-i-

Sweet Happiness

Kertas. Laptop. Buku Tebal. Aroma kopi dan kue. Antrian. Sepertinya hanya hal itu saja yang ada di keseharian pemuda berambut cokelat muda yang sedang duduk di sebuah kursi dalam kafe tempatnya bekerja. Sekarang ini jam istirahat Kang Daniel, seorang mahasiswa magister berambut cokelat, setelah melayani banyak pembeli di kafe tempat ia bekerja. Daniel duduk di pojokan dekat jendela. Ia bilang agar bisa melihat orang lalu lalang di depan kafe. Siapa tahu ada gadis cantik yang lewat. 
Daniel melahap potongan terakhir cheese cake nya lalu menghabiskan minumnya karena si pemilik kafe, Kim Jaehwan, sudah memintanya untuk kembali karena kafe mulai ramai. 
"Aku tidak bisa membayangkan jika tidak ada kau disini." Ujar Jaehwan.

"Sama-sama. Kau benar-benar harus merekrut satu orang lagi menurutku." Sewoon membalas dari arah dapur. 

"Tidak-tidak. Kalian sudah cukup untukku." Daniel tidak menanggapi. Ia pikir mereka bertiga sudah cukup untuk mengurusi kafe. Ini juga bukan sebuah kafe besar. Sebelum ia direkrut oleh Jaehwan tiga bulan lalu, kafe ini hanya diurus oleh Jaehwan dan Sewoon. Karena sangat kerepotan, Jaehwan mencari pekerja baru dan datanglah dirinya. Daniel memasang apron hitamnya lalu berjalan ke kasir.

"Selamat siang. Ingin pesan apa?" Tidak lupa senyum menawannya. Jaehwan harus berterimakasih karena wajah -yang menurutnya- tampan membuat banyak pelanggan yang datang. Terutama gadis-gadis yang penasaran dengan 'Pria tampan di belakang meja kasir'. Atau paling tidak memberinya sedikit bonus.

"Mama, aku mohon... Ya? Ya?" Suara anak kecil mengalihkan pandangan Daniel dari mesin kasir. 

"Boleh. Tapi nanti kalau Woojin sudah lebih besar." Seorang yang lebih dewasa berpakaian kerja berusaha membujuk si anak yang tampak akan menangis. 

"Tapi Seonho hyung sudah boleh pelihara." Si anak masih tetap kekeuh dengan keinginannya.

"Selamat siang," Daniel mencoba untuk menginterupsi. Yang lebih dewasa menoleh dan memasang wajah kaget.

"Dan?" 

"Um... yeah.Kau... Seungwoo?" Daniel berucap tidak yakin. Sepertinya seseorang didepannya adalah salah satu orang di klub menari saat ia berada di tahun pertama kuliah.

"Benar. Lama tak bertemu." Daniel tersenyum. Seongwoo ada senior nya di klub menari. Tapi setelah di tingkat 2, Seongwoo tidak pernah terlihat lagi di klub. Ketua klub bilang ia berhenti. Sayang sekali padahal Seongwoo dancer yang hebat. Dan sekarang ia sudah punya anak? 

"Aku tidak pernah melihatmu sejak kau berhenti dari klub. Mau pesan apa omong-omong?" 

"Ice Latte dan ini," Seongwoo menunjuk salah satu kue di etalase.

"Dan si kecil?" Daniel menengok kebawah melihat seorang anak yang sepertinya bernama Woojin.

"Susu Cokelat." Jawabnya pendek. Masih ngambek sepertinya. 

"Mau Cheese Cake?" tawar Daniel. Si kecil melirik Seongwoo. Seongwoo mengangguk kecil.

"Okay. Cheese cake." Aduh lucunya. 

"Aku tidak tahu kau sudah punya anak sebesar ini. Berapa umurnya?" Daniel mencoba membuka pembicaraan untuk basa-basi karena lama tidak bertemu. Penasaran juga sih.

"Hampir 6 tahun. Yah... makannya dulu aku berhenti." Seongwoo memberi beberapa lembar uang.

"Padahal gapapa loh diajak ikut latihan. Siapa tadi namanya? Woojin? Dia lucu kok." Daniel memberikan uang kembalian. 

"Gak segampang itu waktu dulu." 

"Ahh, ingin jadi orangtua yang baik dengan pasangan." Daniel meletakkan pesanan Seongwoo dan Woojin diatas baki. "Mau duduk dimana? Ayo aku bawakan." Daniel meminta Sewoon yang sedang tidak melakukan apa-apa untuk menjaga kasir sebentar. Lalu mengikuti langkah Seongwoo. 

"Gapapa kamu ikut duduk disini?" Tanya Seongwoo sambil mencoba memeluk anaknya yang masih ngambek.

"Lagi sepi kok. Gapapa." 

"Aku belum punya pasangan. Woojin itu adikku."

"Adik?" 

"Yah, baru punya adik di usia 20 jadi seperti punya anak sendiri." Jelas Seongwoo.

"Ahh, aku mengerti. Jadi, kau memutuskan merawat adikmu?" Daniel melihat perubahan ekspresi yang lebih tua menjadi sedikit sendu. Ia jadi merasa tidak enak. 

"Orangtua kami meninggal lima tahun yang lalu. Jadi, aku merasa harus menjadi orang tua Woojin." 

"Maaf," Daniel berujar pelan.

"Tidak masalah. Sudah lama berlalu." Seongwoo mulai memakan kue di depannya perlahan. 

"Ngomong-ngomong kenapa Woojin ngambek?" Daniel mencoba topik baru.

"Dia ingin pelihara seekor anak anjing. Tapi menurutku ia masih terlalu kecil. Aku juga masih sibuk dengan pekerjaanku." Yang dibicarakan hanya diam saja sambil memajukan bibir teringat penolakan sang mama tadi.

"Aku gapunya anak anjing sih. Tapi aku punya dua kucing di rumah. Kau boleh main ke rumah kalau ingin bertemu dengan mereka." Daniel menunduk ke arah Woojin di seberangnya. 

"Benarkah? Boleh main?" Mata si anak mulai berbinar. "Boleh ma?" Lalu menoleh ke arah mama nya. 

"Gapapa Dan?" Seongwoo menatap Daniel ragu.

"Gapapa lah. Nanti sore mau? ini kan weekend. Aku dapat jatah libur dari sore sampai malam."

"Mungkin mampir sebentar gapapa sebelum pulang." Daniel tersenyum senang.

"Aku off satu jam lagi. Mau menunggu disini?" 

"Call," ujar Seongwoo. Woojin tersenyum senang. "Ma, aku mau kesana ya?" Woojin menginterupsi saat Daniel akan kembali ke belakang meja kasir. Daniel tersenyum lalu menggendong si anak untuk ikut ke belakang meja. 

"Jangan pegang-pegang barang sembarangan ya Woojinie!" Seongwoo berpesan. 

"Oke ma," Woojin mengacungkan ibu jari kanannya. Seongwoo menghela nafas. Pertanyaan Daniel jadi mengingatkannya pada kecelakaan kedua orangtuanya. Ia jadi sedih. Kasian Woojin di tinggal di usia yang masih sangat muda dan berakhir dengan menjadi orangtua tunggal untuk adik kesayangannya. 

"Ibu, Ayah, kami merindukan kalian." Ujar Seongwoo pelan. Ia memutuskan untuk membuka laptop dan melanjutkan pekerjaan yang ia bawa pulang sembari menunggu Daniel selesai bekerja. 

~~~

"Terimakasih Daniel. Aku akan main lagi kapan-kapan." Ucap Woojin sambil memeluk pria bersurai cokelat di depan pintu apartemennya. Ternyata apartemen Daniel masih satu komplek dengan apartemennya. Mengapa ia tidak pernah bertemu dengan Daniel selama ini?

" Bukankah kamu harus panggil Kakak?" Seongwoo menyentuh kepala Woojin. 

"Mama panggilnya juga Daniel saja." Orang ketiga-Daniel- hanya senyum senyum saja tidak keberatan. 

"Tapi Daniel lebih tua dari kamu." 

"Tuh kan mama cuma panggil Daniel saja." Lalu Woojin berjalan pergi. "Dadah Daniel," Mentang-mentang masih satu komplek sok mau pulang sendiri. 

"Maaf kalau kami merepotkan ya Dan," Seongwoo menunduk sedikit untuk berterimakasih.

"Gamasalah, aku palah senang kalian main kemari." Daniel tersenyum memperlihatkan gigi kelincinya.

"Gigimu tidak berubah. Padahal sudah bertahun-tahun." Seongwoo mencubit pipi Daniel tanpa sadar. Daniel mengaduh pelan membuat Seongwoo sadar apa yang dilakukannya. "Maaf." Duh pipinya jadi terasa panas. 

"Gigiku berharga tahu. Bikin aku terlihat lebih muda." Narsis. Seongwoo nya masih diam. "Woojin udah nunggu tuh di depan lift." Seongwoo menoleh ke arah lift lalu berpindah ke Daniel lagi. Daniel hanya balas tersenyum ketika Seongwoo kembali menundukkan kepalanya sedikit untuk pamit. Manis banget sih. Daniel kan jadi deg deg an. Dulu Seongwoo itu crush nya waktu masih kuliah. Tapi belum juga di dekatin sudah menghilang. Disaat sudah move on, tiba-tiba muncul lagi dengan seorang anak. Lalu mereka juga berkunjung ke tempat tinggal Daniel untuk menunjukkan kucingnya. Daniel jadi merasa ada yang bersemi lagi. Jadi merasa jadi papa. Oops. 

~~~

Sejak bertemu dengan mantan crush nya yang mungkin sudah jadi crush lagi, Daniel merasa hidupnya lebih berwarna. Setiap harinya tidak hanya berkutat dengan kuliah dan kerja di kafe. Ada Seongwoo dan Woojin yang berkeliling di otaknya. Mereka juga rutin berkunjung ke apartemen Daniel. Mereka ingin bermain dengan dua peliharaan Daniel katanya. Tapi ya hanya Woojin yang bermain. Seongwoo dan Daniel duduk semakin berhimpitan seiring dengan bertambahnya intensitas kunjungan di sofa apartemen Daniel. 

"Aku suka sama kamu loh." Ujar Daniel suatu hari saat Seongwoo dan dirinya duduk berhimpitan untuk kesekian kalinya.

"Aku tahu kok. Kelihatan kamu suka kasih kode-kode." Seongwoo menjawab pelan sambil membalas tatapan Daniel padanya. 

"Kalau tahu kenapa tidak merespon? Diam terus." 

"Aku harus bagaimana?" Seongwoo mengubah posisi duduk menjadi menghadap Daniel. 

"Ya balas dong kode-kode ku." Daniel tersenyum. Seongwoo meleleh. Pipinya jadi merona.

"Aku malu." Yang lebih tua menutup pipinya dengan tangan.

"Kenapa malu?" Daniel menangkup tangan Seongwoo.

"Karena... aku juga suka sama Daniel." Daniel diam. Tapi senyumnya makin lebar. 

"Okay. Tunggu ya, sebentar lagi aku lulus dan mulai kerja tetap. Aku akan jadi papa yang baik kok." Seongwoo merasa panas-dingin.

"Selama Woojin mau aku tidak masalah." Kata Seongwoo pelan.

"Woojin yang selalu ngejar aku kapan bakal jadi papanya padahal." Daniel melipat tangannya. Seongwoo hanya tertawa pelan tidak menyangka hal tersebut telah terjadi. 
Mungkin ini akhir bahagia kisah cintanya. Dulu cinta pertamanya adalah dengan seorang pemuda berambut pink dan bergigi kelinci yang merupakan adik tingkatnya di klub menari. Ia pikir itu hanya cinta pertama yang hanya akan berlalu karena setelah kepergian orang tuanya, ia harus fokus terhadap Woojin yang masih kecil. Bahagianya.


KKEUT!!!!!!!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
guimasi #1
Chapter 1: Duhhhhhhh ongniel. Manis giniii. Jadi senyum senyum bacanya. Makasih untuk ff ongnielnya