Unfair

Unfair

*Unfair*

 

 

Chanyeol POV

Gadis ini kembali menatapku dengan senyum hangatnya itu. Aku tahu bahwa hal itu amat menyulitkan dan melelahkan bagiku. Setiap kali gadis ini tersenyum aku selalu berusaha keras untuk tetap terlihat cool dan baik-baik saja, juga aku berusaha keras untuk memelankan suara detak jantungku yang berlari tiap kali aku melihatnya. Aku tahu bahwa senyumnya amat menyusahkan bagiku, namun nampaknya gadis ini tidak mengetahui maupun menyadarinya sedikitpun.

 

Aku sudah kehilangan hitungan jumlah kopi yang telah kuminum hari ini. Mungkin ini kopi ke 5-ku, tapi bisa jadi ini merupakan kopi ke 10-ku. Senyumnya membuatku kehilangan kata-kata yang ingin kuucapkan padanya. Senyumnya membuatku merasa seperti aku tengah bermimpi, maka dari itu aku terus meminum kopi ini untuk menyadarkanku dari mimpi ini. Namun sebaliknya aku merasa aku masuk semakin dalam ke mimpi indah ini.

 

Jika teman-temanku melihatku seperti ini, aku yakin mereka sudah akan mengejek dan mengataiku sesuka hati mereka. Gadis ini adalah orang pertama yang dapat membuatku seperti ini, membuatku tidak dapat berbuat maupun berkata apapun. Membuatku tidak melakukan apapun walau aku telah menyadari bahwa aku tengah dipermainkan olehnya.

 

Aku terus berdoa dan berharap setiap kali, agar ia berhenti memainkan semua permainan ini. Terkadang ia membuatku merasa spesial, namun dikala lainnya ia membuatku tersadar bahwa kami hanya berteman baik. Aku berharap agar perasaan spesial di hatiku ini akan cepat hilang, namun aku semakin masuk lebih jauh ke dalam pesonanya. Perlahan-lahan diriku semakin penuh dengannya, perlahan-lahan diriku berubah menjadi dirinya.

 

Mungkin akulah yang harus mengubah kecepatanku. Mungkin, akulah yang begerak terlalu cepat. Mungkin, seharusnya akulah yang memperlambat kerja otak dan hatiku dan menyamakan kecepatanku dengan kecepatannya. Biarlah temanku mengatai dan mengejekku karena aku mengalah seperti ini. Namun aku tidak dapat menemukan jalan keluar lain selain ideku ini. Namun di sisi lain aku tidak dapat bersabar menunggunya. Bagiku ia bergerak terlalu lambat. Maka dari itu, aku telah membuat keputusanku sekarang.

 

“HyeNa-ya.” Aku memanggilnya setelah 20 menit dalam keheningan kami, dan ia mengangkat wajahnya, menatapku dengan senyum hangat itu.

 

Senyum itu amat berbahaya bagiku, aku bahkan melupakan apa yang tadi hendak aku katakan padanya.

 

“Wae?” tanyanya dengan alis terangkat.

 

“Eum… Aku tahu mungkin ini terdengar terlalu cepat dan aneh,” aku meremas kedua tanganku, berharap dengan begitu aku dapat mengurangi rasa gugupku lalu menghela nafas pelan sebelum melanjutkan kalimatku, “tapi kau benar-benar membuatku harus mengatakan ini. Maka, jangan berkata apapun dan dengarkan aku.”

 

“Arraseo.” Ia kembali tersenyum, senyum yang membuatku merasa aku tengah berada di tengah-tengah ruang hampa tanpa gravitasi.

 

“Sejujurnya…”

 

***

 

 

 “Hya!” aku terlonjak dari lamunanku karena tiba-tiba saja seseorang menpuk pundakku keras.

“Mwoya! Ish!” aku mendorong BaekHyun, pelaku kekerasan tadi.

 

Aku sedang duduk di kantin seraya menatap gadis yang baru-baru ini aku kenal dan dekat denganku. Gadis itu amat ramah, berbakat dan sempurna bagiku. Namun Byun BaekHyun merusak semuanya.

 

“Apa yang sedang kau lakukan hingga kau melamun seperti itu?” ia mencari titik yang terus kupandangi sejak 30 menit lalu, “Eyy, Kang HyeNa?”

 

“Diamlah!” aku memukulnya keras.

 

“Mwoya, kau sudah dekat dengannya sekarang?” ejeknya dengan senyumnya yang menyebalkan itu.

 

“Anijji!” sangkalku cepat.

 

“Ck!” BaekHyun mendecak, “Tidakkah gadis itu terlalu jahat dan egois?” gumamnya.

 

“Ah, wae? Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” aku tidak mengalihkan padanganku gadis cantik itu.

 

“Ani, hanya saja, ia membuatmu seperti ini. Kau seperti telah terikat dengannya, namun ia baik-baik saja. Tidakkah itu terlihat egois bagimu?” ia ia merangkulku selama ia menjelaskan pandangannya.

 

“Lupakan!” aku menghempaskan tangannya kencang.

 

Aku terus memikirkan perkataan BaekHyun tadi. Apakah benar ia bersikap egois? Tapi jujur aku merasa ini amat tidak adil. Aku harap ia bisa menghentikan semua yang ia lakukan, walau sesungguhnya ia tidak melakukan apapun kecuali duduk dan bernafas. Matanya, hidungnya, bahkan bibirnya tetap terlihat begitu cantik dan sempurna bagaimanapun aku melihatnya, kapanpun, di manapun, selama apapun aku melihatnya ia tetap terlihat cantik.

 

Jangan lupakan saat ia tersenyum, berbicara, tertawa, dan saat ia mengejekku dengan caranya sendiri, itu terlihat amat sempurna entah mengapa. Sejujurnya segala hal yang ia lakukan yang terlihat spesial di mataku adalah hal-hal biasa yang dilakukan oleh siapa saja. Namun cara ia menjelaskan pelajaran yang kurang kumengerti, caranya membacakan novel yang sedang dibacanya padaku, bahkan caranya bernafas terlihat amat spesial.

 

Ah, aku harus berhenti sampai sini saja, kalau tidak kemungkinan besar darah segar akan mulai mengalir dari hidungku dan aku akan kehilangan kesadaran. Ia amat berbahaya bagiku. Gadis cantik dan berbakat itu, amat berbahaya bagiku.

 

Aku terus bertanya pada diriku, apa alasan, apa penyebab ia menjadi begitu spesial dan berbahaya bagiku di saat yang sama. Tapi bukannya mendapatkan jawaban yang pasti dan meyakinkan, perasaanku, hatiku yang terus bergetar karenanya memberitahuku bahwa hal itu, alasan itu tidak penting. Bahwa, hal lain tidak penting, yang terpenting adalah perasaanku padanya. Dan sekali lagi, tanpa kusadari, aku kembali meneleponnya untuk kesekian kalinya hari ini.

 

***

 

 

"Sejujurnya…” aku menggigit bibir bawahku pelan dan menghela nafas, “Aku tahu ini terdengar tidak adil dan mungkin aku akan terlihat egois jika aku mengatakan ini.”

“Mwonde?” gadis itu memiringkan kepalanya.

 

“Aku ingin menjadi satu-satunya orang yang menatapmu. Matamu, hidungmu, bahkan bibirmu, tidak bisakah kau hanya boleh menunjukannya padaku?” aku bahkan tidak berani menatapnya saat aku mengatakan kalimat itu.

 

“Apa maksudmu?” kening gadis itu berkerut tajam, “Park Chanyeol, apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Jangan mengatakan hal yang aneh dan tidak mungkin.”

 

Gadis itu, ia mengatakan bahwa perkataanku aneh, ia mengatakan bahwa pengakuanku aneh. Aku menghela nafas kasar dan mengusap wajahku.

 

“Aku akan langsung ke intinya saja.” Ucapku sekali lagi dengan rasa percaya diri yang lebih tinggi kali ini, “Karena aku tahu, semakin aku memendam perasaan ini, semakin aku abaikan perasaan ini. Perasaan ini akan semakin berbahaya, baik bagiku maupun bagimu. Percayalah padaku.”

 

“Setiap hari kita minum kopi bersama, setiap hari pula kita bertelefon hingga larut, bahkan hingga kau tertidur.” Aku kembali menggigit bibirku, berusaha keras mengeluarkan kata-kata yang tersangkut di ujung tenggorokanku ini, “Tidakkah kau berpikir kalau ini adalah saatnya kita saling jatuh cinta?”

 

“Mwo?” mata gadis itu melebar, ia terkejut dengan pertanyaanku tadi. Aku memejamkan mataku erat dan meremas tanganku kuat.

 

“Jadilah kekasihku, Kang HyeNa.”

 

Fin~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet