Perkenalan

Secret Mate

Kim Seokjin atau yang sering disapa Jin adalah pemuda yang tampan, cerdas, kaya dan rendah hati. Di umurnya yang baru menginjak 27 tahun dia telah diberi tanggung jawab besar untuk mengurus perusahaan ayahnya yang kini sudah lanjut usia. Di satu sisi, sang ibu juga mulai mendesaknya untuk segera menikah namun Jin masih belum bisa memenuhi keinginan ibunya tersebut.

“Jin, apakah besok kamu ada waktu luang?” tanya ibunya malam itu.

“Ada apa bu? Besok saya ada rapat bersama para klien.” Jawab Jin.

“Begitu ya. Padahal ibu mau kamu menjemput calon istri kamu di bandara Jin. Dia akan kembali besok dari New York.”

“Calon istri? Saya kan belum tau dia bu mengapa ibu sudah bilang begitu?” Jin bertanya dengan sedikit terkejut.

“Tapi dia gadis yang sangat tepat untukmu Jin. Dia cantik, pintar dan dari keluarga terpandang.” Ibu Jin menjawab dengan nada yang sedikit meninggi. Jin sedikit kecewa mendengar penuturan ibunya. Ia merasa bahwa ibunya terlalu terburu-buru dan tak menghargai dirinya sebagai lelaki dewasa.

“Tidak bu, saya belum siap dan saya tidak suka dijodohkan.” Ujarnya lalu meninggalkan meja makan.

Disaat bersamaan muncul ayah Jin yang sudah berjalan menggunakan tongkat, ibu Jin terlihat panik melihat suaminya memaksa berjalan keluar dari kamar.

“Jin, ayah mau kamu segera menikah agar kamu tidak seperti ayah dulu, terlambat menikah hingga akhirnya sekarang sudah tua begini, sedangkan kamu belum menikah, nak.” Ayah Jin berkata dengan suara parau.

Jin tetap tak peduli lalu pergi kekamarnya.

Disudut lain kota Seoul, malam itu gadis cantik berambut panjang bernama Kim Sowon sedang melamun dibalkon rumah sewanya sambil memeluk jas berwarna hitam yang sudah dilipat rapi. Tiba-tiba ibunya muncul lalu memeluk putrinya tersebut dari belakang.

“Anak ibu kok belum tidur?”

“Belum bu, hehe. Aku memikirkan wawancara besok. Aku berharap besar pada perusahaan itu bu” Sowon berkata lalu memeluk ibunya.

“Semoga kamu diterima nak. Doa ibu selalu menyertaimu” ibunya berkata sambil membelai rambut putri semata wayangnya tersebut. Sowon pun berkaca-kaca mendengar apa yang ibunya ucapkan. “Sowon janji akan buat ibu bahagia.” Ucapnya lalu memeluk ibunya erat.

Pagi itu Jin tak terlihat di meja makan, dia terlihat dingin tak seperti biasanya. Sepertinya Jin masih mengingat atas apa yang dikatakan ibunya tadi malam. Tanpa sarapan atau berpamitan seperti biasa, dia langsung meluncur kekantor dengan mobil mewah kesayangannya. Baru saja ia meninggalkan pekarangan rumahnya tiba-tiba mobil mewah Jin berhenti tiba-tiba.

“Sial” Jin mengumpat, ia lupa dia belum sempat membeli bahan bakar kemarin. Karena malu menelpon kerumah akhirnya dia nekat meninggalkan mobilnya dipinggir jalan dan pergi menuju halte bus terdekat. Tiba-tiba dia berpikir karena ini pertama kalinya dia naik angkutan umum, tapi apa boleh buat, Jin kesal bila meminta bantuan lagi kepada orang dirumah jadi mau tidak mau ikut mengantri naik bus kota. Terlihat beberapa orang sudah berkumpul di halte, tua muda bahkan anak sekolah semua berkumpul menunggu. Beberapa saat kemudian muncul bus dengan tujuan yang ingin ia inginkan yaitu perusahaannya.

Karena tidak mengerti Jin hanya naik saja namun tiba-tiba.

“Maaf pak sebelum naik kau harus masukkan beberapa koin dulu” ujar kenek bus mencegat Jin. Jin merogoh sakunya, dia baru ingat bahwa selama ini dia tidak pernah menyimpan koin atau apalah itu. Karena kebingungan seperti orang linglung, orang-orang dibelakang Jin pun sudah mulai protes namun untung saja saat itu ada wanita jangkung dibarisan belakangnya berkata.

“Biarkan dia masuk pak nanti saya yang bayar” ucapan gadis itu membuat semua pengunjung bersorak ‘huuuu’ bahkan ada yang berkata bahwa itu seperti adegan drama saja. Mendengar itu Jin rasanya malu setengah mati, bagaimana tidak ini benar-benar membuat harga dirinya ambruk seketika. Bagaimana bila bawahannya di kantor mengetahui ini, bisa jadi buah bibir berbulan-bulan, pikirnya.

Jin kemudian segera mencari tempat duduk lalu meletakkan tasnya di paha. Dia pun penasaran siapa gadis yang sudah menolongnya tadi.

“Hai, bolehkah aku duduk disini?” tiba-tiba Jin dikejutkan oleh seorang gadis yang mungkin beberapa tahun lebih muda darinya.

“Tentu saja hehe.” Gadis itupun duduk disamping Jin sambil memeluk tasnya pula.

Jin pun merasa familiar dengan suara wanita muda itu, dia pun menurunkan suaranya dan berbisik kepada gadis disebelahnya. “Apakah kau yang membayarku tadi” Jin berbisik, ya karena dia malu.

Gadis itupun tertawa kecil. “Iya, anggap saja aku beramal semoga dengan itu jalannya diterima kerja semakin lancar” ucap gadis itu tersenyum manis.

“Aku jadi tidak enak, aku jadi malu.” Jin berkata.

“Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong apakah kau sedang pergi untuk wawancara juga?” gadis itu bertanya.

Jin terdiam bingung menjawab apa. Apakah dia harus berbohong tapi kalau ia jujur dia takut gadis itu tidak percaya.

“Jangan-jangan kau ini karyawan di PT. Airmax ya? Perusahaan ponsel itu?” gadis itu berkata tiba-tiba sambil menunjuk logo yang ada di tas Jin. Ah benar, kebetulan hari itu dia memakai tas perusahaan, ya karena hari ini adalah jadwal meeting bersama klien maka dia harus memakai atribut perusahaan.

“Iya, a-aku memang bekerja disana” Jin menjawab terbata-bata.

Tiba-tiba bus sudah sampai di tempat tujuan. Semua penumpang pun keluar satu persatu.

“Sepertinya aku memang benar-benar akan diterima di perusahaan itu, bahkan sekarang aku sudah duduk bersampingan dengan salah satu karyawannya” gadis itu mendekap kedua tangannya didepan dada seperti sedang berdoa. Jin merasa geli melihat pemandangan yang ada didepannya andai saja gadis itu tau bahwa dia bukan sekedar karyawan namun pemilik tunggal perusahaan tersebut.

Keduanya pun turun dari bus. Jin langsung bernafas lega, jujur itu baru pertama kali dalam hidupnya berdesak-desakkan. Gadis disebelahnya tiba-tiba terpekik.

“Wawancaranya 15 menit lagi, Ya Tuhan” dia pun langsung menatap ke salah satu kaca toko dipinggir jalan. Jin kebingungan melihat tingkahnya. Ternyata gadis itu sedang bercermin sambil merapikan pakainnya.

“Doakan aku ya supaya diterima. Kita lihat saja kita pasti sekantor” gadis itu berkata dengan optimis. Jin tertawa kecil, menurutnya hal ini benar-benar lucu.

“Aku duluan ya. Doakan aku” gadis itu berkata sambil berjalan buru-buru kearah kantornya.

“Fighting” reflek Jin pun mengangkat kedua tangannya tanda memberi semangat. Gadis itupun membalas dengan mengangkat tangannya. Tanpa sadar Jin tersenyum lebar seperti orang bodoh sekarang. ‘Ah, aku lupa bertanya siapa namanya’ gumam Jin. Sedetik kemudian dia pun bergegas kearah kantornya karena sebentar lagi dia juga harus meeting bersama klien.

Hari itu benar-benar hari yang melelahkan serta membahagiakan bagi Jin. Baru genap 3 bulan dia menggantikan ayahnya, akhirnya dia mampu membawa perusahaan untuk bekerja sama dengan perusahaan teknologi kenamaan di Amerika untuk pengembangan kualitas gadget milik perusahaannya.

“Oppaaaa~~” tiba-tiba gadis muda berseragam SMA masuk keruangannya.

“Yak Kim Jisoo, kau itu harusnya mengetok pintu dulu” Jin berkata sambil memegang dadanya karena terkejut.

Remaja SMA itupun mempoutkan bibirnya tanda tidak suka dengan apa yang lawan bicaranya ucapkan.

“Aku inikan adikmu jadi suka-suka aku lah” Jisoo menjawab.

Jisoo memang adik satu-satunya Jin. Jarak keduanya memang cukup jauh yaitu hampir 10 tahun namun itu tidak membuat keduanya tidak akrab malah karena jarak itu, Jisoo menjadi super manja pada Jin bahkan dia tidak segan-segan untuk dibelikan barang-barang mahal dari kakaknya.

“Oppa ayo kita makan siang” Jisoo berkata sambil bergelayut manja ditangan kakak laki-lakinya tersebut.

“Oppa tidak bawa mobil, Jisoo” jawab Jin.

“Mwo? Lalu mobil oppa dimana?”

“Dikantor polisi karena oppa memparkirnya sembarangan tapi syukurlah mobilnya akhirnya sudah diisi bensin oleh mereka, hehehe”

Jisoo pun langsung menatap aneh oppanya bisa-bisanya dia tertawa begitu.

“Lagipula oppa harus mengecek karyawan baru hari ini jadi tidak bisa menemanimu makan. Kamu kan kalau makan lama, belum lagi belanjanya” ujar Jin. Jisoo pun sangat kesal dengan apa yang dikatakan oppa-nya tersebut.

“Besok oppa janji okay?” Jin lalu memeluk Jisoo. Jisoo pun akhirnya mengangguk tanda setuju. Karena merasa bersalah dengan adik semata wayangnya tersebut, ia pun mengantarkan Jisoo sampai kedepan pintu utama perusahaan.

Sowon buru-buru keluar dari ruang HRD perusahaan tersebut, dia pun langsung menelpon salah satu kontak di hp-nya.

“Ibu, Sowon diterima kerja” Sowon berkata dengan nada yang sangat bahagia begitu pula ibunya ditelepon. Sowon akhirnya benar-benar diterima diperusahaan yang dia impikan tersebut. Dia merasa bahwa itu adalah hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya.

Tiba-tiba di kejauhan Sowon melihat seseorang yang bersamanya tadi pagi sedang membelai rambut gadis muda. Sowon mengernyitkan keningnya. ‘Apa itu pacar laki-laki tadi. Jadi pacarnya anak SMA?” Sowon bergumam. Beberapa saat kemudian gadis muda itu pergi menaiki mobil mewah lengkap dengan pengawal yang membukakan pintu. Sowon semakin heran, apa mungkin karyawan itu memacari anak konglomerat, pikirnya.

Hari berlalu terasa cepat, tak terasa sudah sore pukul 5. Sebenarnya tidak ada yang dikerjakan Sowon di hari pertamanya itu. Dia hanya duduk dimejanya sambil sesekali membantu apa yang dikatakan oleh para senior. Setelah selesai membereskan meja kerjanya dan menunggu para seniornya pulang, dia pun juga ikut bergegas pulang. Hanya satu yang dipikirkan Sowon, dia takut ketinggalan bus.

Sesampainya di halte dia bertemu lagi dengan laki-laki yang tadi pagi ditemuinya.

‘Itu dia gadis itu.’ Jin berkata dalam hati. Dia merasa baru kali ini dia bersemangat bertemu orang, bahkan lebih bersemangat daripada bertemu para klien.

“Nona” Jin menegur gadis itu.

“Kamu?” gadis itu menjawab. Gadis itu pun tersenyum kearah Jin.

Tiba-tiba bus datang, keduanya pun sama-sama masuk kedalam bus. Sebelum Sowon merogoh sesuatu dari dalam kantongnya, Jin memasukan total 6 koin untuk pembayaran bus tersebut.

“Aku yang bayar” Jin berkata.

Gadis disampingnya itupun berkata ‘terimakasih’ lalu tersenyum simpul.

“Bagaimana wawancaramu?” Jin bertanya, pura-pura tidak tau padahal tadi siang dia sudah melihat foto gadis itu ada di deretan karyawan yang baru saja diterima. Dia juga tahu nama gadis itu namun dia pura-pura agar dia bisa mengobrol dengannya. Gadis itupun menjawab dengan antusias pertanyaan Jin, dia juga merasa bahwa Jin adalah pembawa keberuntungan untuknya. Keduanya pun tetawa.

“Ngomong-ngomong akhirnya kau sudah punya koin ya untuk membayar bus” gadis itu meledek Jin. Jin langsung merah padam hingga telinganya merah. Ya, demi mendapatkan koin dia memang rela menukarkan uangnya dengan salah satu karyawannya.

“Iya, aku menukarkan uangku dengan kar- maksudku temanku. Haha” jawab Jin.

“Oiya namamu siapa?” tiba-tiba gadis itu menyodorkan tangannya pada Jin. Jin sedikit terkejut namun sedetik kemudian dia menjabat tangan gadis itu.

“Panggil saja Jin” jawabnya. Menurutnya itu lebih baik daripada dia menjawab dengan nama lengkap karena hanya keluarganya yang memanggil dia dengan nama Jin.

“Namaku Sowon, Kim Sowon dan aku diterima di divisi pemasaran. Kamu?” Sowon memperkenalkan dirinya. Lagi-lagi Jin bingung menjawab apa. Saat Jin sedang memilih jawaban yang tepat tiba-tiba handphone-nya berdering. Tertulis nama Jichu yang artinya adiknya Jisoo menelpon.

Kali ini aku bersebelahan lagi dengan karyawan yang kutemui tadi pagi. Menurutku dia terlalu tampan untuk sekedar menjadi karyawan biasa. Bagiku dia lebih baik jadi anggota boyband atau bahkan aktor dengan wajah yang seperti itu. Dan akhirnya aku mengetahui namanya, sepertinya dia cukup misterius bahkan dia hanya memperkenalkan dirinya hanya satu kata, Jin. Saat berkenalan tiba-tiba dia ditelepon dengan seseorang, akupun tidak sengaja melihat nama siapa yang menelepon dan aku yakin itu adalah perempuan. Apakah gadis yang tadi siang kulihat bersamanya?

“Maaf ya. Gadis yang menelponku ini memang cukup rewel, selalu menelpon agar aku cepat pulang” ucapnya. Benar dugaanku, itu pasti pacarnya tadi siang. Dasar pacar posesif, tiba-tiba aku membenci tanpa sebab gadis yang yang dimaksud Jin itu. Apa aku cemburu? Tidak mungkin, aku kan baru bertemu Jin tadi pagi.

“Hahaha, mungkin dia ingin dibelikan sesuatu” sahutku.

“Benar sekali. Dia memintaku untuk dibelikan makanan kesukaannya. Dasar manja” jawab Jin. Nah kan benar, gadis itu pacarnya. Huft, kenapa aku sebal sekali sih mendengarnya.

Tanpa terasa bus telah berhenti di tempat tujuan kami, aku pun turun begitu pula Jin dan penumpang lainnya. Kami pun berpamitan. Aku pun bergegas untuk pulang kerumah dan bertemu ibuku. Apalagi ibuku berkata akan membuatkan makanan favoritku malam ini, aku sungguh tak sabar.

Sesampainya dirumah aku langsung menuju rumah makan dan menaruh makanan pesanan adikku dimeja makan.

“Jin, kau ini kenapa. Kau tau tidak mobilmu sekarang itu dikantor polisi” ibuku tiba-tiba datang dengan suara yang cukup keras. Jisoo pun datang dari kamarnya, dia terlihat kebingungan melihat aku dan ibuku yang tidak biasanya ribu seperti ini.

“Iya bu, besok akan saya ambil. Tenang saja” jawabku.

“Cepat kau ambil mobilmu dan kosongkan jadwal kantormu. Besok sore kita harus sudah bersiap-siap bertemu Irene, calon istrimu”

Kali ini aku benar-benar shock dengan kata-kata ibuku. Aku yang awalnya ingin minum langsung tidak haus seketika.

“Bu, sudah saya katakan berulang kali, saya tidak ingin dijodohkan.” Kali ini aku berkata dengan sedikit membentak. Jisoo terlihat ketakutan saat itu juga. Dia pun langsung memeluk ibu. Aku pun pergi meninggalkan meja makan dan pergi kekamarku.

Kali ini aku benar-benar sudah muak dengan rencana perjodohan yang dilakukan ibuku. Memangnya dia pikir aku ini tidak mau beristri? Tentu saja aku mau tapi tidak dengan cara kuno dan terburu-buru seperti ini.

“Oppa...”tiba-tiba terdengar suara Jisoo adikku dibalik pintu.

“Ada apa lagi?” aku membuka sedikit pintu kamarku lalu melihat adikku membawa makanan untukku. Aku melihat wajah sedihnya, aku pun luluh saat itu juga.

Jisoo menaruh makanan dimeja lalu aku pun menutup pintu kamarku.

“Oppa, tidak seharusnya oppa berkata begitu pada ibu” Jisoo berkata. Anak ini walau manja tapi terkadang memang cukup bijaksana, namun kali ini aku benar-benar marah pada ibu.

Jisoo pun memelukku. “Oppa tau kan? Ibu begini karena dia khawatir pada kita belum lagi ayah yang sekarang yang sudah sakit-sakitan. Apa oppa tidak mau membahagiakan mereka” ucapnya.

“Oppa tau, tapi ini terlalu cepat dan ibu tidak pernah mendiskusikan hal ini Jisoo. Oppa bingung.” Jawabku.

"Ikuti dulu kemauan ibu, kan hanya bertemu tidak langsung menikah. Lagipula bagaimana bila gadis pilihan ibu ini adalah benar jodoh oppa” Jisoo berkata sambil tersenyum. “Ya kan?” katanya lagi sambil ber-aegyo. Benar juga kata Jisoo, akhirnya malam itu juga aku meminta maaf pada ibu dan akupun berkata untuk bersedia bertemu dengan wanita yang dijodohkan oleh ibuku tersebut.

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet