Change Me (1/2)

Change Me

== CHAPTER 1 ==

 

 

                Semilir angin musim panas yang berhembus dari timur rupanya tidak sanggup membuat seorang pria terbangun dari tidur siangnya. Bahkan teriknya matahari yang menyorot juga tak sanggup mengusik tidurnya. Padahal ia tidur di sebuah sofa yang berada di balkon yang berada di depan kamarnya yang memang cukup luas dan matahari dengan bebas menyorotinya. Namun pria itu masih betah berjalan-jalan di alam mimpinya.

 

                “Hyung, ireona[1]!

 

                Sebuah suara yang lembut namun terdengar tegas dan sebuah tangan yang mengguncangkan tubuhnya pun masih tak sanggup membangunkan sang pria tampan bernama Lee Sung Yeol itu dari tidurnya. Matanya masih sibuk terpejam.

 

                “Hyung!” teriak sang adik, Lee Sung Jong. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Hmm…” meskipun tak membuka matanya, namun Sung Yeol masih memberikan jawaban.

 

                “Bangunlah, Kakek menyuruhmu untuk ke kantor,” ucap Sung Jong.

 

                “Shirheo[2]…” jawab Sung Yeol yang masih juga tak membuka matanya.

 

                Benar-benar pemalas.

 

                “Hyung, Kakek  akan marah jika kau tidak datang lagi ke kantor,” ucap Sung Jong.

 

                Sung Yeol pun membuka matanya dan menatap Sung Jong. Sebuah senyuman tersungging di wajah tampannya. Senyuman yang sudah bisa Sung Jong artikan.

 

                “Hyung, shirheo!” ucap Sung Jong.

 

                “Kali ini saja,” bujuk Sung Yeol.

 

                “Aku sudah berkali-kali mewakilimu dan memberikan begitu banyak alasan atas mangkirnya dirimu pada kakek,” jelas Sung Jong.

 

                “Ah, baiklah!” jawab Sung Yeol seraya bangun dan beranjak.

 

                Namun rupanya bukannya bersiap untuk pergi ke kantor, Sung Yeol justru menyambar jaketnya juga kunci mobilnya dan kemudian melarikan diri.

 

                “HYUNG!” teriak Sung Jong.

 

                Berhasil. Lagi-lagi Sung Yeol melarikan diri dan menyerahkan semua tanggung jawabnya pada sang adik, Sung Jong. Bukannya memenuhi segala perintah kakeknya itu, Sung Yeol justru melajukan mobilnya untuk menuju ke sebuah tempat yang bisa membantunya mengalihkan pikirannya dan menghilangkan kepenatan.

 

                “Mian[3], Lee Sung Jong!” ucap Sung Yeol.

 

                Sung Yeol, seorang pria berusia 25 tahun. Usia yang cukup matang untuk diberikan tugas mengelola perusahaan keluarga. Namun di usianya saat ini, Sung Yeol justru masih kekanak-kanakan dan sangat sulit di atur. Terbukti dengan selalu mangkirnya ia dari tugas sang kakek. Padahal tugas dari kakeknya tersebut adalah kebaikan baginya yang merupakan pewaris utama perusahaan keluarga. Di usianya saat ini, seharusnya Sung Yeol sudah bisa menanggapinya dengan bijak dan mulai menjalani apa yang kakeknya itu tugaskan. Namun, itulah Sung Yeol. Masih senang bermain-main.

 

                Tak membutuhkan waktu yang cukup lama, akhirnya Sung Yeol pun sampai di WH Music School. Sebuah sekolah musik milik sahabatnya sejak kecil, Nam Woo Hyun. Sung Yeol pun menelusuri koridor yang akan mengantarkannya menuju ruangan Woo Hyun. Namun langkahnya perlahan semakin melambat seiring dengan mendekatnya seorang gadis yang berjalann berlawanan arah dengannya itu. bahkan langkahnya seketika terhenti ketika sang gadis lewat tepat di sampingnya.

 

                Yeppeo[4], batinnya.

 

                Secara tak sadar, Sung Yeol bahkan membalikkan badannya hanya untuk menatap kepergian seorang gadis yang seketika sanggup mengalihkan seluruh perhatiannya itu. Ia terus menatap arah kepergian sang gadis hingga bayangan sang gadis benar-benar menghilang dari jarak pandangnya.

 

                “Apa yang kau lihat?”

 

                Tiba-tiba sebuah suara sukses membuat Sung Yeol terperanjat.

 

                “YA[5]! Nam Woo Hyun, apa kau ingin melihatku mati muda?” tanya Sung Yeol yang dengan refleks memukul Woo Hyun yang memang sudah berada di sampingnya itu tanpa ia sadari.

 

                “Kalau kau mati saat ini, aku kasihan pada kakekmu. Karena cucu yang begitu ia banggakan justru mati muda dan belum sempat memenuhi segala tanggungjwabnya,” jawab Woo Hyun.

 

                “Ah, jangan bahas kakekku. Jangan bersikap seolah kau tidak tahu aku kemari hanya untuk melarikan diri dari kakek,” ucap Sung Yeol.

 

                Woo Hyun hanya tersenyum mendengar ucapan Sung Yeol. Memang, sudah bukan hal yang asing lagi baginya jika menemukan Sung Yeol datang padanya. Jelas, hanya untuk melarikan diri dari kakeknya dan juga tanggung jawabnya sebagai penerus perusahaan keluarga. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Woo Hyun-a, sebaiknya kau temani aku jalan-jalan,” ajak Sung Yeol.

 

                “Sekarang?” tanya Woo Hyun.

 

              “Tentu,” jawab Sung Yeol. “Kau tahu, aku sangat stress akhir-akhir ini. Kakekku hampir setiap jam menasehatiku,”

 

                “Aku tidak bisa,” ucap Woo Hyun.

 

                “Wae[6]?” tanya Sung Yeol.

 

                “Aku harus memeriksa kelas baru. Kelas biola,” jawab Woo Hyun.

 

                “Kelas biola? Kau jadi membuka kelas itu?” tanya Sung Yeol.

 

                “Ya, dan itu di mulai sejak hari ini,” jawab Woo Hyun.

 

                “Ah, aku kira kau hanya bercanda saat itu,” ucap Sung Yeol.

 

                “Sebaiknya sekarang kau temani aku untuk memeriksa kelas biola,” ucap Woo Hyun seraya menarik tangan Sung Yeol.

 

                Woo Hyun pun membawa Sung Yeol menuju ke kelas biola yang memang baru di buka hari ini itu. Walau memang sudah sejak lama Woo Hyun ingin membuka kelas biola itu, namun ia khawatir peminat yang sedikit juga sudah banyak sekolah musik yang juga menyediakan kelas biola lebih awal. Ia khawatir bahwa murid yang mendaftar untuk kelas biolanya itu tidak sesuai dengan harapan. Tapi setelah melakukan survey lapangan, ia menemukan hasil yang cukup memuaskan dan di buktikan dengan banyaknya murid yang mendaftar sehingga kelas biola di buka mulai hari ini.

 

                Sesampainya di depan kelas biola, Woo Hyun hanya berdiri di luar. Sengaja. Karena jika ia masuk, maka itu hanya akan mengganggu proses belajar-mengajar. Ia hanya perlu memperhatikan kelancaran kelas barunya itu dari luar. Lain dengan Woo Hyun yang memperhatikan proses belajar-mengajar, mata Sung Yeol justru tertuju pada seorang gadis yang tengah mengajarkan teknik memegang biola dengan tepat itu.

 

                “Guru baru?” tanya Sung Yeol.

 

                “Bukan,” jawab Woo Hyun. “Ji Hyeon sudah lama mengajar di sini. Mungkin sekitar 2 tahun yang lalu,”

 

                “Tapi aku tidak pernah melihatnya,” ucap Sung Yeol.

 

                “Jelas, itu karena awalnya Ji Hyeon mengajar piano di kelas sore hari,” jawab Woo Hyun.

 

                “Geuraettguna[7]…

 

                “Karena dia pandai bermain biola, aku memintanya untuk mengajar di kelas siang hari juga,” jelas Woo Hyun.

 

                Kali ini, bukan hanya Sung Yeol, tetapi juga Woo Hyun yang justru mengalihkan perhatiannya pada Ji Hyeon yang tengah sibuk mengajari anak didiknya itu. Sebuah senyuman tersungging di wajah Sung Yeol dan Woo Hyun ketika memperhatikan Ji Hyeon. Namun senyuman itu perlahan memudar menjadi rasa terkejut ketika Ji Hyeon menemukan mereka berdua berdiri di luar dan kemudian menghampiri mereka.

 

                “Woo Hyun-sshi, kenapa tidak masuk?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Ah, aku takut jika aku masuk akan mengganggu. Jadi, aku cukup memperhatikan kelas baru ini dari luar saja,” jawab Woo Hyun.

 

                “Gwaenchanha[8],” ucap Ji Hyeon.

 

                “Hmm, bagaimana kelas baru kita? Apa murid-murid terlihat antusias?” tanya Woo Hyun.

 

                “Ne, mereka sangat menyukai kelas baru ini,” jawab Ji Hyeon.

 

                Woo Hyun tersenyum senang mendengar jawaban Ji Hyeon. Karena itu artinya, kelas baru yang dia buka telah berhasil menarik minat murid-murid baru. Menyadari bahwa ada Sung Yeol juga di sana, Woo Hyun pun memperkenalkan Sung Yeol pada Ji Hyeon. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Ah, Ji Hyeon-a, kenalkan, ini adalah sahabat terdekatku,” ucap Woo Hyun.

 

                “Lee Sung Yeol imnida[9],” Sung Yeol memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangannya.

 

                “Annyeong haseyo[10], Lee Ji Hyeon imnida,” jawab Ji Hyeon yang juga memperkenalkan dirinya itu seraya menjabat tangan Sung Yeol.

 

                Pertemuan pertama yang berujung pada sebuah perkenalan. Tak dapat di pungkiri bahwa Sung Yeol kesulitan untuk sejenak saja mengalihkan tatapannya dari wajah gadis bernama Ji Hyeon itu. Seolah seluruh perhatiannya itu telah terenggut oleh Ji Hyeon, hingga tanpa sadar tangannya masih juga tak terlepas dari tangan Ji Hyeon.

 

                “Hmm…” Woo Hyun sengaja berdehem untuk menyadarkan Sung Yeol.

 

                “Seonsaengnim[11], suara biolaku terdengar sumbang,” ucap salah seorang siswa seraya menghampiri Ji Hyeon.

 

                “Gwaenchanha, biar aku bantu kau untuk menyetelnya,” jawab Ji Hyeon.

 

                “Kembalilah ke kelas,” ucap Woo Hyun ketika melihat Ji Hyeon hendak minta izin untuk kembali ke kelas itu.

 

                Setelah mendengar persetujuan Woo Hyun, Ji Hyeon pun kembali ke kelasnya. Sedangkan Woo Hyun dan Sung Yeol masih menunggu di luar.

 

                “Kita ke ruanganku,” ajak Woo Hyun.

 

                “Ah, baiklah,” jawab Sung Yeol dengan sedikit terperanjat ketika mendengar ajakan Woo Hyun itu, karena memang ia masih betah untuk memperhatikan Ji Hyeon.

 

                Woo Hyun pun membawa Sung Yeol ke ruanganya. Sesampainya di ruangan Woo Hyun, Sung Yeol segera menuju ke sofa berwarna merah maroon yang memang menjadi tempat kesukaannya ketika berkunjung ke ruangan Woo Hyun itu.

 

                “Aku juga tahu Ji Hyeon itu cantik, tapi bisakah kau berhenti menatapnya seperti tadi?” goda Woo Hyun.

 

                Sung Yeol hanya tersenyum mendengar godaan Woo Hyun yang rupanya menyadari situasi ketika ia sekejap menjadi mati kutu hanya karena Ji Hyeon.

 

                “Nam Woo Hyun, ada sebuah hal yang kusesalkan darimu,” ucap Sung Yeol.

 

                “Mwoya[12]?” tanya Woo Hyun.

 

                “Kenapa kau baru memperkenalkan Ji Hyeon padaku sekarang? Kenapa tidak sejak lama?” tanya Sung Yeol balik.

 

                “Itu karena aku tidak rela jika guru terbaikku akan teracuni olehmu,” jawab Woo Hyun.

 

                “Apa maksudmu?” tanya Sung Yeol.

 

                “Hmm, aku yakin setelah ini kau pasti akan semakin sering datang kemari,” jawab Woo Hyun.

 

                “Itu pasti,” ucap Sung Yeol yakin dan pasti.

 

                “Ah, aku jadi menyesal mengenalkan Ji Hyeon padamu,” ucap Woo Hyun.

 

                “YA!” bentak Sung Yeol.

****

 

 

                Setelah perkenalan itu, memang benar apa yang Woo Hyun katakan bahwa Sung Yeol akan semakin sering datang ke sekolah musiknya. Kali ini, bukan dengan alasan untuk menemui Woo Hyun, menghilangkan penat ataupun melarikan diri dari kakeknya. Tetapi untuk menemui Ji Hyeon. Ya, Sung Yeol begitu tertarik pada gadis itu sehingga membuatnya tak sanggup mengendalikan diri untuk seheari saja tak datang ke sekolah musik Woo Hyun.

 

                Hingga pada suatu sore, tampak Sung Yeol tengah meunggu di gerbang sekolah musik  milik Woo Hyun itu. Sengaja. Hanya untuk menunggu Ji Hyeon selesai mengajar. Tak membutuhkan waktu lama, sesungging senyuman terlukis di wajah tampan Sung Yeol ketika melihat Ji Hyeon tengah berjalan menuju gerbang bersama dengan beberapa siswa. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Annyeong haseyo, Ji Hyeon-sshi,” sapa Sung Yeol ketika melihat Ji Hyeon.

 

                “Sung Yeol-sshi, apa yang kau lakukan di sini? Apa menunggu Woo Hyun?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Aniyo[13],” jawab Sung Yeol. “Aku menunggumu,”

 

                “Menungguku? Wae?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Aku pikir, tidak ada salahnya jika aku mengantarkanmu pulang,” jawab Sung Yeol.

 

                Ji Hyeon tampak heran ketika mendengar jawaban Sung Yeol dan rupanya Sung Yeol menangkap keheranan itu.

 

                “Aku hanya ingin lebih dekat denganmu,” ucap Sung Yeol.

 

                “Ne[14]?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Jujur, bahwa sejak pertemuan pertama kita, aku tertarik padamu. Dan aku pikir, tidak ada salahnya jika kita bisa lebih dekat,” jawab Sung Yeol.

 

                “Sung Yeol-sshi…”

 

                “Aku tahu, kita belum lama saling mengenal dan aku belum tahu benar tentangmu. Begitu juga dengan kau. Belum tahu apapun tentangku,” ucap Sung Yeol. “Jadi, bisakah untuk kita saling mengenal dan menjadi lebih dekat?”

 

                Entah keberanian dari mana hingga Sung Yeol sanggup mengatakan hal itu. Yang dengan kata lain, bahkan Sung Yeol telah mengungkapkan perasaannya pada Ji Hyeon.

 

                “Geurae[15],” jawab Ji Hyeon.

 

                Sebuah senyuman terkembang di wajah tampan Sung Yeol ketika mendengar jawaban Ji Hyeon. Sungguh sebuah jawaban yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

 

                “Jadi, sekarang bolehkah aku mengantarkanmu pulang?” tanya Sung Yeol.

 

                Ji Hyeon hanya menjawab pertanyaan atau lebih tepatnya ajakan Sung Yeol itu dengan menganggukkan kepalanya dan tersenyum.

 

                “Kaja[16]…” ucap Sung Yeol seraya menggenggam tangan Ji Hyeon.

 

                Ji Hyeon awalnya heran dengan Sung Yeol yang memegang tangannya. Suasana seketika menjadi canggung dan Sung Yeol menyadari hal itu.

 

                “Ah, joesonghamnida[17],” ucap Sung Yeol seraya melepaskan tangan Ji Hyeon.

 

                Ji Hyeon tersenyum ketika melihat reaksi Sung Yeol. Ia pun menggenggam tangan Sung Yeol sebagai pertanda bahwa ia tidak masalah dengan hal itu. Namun lain dengan Sung Yeol, ia justru tidak menyangka Ji Hyeon akan menggenggam tangannya.

 

                “Kaja…” ucap Sung Yeol.

 

                Sung Yeol pun mengantarkan Ji Hyeon menuju ke rumahnya. Namun dari sebuah jendela yang berada di lantai 2, tepatnya dari ruangan sang pemilik sekolah musik tempat Ji Hyeon bekerja itu, ada Woo Hyun yang tengah menatap kepergian Ji Hyeon dan Sung Yeol. Batinnya terluka melihat Ji Hyeon pergi bersama Sung Yeol. Bahkan setan dalam dirinya mengatakan bahwa Sung Yeol telah merebut gadis yang selama ini ia dambakan itu. Akan tetapi, hati kecilnya masih sanggup melawan bisikan setan itu dan menyatakan bahwa bagaimanapun juga Sung Yeol adalah sahabatnya. Meskipun memang tak dapat dipungkiri bahwa sebuah perasaan bernama penyesalan juga turut menyeruak dalam batinnya setiap ia teringat bahwa dirinya sendirilah yang memperkenalkan Sung Yeol pada Ji Hyeon.

 

Tak membutuhkan waktu yang lama karena memang rumah Ji Hyeon yang cukup dekat dan mereka pun sampai.

 

                “Mau mampir?” tanya Ji Hyeon seketika setelah mereka turun dari mobil Sung Yeol.

 

                “Jika kau yang mengajak, mana mungkin aku bisa menolak,” jawab Sung Yeol.

 

                Ji Hyeon pun mengajak Sung Yeol masuk ke dalam rumahnya. Sung Yeol pun memperhatikan setiap sudut rumah Ji Hyeon yang bernuansa hijau muda itu. Sebuah rumah yang memang tak terlalu besar tetapi menyimpan suasana hangat dan harmonis. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Kau tinggal sendirian di sini?” tanya Sung Yeol.

 

                “Aku tinggal…”

 

                “Eomma[18]…

 

                Belum sempat Ji Hyeon menjawab pertanyaan Sung Yeol, seorang gadis kecil justru keluar dari sebuah ruangan dan segera menghampiri Ji Hyeon dan memeluknya. Melihat pemandangan tersebut, Sung Yeol jelas terkejut. Terlebih ketika anak perempuan itu memanggil Ji Hyeon dengan sebutan ‘Eomma’.

 

                “Aku tinggal bersama Jin Hye,” jawab Ji Hyeon.

 

                Mendadak Sung Yeol seolah kehilangan seluruh ingatannya, padahal sejak kemarin malam ia sudah memikirkan hal apa saja yang akan ia bicarakan dengan Ji Hyeon. Termasuk ia juga menyiapkan obrolan dengan orang tua Ji Hyeon. Namun yang ia temui justru seorang gadis kecil yang menyebut Ji Hyeon dengan kata ‘Eomma’.

 

                “Lalu, dimana suamimu? Apa tidak masalah mengajakku mampir seperti ini?” tanya Sung Yeol.

 

                Ji Hyeon terdiam. Ia tampak seperti tidak ingin membahas tentang hal yang baru saja Sung yeol pertanyakan itu.

 

                “Eomma, siapa pria ini?” tanya Jin Hye.

 

                “Ini Sung Yeol Oppa[19], dia teman Eomma,” jawab Ji Hyeon.

 

                “Annyeong[20], Jin Hye-ya. Kau manis sekali,” Sung Yeol mencoba menunjuk sikap ramahnya dihadapan Ji Hyeon dan Jin Hye, walau sejatinya jauh dalam benaknya ia masih sangat terkejut dan tak percaya dengan apa yang tengah ia alami ini.

 

                “Oppa juga tampan,” ucap Jin Hye.

 

                “Gomawo[21], Jin Hye-yang,” jawab Sung Yeol seraya mencubit hidung Jin Hye.

 

                “Oppa,  bagaimana jika temani aku bermain?” tanya Jin Hye.

 

                ‘Jin Hye-ya, Oppa…

 

                “Geurae,” jawab Sung Yeol.

 

                Jin Hye pun dengan bersemangat segera menarik tangan Sung Yeol dan membawanya ke ruanga keluarga. Di sana sudah tergeletak beberapa mainan milik Jin Hye. Sung Yeol dan Jin Hye pun bermain bersama. Sedangkan Ji Hyeon hanya menatap mereka dari bibir pintu, tanpa berani mengganggu. Karena ia melihat Jin Hye begitu bahagia ketika bermain dengan Sung Yeol.

 

                “Ji Hyeon-a…”

 

                Sebuah suara tiba-tiba membuat Ji Hyeon tersadar dan segera membalikkan badannya.

                   

                “Oh, Myung Soo-ya…”

 

                “Di depan rumah ada sebuah mobil, apa ada tamu?” tanya Myung Soo.

 

                Myung Soo pun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan hingga matanya berhasil menangkap sesosok pria yang tengah bermain bersama Jin Hye.

 

                “Nugu[22]?” tanya Myung Soo.

 

                Ji Hyeon pun menarik Myung Soo untuk menjauh dari ruang keluarga karena khawatir akan mengganggu Jin Hye dan Sung Yeol. Rupanya ketika Ji Hyeon menarik Myung Soo, Sung Yeol melihatnya. Sebuah rasa penarasan dan khawatir mulai menyelimuti benaknya. Namun ia tak bisa menunjukkannya dihadapan Jin Hye yang sedang begitu bersemangat bermain bersamanya.

 

                “Siapa pria itu?” tanya Myung Soo.

 

                “Dia Sung Yeol, temanku,” jawab Ji Hyeon.

 

                “Hanya teman?” tanya Myung Soo.

 

                “Eung,” jawab Ji Hyeon.

 

                “Tapi aku belum pernah melihatnya sebelumnya,” ucap Myung Soo.

 

                Ji Hyeon menatap Myung Soo. Melalui tatapannya, ia mencoba meminta pada Myung Soo untuk mengerti. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Apa dia Ayah kandung Jin Hye?” tanya Myung Soo.

 

                “Ani[23]…” jawab Ji Hyeon.

 

                Myung Soo menatap Ji Hyeon dengan tatapan menyelidik, mencoba mencari kebenaran dari apa yang Ji Hyeon katakan.

 

                “Dengarkan aku baik-baik. Dia adalah temanku. Aku memang baru mengenalnya ketika Nam Woo Hyun memperkenalkannya padaku. Dia sahabat Nam Woo Hyun,” jelas Ji Hyeon.

 

                Roman tidak percaya masih menyelimuti wajah Myung Soo. Meskipun memang ia berusaha menyembunyikannya dari Ji Hyeon.

 

                “Kau masih tidak mempercayaiku?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Ani, aku percaya,” jawab Myung Soo.

 

                Dalam benak Myung Soo, sebenarnya ia menyimpan sebuah kekhawatiran yang teramat besar. Terlebih ketika Ji Hyeon memberikan penjelasan tentang pria bernama Sung Yeol itu dan cara Ji Hyeon menatap Sung Yeol yang Myung Soo rasakan berbeda. Dengan kata lain, Myung Soo cemburu.

****

 

 

                Malam hari, Sung Yeol baru sampai di rumahnya. Dengan langkah yang lunglai seperti orang yang kehilangan separuh dari nyawanya itu ia perlahan menaiki anak tangga yang akan mengantarkannya menuju kamarnya itu.

 

                “Hyung…” panggil Sung Jong.

 

                Namun Sung Yeol tak menghiraukan panggilan Sung Jong itu. Ia hanya perlu menuju kamarnya. Ia ingin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Ia ingin tertidur dengan lelap hingga besok ia dapat terbangun dan menemukan bahwa semua yang telah ia alami itu hanyalah mimpi.

 

                “YA! Darimana saja kau?”

 

                Sebuah suara justru menyambutnya ketika Sung Yeol baru saja masuk ke dalam kamarnya yang bernuansa warna putih itu.

 

                “Ah, Sung Kyu Hyung…

 

                “Wae?  Kenapa kau terlihat seperti mayat hidup seperti itu?” tanya Sung Kyu.

 

                Sung Yeol hanya menjawab pertanyaan Sung Kyu dengan merebahkan tubuhnya di sofa yang berada di samping Sung Kyu.

 

                “Waeyo[6]? Apa kau baru saja bertemu dengan hantu? Atau kakekmu memarahimu lagi?” tanya Sung Kyu.

 

                “Lebih dari itu,” jawab Sung Yeol.

 

                “Wae? Wae? Wae?” tanya Sung Kyu.

 

                Sung Yeol menarik napasnya dalam dan lalu menghembuskannya dengan kasar. Cukup menandakan bahwa ia merasa yang tengah ia alami ini cukup memberatkan baginya.

 

                “Hyung, kau ingat dengan gadis yang baru ku kenal itu?” tanya Sung Yeol.

 

                “Ji Hyeon? Wae?” tanya Sung Kyu balik.

 

                “Aku menemukan sebuah kenyataan yang membuatku begitu terkejut, tapi aku juga tak bisa memungkirinya,” jawab Sung yeol. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Mwonyago[12]?” tanya Sung Kyu yang mulai penasaran dan tak mengerti dengan apa yang Sung Yeol katakan.

 

                Sejenak Sung Yeol terdiam. Mencoba untuk menepis semua pikiran buruk akan bayangan yang menari dalam pikirannya.

 

                “Hyung, kau tahu aku sangat menyukainya, bukan?” tanya Sung Yeol.

 

                “Ara[24]…” jawab Sung Kyu.

 

                “Tapi hari ini aku harus menemukan sebuah kenyataan bahwa dia…”

 

                Sung Yeol menggantung kalimatnya. Membuat Sung Kyu semakin penasaran.

 

                “Hyung, apa yang sedang kalian bicarakan?” tanya Sung Jong yang masuk dengan tanpa permisi ke kamar Sung Yeol dan memang sudah biasa seperti itu.

 

                Meskipun Sung Jong datang, namun rupanya Sung Yeol tak menghiraukan kedatangannya itu.

 

                “Dia sudah punya anak,” lanjut Sung Yeol.

 

                “MWO[25]?!” Sung Kyu terkejut bukan amin dengan apa yang baru saja Sung Yeol katakan.

 

                “Nugu?” tanya Sung Jong.

 

                “Ji Hyeon,” jawab Sung Yeol.

 

                “MWO?!” Sung Jong juga sama terkejutnya dengan Sung Kyu.

 

                “Bagaimana bisa?” tanya Sung Kyu.

 

                “Apa dia sudah menikah?” tanya Sung Jong.

 

                “Ah, aku juga tidak mengerti. Ji Hyeon memiliki seorang anak perempuan yang usianya sekitar 5 atau 6 tahun di usianya yang masih sangat muda. Ketika ku tanyakan tentang suaminya, Ji Hyeon justru tampak seperti menyembunyikannya dariku. Lalu ketika aku dan Jin Hye sedang bermain, seorang pria datang dan pria itu seolah seperti menyelidikiku,” jelas Sung Yeol.

 

                Sung Kyu dan Sung Jong hanya saling memandang ketika mendengar penjelasan dari Sung Yeol. Mereka bingung harus bagaimana menanggapi apa yang baru saja Sung Yeol jelaskan mengenai Ji Hyeon itu.

 

                “Aku bingung,” ucap Sung Yeol.

 

                “Wae?” tanya Sung Kyu.

 

                “Aku begitu menyukainya dan karena Ji Hyeon juga perlahan aku berubah untuk menjadi manusia yang lebih baik. Bahkan aku juga mulai menjalankan tanggungjawab yang kakek berikan padaku juga karena dia. Aku ingin mulai belajar bertanggungjawab dengan hidupku, sebelum nanti aku bertanggung jawab akan hidup Ji Hyeon. Tapi aku justru harus menemukan kenyataan ini,” jelas Sung Yeol.

 

                Memang benar, meskipun hanya melalui pertemuan singkat dan sebuah perkenalan yang berjalan belum lama ini, Sung Yeol sudah banyak berubah. Bahkan Sung Kyu dan Sung Jong sangat menyadari akan perubahan Sung Yeol tersebut. Sung Kyu dan Sung Jong juga mengetahui dengan benar bagaimana Sung Yeol begitu menyukai Ji Hyeon. Bahkan Sung Yeol sering menceritakan bagaimana ia ingin menikah dengan Ji Hyeon pada Sung Kyu dan Sung Jong.

 

                “Kau benar mencintainya?” tanya Sung Kyu.

 

                Sung Yeol terdiam. Untuk saat ini, ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Walaupun memang jauh dalam lubuk hatinya ia ingin sekali berteriak bahwa ia begitu mencintai Ji Hyeon.

 

                “Hyung, jika boleh ku berikan saran. Maka sebaiknya kau mencaritahu lebih jauh mengenai Ji Hyeon dan memastikan bahwa semua yang kau lihat hari ini tidak benar,” ucap Sung Jong.

 

                “Bagaimana aku harus memastikannya lagi sedangkan aku mengetahui hal ini di rumah Ji Hyeon?” tanya Sung Yeol. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Tapi kau belum mendengarkan penjelasan Ji Hyeon tentang semua ini,” ucap Sung Jong.

 

                “Geurae, kau perlu mendengarkannya langsung dari Ji Hyeon. Cobalah tanyakan langsung pada Ji Hyeon,” timpal Sung Kyu.

 

                “Bisakah aku melakukannya?” tanya Sung Yeol.

 

                “Hyung, jika kau benar mencintainya, maka kau harus selalu siap dengan jawaban apapun yang akan Ji Hyeon berikan dan jelaskan padamu,” jawab Sung Jong.

 

                “Jangan langsung mengambil kesimpulan hanya dari hal yang belum kau pastikan sepenuhnya,” timpal Sung Kyu.

 

                Sung Yeol terdiam. Ia mencoba mencerna setiap saran yang diberikan oleh Sung Jong dan Sung Kyu. Ia mempertimbangkannya baik-baik dan mencoba mempersiapkan dirinya untuk menerima kenyataan yang memang harus ia pastikan itu.

****

 

 

                Siang yang cukup terik dan waktu juga sudah menunjukkan bahwa ini adalah jam istirahat makan siang. Sung Yeol pun beranjak dari meja kerjanya dan hendak keluar dari ruangannya.

 

                “Hyung, mau kemana?” tanya Sung Jong yang berniat untuk mengajak Sung Yeol untuk makan itu. karena memang sejak tadi malam, Sung Yeol belum terlihat makan. Bahkan Sung Yeol juga melewatkan sarapan paginya.

 

                “Aku ingin pergi ke tempat Woo Hyun,” jawab Sung Yeol.

 

                “Untuk memastikan tentang Ji Hyeon?” tanya Sung Jong.

 

                Sung Yeol hanya menjawab pertanyaan Sung Jong dengan menganggukkan kepalanya.

 

                “Boleh aku ikut?” tanya Sung Jong.

 

                “Kaja,” jawab Sung Yeol.

 

                Sung Yeol dan Sung Jong pun menuju ke sekolah musik milik Woo Hyun. Selama di perjalanan, Sung Yeol tampak tidak fokus ketika menyetir. Jika saja Sung Jong tidak menyadarkannya, mungkin kejadian yang tak diinginkan akan terjadi.

 

                “Hyung,  menepilah sebentar. Biarkan aku yang menyetir. Karena ku lihat kau tidak fokus. Aku hanya takut terjadi sesuatu yang buruk jika kau menyetir dalam keadaan seperti ini,” bujuk Sung Jong.

 

                Sung yeol pun menepikan mobilnya sejenak. Sung Jong pun menggantikan Sung Yeol menyetir.

 

                “Hyung, aku memang tidak bisa merasakan beratnya beban pikiran yang tengah mengganggumu ini, tapi aku yakin kau bisa melaluinya. Dan aku juga yakin bahwa ada alasan yang jelas dan pasti di balik semua ini,” ucap Sung Jong.

 

                “Semoga saja semua sesuai dengan yang kubayangkan,” jawab Sung Yeol.

 

                Sung Jong dan Sung Yeol pun sampai di sekolah musik Woo Hyun. Saat berjalan menelusuri koridor yang akan membawanya menuju ruangan Woo Hyun, Sung Yeol sempat menghentikan langkahnya ketika melewati kelas biola yang di dalamnya tengah ada Ji Hyeon yang sedang mengajar murid-muridnya.

 

                “Ji Hyeon-a…”

 

                Sung Yeol menatap Ji Hyeon dari luar ruangan. Setiap ia menatap Ji Hyeon, memang ia dapat menemukan kedamaian dalam hatinya yang belum pernah ia temui sebelumnya. Namun di saat ini, kekhawatiran dan luka justru malah mulai mendominasi perasaannya. Seolah batinnya ingin berteriak dan berontak saat itu juga, namun ia mencoba tetap bersabar menahannya sebelum mendengar semua penjelasan dari Ji Hyeon.

 

                “Kaja…” ucap Sung Yeol.

 

                Sung Yeol dan Sung Jong pun kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju ke ruangan Woo Hyun. Kebetulan saat itu Woo Hyun juga sedang berada di ruangannya. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Oh, Sung Yeol-a, Sung Jong-a, wae?” tanya Woo Hyun. “Tidak biasanya kalian kemari berdua,”

 

                “Ada yang ingin kutanyakan padamu,” ucap Sung Yeol.

 

                “Mworago[12]?” tanya Woo Hyun.

 

                “Ini tentang Ji Hyeon,” jawab Sung Yeol.

 

                “Wae? “ tanya Woo Hyun.

 

                Sung Yeol menatap Woo Hyun. Roman keseriuesan begitu tampak dengan jelas di wajah Sung Yeol. Sungguh bukan merupakan hal yang biasa bagi Woo Hyun. Ia mulai mengantisipasi akan apa yang hendak Sung Yeol pertanyaka itu.

 

                “Apa kau tahu bahwa Ji Hyeon sudah memiliki seorang puteri?” tanya Sung Yeol.

 

                DEG!

 

                Sejenak jantung Woo Hyun seolah berhenti untuk berdetak ketika mendengar pertanyaan Sung Yeol. Sebuah pertanyaan yang memang sudah ia perkirakan akan Sung Yeol ajukan padanya. Namun ia tak pernah mengira bahwa Sung Yeol akan mempertanyakan akan hal itu secepat ini.

 

                “Kenapa kau tiba-tiba menanyakan tentang hal itu?” tanya Woo Hyun.

 

                ‘”Jawab saja pertanyaanku,” jawab Sung yeol.

 

                Woo Hyun menatap Sung Yeol. Ia memang tak bermaksud untuk menyembunyikan hal itu dari sahabatnya sendiri. Namun setidaknya ia harus menunggu saat yang tepat untuk memberitahukan akan hal itu pada Sung Yeol.

 

                “Geurae, ara…” ucap Woo Hyun.

 

                “Lalu, bagaimana dengan suaminya? Apa kau tahu tentang hal itu?” tanya Sung Yeol.

 

                “Aku tidak tahu apa-apa tentang hal itu. Yang aku tahu bahwa Ji Hyeon sudah memiliki seorang puteri,” jawab Woo Hyun.

 

                Seketika suasana terasa mulai memanas. Terlebih karena ini adalah tepat di tengah hari, ketika matahari sedang dengan bersemangatnya ‘membakar’ kota dan membuat cuaca menjadi panas.

 

                “Kenapa kau tidak memberitahukannya sejak awal?” tanya Sung Yeol.

 

                “Karena ku pikir, aku harus menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukanmu tentang hal ini,” jawab Woo Hyun.

 

                Sung Yeol menatap Woo Hyun. Sejenak perasaan kecewa menjamah batinnya ketika mengetahui bahwa sahabatnya sendiri mencoba menutupi hal itu dan tidak memberitahukannya dengan segera padanya. Karena jika saja Woo Hyun memberitahukannya sejak awal, mungkin Sung Yeol bisa mempersiapkan dirinya untuk menemukan kenyataan ini.

 

                “Apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan meninggalkannya setelah kau mengetahui dia memiliki seorang puteri?” tanya Woo Hyun.

 

                Sung Yeol terdiam. Pertanyaan yang saat ini Woo Hyun ajukan padanya adalah pertanyaan yang sejak semalam terus ia pikirkan jawabannya. Bahkan hingga saat inipun ia masih terpikirkan akan jawaban manakah yang harus ia pilih, juga dengan resiko dengan jawaban yang ia pilih.

 

                “Kenapa kau hanya diam?” tanya Woo Hyun.

 

                Sung Yeol hanya menatap Woo Hyun. Dalam batinnya masih berkecamuk tentang jawaban yang harus ia berikan pada Woo Hyun. Walau sejatinya, bibirnya ingin segera melontarkan jawaban yang begitu sulit ia temukan itu.

 

                “Apa diam ini artinya kau akan meninggalkan Ji Hyeon?” tanya Woo Hyun.

 

                “Woo Hyun Hyung!” Sung Jong merasa kesal dengan Woo Hyun yang terus mencoba untuk menyudutkan Sung Yeol, namun Sung Yeol mencoba meredam kekesalan adiknya itu.

 

                “Aku tidak menyangka. Hanya karena kau menemukan bahwa Ji Hyeon telah memiliki seorang puteri, lalu kau bersikap seperti ini. Sungguh ini bukan seperti seorang pria. Jika kau meninggalkan Ji Hyeon hanya karena hal ini, maka di mataku kau hanyalah seorang pecundang,” ucap Woo Hyun. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Apa benar kau adalah sahabatku?” tanya Sung Yeol.

 

                Woo Hyun menatap Sung Yeol. Ia merasa bahwa sebelum ia memperkenalkan Sung Yeol pada Ji Hyeon, mereka adalah sahabat baik. Namun saat ini, ia justru merasa bahwa ia sedang menghadapi musuhnya. Ia merasa bahwa Sung Yeol telah menjadi seorang pengkhianat. Walaupun memang adalah kesalahannya sendiri yang tak pernah menceritakan pada Sung Yeol bahwa ia menyukai Ji Hyeon sejak lama. Bahkan sebelum Sung Yeol bertemu dengan Ji Hyeon.

 

                “Nam Woo Hyun!”

 

“Jawab saja apa yang kutanyakan dan jangan mengalihkan pembicaraan. Aku ingin mendengar jawabanmu sebagai seorang pria,” ucap Woo Hyun.

 

                Sung Yeol menatap Woo Hyun tajam. Jika saja ia tidak ingat akan persahabatan mereka selama ini, mungkin ia tidak akan mau mencoba untuk mengerti mengapa Woo Hyun bersikap seperti ini.

 

                “Lee Sung Yeol!”

 

                “Aku…”

 

 

 

 

To be continued…

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet