One

Fools

Seokjin melangkahkan kakinya turun dari bus yang berhenti tepat di depan halte, pemuda itu menenteng tas tangan besar dan juga sebuah tas punggung yang kelihatannya cukup berat. Membenarkan letak kacamatanya, dia berjalan menatap lurus ke depan, manik berwarna coklatnya menangkap dengan jelas gedung tinggi yang terlihat dari kejauhan. Gedung bertingkat 4 yang kokoh dan juga mengkilat itu terlihat super mewah.

Dia menghembuskan nafasnya kencang-kencang.

Setelah berlibur panjang di kampung halaman, Seokjin akhirnya harus kembali ke Seoul, menuju ke asrama sekolah yang sudah di tinggali semenjak dia di terima di sekolah tersebut. Ini tahun kedua Seokjin berada di Sekolah Menengah Atas Elite khusus pria yang sangat bergengsi di Seoul setelah mendapatkan nilai yang sangat tinggi dan mendapatkan beasiswa. Bukan hal mudah tentu saja meminta izin kepada kedua orangtuanya serta kakek dan neneknya untuk pindah ke Seoul dan tinggal di asrama. Seokjin adalah anak bungsu, kehadirannya paling di gemari dalam keluarga, keputusan Seokjin tentu mendapatkan pertentangan dari keluarga besarnya. Ibu dan neneknya takut Seokjin sakit karena lupa makan, ibunya tahu betul anak kesayangannya tidak bisa telat makan, sedangkan nenek tahu betul Seokjin terkadang tidak keluar kamar seharian penuh karena asik memecahkan rumus-rumus. Sedangkan kakek, kakek hanya tidak ingin jauh-jauh dari Seokjin.

Beruntung, ayahnya mengizinkan dengan syarat nilai Seokjin tidak boleh merosot selama bersekolah dan akan tetap bersekolah dengan beasiswa. Sebenarnya, Seokjin tidak bisa menjanjikan karena disana adalah sekolah elit dengan banyak murid berprestasi di bidangnya masing-masing. Kim Seokjin tidak pernah membantah keinginan orangtuanya, mungkin inilah kali pertama dirinya mengemukakan keinginannya pada mereka maka dari itu ayahnya memberikan dia ultimatum sangat keras. Namun pada akhirnya, Seokjin berjanji kembali ke kampung halaman jika pada akhirnya dia kehilangan beasiswa disana. Dan dengan kerja kerasnya selama satu tahun bersekolah, dia masih menduduki ranking teratas.

Selama satu tahun, tidak ada kendala yang menyebabkan dia kesusahan selain fakta bahwa dialah satu-satunya yang tidak memiliki teman sekamar di asrama. Itu di karenakan kamar Seokjin adalah satu-satunya kamar di lantai 4 yang bersebelahan dengan ruang musik yang tidak memiliki pengedap suara, Lee Jae Hwan pernah menjadi teman sekamarnya selama dua bulan dan kemudian mengajukan pindah ke lantai dua bersama Byun Baekhyun karena pemuda itu merasa terusik setiap kali seseorang berlatih di ruang musik.

Sebenarnya, Seokjin tidak merasa terganggu karena pada dasarnya dia memang suka belajar sambil mendengarkan musik jadi dia cukup menikmati kamarnya yang sekarang seorang diri.

“Jin!” Sebuah panggilan menginterupsi langkah Seokjin, tidak perlu menoleh dia bisa tahu siapa yang baru saja memanggilnya dengan suara berat. Tangan kanan pemuda itu melingkar manis di leher Seokjin, ketika Seokjin menoleh dia bisa mendapati wajah temannya itu tersenyum lebar di sampingnya.

“Kau pulang hari ini?” Tanya Seokjin pada pemuda yang jauh lebih tinggi di sebelahnya tersebut, Park Chanyeol. Pemuda itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Seokjin.

“Biasanya kau lebih suka kembali di hari masuk sekolah,” Seokjin berkata lagi, mengamati wajah Chanyeol yang berada di sampingnya.

“Kau tahu ‘kan ayah dan ibuku tidak akur. Selama liburan mereka terus dan terus saja ribut di depanku, aku malas berlama-lama di rumah.” Jawab Chanyeol.

Seokjin mengangguk-angguk, menyingkirkan lengan Chanyeol yang sedari tadi bertengger di bahunya. Ia mengenal Park Chanyeol, sangat mengenalnya. Chanyeol adalah orang pertama yang menyapa Seokjin ketika acara masuk sekolah, pemuda itu juga yang mengajarkan aksen Seoul padanya. Chanyeol sering menceritakan tentang dirinya sendiri pada Seokjin, bagaimana keluarganya, bagaimana hidupnya dan sebagainya. Awalnya, Seokjin cukup terkejut karena baru kali ini dia bertemu dengan orang yang terbuka mengenai hal-hal sensitif tersebut padahal mereka belum cukup dekat. Namun, lama kelamaan dia menjadi terbiasa mendengarkan cerita-cerita Chanyeol yang terkadang sangat menyakitkan untuk di dengar dan di bayangkan.

“Kau baik-baik saja?”

Chanyeol menoleh ke arah Seokjin dan tersenyum, dia menggeleng, “Tidak ada kata baik-baik saja di kehidupanku,”

“Dipukul lagi?”

Chanyeol terdiam, tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, dia hanya berjalan dan menatap ke depan. “Kau sudah mengerjakan tugas liburan?” Tanya Chanyeol.

Mengalihkan pembicaraan, itu tandanya dia sedang tidak ingin menceritakannya sekarang.

“Jangan bilang kau ingin melihat tugasku lagi, takkan kuberikan!”

Chanyeol tertawa, “Aku tahu, anak pintar dan memiliki ranking jauh di atasku pasti tidak akan meminjamkan buku tugasnya,”

Seokjin menghela nafas,

“Bukan karena itu, kau bahkan dulu berada di urutan kedua. Tapi akhir-akhir ini kurasa kau terlalu santai sampai-sampai kini kau menempati peringkat akhir di sekolah. Berhenti memberontak Yeol, ini bukan cara yang bagus untuk menarik perhatian orangtuamu.”

Chanyeol terdiam, tak merespon ucapan Seokjin yang sebenarnya sangat mengenai sasaran. Pemuda itu diam-diam menyerah dalam belajar karena orangtuanya, dia merasa tidak di hargai meskipun berusaha keras mendapat ranking teratas. Chanyeol menatap Seokjin dan tertawa lebar, menampilkan deretan giginya yang rapi, mengacak rambut Seokjin yang cemberut karena tidak suka di perlakukan demikian. Keduanya berjalan dalam diam, Chanyeol sibuk memainkan ponselnya dan Seokjin sibuk dengan tas di tangannya yang semakin lama terasa semakin berat. Entah apa yang ibu dan neneknya masukkan ke dalam. Setelah berjalan selama sepuluh menit mereka memasuki gerbang asrama sekolah, Seokjin bisa melihat beberapa wajah baru dan wajah lama yang sangat dia hapal di lapangan sekolah.

Sebagian murid sudah kembali ke asrama.

“Ini waktunya murid baru untuk masuk?” Tanya Seokjin pada Chanyeol,

Chanyeol mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Seokjin dan mengikuti arah pandang temannya tersebut.

“Hm, kurasa ya, dua hari lagi kita mulai ajaran baru.”

Seokjin mengangguk dia berpikir apakah akhirnya dia akan mendapatkan teman sekamar kali ini? Sebenanrya, Seokjin lebih suka sendirian di kamarnya karena dia takut seseorang membuat kamarnya berantakan. Tapi, terkadang jika dia melihat teman-temannya yang lain mendapatkan teman sekamar Seokjin cukup merasa cemburu karena mereka bisa berbagi ilmu ketika belajar.

“Kurasa tahun ini kau tidak akan sendirian lagi,” Chanyeol tiba-tiba berkata di belakang Seokjin seperti seorang cenayang yang tengah membaca pikirannya.

“Apa maksudmu?”

Chanyeol memperlihatkan ponselnya pada Seokjin, percakapannya dengan ketua kelas mereka, Kim Jongdae di Kakao terpampang jelas di depan wajah pemuda itu.

Jongdae :

Wali kelas meminta seseorang pindah ke kamar Seokjin, mereka sudah memasang peredam suara di ruang musik, kau mau menjadi Volunteer? Kalo aku, jelas tidak.

“Kenapa kalian konyol sekali selalu membicarakanku di setiap percakapan, sialan!” Seokjin menggerutu dan Chanyeol tertawa.

“Aku tidak akan mau pindah ke lantai empat meskipun kau memohon padaku!” Ujar Chanyeol, Seokjin memutar kedua bola matanya malas mendengar ucapan Chanyeol.

Keduanya berpisah di lantai dua, kamar Chanyeol berada disana, dia sekamar dengan Son Hyun Woo ketua klub Taekwondo sekolah yang bertubuh besar dan berotot. Seokjin sangat tidak menyukai kamar Chanyeol dan juga Hyunwoo, baginya kamar mereka adalah kamar paling jorok yang pernah dia masuki. Baju kotor , selimut kotor dan bantal untuk tidur menjadi satu di bawah lantai, kamar mereka sangat tidak terkendali.

Seokjin mengelap peluhnya, dia baru saja sampai di lantai tiga, dia kecapaian membawa tas di tangannya.

“Jinnie!” Seokjin menoleh dan mendapati Lee Jung Hwan berdiri tepat di belakangnya.

“Ibumu membawakan banchan lebih banyak dari tahun kemarin? Kau kelihatan kelelahan membawa tas di tanganmu.” Jung Hwan tertawa setelah menyelesaikan kalimatnya, memperlihatkan gusinya.

“Stop mengejekku dan cepat bantu aku membawa tas ini,” Pinta Seokjin, Junghwan kembali tertawa dan membantu temannya itu membawa tas.

“Kudengar kau akan mendapatkan teman sekamar tahun ini,”

“Apa? Cepat sekali menyebar, Jongdae pasti mengatakannya di grup kelas?” Junghwan tertawa lagi untuk membenarkan ucapan Seokjin, pemuda itu hanya menghela nafas. Junghwan menceritakan bagaimana teman-teman yang lain mulai menebak-nebak siapa yang akan menjadi teman sekamar Jin dan bagaimana frustasinya Jin jika teman sekamarnya ternyata sangat jorok dan membuat kamarnya berantakan atau tidur di kasurnya tanpa mengganti baju dari luar. Seokjin mendengus kesal mendengarkan cerita Junghwan, dia belum memeriksa ponsel semenjak menaiki bus dari rumahnya.

Keduanya sampai di kamar Seokjin, Junghwan membantu dia membongkar barang bawaan dan memisahkan beberapa side dish yang ibu Seokjin packing khusus untuknya seperti tahun lalu. Junghwan menyukai masakan ibu Jin, ibu Jin juga menyukai Junghwan yang selalu memberikannya oleh-oleh setelah kembali ke Jepang.

Seokjin membereskan semua barang bawaanya setelah Junghwan pergi, dia memasukan makanan yang ibunya bawakan ke dalam kulkas di dekat televisi, ibunya benar-benar takut dia kelaparan dan berakhir membawakan banyak sekali makanan pendamping untuknya selama di asrama. Seokjin meregangkan tubuhnya, bahu dan juga kedua jemarinya terasa pegal sekali, dia merebahkan diri di atas kasur dan mulai membaca pesan di grup kakao. Si ketua kelas sialan, Kim Jongdae dan juga teman sekelasnya yang lain masih saja terus meledek dirinya disana, memberikan emot tertawa satu sama lain dan membicarakan betapa buruk nasibnya karena mendapatkan kamar yang paling di hindari di sekolah.

Seokjin membalas pesan Jongdae dan berjanji akan menendang bokong pemuda itu jika bertemu di perpustakaan malam nanti.

L. Jae Hwan :

Haha, tapi Jinnie kau memang akan mendapatkan teman sekamar!

C. Sunwoo :

Ya, aku juga mendengarnya dari staff sekolah.

Me:

Jangan bercanda, berhenti meledekku!

Jongdae; sialan :

Mereka berkata benar, bodoh

Me:

SIAPA YANG KAU SEBUT BODOH, JONGSIALAN

P. Chanyeol :

Dia murid kelas akselerasi Jin! Usianya lebih muda dua tahun darimu! HAHAHAHA.

L. Junghwan :

Murid kelas akselerasi? Wah, mati kau! Tahu bagaimana menyebalkannya para murid kelas akselerasi? Park Jimin, Kim Jongin, Oh Sehun, Kim Taehyung dan yang paling kecil si Jeon Jungkook dan Kim Yugyeom?

P. Chanyeol :

Tapi, teman sekamar Jin anak Amerika

Baekkie :

Bukan anak Amerika bodoh, dia pindahan dari Amerika!

Seokjin membaca pesan-pesan itu, dia sama sekali tidak mempercayai ucapan teman-teman sekelasnya tersebut. Mereka terlalu senang meledek Seokjin yang selama satu tahun tidak memiliki teman sekamar, apa bagusnya teman sekamar jika nantinya akan menyusahkan Seokjin? Jadi, dia lebih baik sendirian menjalani hari-harinya di asrama. Seokjin melemparkan ponselnya, berusaha mengangkat tubuhnya yang kaku untuk sekali lagi beranjak dari kasur empuk untuk segera mandi. Dia harus kembali berkutat dengan buku-buku pelajarannya dan ke perpustakaan sebelum sekolah di mulai kembali.

Sepuluh menit berlalu dan Seokjin berjalan keluar dari kamar mandi dengan handuk di pinggang, dia memakai kembali kacamatanya yang baru saja di bersihkan karena mengembun, Seokjin berjalan menuju lemari pakaian ketika seseorang dengan kasar menendang pintu kamarnya.

BRAK!

Suara kencang itu membuat Seokjin hampir saja terkena serangan jantung, pintu di depannya terbuka lebar seseorang berjalan masuk ke dalam kamar tanpa permisi dengan wajah tertutup dua box kardus yang tengah dibawanya. Seokjin terdiam di tempat, dia masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Seseorang dengan baju hitam lengan panjang, jeans kulit hitam ketat dan boots hitam masuk ke dalam kamarnya, menurunkan kardus-kardus di tangannya dan berbalik, menatap Seokjin yang masih mematung di tempatnya. Seokjin memperhatikan pemuda itu, rambutnya- merah muda.

Hello, aku murid baru disini, salam kenal!” Setelah berkata demikian, pemuda itu mendekati Seokjin dan memeluknya. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk Seokjin memahami apa yang sedang terjadi, dia mengurutkan kejadian demi kejadian di kepalanya setelah pemuda itu melepaskan pelukan.

“Kau tidak akan memakai bajumu?” Suara berat pemuda itu mengejutkan Seokjin, dia berdeham dan dengan sedikit canggung mengambil baju dan celana dari lemari kembali ke kamar mandi untuk memakai baju. Mengacak rambutnya, Seokjin menyesal tidak berpikir apa yang di ucapkan teman-temannya di grup adalah kenyataan. Seokjin tidak ingin keluar dari kamar mandi karena malu.

Tapi, beberapa saat kemudian dia keluar dengan handuk tersampir di bahu dan mencoba menyibukkan diri dengan mengerikan rambut. Pemuda itu tengah menyeret koper besar menuju kasur di sebelah kasur Seokjin, kasur yang selama beberapa bulan tidak di tempati oleh siapapun.

“Kau murid akselerasi?” Tanya Seokjin, mencoba mencairkan suasana meskipun kelihatannya hanya dirinya yang merasa canggung.

“Wah, informasi cepat tersebar di sekolah ini ya?” Dan pemuda itu tersenyum lebar, Seokjin terdiam.

“Namamu?” Seokjin bretanya lagi, duduk di atas kasurnya menatap ke arah anak itu.

Beberapa saat hanya keheningan panjang yang Seokjin dapatkan, anak baru sialan itu tidak menjawab. Seokjin sudah siap untuk mengomel karena merasa tidak di hargai sebagai seorang senior ketika kemudian pemuda itu berbalik, melepaskan kacamata hitam yang sedari tadi bertengger di hidungnya dan tersenyum, dia menyodorkan tangannya pada Seokjin,

“Namaku Kim Namjoon, salam kenal, bro!”

Seokjin terdiam, dia mengerjapkan matanya berkali-kali.

Matanya,

Senyumnya,

Wajahnya,

Lesung pipinya.

Namanya.

“Seokjin, namaku Kim Seokjin” Dia berkata dengan pelan menyebutkan namanya di depan pemuda itu.

“Aku tahu,” Ucap Namjoon.

Mata Seokjin membulat. Apakah dia Namjoon yang Seokjin kenal?

“Kau tahu namaku? Kau mengenaliku?” Tanya Seokjin terburu-buru.

Namjoon mengangguk, “Tentu, staff sekolah yang bilang padaku kalau teman sekamarku adalah senior disini bernama Kim Seokjin.”

Seokjin terdiam, “Kau yakin baru pertama kali bertemu denganku?”

Namjoon mengerutkan kedua alisnya, berusaha keras berpikir,

“Apakah kita pernah bertemu sebelumnya, Hyung?

 

 

Continue

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet