Sepuluh

Sister Complex

Kyuhyun turun dari lantai atas dengan perasaan segar. Ia baru saja mandi dan kembalinya Raekyo ke rumah jelas membangkitkan moodnya. Pagi ini, adalah hari terlangka sedunia menurutnya. Sebab ia, Kibum dan Raekyo tidak ada kuliah di hari yang sama. Ia sudah membayangkan akan menghabiskan waktu dengan hyung dan adiknya seharian. Mereka akan melakukan apa ya? Berbelanja? Bermain game? Berenang? Tidak, opsi terakhir ia hilangkan, ia sedang tidak mau mendengar Kibum mengomel hari ini. Berenang di cuaca dingin seperti akhir-akhir ini sama saja menentang Kibum.

                Pandangan Kyuhyun menyapu ruang makan. Ada banyak orang di sana, Leeteuk yang sedang meminum susunya sambil membaca koran, Kibum juga ada, kembarannya yang dingin itu memilih memakan sereal sambil memperhatikan Raekyo dan Heechul sedang asik selfie di seberangnya. Kyuhyun mengerutkan kening, kenapa ada Heechul pagi-pagi begini?

                “Hyung, rajin sekali pagi-pagi sudah datang ke sini.” Kyuhyun memilih duduk di samping kembarannya.

                “Memang kenapa? Tidak boleh?” Heechul menjawab sekenanya, matanya sibuk memperhatikan hasil fotonya. Pemuda itu mendesah puas, wajahnya memang sempurna dalam foto.

                “Dasar ratu iblis. Aku kan cuma bertanya. Basa-basi tahu.” Kyuhyun merengut sementara Kibum menyeringai. Kalaupun Heechul tersinggung karena dipanggil ratu iblis pemuda itu tidak menunjukkannya. Dia malah kembali asik mengajak selfie Raekyo. Gadis itu tertawa ketika melihat aplikasi yang Heechul pakai, wajah keduanya kini berubah jadi pemuda gendut ingusan.

                “Hyung, kau tidak cuti saja? Kami semua libur loh.” Kyuhyun memutar matanya malas pada Heechul dan Raekyo lalu memusatkan perhatian pada si sulung. Namun, yang ditanya tetap asik membaca koran, tidak menyadari pertanyaan Kyuhyun ditujukan padanya.

                “Aku kan memang libur.” Kibum yang merasakan Kyuhyun dikacangin, mencoba berbaik hati menjawab. Namun Kyuhyun malah semakin merengut.

                “Aku tidak bertanya padamu, hyung! Teuki hyung! Ish, dasar budek. Teuki hyung!!”

                “Apa Kyu? Kenapa kau berteriak-teriak?” Leeteuk menurunkan korannya, memandang adik pucatnya yang sedang merajuk.

                “Dia bertanya padamu, hyung. Kau tidak menanggapi. Makanya Kyu sebutkan yang jelas, di meja ini hyungmu ada tiga.” Kibum tersenyum geli. “Kyuhyun ingin kau cuti juga hingga sama seperti kita semua libur kuliah.”

                “Oh, begitu. Tidak bisa, Kyu. Maaf. Hyung harus pergi bersama Heechul ke cabang. Ada sedikit masalah di sana yang harus ditangani.” Leeteuk yang kini mengerti alasan muka Kyuhyun tertekuk seperti pepaya jadi geli sendiri, “Kalian bersenang-senanglah.”

                “Masalah? Apakah fatal?” Kyuhyun sedikit melunak mendengar ada masalah yang akan Leeteuk hadapi. Ia jadi khawatir. Namun Leeteuk hanya menggeleng, membuat Kyuhyun sedikit lega, berarti bukan sesuatu yang terlalu serius.

                “Oppa, bolehkah aku ikut? Aku bosan bila hanya di rumah saja.” Raekyo mengalihkan perhatiannya pada Leeteuk.

                “Yak, Rae, kan ada kami. Memang bersama kami membosankan?” Kyuhyun melotot pada adiknya namun gadis itu mengacuhkannya.

                “Boleh ya oppa. Kudengar di dekat cabang sana ada pantai yang indah. Aku mau ke pantai, sudah lama tidak ke sana. Kyu oppa, Bum oppa, pantai loh pantai. Di sana lagi kekinian loh oppa, aku mau foto di sana. Aku sudah lama tidak mengupload foto.”

                “Dasar anak milineal, untuk apa kau sering upload foto? Pamer?” Heechul geleng-geleng kepala. Raekyo mendelik sekilas namun kemudian kembali memperhatikan si sulung. Kini dipersenjatai puppy-eyesnya.

                “Yah, kalau Kibum dan Kyuhyun mau juga, akan kuperbolehkan.” Kini Raekyo semakin gencar mengulurkan puppy-eyesnya pada ketiga kakaknya bergantian. Leeteuk mengangguk pasrah, kalah telak. Kibum juga, padahal dirinya sudah membayangkan akan menghabiskan hari ini dengan bersantai membaca buku. Kyuhyun tidak semudah itu dikalahkan. Bagaimana tidak, eskpresi anjing terbuang yang Raekyo lancarkan kan merupakan ajarannya. Guru tidak akan kalah semudah itu oleh muridnya.

                “Kyu oppa, akan kubelikan teopokki. Dua piring.” Raekyo melancarkan jurus terakhirnya ketika merasakan perlawanan Kyuhyun.

                “Oke, ayo ke pantai!” Kyuhyun kalah telak. Mana bisa ia menolak teopokki apalagi dua piring. Raekyo bersorak kegirangan. Ia pun segera mengajak Kibum dan Kyuhyun ke atas, bersiap-siap sebab Leeteuk dan Heechul yang memang mau pergi, sudah bersiap dari pagi.

                Beberapa saat kemudian, setelah Leeteuk memprotes karena disuruh menunggu terlalu lama, akhirnya rombongan yang berisik itu berangkat juga. Leeteuk sengaja tidak mengikutsertakan Park ahjussi, selain karena dia sedang ingin menyetir, mobil juga sudah penuh disesaki makhluk-makhluk tidak bisa diam yang ia sebut adiknya. Heechul nampak santai duduk di sebelah Leeteuk yang mengemudi, pria itu memakai kacamata hitam dan sesekali tersenyum mendengar ocehan tiga anak bebek di belakangnya.

                “Hyung, langsung ke cabang saja, biar nanti aku yang mengemudi ke pantai.”

                “Tidak apa-apa Kibumie. Hyung juga sudah lama tidak ke sana. Kita ke sana bersama-sama saja. Lagipula sekalian saja hyung mau menunjukkan itu pada Raekyo. Hyung akan menurunkan Heechul saja di cabang. Kau tidak keberatan kan?” Leeteuk tersenyum amat manis pada Heechul, membuat pemuda itu mendengus.

                “Bos sudah memberikan perintah, memang bisa kutolak?” Heechul kembali mendengus melihat Leeteuk menaikkan alisnya dengan tatapan jahil. “Singkirkan ekspresi itu dari wajahmu. Kau sudah tua tidak cocok.”

                “Kau juga sudah tua, tidak sadar ya? Adaw!! Appo!!” Kyuhyun mengelus kepalanya yang sakit tiba-tiba dijitak Heechul.

                “Dasar magnae tidak sopan! Panggil aku hyung!”

                “Tuh, Rae, katanya kamu magnae tidak sopan. Raekyo kan magnae di sini, dia ya yang tidak sopan? Iya iya, hyung, Heechul hyung ampun. Suer deh ampun. Peace.” Kyuhyun buru-buru menghindar dari jangkauan Heechul sambil tersenyum manis. Pemuda cantik itu kenapa begitu mengerikan sih? Melihat itu, seisi mobil lainnya tertawa. Mereka memang selalu seperti anjing dan kucing, tidak pernah akur. “Ampun deh, galak sekali, pantas saja jomblo..”

                “Apa katamu Kyu?”

                “Heechul hyung tampan sekali. Saranghae hyung.” Heechul manggut-manggut puas. Membuat seisi mobil kembali tertawa.

                Sisa perjalanan mereka tempuh masih dalam kehebohan. Hingga tidak terasa Leeteuk memasuki pekarangan sebuah gedung bertingkat. Mereka telah sampai di cabang perusahaan. Raekyo memandang penuh minat, pasalnya dia baru sekali melihat kantor cabang yang ada di sini. Heechul berbalik ke belakang ketika Leeteuk sudah menghentikan mobilnya di pintu lobi, dua orang berseragam sudah siap membukakakn pintu, pemuda itu mengacak rambut Kibum dan kedua adiknya, memunculkan beragam ekspresi dari ketiganya. Kibum merengut, merasa malu diperlakukan sebagai anak kecil, Kyuhyun tersenyum amat lebar sambil berjaga-jaga siapa tau hyung cantiknya itu merubah elusan jadi jambakan di rambutnya karena kesal dia ejek sepanjang perjalanan sementara Raekyo menutup matanya kesenangan, dia suka elusan Heechul di rambutnya, penuh kasih sayang, hal yang jarang ditunjukkan pemuda itu.

                “Kau seperti kucing saja, Rae.” Heechul tertawa, kemudian setelah gagal mengelus kepala Leeteuk karena buru-buru ditepis pemuda itu, dia pun turun dari mobil. Heechul tidak menengok ke belakang lagi setelahnya, pemuda itu segera masuk ke dalam menghampiri jajaran beberapa orang yang memang sudah menunggu kedatangan mereka.

                Kemudian mereka berempat pun melanjutkan perjalanan. Perjalanan mulai memasuki daerah yang berjalan sempit menurun, pohon-pohon terlihat mengawal di kanan dan kiri jalan. Semua didominasi pohon kelapa. Leeteuk mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang, walau si sulung nampak tenang, namun Kibum yang sudah pindah duduk ke sebelah Leeteuk merasakan hal yang berbeda. Ia agak ngeri dengan jalanan yang mereka lalui. Sesekali ia memperingati si sulung untuk berhati-hati yang hanya digubris dengan anggukan oleh si sulung. 

                “Masih lama?” Suara Raekyo hampir tidak terdengar tertutupi oleh suara dengkuran Kyuhyun di sebelahnya. Pemuda itu bahkan sudah menyandarkan kepalanya ke bahu Raekyo. Gadis itu tidak keberatan Kyuhyun bersandar padanya, yang ia inginkan hanya agar mereka cepat sampai karena perutnya sudah mual. Ia membenci perjalanan darat dengan jalan tidak rata dan berkelok-kelok.

                “Pintu masuk ke pantainya sih itu di depan. Tapi yang kita tuju masih sepuluh menit lagi.” Leeteuk menjawab. Pemuda itu melirik Raekyo sekilas dari kaca spion tengah, gadis itu nampak sedikit pucat.

                “Loh, kita tidak jadi ke pantai oppa? Loh kok dilewat.” Raekyo agak kecewa melihat tempat parkir menuju ke pantai mereka lewati begitu saja. Tadinya dia sudah senang penderitaannya akan berakhir, tapi kini dia harus menahan mualnya sepuluh menit lagi.

                “Sabar. Tempat yang kita tuju tidak akan membuatmu kecewa. Percaya saja.” Kibum menghadap ke arah Raekyo sambil mengangsurkan permen. Raekyo menerima sepenuh hati, berharap dapat mengurangi sedikit mualnya dan agar mulutnya tidak terlalu pahit.

                Penantian Raekyo akhirnya berakhir, ketika Leeteuk membelokkan mobil mereka masuk ke dalam pekarangan sebuah rumah. Rumah tersebut tidak terlalu besar, dengan tembok berwarna putih gading. Raekyo mengamati, rumah itu dirancang sedemikian rupa hingga seperti berwujud dari buku dongeng. Mirip kastil namun versi buntet. Raekyo meringis sendiri, dia tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan rumah di hadapannya. Rumah itu hanya berdiri sendiri, tidak ada tetangga di sekitarnya namun jauh dari kesan angker. Malahan Raekyo langsung jatuh cinta pada rumah itu, ada kesan hangat yang dipancarkan dari sana.

                “Ayo turun.” Kata-kata Leeteuk membuat lamunan Raekyo buyar. Dia segera mengikuti kakak-kakaknya yang sudah lebih dahulu turun dari mobil. Leeteuk dan Kibum langsung meregangkan badan mereka, Kibum jelas terlihat lega mereka sampai dengan selamat. Kyuhyun di sisi lain bersandar di pintu mobil, mengucek-ucek matanya yang masih ingin terpejam. Kentara sekali nyawanya masih di awang-awang. Sementara itu Raekyo tetap tidak bisa mengalihkan pandang dari rumah di hadapannya.

                “Oppa, kau sengaja menyewa villa? Serius? Siapa pemiliknya? Indah sekali. Aku suka. Kita akan menginap?” Leeteuk hanya tersenyum, namun tidak menjawab. Si sulung kini menyibukkan diri mencari-cari kunci rumah itu dari dalam tasnya.

                “Oppa! Bukannya menjawab, “ Raekyo cemberut, “Kita akan menginap? Oppa menyewa villa ini sampai besok kan? Aku mau tidur di sini. Villa ini indah sekali.”

                “Untuk apa menyewa, Rae, villa ini milik kita.” Leeteuk tertawa ketika mata Raekyo membulat terkejut. Gadis itu pulih dengan cepat, sekali sambar ia mengambil kunci dari tangan Leeteuk lalu berlari ke undakan depan rumah. Bahkan himbauan Kibum agar dirinya berhati-hati menaiki tangga tidak dihiraukan. Dirinya sudah tidak sabar melihat bagaimana dalamnya rumah itu.

                Kunci yang ia putar ke lubangnya agak sedikit macet karena berkarat, namun Raekyo tidak menemui kesulitan lain. Sekali sentak, pintu sudah terbuka lebar, mempertontonkan isi dalam rumah yang tertata rapi. Wangi kayu diiringi bau jamur menyeruak ke indra penciuman Raekyo. Ia melahap pemandangan di hadapannya dengan rakus, kesan feminim begitu kuat menguar dari sana. Raekyo langsung tahu bukan ketiga kakaknya yang mendekor seisi rumah, ada campur tangan seorang wanita di sini. Walau Raekyo tidak bisa menebak siapa.

                “Kau suka?” Kibum menjajarinya. Tangan pemuda itu menepuk puncak kepala Raekyo pelan. Tersenyum melihat gadis di sampingnya mengangguk begitu bersemangat. Raekyo mulai menjelajahi ruang depan rumah itu, memperhatikan dengan detail hiasan-hiasan yang dipajang di lemari dan sekitarnya. Beberapa foto yang terpajang menarik perhatiannya, sepasang orang ada di dalam foto, bergandengan tangan sambil berjalan ke arah kamera. Sang wanita tertawa begitu lepas, sekuntum bunga tersemat di telinganya, rambut panjang bergelombangnya berkibar tertiup angin. Sang pria menatap langsung ke arah kamera, wajahnya begitu cerah, tersenyum begitu lebar walau tidak tertawa seperti pasangannya. Raekyo mengenali kedua orang itu.

                “Benar, Rae. Ini rumah eomma dan appa.” Leeteuk tiba-tiba sudah berada di samping Raekyo. Mengangkat pigura yang sedang Raekyo amati, pemuda itu tersenyum begitu lembut seolah membalas senyum sang appa dalam foto. “Rumah ini hadiah dari appa untuk eomma ketika mereka mau menikah. Kau sudah jelas bisa menebak siapa yang mendekorasi seisi rumah. Ya benar, eomma.”

                “Ini…” Raekyo kehilangan kata-katanya. Ia kini memandang rumah ini dengan pandangan berbeda. Orangtuanya pernah ada di sini. Pernah hidup dan bergerak di dalam sini. Gadis itu menyentuh perabotan sekilas sambil berkeliling, merasa jauh sekaligus dekat, dulu eommanya pernah memegang perabotan yang sama yang sedang ia sentuh. Dengan tangan yang hangat dan jelas-jelas hidup.

                “Kami sengaja meninggalkannya sama persis seperti eomma menatanya. Kami ingin esensi kehadiran appa dan eomma di rumah ini tidak hilang.” Kibum memperhatikan Raekyo sambil duduk di sofa. Pemuda itu tersenyum. “Aku senang kau langsung menyukai rumah ini bahkan sebelum kami memberitahu rumah siapa ini.”

                “Tidak ada foto apapun di rumah ini selain foto appa dan eomma. Tidak bahkan setelah kami lahir, sebab appa ingin rumah ini menjadi rahasia berdua saja dengan eomma. Appa ingin ketika mereka berdua ke sini, mereka tetap merasakan sensasi ketika masih pacaran dahulu, setidaknya begitulah yang kami dengar dari sahabat appa. Kami baru tahu rumah ini ada ketika appa dan eomma sudah tiada.” Kyuhyun menjelaskan sambil sesekali meminum air dari gelas yang ia ambil dari dapur.

                “Aku ingin tahu, mereka orang yang seperti apa.” Raekyo duduk di sebelah Kibum, masih dengan wajah takjub. Gadis itu memandang dari atas bawah kanan kiri seolah tidak mau melewatkan apapun.

                “Appa mirip Teuki hyung, sedangkan eomma banyak yang bilang mirip sepertiku. Eomma itu pecinta buku sepertiku. Eomma juga jarang berbicara, dia lebih sering mendengarkan.” Kibum mencoba menjelaskan sambil mengingat-ingat.

                “Lalu aku dan Kyu oppa mirip siapa?”

                “Nah sepertinya kalian memang didapat dari hadiah ciki. Tidak ada sifat kalian yang menyerupai appa dan eomma, kalian kan duo evil.” Leeteuk meringis mendapatkan hadiah deathglare gratis dari Kyuhyun dan Raekyo. Leeteuk mengingatkan dirinya untuk tidak membiarkan Raekyo terlalu lama bersama Kyuhyun, gadis itu mencontoh persis setiap kelakuan Kyuhyun. “Ampun, sudah-sudah. Kalian tidak takut mata kalian meloncat keluar?”

                “Aku mau ganti baju. Kau mau ikut Kyu?” Kibum mencoba menyelamatkan Leeteuk dari pelototan kedua adiknya.

                “Mau.” Syukurlah Leeteuk masih selamat, “Nah Rae sementara kami berganti baju, bagaimana kalau kau melihat kamar eomma?”

                “Appa dan eomma beda kamar?” Raekyo berkata sedikit terkejut. Walau tadi Leeteuk berkata rumah ini merupakan hadiah sang appa untuk eomma sebelum menikah, namun mereka sudah menikah cukup lama, harusnya kan kamar mereka sudah bersatu.

                “Iya, eomma dan appa sepakat untuk rumah ini mereka tetap menggunakannya seperti awal semula. Eomma orang yang cukup kuno, dia tidak mau sekamar dengan lawan jenis sebelum menikah. Namun setelah menikah, kebiasaan itu tidak dirubah khusus di rumah ini, bila mereka ke sini mereka akan tidur di kamar terpisah. Dengan cara itu appa pernah berkata bahwa hubungannya dengan eomma tidak pernah membosankan. Seperti selalu ada saja perasaan baru yang mereka rasakan.” Leeteuk mencoba menjelaskan. “Nah, kamar eomma di sana sebelah kiri. Masuklah.”

                Raekyo mengangguk, dia perlahan membuka pintu kamar sang eomma. Walau dia tahu di dalam tidak ada siapa-siapa tapi mau tidak mau jantungnya berdebar. Dia berharap bisa mengenal seperti apa sosok eommanya berdasarkan ruang privasinya. Dia pernah dengar bahwa kamar seseorang menunjukkan kepribadian orang itu dengan akurat.

                Mata Raekyo menyesuaikan diri dengan kegelapan, gadis itu meraba-raba dinding untuk mencari saklar. Ketika tombol dinyalakan, ruangan seketika dibanjiri cahaya kuning, Raekyo berasa masuk ke dunia lain. Kamar sang eomma nampak berasal dari dunia jaman dahulu. Perabotan di sini merupakan perabotan yang mungkin lebih cocok dipakai nenek buyutnya. Ranjangnya dari kerangka besi, dengan kelambu menjuntai dari atas. Meja riasnya terbuat dari kayu, lemarinya pun masih lemari jati yang kokoh.

                Raekyo membuka lemari pakaian, di sana berjajar baju-baju wanita yang Raekyo yakin milik eommanya. Raekyo mengambil salah satu baju dari gantungan. Ia mematut dirinya di kaca membawa baju itu. Eommanya rupanya tinggi semampai. Juga begitu langsing. Raekyo nampak tenggelam dalam gaun terusan milik eommanya. Dia jadi kesal sendiri, kalau begitu kenapa hanya dirinya yang mungil di keluarganya?

                Raekyo menaruh kembali baju itu ke tempat semula, berharap tidak mengubah susunan yang sudah eommanya buat. Tatapannya tertuju ke dasar lemari, berjajar berbagai macam jenis alas kaki mulai dari sandal, sepatu, boots hingga highheels. Raekyo mengambil satu dan mencoba memakainya, kaki eommanya lebih besar. Ia jadi nampak seperti gadis kecil yang sedang mencoba berdandan menggunakan pakaian ibunya. Raekyo lantas mencopot sepatu dengan hati-hati kemudian menaruhnya ke tempat semula.

                “Rae, ayo ke pantai.” Raekyo berbalik mendapati ketiga kakaknya berdiri di depan pintu kamar, ketiganya sudah mengganti baju mereka menggunakan kaos dan celana pendek. Raekyo mengernyit bingung, seingatnya mereka bertiga tidak membawa baju ganti.

                “Aku tidak tahu kalian punya baju seperti itu.”

                “Oh ini? Ini baju appa. Kita memang tidak perlu bawa baju ke sini, kan ada baju appa dan eomma. Baju eomma juga banyak kan? Bisa kau pilih.” Perkataan Kyuhyun membuat Raekyo menggerutu. Dia merasa bodoh, dirinya sengaja berhati-hati pada barang-barang sang eomma sebab ia berpikir bahwa mereka harus berhati-hati pada barang orangtuanya, eh ternyata ketiga kakaknya dengan cueknya memakai baju appa sesuka mereka.

                “Aku pikir kita tidak boleh memakainya. Semacam untuk membiarkan agar tidak berubah.”

                “Hahaha. Kenapa tidak boleh? Appa dan eomma pasti mengijinkan. Lagipula sayang bila dibiarkan. Toh eomma dan appa tidak akan memakainya lagi. Mereka pasti tidak akan keberatan.” Kyuhyun tertawa geli. Adiknya ternyata orang yang suka berimajinasi.

                “Sana kau ganti baju, kita tunggu di belakang ya. Keluar saja dari pintu belakang ke arah balkon.” Leeteuk tersenyum kemudian mereka bertiga pun pergi.

                Sudah mendapat ijin, kini Raekyo lebih leluasa mengoprek lemari sang eomma. Dia memutuskan untuk memakai kaos putih dan tetap memakai celananya sendiri sebab ukuran celana eommanya tidak pas dengan ukuran tubuhnya. Bisa-bisa melorot nanti, kan bahaya.

                Raekyo pun menuju ke balkon belakang, sesuai arahan kakaknya tadi. Begitu membuka pintu, ia terkesiap. Rumah mereka langsung menuju ke pantai. Begitu indah juga begitu panas, udara laut begitu memabukkan. Raekyo tertawa melihat Kyuhyun berlari-lari setiap ombak datang sementara Kibum memperhatikan kembarannya sambil tersenyum, Leeteuk tidak nampak di mana-mana.

                “Ayo main.” Suara Leeteuk tiba-tiba mengagetkan Raekyo. Kakak sulungnya itu baru mengambil payung besar khusus di pantai dari dalam rumah. Pemuda itu kemudian turun ke pasir dan mulai berpikir untuk menancapkan payung itu di mana. Raekyo mengikuti, ia menaruh sandalnya di balkon, kemudian melompat ke pasir di bawahnya. Tekstur pasir yang begitu lembut terasa di kakinya, sangat nyaman. Gadis itu pun berlari ke arah Kibum, menarik tangan kakaknya itu untuk berlari ke arah laut bersamanya. Kibum yang kaget, tidak sanggup menolak. Kyuhyun pun tidak luput dari tarikan Raekyo, dalam waktu singkat mereka bertiga sudah basah kuyup. Saling tertawa dan saling mencipratkan air ke masing-masing.

                Kyuhyun memberi isyarat kepada Raekyo dan Kibum. Raekyo melihat, Leeteuk sedang asik tiduran di bawah payung, matanya terpejam. Kibum menggeleng namun senyumnya tidak ia sembunyikan. Pesannya jelas, ia tidak mau ikut-ikutan kejahilan apapun yang Kyuhyun rencanakan. Di sisi lain Raekyo mengangguk-angguk antusias, mengerjai Leeteuk asik juga sepertinya. Maka, Raekyo dan Kyuhyun pun mengambil pasir basah lalu mengendap-endap menuju Leeteuk, Raekyo menahan tawa. Sesampainya di dekat Leeteuk, mereka berdua menamplokkan lumpur pasir itu di muka si sulung, mengaggetkan pemuda itu. Menyadari dirinya dikerjai, Leeteuk tidak mau tinggal diam, ia mengejar Kyuhyun yang sudah duluan menggandeng Raekyo berlari menjauh. Pada akhirnya mereka berempat pun basah kuyup, penuh pasir di mana-mana bahkan di rambut.

                Satu kali Leeteuk masuk ke dalam rumah cukup lama. Berteriak pada akhirnya agar Kibum membantunya. Membiarkan Raekyo dan Kyuhyun kini berenang di laut. Ketika mereka berdua keluar, Leeteuk membawa snack dan Kibum membawa minuman. Semuanya langsung habis dalam waktu beberapa menit saja. Bermain rupanya merangsang nafsu makan sedemikian rupa.

                Akhirnya, waktu tidak terasa telah berlalu. Hari mulai beranjak sore. Matahari sudah siap terbenam. Keempatnya kini duduk di balkon berjejer sesuai urutan umur. Entah disengaja atau tidak. Kaki mereka berempat terayun-ayun dari balkon, tidak sampai menyentuh pasir di bawahnya. Mereka duduk dalam diam, selain karena cape, juga karena menikmati pemandangan matahari terbenam di hadapan mereka. Raekyo mencuri pandang ke kanan, melihat dengan takjub ketiga kakaknya. Harus ia akui mereka bertiga memang rupawan. Apalagi saat ini, ketika sinar matahari sore menyorot ketiganya, wajah mereka nampak bersinar. Rambut mereka berpendar keemasan, bagaikan halo. Sadar diperhatikan, ketiganya menoleh ke arah Raekyo, gadis itu tersenyum. Ketiganya refleks membalas senyum si bungsu, Leeteuk dengan senyum kebapaannya, Kibum dengan killer smilenya dan Kyuhyun dengan senyum jahil kekanak-kanakkannya. Raekyo jadi ingin tahu senyumnya nampak seperti apa bgi orang lain.

                “Sebegitu terpesonanya kau dengan ketampananku huh?” Raekyo mencibir. Kyuhyun memang selalu narsis.

                “Memang oppa tampan? Oppa kan imut.” Raekyo sudah hafal cara mudah membuat Kyuhyun kesal. Dengan mengatainya imut. Kakak bungsunya itu tidak suka dibilang imut, dia merasa dirinya itu tampan. Yah, walau Raekyo mengakui Kyuhyun tampan, tapi mengakuinya bakal membuat pemuda itu semakin kegirangan.

                “Apa kau bilang? Aku itu tampan!” Tuh kan benar Kyuhyun protes. Bibirnya bahkan sudah mengerut lucu.

                “Tapi aku lebih tampan. Teuki hyung juga lebih tampan. Heechul hyung juga tampan.” Kibum tersenyum semakin lebar melihat Kyuhyun menggerutu perlahan. Dia memang tidak bisa menyangkal kedua hyungnya tampan.

                “Nenek sihir itu cantik bukan tampan. Lihat saja wajahnya sudah cocok jadi yeoja.”

                “Wah Heechul sudah datang.” Kyuhyun sontak berdiri menghadap belakang, siap melihat murka Kim Heechul. Ternyata Leeteuk hanya mengerjainya saja. Pemuda itu makin bersungut-sungut membuat ketiga lainnya tertawa terbahak.

                “Huh, tidak lucu tahu. Tapi memang benar kan Heechul itu pemuda yang cantik. Sudah jelas tampan aku.” Kyuhyun kembali duduk ke tempatnya. Makin bersemangat menjelek-jelekkan Heechul.

                “Chullie oppa, kapan sampai?”

                “Haha, aku tidak akan tertipu lagi. Cinderella jelmaan nenek sihir itu kan masih di cabang. Lagipula kalau ke sini, dia pasti mengabari kita. Lagipula…” Perkataan Kyuhyun berhenti, dia merasakan aura membunuh yang sangat kental menghujam punggungnya. Ngeri, Kyuhyun melirik perlahan ke belakang. Wajahnya meringis, kini seorang Heechul beneran berdiri di belakangnya, mata pemuda itu melotot lebar.

                “Kau bilang apa Cho Kyuhyun-ssi?” Nada suaranya mengancam. Raekyo saja sampai bergidik. Dia melihat Kibum dan Leeteuk pun begitu. Mereka saja sudah ngeri, gimana rasanya jadi Kyuhyun ya?

                “Hyung, pantainya indah ya. Hehehe” Kyuhyun membuat tanda peace dengan jarinya.

                “Awas kau ya!! Sini kau anak nakal!!” Heechul menerjang ke depan, Kyuhyun yang sudah bagai tikus terpojok oleh kucing, berlari sekuat tenaga, kedua berkejaran di pasir. Namun Heechul lebih cepat, ia emenangkap dongsaeng nakalnya itu, dan mulai mengilitikinya hingga Kyuhyun berteriak-teriak minta ampun. Keduanya berguling-guling di pasir. Leeteuk, Kibum dan Raekyo hanya bisa geleng-geleng kepala. Mereka bertiga pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah untuk mandi dan menyiapkan makan malam. Merasa sudah puas melihat pembantaian Kyuhyun oleh seorang Kim Heechul.

                “Oppa senang melihat kau menikmati semua ini Rae.” Leeteuk merangkul Raekyo sambil berjalan ke dalam rumah.

                “Aku bahagia.” Raekyo tersenyum amat lebar. Ia pun merangkulkan tangannya kepada kakak sulungnya. Mereka berdua masuk ke dalam rumah, meninggalkan Kyuhyun yang masih dibantai Heechul di luar. Gadis itu ingin waktu berhenti di sini saja, di saat semua begitu indah dan sempurna. Rumah ini, kakak-kakaknya, pantainya, kenangan akan eomma dan appa yang tidak pernah ia kenal, semua terasa begitu indah hingga Raekyo kesulitan mendeskripsikan bagaimana rasanya. Ia berharap kebahagiaan ini akan bertahan selamanya. Membuang jauh-jauh pemikiran akan apa yang ada di depan juga telah ia lalui di belakang, Raekyo mefokuskan diri pada apa yang sedang terjadi. Saat ini, detik ini, hari ini, di tempat ini. Untuk pertama kalinya, Raekyo merasa dirinya adalah gadis paling beruntung di dunia. Terima kasih appa, eomma.

               

* * *

 

                “Sudah kubilang kau tidak usah mengawalku sampai ke sini. Aku tidak akan berbuat macam-macam.” Donghae mengeluh untuk kesekian kalinya melihat Eunhyuk tidak bosan mengekorinya. Donghae menyesal memberitahu Eunhyuk bahwa ia disuruh ibunya ke rumah keluarga Cho untuk mengantarkan makanan yang ibunya masak. Melihat barang bawaannya, Donghae yakin makanan ini tidak ditujukan untuk Raekyo semata, kakak-kakak gadis itu pasti kebagian juga.

                “Aku tahu. Aku kan hanya ingin ikut. Bosan di rumah.” Eunhyuk balik memprotes dengan alasan sama yang juga ia lontarkan sedari tadi setiap Donghae mengeluh keikutsertaannya.

                “Bohong. Kau pasti takut aku berkata macam-macam kan terutama pada Kibum dan Kyuhyun kan? Aneh padahal untuk apa Teuki hyung menyembunyikan masalah perjanjian kami dari dua adik kembarnya?” Donghae mulai berdiri tidak sabar. Mereka sudah lima menit berdiri di pintu gerbang rumah keluarga Cho, sudah menekan bel juga namun belum ada yang membukakan. Ke mana satpam rumah ini?

                “Leeteuk-ssi pasti punya alasan sendiri, Hae. Kau tidak semestinya ikut campur.”

                “Kenapa? Karena aku orang luar? Yah, memang aku bukan siapa-siapa lagi. Tidak juga bagi Raekyo ya kan? Karena aku dan dia ternyata tidak sedarah. Karena ketiga kakak kandungnya tiba-tiba muncul merebut dia dariku begitu saja. Dan aku tidak berhak protes, karena yah aku memang bukan siapa-siapa.” Eunhyuk cukup pintar untuk diam begitu Donghae mulai begini. Di balik sikapnya yang baik, Donghae rupanya masih tidak terima ternyata ia dan Raekyo tidak sedarah.

                “Ah, tuan muda Donghae rupanya.” Mereka berdua tidak menyadari Park ahjussi sudah berdiri di depan pintu gerbang yang terbuka. Pria itu tersenyum.

                “Ahjussi lama sekali. Memang satpamnya tidak ada?” Donghae merengut.

                “Mianhe, bukan begitu. Tapi tadi kupikir orang lain. Sebab tadi ada tamu yang tidak diundang. Maafkan aku.”

                “Raekyo ada? Aku ingin bertemu dengannya.”

                “Nona dan ketiga tuan muda tidak pulang malam ini. Mereka pergi ke cabang bersama tuan muda Heechul juga.”

                “Heechul hyung?” Donghae terkejut, “Memang ada apa di cabang?”

                “Ah, maaf tuan muda. Saya tidak paham. Tapi yang jelas tuan muda Leeteuk berkata mereka akan menginap di sana. Ada yang bisa saya sampaikan pada nona Raekyo?” Park ahjussi melirik bawaan yang Donghae bawa dari rumah. Pemuda itu mengangguk lalu memberikan pada Park ahjussi.

                “Tidak mungkin ahjussi tidak tahu ada apa mereka ke sana. Yah, aku memang orang luar yang tidak boleh tahu urusan di dalam istana ini ya?”

                ‘Hae…” Eunhyuk menyikut pelan sahabatnya. Berusaha memperingati. Kalaupun Park ahjussi menyadari sesuatu, ia tidak menunjukkannya, pria itu tetap tersenyum.

                “Ayo, hyuk, kita pulang. Aku titip saja itu untuk Raekyo, ahjussi. Dari ibu.” Donghae pun berlalu dari sana, diikuti Eunhyuk yang sempat meminta maaf pada Park ahjussi akan sikap Donghae barusan. Yang mereka tidak sadari, di balik pohon tidak jauh dari sana seseorang memperhatikan mereka dari tadi. Ia sedang merokok sambil menenangkan diri karena diusir dan dilarang masuk ke dalam rumah itu sebelumnya. Tidak ia sangka waktunya tidak terbuang sia-sia. Pemuda itu mematikan rokok dengan kakinya, berusaha tidak menyeringai. Dewi keberuntungan sedang berpihak padanya kali ini. Benarkah?

                “Tunggu!” Donghae dan Eunhyuk berhenti ketika mendengar seseorang memanggil mereka. Donghae yang sudah membuka pintu mobil, terpaksa berhenti dan menghadap ke seseorang yang kini berlari kecil menghampirinya. Sosoknya nampak asing, tidak ia kenal. Dari wajah Eunhyuk, Donghae juga tahu sahabatnya itu tidak kenal pemuda ini. “Kau Lee Donghae ya?”

                Donghae menutup pintu mobil yang sudah ia buka, kemudian berdiri menghadap pemuda asing itu. Mereka berdiri berhadapan. Ada perasaan waswas ketika melihat pemuda di hadapannya. Pemuda itu tersenyum namun tidak ada kesan ramah di wajahnya.

                “Bagaimana kau tahu namaku? Apa kita pernah kenal sebelumnya?” Perkataan Donghae membuat pemuda di hadapannya tersenyum semakin lebar. Eunhyuk langsung tidak menyukai pemuda yang kini berdiri di depan Donghae itu. Namun sahabatnya nampak tenang-tenang saja, cenderung bingung, berusaha mengenali sosok itu.

                “Ah, kenalkan Cho Kangin-imnida. Kita tidak pernah kenal sebelumnya, namun aku yakin kita akan berteman baik. Mau mengobrol denganku sebentar? Kurasa obrolan kita akan menarik.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LMoria
#1
Please read my story if you have time <3
LMoria
#2
I hope you will continue this asap <3
LMoria
#3
I love your story omgggg
Awaefkyu1311 #4
Chapter 7: yeayyy cepat skali updatenya... makin kecanduan baca ff ini,. jd sikap Rae dan kyu itu 11:12 ya,. apa jd nya mreka klo kerja sama jahilin kakak mreka..hehee,. aku penasaran sama masing masing rahasia yg mereka,.. smoga bisa update cpet lg heheee...
Awaefkyu1311 #5
Chapter 6: yeaayy update..!!, btw alur'a cepet banget udah 8 bulan kemudian aja..pdahal aku pengen liat interaksi kyu stelah bangun dr pingsannya sma ryaekyo,. terus rahasia mereka masing" gimana? sudah saling terus terang kah??,. lanjut pleasee
Awaefkyu1311 #6
Chapter 5: aduh aku suka bgt smaa ceritanya... tp aku agak kesusahan untuk komen disini, setelah sekian lama akhirnya tau jg cara komen disini,.. knpa gak coba pub di watpadd aja? lebih mudah baca dan kasih komentar'a,.. *saran aja hehehe... ttep smangat lanjut yaaaa... sangat ditunggu...