Musim Panas

Description

Pertanyaan yang membayangi sejak beberapa lama yang lalu. Mengenai diriku, dirimu, dan takdir. Aku bertanya pada langit yang biru, rintik hujan yang mengenai bumi, dan ilalang yang menyentuh tanganku di tempat yang kita datangi bersama waktu itu.

Pertanyaan yang selalu kutanyakan dalam setiap langkah yang ku pijak, napas yang kutarik, dan hari yang kulalui.

Aku ingat dengan jelas betapa panasnya hari itu. Baju yang kukenakan lengket melekat pada punggungku. Napas berat yang dimudahkan oleh es krim yang mencair dengan cepat. aku bahkan masih ingat rasanya, soda. Topi yang kukenakan tidak mengurangi tetesan air yang mengucur deras di wajahku. Hari musim panas yang sama pada umumnya, yang kujalani selama 15 tahun hidupku.

Dan kau di sana. Berdiri dengan wajah bingung dan pucat. Anak laki-laki yang tidak pernah aku lihat sebelumnya di desa kami yang kecil. Dengan baju yang sangat mencolok dan tas besar di kaki.

Aku melirikmu, namun tidak berani menyapa.

Hingga kau menyapaku lebih dulu karena aku berjalan di hadapanmu. Kamu butuh arahan ke sebuah rumah yang sangat ku kenal. Dan aku mulai bertanya-tanya, siapa dirimu, apa maumu, ada urusan apa kau ke desa kecil kami yang tidak pernah ada hal menarik terjadi.

Dan kemudian kamu oleng. Membuatku kaget. Dan es krim ku jatuh karena aku mencoba menangkapmu.

Begitulah awalan aku membencimu. Aku sangat suka es krim itu.

... Bagaimana kabarmu hari ini? Sudah tiga tahun berlalu sejak musim panas di waktu itu. Dan aku tidak pernah melihatmu lagi.

Sembari melihat hamparan luas laut aku bertanya, apakah kau masih ingat janji kita di malam hari itu? Waktu aku mengenakan kimono terbaikku dan kita melihat kembang api bersama. Waktu kita pergi ke perayaan musim panas dan aku terjatuh hingga tali sendalku lepas. Lalu kau menggendongku sepanjang jalan pulang.

Di jembatan ini. Kau berjanji.

Dan di jembatan ini. Aku masih menunggu janjimu.

Hey, kalau saat itu aku mengiyakan pertanyaanmu, apakah kau akan kembali lebih cepat? Apakah kau akan mengunjungiku setiap musim panas?

Ataukah saat ini kau sudah melupakannya?

***

Punggung yang besar, hangat, dan kuat. Apakah punggung anak laki-laki memang seperti ini? Tanpa tersadar wajahku memanas tanpa ada hubungannya dengan hawa panas musim ini.

Suara kembang api dan perayaan sudah lama usai. Meninggalkan hening yang membuat jantungku berdegup kencang. Dan entah mengapa Ia tidak berkata sedikitpun meski biasanya ia bawel.

“Hana-chan?” suara nya terdengar lebih dalam dari biasanya membuatku kaget. “Aku akan kembali ke Tokyo untuk kuliah.”

Kamu tidak perlu mengingatkan hal itu padaku. Aku sangat paham waktu kita tidak banyak lagi, dan semakin berkurang setiap saat.

“Aku akan kembali nanti.” Lanjutnya. Aku mengencangkan tanganku di pundaknya dan tersenyum. Kata-kata tersebut memenuhi hatiku dengan kehangatan dan harapan.

“Saat aku kembali nanti,” suaranya tidak berubah namun sesuatu dalam nadanya membuatku memfokuskan perhatianku sepenuhnya. “Maukah kau menikah denganku?”

Hening.

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Suara jangkrik yang biasanya nyaring kali ini tidak terdengar.

Yang kuingat adalah saat angin mengibaskan rambutnya, aku melihat tahi lalat berbentuk bintang di lehernya. Aku ingat baagaimana rambutnya bergerak-gerak mengikuti angin. Aku ingat hangatnya punggungnya. Wangi shampoo yang ia beli di supermarket bersamaku. Dan air mata yang mengalir deras yang terjatuh ke bajumu.

Kita sampai di rumah tanpa aku mampu menjawab apapun.

Dan kamu tidak pernah menanyakan ataupun memberi tanda bahwa percakapan itu pernah terjadi hingga kau menaiki bus yang membawamu kembali ke Tokyo.

Tidak pula surat ataupun telpon untukku.

Aku tahu, kenapa kamu membiarkan semuanya seperti ini.

Aku pun tahu, dan berharap kamu memahami mengapa aku tidak menjawab hari itu.

Jin, kakak yang kudapatkan karena ayah menikah lagi dengan wanita lain, yaitu ibunya.

***

Pertanyaan yang membayangi sejak beberapa lama yang lalu. Mengenai diriku, dirimu, dan takdir. Aku bertanya pada langit yang biru, rintik hujan yang mengenai bumi, dan ilalang yang menyentuh tanganku di tempat yang kita datangi bersama waktu itu.

Pertanyaan yang selalu kutanyakan dalam setiap langkah yang ku pijak, napas yang kutarik, dan hari yang kulalui.

Apakah ada, siapapun di sana, yang merencanakan semua ini terjadi?

Kalau ya, mengapa mesti aku dan dia?

Langit biru saat aku mengantarkanmu kembali pulang ke Tokyo, terfoto jelas ke dalam mata dan ingatanku.

Sejak saat itu aku membenci es krim soda yang ku makan setiap musim panas. Karena warnanya sama dengan warna langit di hari itu.

End.

Foreword

Memori musim panas yang tidak terlupakan. Apakah kau di sana masih ingat akan janji itu?

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet