never thought I'd say goodbye

Description

Perhaps, a farewell sounds so painful. But, if it had to be, I'm willing to do

Foreword

SAAAA!

Rintik hujan yang tadinya turun perlahan secara tiba-tiba menderas, membasahi seluruh kota beserta dengan isinya. Beruntung saja kedua insan yang tengah berdiri didepan pintu masuk itu berhasil meloloskan diri dari derasnya hujan, hanya beberapa titik air yang meninggalkan jejak diatas sweater yang mereka kenakan. Keduanya melangkah masuk dengan salah satu diantaranya sedang merasa kesal, sementara yang lain tengah berusaha mati-matian mengalihkan pandangan kearahnya.

“Jihoon, dengarkan aku dulu,”

Lelaki itu terus mencoba mengalihkan perhatian sosok pendek yang tengah sibuk berkutat dengan benda pintar ditangannya. Namun, sosok itu semakin menjauhkan diri dari lelaki pemilik mata rasio 10:10. Ia menghapus jarak diantara keduanya, menempelkan pipi di bahu sosok tersebut sambil melingkari kedua tangannya di pinggangnya. “Jihoon, dengarkan aku dulu, ya?” Bujuknya lagi.

Sosok pendek itu menggerakkan tubuh, tanda agar lelaki yang tengah memeluknya itu segera melepas pelukan. “Lepaskan, Soonyoung.” Ucap sosok itu datar. Namun, terselip rasa kesal di dalamnya. Semakin Jihoon menyuruhnya untuk pergi, semakin tak gentar Soonyoung terus memaksa untuk membujuk lelaki pendek itu.

Ya, semuanya adalah salah Kwon Soonyoung.

Tempo hari yang lalu, Soonyoung pergi ke kediaman teman baiknya, Seokmin. Rencana awal lelaki sipit itu ingin menginap. Namun, urung karena penolakan keras yang di beri oleh kedua orangtuanya. Merasa jengkel, ia melanggar penolakan tersebut dengan cara pulang larut malam. Satu-satunya orang yang bisa orangtua Soonyoung hubungi adalah Jihoon, yang mereka kenal sebagai orang spesial seperti Soonyoung katakan sebelumnya. Sesungguhnya, tidak akan ada perselisihan diantara mereka jika sedari awal Soonyoung jujur. Ia pergi ke rumah Seokmin untuk bermain game, bukan belajar untuk ujian fisika besok. Ditambah lagi, kedua orangtua Soonyoung yang merasa khawatir akan keberadaan lelaki itu karena pulang terlalu larut.

Soonyoung berbohong, dan Jihoon membenci sosok pembohong.

Maksudnya, apa salahnya untuk jujur? Bukan hanya jujur kepadanya saja, namun kepada kedua orangtuanya, bahkan semua orang.

Apalagi, Soonyoung itu bebal. Ia selalu melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Jangan ditanya jika malam hari yang notabene orang-orang yang berlalu lalang sedikit. Kecepatan motornya pasti bisa mengalahkan pembalap. Dan pernah berakhir dengan kecelakaan ringan, walaupun jarang. Tapi, tetap saja. Jihoon khawatir dengan keadaan lelaki pemilik mata rasio 10:10 itu.

Belum lagi, Soonyoung yang sering melewatkan jam makannya. Harus Jihoon tegur, baru menurut. Jika tidak di ingatkan, lelaki itu akan tersenyum konyol sambil mengusap tengkuknya, memasang wajah tanpa dosa dan berkata, ‘Hehehe, aku lupa Jihoon. Lain kali aku usahakan untuk makan tepat waktu’. Tidak, sebenarnya Jihoon tidak mau terlalu perduli. Namun, mengingat Soonyoung sering mengeluh sakit, lelaki pendek itu merasa kesal dengan kelakuan Soonyoung yang terlalu bebal.

Lelaki itu selalu berjanji tidak akan mengulanginya, namun ia mengingkari janji tersebut.

Dan Soonyoung akan terus meminta maaf saat suasana hati Jihoon memburuk karena ulahnya, membujuk Jihoon untuk mendengarkan penjelasannya dan berusaha membuat suasana hati lelaki pendek itu membaik. Seperti yang Jihoon katakan, Soonyoung bebal terus meminta maaf sampai Jihoon benar-benar menunjukkan bahwa ia telah memaafkannya.

Disisi lain, Soonyoung tak berniat untuk membohongi maupun bersikap keras kepala terhadap Jihoon. Terkadang, Soonyoung kelepasan untuk melakukan hal yang tidak harus ia lakukan. Contohnya kebut-kebutan di jalan. Pernah suatu waktu, Soonyoung benar-benar pelan dalam mengendari motor saat pergi ke sekolah. Namun, tak bertahan lama. Pada akhirnya pun ia tetap saja melajukan motor dengan kecepatan diatas rata-rata.

Walaupun kedua insan berbeda sekolah, Soonyoung tetap menanyakan kabar Jihoon melalui teman dekat lelaki itu. Bertanya bagaimana sikap Jihoon jika di sekolah dan betapa populernya ia karena keteladanannya sebagai ketua osis.

Jihoon-nya benar-benar hebat. Sementara Soonyoung hanyalah siswa yang di kenal karena sering membuat onar. Bukan berarti lelaki sipit itu senang berkelahi. Dia hanya hobi mengusili teman perempuan, membuat keributan dan tidur di kelas. Ya, hanya hobi.

Jika di tanya seberapa sering keduanya berselisih, jawabannya adalah sering.

Jihoon yang perhatian dan mengakui dirinya sama sekali tidak peduli dengan Soonyoung dan Soonyoung yang keras kepala.

Dan setelah perselisihan itu terjadi, Soonyoung yang telah berulang kali meminta maaf dan Jihoon yang telah berulang kali pula mengatakan suasana hatinya sudah membaik, keduanya memulihkan keadaan canggung dan atmosfir aneh diantara mereka. Terus-menerus seperti itu.

Jika Soonyoung boleh jujur, terkadang ia merasa kesal karena perubahan mood Jihoon yang terlalu cepat. Terkadang memburuk secara tiba-tiba. Lelaki sipit itu juga merasa bingung jika suasana hati Jihoon sedang tidak baik. Hal yang ia lakukan adalah meninggalkan Jihoon sendiri, membiarkan lelaki pendek itu menenangkan diri. Toh, jika Soonyoung berusaha membantu pun, rasanya percuma. Ia hanya bisa mengusap tengkuk, merasakan aura aneh dan canggung diantara mereka. Jadi, ia lebih memilih pergi. Walaupun ia tak tega harus meninggalkan pemuda pendek itu sendiri dengan keadaan yang sedang tidak baik.

Dan seperti sekarang ini, sosok Soonyoung masih melingkarkan tangan di pinggang Jihoon. Sementara Jihoon tetap bersikap tak acuh dengan keberadaan lelaki sipit itu.

“Jihoon, maafkan aku.”

Secara tiba-tiba Jihoon memutar tubuh, menarik Soonyoung dan memeluknya dengan erat. Soonyoung mengerjap saat menyadari lelaki pendek itu malah memeluknya, bukan melepaskan pelukan seperti apa yang ia pikirkan. Refleks, telapak tangan Soonyoung mengusap surai hitam Jihoon dengan sayang. “hey, ada apa?” Tanya lelaki pemilik mata rasio 10:10 itu.

Tidak ada jawaban, namun Soonyoung merasakan bahu Jihoon yang bergerak naik-turun, mendengar isakan kecil yang lolos dari bibir Jihoon. Soonyoung tak merasa terkejut saat lelaki pendek itu menangis secara tiba-tiba. Bisa ia pastikan itu karena masalah organisasi yang ada di sekolahnya atau masalah lain. Ya, walaupun terkadang penyebab Jihoon menangis karena ulahnya.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Jihoon, Soonyoung terus mengusap surai lelaki pendek itu, menunggunya tenang dan akan bertanya setelahnya.

Sejujurnya, Soonyoung selalu berharap ini adalah terakhir kalinya ia membuat Jihoon menangis. Namun, Ia rasa tuhan benar-benar belum mengizinkan dirinya untuk menjadi anak yang baik. Soonyoung selalu memancing amarah Jihoon karena ulahnya, membuat lelaki pendek itu kesal karena sikapnya. Ya, itulah Kwon Soonyoung. Keras kepala dan selalu mengulangi kesalahan yang sama.

“ada yang ingin aku bicarakan.”

Kalimat yang selalu Soonyoung takutkan jika itu keluar langsung dari Jihoon. Ini seperti sebuah pertanda buruk, entah pertanda apa namun Soonyoung merasakannya. Soonyoung menelan ludah secara paksa, “Iya, katakan saja.”

Jihoon menghela napas, mengatur nada bicaranya. “Aku akan pindah keluar kota tiga hari mendatang.”

Mendengar pernyataan yang keluar langsung dari mulut Jihoon membuat Soonyoung terdiam, berusaha mencerna kalimat tersebut. Matanya menerawang kosong ke depan, berpikir bahwa ucapan Jihoon hanyalah candaan biasa. Soonyoung tertawa canggung. “Kau sedang bercanda kan, Jihoon?” Tanya lelaki itu sambil menundukkan kepala, menatap Jihoon yang masih mengubur wajah pada dadanya.

Jihoon sontak memukul pelan lengan Soonyoung. “Aku sedang tidak bercanda, bodoh! Aku serius. Aku…,” Jihoon mengeratkan pelukannya, semakin mengubur wajah pada dada Soonyoung. “aku harus pindah, Soonyoug. Ayah dan Ibu baru saja mendapat kabar bahwa harus melaksanakan tugas di luar kota. aku tidak bisa menolak,” Jihoon mengambil napas, menghela secara perlahan. “ aku tidak mau, tapi aku harus.”

Tolong katakan betapa Soonyoung merasa hancur sekarang. Mendengar Jihoon akan pergi begitu saja benar-benar membuat dadanya terasa sesak.

Itu artinya, Soonyoung tidak bisa menemui Jihoon lagi?

Siapa yang akan memarahi Soonyoung saat ia berbuat ulah disekolah atau kebut-kebutan saat di jalan?

Siapa yang akan menegur Soonyoung untuk tidak melewatkan jam makannya? Ataupun memberitahu dirinya untuk tidak terlalu sering menyalahkan diri sendiri saat ia merasa tertekan?

Siapa lagi yang akan melakukannya selain Jihoon?

Ini benar-benar mendadak dan Soonyoung tidak bisa langsung menerimanya. Maksudnya, Soonyoung masih belum merasa rela harus membiarkan Jihoon pergi. Lelaki pemilik mata rasio 10:10 itu masih ingin terus bersama lebih lama dengan Jihoon. Bukan ini yang ingin Soonyoung dengar dari Jihoon.

Bukan sebuah kata perpisahan yang ingin Soonyoung terima langsung dari mulut Jihoon sendiri.

“Soonyoung?”

Mendengar panggilan dari Jihoon sontak Soonyoung terkesiap, mengerjapkan mata beberapa kali lalu mendapati lelaki pendek itu mendongak ke atas tengah menatap Soonyoung. Soonyoung tersenyum tipis. “Iya?” Tanya lelaki sipit itu dengan tenang.

Jihoon tertunduk, menggigit bibir atas. “maafkan aku, Soonyoung”

Telapak tangan Soonyoung mendarat di atas puncak kepala Jihoon, mengusap surai hitam Jihoon dengan sayang. Lelaki sipit itu tertawa pelan. “Tidak perlu minta maaf. Kau bahkan tidak salah sama sekali” ucap Soonyoung.

Jihoon mendongakkan kepala dan menatap kedua iris Soonyoung. Keduanya bertukar pandang. Lelaki pendek itu meraih pipi Soonyoung, mengusapnya dengan lembut. “Soonyoung, bohong jika aku merasa baik-baik saja sekarang. Aku bahkan tidak bisa tidur hanya karena memikirkan ini. Aku paham, perpisahan benar-benar membuat siapa saja tersakiti,”

“tapi, kau harus paham dengan keadaan dimana kau harus merelakan seseorang. Mengerti?”

“aku tidak meminta apapun darimu. Mendengar kau baik-baik saja tanpa melewatkan jam makanmu dan tidak terluka sudah membuatku senang, Soonyoung.”

Ya. Jihoon benar. Soonyoung memang harus bersikap dewasa sekarang. Jika ia tidak bisa membuat Jihoon senang dengan kelakuan baiknya selama ini, maka Soonyoung harus membuat Jihoon senang bahwa ia merelakan Jihoon pergi dan hidup dengan baik.

Ia memang harus melakukannya.

Soonyoung menghela napas secara perlahan, menatap lekat kedua iris Jihoon lalu tersenyum tipis.

“Ya, Jihoon,”

“aku akan melakukannya”

I don't know, why I can thought to make this ff for you. it's suddenly come to my mind. Jihoon, thank you for everything. thank you for always be with me, give me a lot of love and affection. thank you for always listening to my complaints, give me a strength with your words while I'm down. thank you for doing your best for me, give me a lot of your advice, trust me that I can through my problems and win against my demons which prisoned in me. thank you, Jihoon. I'm glad to have you.

I'm sorry if I'm being too stubborn or sometimes being a burden for you. I'm sorry for always make you cry and sometimes, I'm not there to give you the safest place, to give you a warm hug or a strength to make you stronger. I'm sorry for always repeat my mistakes and make you feel bad because of it. I'm sorry for something bad that has happened to us. let's solve it together, Jihoon. and I hope you can take care of yourself there, doing your best and success in everything that you do. and there's something I have to tell you that I love you the most, Lee Jihoon.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet