Time Is Everything

Coretan Cerita Cinta Woogyu

*** Sunggyu POV

Nafasku tersenggal ketika sampai di hadapannya. Aku membungkuk begitu lama dan menumpukan kedua tanganku di lutut. Berlarian tanpa henti mengejar waktu, bukan hal yang baik.

"Kau terlambat lima menit."

Aku terpaksa mendongak. Menatap protes kepada pemuda tak tahu diri ini. Dengan santainya ia melenggang begitu saja meninggalkanku yang sudah kelelahan demi untuk menemuinya.

Hell.

"Hey, mau kemana?!" tanyaku setengah berteriak. Aku harus apa? Mengejarnya lagi? Oh, ayolah kakiku lelah.

Ia berhenti. Lalu berbalik. Menatapku dari kejauhan sesaat, kemudian menghampiri. Dan yang membuat kesal adalah, lagi-lagi ia menarik tanganku kasar untuk mengikutinya. Huh. Laki-laki yang selalu saja semena-mena.

"Hyun, aku lelah. Kita istirahat sebentar, ya?" pintaku tiba-tiba masih dengan posisi ditarik olehnya.

"Belajarlah menghargai waktu!"

Aku memutar bola mataku. Selalu saja berlebihan masalah waktu.

"Aku hanya terlambat lima menit, bukan berjam-jam, kan?"

Tak ada jawaban darinya. Ia hanya terus melangkah. Masih menarikku, tapi kali ini tak sekasar tadi. Bahkan kini tubuhnya menyamaiku dan tangannya berpindah ke bahu. Kulihat wajahnya dari samping. Kalau aku tidak salah lihat, wajah itu seolah menyiratkan kesedihan.

"Hyun?"

Ia menoleh lalu tersenyum.

Ya, Tuhan. Kenapa ia seperti ini lagi. Bagaimana dengan sikapnya yang berubah-ubah setiap waktunya ini dapat aku mengerti?

***

Woohyun terlihat kecewa. Sejak tadi ia hanya diam dan tak berselera dengan minuman hangat di hadapannya. Ini salahku. Aku terlambat. Dan aku tahu ia ingin sekali melihat pesta kembang api yang diadakan setahun sekali di Seoul. Terlambat lima menit ditambah aku yang memaksa untuk istirahat tadi.

"Maaf, Hyun"

"..."

"Aku memang tidak bisa menghargai waktu" aku menyesal kemudian. Kali ini benar-benar menyesal. Tapi aku memang selalu menyesal jika selalu membuatnya kecewa, kan?

Apalagi, jika sudah begini, Woohyun tak menyalahkanku. Menelan kekecewaan sendiri tanpa memaki-makiku. Jika ia berkata sesuatu, kupikir mungkin akan lebih baik.

"Hyun?"

Ia masih diam. Bahkan ketika aku mengusap tangannya yang membeku itu. Berapa lama ia menungguku tadi? Apa begitu lama?

"Kita bisa melihatnya lagi tahun depan, kan?"

Tap.

Ia menatapku dengan menusuk. Yang kulakukan hanya menunduk ketika tertampar oleh tatapan mengerikan itu. Aduh, sepertinya aku salah bicara.

Dan begitu saja, ia meninggalkanku lagi tanpa bicara apapun.

***

'Nomor yang anda hubungi sedang berada di luar jangkauan'

Berkali-kali kucoba, jawaban operator telepon itu tetap sama. Kurasa Woohyun mematikan ponselnya atau bahkan merusak sim card-nya. Entahlah. Sejak kejadian malam itu, aku tak mendapat kabar apa-apa darinya.

Apa ia begitu marah?

Ya. Aku tahu, baginya waktu adalah segalanya. Woohyun adalah laki-laki yang patut aku hargai soal sepak terjangnya dengan waktu. Tak pernah ia biarkan dirinya dimainkan oleh waktu.

"Gyu, lakukan yang terbaik sekarang seolah kau akan mati besok."

Kata-katanya ketika itu. Kata-kata yang pada akhirnya ia lontarkan dengan lirih ketika aku membuatnya kesal. Dari mimik wajahnya saat mengucapkan itupun, menyiratkan sesuatu yang membuatku terenyuh entah karena apa.

***

Malam ini jantungku di buat berkedut menahan gelisah. Bus yang aku tumpangi seolah tak membantu untuk beranjak cepat. Berita buruk yang beberapa saat lalu aku dengar, memaksa mata lelahku yang seharusnya telah terlelap rapat, terpaksa harus menjelajah sudut kota yang kini tak lagi ramai.

Aku mengambil handphone dari saku hoodieku, menekan layarnya. Membaca lagi pesan singkat dari temanku, Jang Dongwoo, untuk sekedar memastikan.

Kenapa pesan dari berita buruk itu harus ada? Padahal aku berharap aku hanya mengigau. Dan berita buruk itu hanya kekonyolan imajinasiku saja.

Tapi, aku tertampar lagi. Berita itu ada. Berita itu nyata.

"Woohyun..."

***

"Hyun..."

Aku berlarian di koridor rumah sakit. Aku panik luar biasa. Langkahku melambat ketika dekat dengan salah satu kamar darurat yang tertutup rapat. Ada Dongwoo disana. Menunggu dengan wajah cemas. Dan saat itu pula aku menghampirnya.

"Sunggyu.." ia meremat tanganku.

Aku hanya terpaku tanpa bisa mengeluarkan satu patah katapun. Dongwoo membimbingku untuk duduk di kursi terdekat. Ia terlihat merogoh saku celananya.

"Aku menemukan ini, sesaat setelah aku melihat ia tak sadarkan diri di kamarnya."

Dongwoo menyodorkan secarik kertas. Aku mengucek mataku yang buram karena air mata. Lalu meraih kertas itu dengan tangan gemetar.

Setelah kertas itu ada di tanganku, aku menatap Dongwoo sekilas. Ia mengangguk seolah tahu akan keraguanku.

"Bacalah.."

Aku menurutinya. Dan aku mulai membacanya.

Bagiku tidak ada 'suatu saat nanti'. Bagiku tidak ada hari yang lebih indah di esok hari selain hari ini. Hari ini akan tetap menjadi hari ini tanpa ada bayangan untuk masa depan. Tersenyumlah untuk hari ini, bukan untuk besok, lusa atau masa depan. Masa depan itu palsu. Masa depan itu tidak ada. Percayalah jika kau bisa melakukan semua yang terbaik hari ini seolah waktumu akan habis besok.

Aku menangis sejadi-jadinya. Kata-kata ini... Kenapa kata-kata ini...

"Kesehatan Woohyun memang memburuk belakangan ini" Dongwoo berkata tiba-tiba. 

"Karena itu ia selalu menghargai waktu setiap detiknya."

Mem-memburuk?

Hell!

Aku tidak tahu apa-apa!

"Ia selalu berkata padaku, bahwa ia selalu ingin menghabiskan waktu-waktunya bersama seseorang."

"..."

"Dan aku sempat tak percaya jika orang itu adalah kau, Sunggyu."

Dadaku mendadak sesak. Aku menatap Dongwoo dengan protes. Aku tak tahu apa yang ia bicarakan. Tapi, aku sadar memang sepertinya aku yang terlampau bodoh hingga tak mengetahui apapun tentangnya.

"A-apa--"

"Ah, coba kau baca ini.." Dongwoo memotong ucapanku. Membalik kertas yang ada di tanganku. Dan aku menyadari sesuatu, ada tulisan lain disana.

Sunggyu... Kimi ni suki datta. Hontoni... Suki dakara..

"Woohyun.." aku terkesiap. Kemudian mencoba menerobos pintu dimana Woohyun di rawat saat ini. Kata-kata itu. Aku tahu. Aku tahu kenapa ia menulis kata-kata itu.

"Hey, kau mau kemana?" Dongwoo mencegahku. 

"Siapapun belum ada yang boleh masuk, termasuk kau."

"Kumohon, aku ingin melihatnya.... " aku berlutut di hadapannya. 

Memeluk kakinya hingga ia terlihat begitu kelimpungan. "Aku ingin melihatnya... Untuk terakhir kali..."

"T-terakhir?"

"Jebal..."

***

Hari ini masih berkabung. Tanah merah ini belumlah kering. Jika kau ada disini sekarang, mungkin kau akan memarahiku karena aku terlalu lama membuang-buang waktu disini.

"Aku merindukan saat itu, Hyun.."

Tanpa sadar aku menangis lagi. Bahkan kata-kata terakhirnya masih jelas kuingat.

"Sunggyu..."

Aku menoleh, tersenyum pada seseorang yang baru saja memanggilku.

"Sampai kapan kau akan berada disini?" orang itu berpura-pura kesal. Ia berjalan menghampiriku lalu merangkul pndakku. "Ayo, pulang."

Dia Dongwoo, temanku sekaligus teman Woohyun. Pemuda yang belakangan mewarisi sikap bawel Woohyun.

Bahkan fakta baru yang kutemukan adalah, bahwa Dongwoo lebih hebat dalam hal mengomeliku dari pada Woohyun.

Dan aku mulai dekat dengannya. Hubungan kami bahkan lebih dekat setelah kepergian Woohyun. Tapi, aku dan Woohyun hanya sebatas teman. Ya.. Aku harap.

"Hey, melamun." Dongwoo mengguncang tubuhku, hingga aku tersadar dari lamunan.

"Haha! Aku hanya sedang berdoa."

Ia mengernyit. "Berdoa?"

"Iya. Berdoa." Aku menahan tawaku. "Berdoa agar kau tidak mengomeliku setelah ini. Haha.."

"Apa? Doa macam apa itu?!" ia mendengus.

"Doa, manusia yang teraniaya."

"Mwoya?"

"Haha!"

END 

Konichiwa.. Tolong Upvotenya ya... Arigato..

Love Trieriz

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
gari_chan #1
Chapter 1: artinya apaan thor, males nyari masa :"
tapi ini sedih banget kasian woohyun, sunggyu juga dia bahkan gak ngerti kenapa woohyun jadi gitu kan
imsmlee86 #2
Chapter 1: Sedih sedih sedih but my donggyu feels-
KiwiPrincess #3
Chapter 1: Waaaa...sediihh, kenapa Woohyunnya pergi! TT_TT