan kami, ku mohon, selamatkan Kyuhyun!”

            “Bummie, ada apa? Kau kenapa? Kyuhyun kenapa?” Donghae segera menghambur memeluk Kibum, tidak memperdulikan bajunya kini basah juga. Kibum terasa dingin dalam pelukannya, anak itu menggigil.

            “Teuki hyung, tolong kami. Tolong Kyuhyun, tolong…”

            “Bummie, tenanglah. Masuklah dahulu, ceritakan pada kami ada apa, maka kami bisa menolongmu, ya?” Leeteuk merengkuh Kibum lalu menuntunnya ke dalam. Ia mengode pada Donghae untuk meminjamkan baju kering pada Kibum yang ditanggapi Donghae dengan anggukan dan pemuda itu segera melesat ke kamarnya. Leeteuk kemudian mendudukan Kibum di sofa, mengambil handuk kering lalu memberikannya pada Kibum. “Nah, sekarang katakan pada hyung, ada apa? Apa yang terjadi pada Kyuhyun?”

            “Teuki hyung, mereka…. mereka monster. Mereka bukan manusia! Aku benci mereka! Hyung, aku hampir terlambat, kalau aku terlambat sedikit lagi saja, bagaimana aku harus hidup? Bergelung terus dalam rasa penyesalan? Aku tidak akan bisa hyung, tolong kami, tolong aku!” Kibum kemudian kembali berlutut, sekeras apapun Leeteuk meminta Kibum bangkit, namun pemuda itu menolak. Ketika akhirnya Leeteuk ikut berlutut disamping Kibum kemudian memeluk pemuda itu, tangis Kibum pecah. Kibum menangis begitu keras, menumpahkan segala perasaan yang telah ia pendam sejak lama.

            Donghae tertegun melihat Kibum. Seumur hidupnya, sepupunya yang dingin itu tidak pernah menunjukkan perasaan seterus terang ini. Donghae tahu ada yang salah, dan ia yakin apapun yang keluar dari mulut Kibum nanti, Donghae tidak akan menyukainya. Lama, Donghae hanya berdiri diam di kejauhan memandang Kibum yang masih sesenggukan di pelukan Leeteuk, ia tidak sanggup bergerak, tanpa Donghae sendiri sadari, air mata sudah membasahi pipinya juga. Donghae ikut menangis.

 

            “Hyung! Donghae hyung!” Donghae tersadar kembali dari lamunannya. Pandangannya menangkap wajah Kyuhyun yang khawatir. “Kau melamun hyung?”

            “Ah, ani. Hyung hanya teringat sesuatu.” Donghae mengelus puncak kepala Kyuhyun, “Sudah jangan khawatir. Kita tidak akan terlambat untuk Raekyo. Hyung akan bantu mengawasi Raekyo. Besok hyung akan ke sana untuk mengecek keadaan Raekyo. Kau tidak perlu khawatir.” Donghae mencoba tersenyum, dirinya setengah mati berharap kata-katanya sendiri benar. Bagaimanapun Raekyo adiknya juga, dan bila sesuatu terjadi pada gadis itu, jangankan Kyuhyun, Donghae pun akan menyalahkan dirinya sendiri.

 

* * *

 

            Kibum berdiri memandang hamparan hijau di hadapannya. Raut wajahnya masih mengisyaratkan bahwa ia kesal. Bagaimana tidak, kembarannya, adiknya yang susah payah ia bawa dari sana malah dengan sukarela kembali ke sana. Ingin mengambil baju katanya. Kibum tahu Kyuhyun berbohong, pemuda itu pasti hanya ingin melihat Raekyo. Teringat Raekyo, perasaan bersalah kembali menyengat Kibum. Bohong bila ia tidak merindukan adiknya yang satu itu, bohong bila Kibum melupakan Raekyo. Bagaimana bisa? Tapi Kibum tidak pernah merasa bahwa keputusannya salah, yang dalam bahaya di sini adalah Kyuhyun, maka wajar kan Kibum mendahulukan menyelamatkan Kyuhyun dahulu.

            “Tapi hyung, kenapa kita tidak membawanya?”

            Perkataan Kyuhyun kembali berputar di benaknya. Kenapa? Kyuhyun pasti merasa kenapa tidak sekalian menyelamatkan Raekyo, kenapa harus satu-satu? Kibum menghela nafasnya, karena Kibum yakin bila Kyuhyun mengetahui alasan sebenarnya, pemuda itu akan mengamuk. Alasannya tidak lain adalah karena Kibum menjadikan Raekyo tameng. Kibum yakin bila ia membawa dua-duanya langsung, sang appa akan bertindak lebih parah untuk mencari mereka. Sekarang saja dengan Kibum meninggalkan Raekyo di sana, upaya sang appa mengerahkan antek-anteknya untuk mencari mereka tidak pernah berhenti. Dan Kibum semakin kewalahan untuk mencoba bersembunyi. Untung saja sepupu-sepupunya mau menampung dan melindungi mereka. Kibum hanya berharap Raekyo bersabar, ia pasti akan menjemput gadis itu. Kibum yakin Raekyo akan aman, sebab ia tahu gadis itu bukan yang utama.

            Bunyi ponsel mengagetkan Kibum, ia mengerutkan kening melihat ID pemanggilnya, Heechul. “Halo?”

            “Cho Kibum.”

            “Wae, hyung?” Kibum merasakan nada mendesak dari kata-kata Heechul padanya. Pemuda cantik itu menyebutkan nama lengkapnya, berarti sesuatu serius tengah terjadi. Mau tidak mau jantung Kibum berdetak lebih kencang, “Kami ketahuan?”

            “Cho Kibum.”

            “Berhenti menyebutkan namaku terus menerus Kim Heechul! Dan katakan ada apa sebenarnya?!” Kibum mulai kehilangan kesabaran. Dia sudah tidak peduli dengan kesopanan dan memanggil karyawan ayahnya itu dengan nama lengkap. Heechul adalah salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit bedah milik ayahnya dan satu-satunya yang Kibum percaya. Semua informasi rahasia terutama rahasia mengenai Kyuhyun dan bahaya yang mengintai kembarannya pun ia ketahui dari Heechul. Bagi Kibum, Heechul adalah mata-matanya untuk memantau segala pergerakan ayahnya, dan sampai sekarang Heechul melakukan tugasnya dengan baik. Ia membuktikan dirinya adalah orang yang bisa dipercaya bagi kedua bersaudara Cho itu. Dan berkat Heechul pula Kibum selalu berhasil menghindar dari antek-antek ayahnya.

            “Kibum-ah, sebentar lagi Raekyo ulang tahun.”

            “Ne, aku tahu itu. Lalu? Apa hubungannya dengan Kyuhyun?”

            “Cho Kibum! Adikmu bukan hanya Kyuhyun! Itupun kalau kalian bisa dibilang kakak adik. Tidak segala sesuatu harus berhubungan dengan Kyuhyun kan? Aku sedang membicarakan Raekyo!” Heechul terdengar marah. Tapi Kibum menulikan telinga dan hatinya, prioritasnya hanya Kyuhyun.

            “Itu aku juga tahu. Lalu? Appa tidak akan bisa mengambil dari cabang kan? Jadi semua akan baik-baik saja.”

            “Cabang? Cho Kibum, apakah kau benar-benar tidak tahu?” Nada suara Heechul membuat tubuh Kibum menegang, ada sesuatu yang belum ia ketahu? “Raekyo itu pusat, Kibum-ah. Dia adikmu, adik dalam artian sebenarnya, dia 100% pusat, kau tidak tahu itu? Bagaimana mungkin, kukira kau pasti bisa membedakannya. Dia sama sepertimu, dia…..”

            TRAK! Ponsel Kibum jatuh begitu saja ke lantai. Ucapan Heechul, fakta yang baru ia ketahui seolah menghantamnya dengan keras. Semua kilasan-kilasan masa kecilnya dengan Kyuhyun dan Raekyo terulang kembali dalam pikirannya. Bagaimana Kibum bisa begitu bodoh, Raekyo itu pusat seperti dirinya, bagaimana Kibum tidak bisa mengetahui hal itu? Semua jadi masuk akal sekarang. Bagaimana ayahnya tidak berusaha mencari ia dan Kyuhyun begitu rupa, karena Kibum meninggalkan sesuatu yang sama berharganya, yang tidak akan bisa menghentikan ayahnya, Kibum meninggalkan Raekyo di sana.

            Seluruh tubuh Kibum lemas seketika, ketakutan mulai menghampiri Kibum dengan amat sangat menyakitkan. Tubuh pemuda itu bergetar hebat, rasanya begitu menyesakkan dan membuat mual. Gambaran-gambaran Raekyo terus berputar di kepalanya, bagaimana gadis itu merajuk, tertawa, menangis, terluka, bahagia. Dengan linglung Kibum berusaha mengambil ponselnya kembali, terdengar teriakan-teriakan di ujung sana.

            “……BUM!! HALO?! KAU DENGAR? BUM!!”

            “Hyung, Raekyo, aku sama sekali tidak tahu. Kalau tahu aku akan membawanya bersamaku juga. Aku….”

            “TERLAMBAT KIBUM! Ulang tahun Raekyo dimajukan, gadis itu masuk hari ini!” Dan seketika itu juga Kibum seperti mengalami kiamat detik itu juga.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet