Jin x Jungkook : Cafe

Prince Seok Jin
Please log in to read the full chapter

Kim Seok Jin ― seorang Barista di sebuah Cafe daerah suburban pinggiran kota Chungju. Ia adalah pria tampan, bersuara lembut, dengan kulit putih. Seperti susu yang kerap ia campurkan ke dalam Flat Whitenya, jenis minuman yang berbahan dasar kopi dan susu dari Australia. Dia cukup cekatan dan disiplin. Semuanya ia lakukan secara sempurna. Selama tiga bulan bekerja di Cafe yang mengusung desain interior ala retro Inggris ini, ia hampir tidak pernah melakukan kesalahan. Datang tepat waktu, tidak pernah ada komplain dari costumer, bahkan tip untuknya terkesan luar biasa. Meski ia dropped out student, ia tetap menjunjung tinggi profesionalitas. Dengan pesona bak pangeran dan cita rasa kopi yang kuat, tidak terlalu susah untuk Seok Jin membuat tempat ini menjadi ramai pembeli. Ia hapal hampir segala pesanan mereka yang ketagihan untuk tetap datang. Ia familiar dengan wajah-wajah bahagia mereka ketika menyeduh kopi buatannya. Begitu lah Seok Jin, lelaki muda yang mencintai pekerjaannya dan... kopi.

 

 

Bel di pintu depan berdering, pertanda seorang pelanggan lagi yang datang. Seok Jin selalu menyukai kenyaringan tersebut. Memacu adrenalinnya untuk sekedar bertemu dengan orang baru, membuat pesanan baru. "Selamat datang. How can I take your order?" Seok Jin tersenyum ramah. Suaranya yang seperti pianissimo benar-benar akan melemahkan siapa saja yang mendengarnya; termasuk siswa SMP yang sekarang tengah berdiri mematung di belakang meja kasir.

 

 

"Hallo~" Seok Jin berdeham sedikit. Ini bukan kali pertama ia mendapat tatapan membisu dari pelanggan. Ia bisa menebak kalo lelaki imut di depannya ini adalah costumer baru. Imut? Apa Seok Jin baru saja mengatakan imut? Meski terlihat tenang, Seok Jin tetaplah pria yang pemalu. Di usianya yang ke 24, ia masih betah bertahan dengan status single yang kerap menjadi bahan olokan sahabatnya Suga. Ia pun bertanya-tanya. Kenapa tidak ada satu gadis yang berhasil memenangkan hatinya. Padahal ia setiap hari menyapa wanita-wanita terbaik di kota ini. Ia selalu menerima perhatian lebih dari pelanggannya, menerima banyak hadiah, bahkan banyak yang secara terang-terangan mengajaknya berkencan. Tapi semua ditolak Seok Jin secara halus. Penolakan yang berujung dengan senyum manis andalannya, memperlihatkan betapa penuh bibir yang dimilikinya. Mungkin hal itu lah yang membuat para yeoja tidak menyerah.

 

 

"Eh... etooo... Cortadonya satu... tolong~" Siswa itu berkedip dua kali. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seorang Malaikat? Ah tidak. Ia tanpa sayap.

 

 

"Atas nama~" Seok Jin menekan pena di atas secarik kertas. Tidak barang sedetik ia memutuskan kontak mata mereka, membuat sang lelaki kecil menunduk saat mengucapkan namanya.

 

 

"Jungkook..." Ia merona.

"Jeon Jungkook." Suaranya melemah.

 

 

Alasan kenapa Seok Jin tetap sendiri sampai detik ini, kenapa ia begitu menyukai pekerjaannya, kenapa ia terus berkata tidak atas semua kencan yang diajukan padanya, mungkin sedang berdiri di hadapannya sekarang. Seok Jin ingat pernah membaca sebuah novel romantis karya Bernhard Schlink. Sang penulis meyakinkannya bahwa cinta adalah hal yang paling murni dari segala emosi yang ada di dunia. Kau tidak bisa memilih dengan siapa kau akan jatuh cinta, atau tepatnya kapan ia menghampirimu. Seperti bernapas, tanpa diperintah hatimu lah yang nanti mengatakannya padamu. Dia lah orangnya.

 

 

"Umh, Take Away, please..." Jungkook melanjutkan. Jemarinya menggaruk pipinya yang tidak gatal. Ia juga mengalihkan pandangannya ke langit-langit, ketika pandangannya dengan Seok Jin bertemu.

 

 

"Cartado untuk dibawa pulang then~" Seok Jin tersenyum. Ia mengerahkan seluruh kemampuannya ketika membuat pesanan tersebut. Ia mengerahkan seluruh hatinya. Tanpa sadar ia telah menyelesaikannya kurang dari lima menit, memberikannya ke pada Jungkook, dan melihat punggun

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet