Hyung1

Hyung
Please Subscribe to read the full chapter

Hyung

 

Jeon Wonwoo

Jeon Jungkook

 

V-stigma

 

 

Prologue

 

“Hyung” Wonwoo masih bergeming.

“Hyung, tolong katakan sesuatu.” Tak ada perubahan dari raut wajah Jeon Wonwoo. Tak ada niatan bagianya untuk menjawab panggilan untuknya.

“Hyung ini sudah satu tahun semenjak kecelakaan itu, kumohon, katakan sesuatu. Apa aku benar-benar tidak bisa di maafkan? Maafkan aku Hyung. Kumohon.” Wonwoo langsung berlalu meninggalkan adiknya yang mematung berdiri di depan tv setelah mencegatnya. Wonwoo sudah tak tahan dengan suara adiknya apalagi jika harus mengatakan kecelakaan itu. Kepergian Wonwoo membuat diri seorang Jeon Jongkook membeku. Tak menyangka jika kakaknya akan terus seperti ini.

 

 

 

“Hyung, kita melakukan upacara peringatan kematian bersama saja ya Hyung. Ini tahun ketiga, apa kita harus melakukannya terpisah lagi?” ingin rasanya Jungkook menggennggam tangan kakaknya. Jungkook ingin menyalurkan rasa rindunya, dia ingin di saat menghadap makam orang tuanya, mereka datang bersama-sama, bukan sendiri-sendiri bagaikan orang asing.

“Diamlah, lakukan kewajibanmu sendiri.” Wonwoo kembali melangkah masuk ke mobil pribadinya, meninggalkan Jungkook yang sudah berlinangan air mata. Tak hanya Jungkook, dirinya pun sakit, setiap melihat Jungkook , Wonwoo selalu mengingat kejadian itu. Kejadian dimana hari kelamnya di mulai.

 

 

 

“Eomma, aku ingin beli sepatu baru di daerah Hongdae itu, waktu kita kesana aku sudah mengincarnya, karena aku sudah beli dua sepatu waktu itu, aku mengurungkan niatku. Eomma, ini sudah sebulan , belikan aku sepatu itu ya ya ya.” Rengek anak berusia sebelas tahun, Jeon Jungkook. Anak bungsu keluarga Jeon yang sangat di manja oleh kedua orang tuanya dan kakak tersayangnya.

“Kookie, bukankah yang kemaren masih bagus?”

“Tapi Eomma, aku ingin sepatu itu huwwwee.” Jungkook tambah merengek.

“Jangan di turuti Eomma, nanti kamar Jungkook isinya cuma sepatu. Nanti jadinya Kookie tidurnya di atas sepatu.” Ledek Wonwoo yang sedang mengunyah ciki favoritnya.

“Huaa Eomma, aku tetap mau sepatu itu.” Jurus andalan Jeon Jungkook di keluarkan, puppy eyes nya dan gigi kelinci yang menggemaskan membuat ibunya berdecak, kalau begini caranya mana bisa ia menolak keinginan anak bungsunya.

“Arraseo. Eomma akan meminta Appa untuk mengantar kita kesana. Tapi cium Eomma dulu.” Jungkook menyengir lebar dan segera berhambur mencium pipi Eommanya, tak hanya sekali tapi berkali-kali.

“Besok saja Eomma, bukankah Eomma berjanji akan mengajariku memasak hari ini? Aku sudah berjanji pada Jihoon akan membuatkannya makanan.” Wonwoo mengerucutkan bibirnya. Kesal, Eommanya lupa akan janjinya.

“Oh iya, duh bagaimana dong Kookie, Eomma sudah berjanji pada Hyungmu.” Wajah Eomma-nya menampakkan raut memelas.

“Huaa Eomma jahat. Aku ingin sepatu.” Air mata sukses mengalir di pipi chubby Jeon Jungkook.

“Iya, iya kita pergi sayang.”“Appaaa” mendengar suara Appanya, Jungkook lalu berlari menghampiri Appanya masih dengan air mata yang terus mengalir. Tuan Jeon langsung menggendong manja anak bungsunya dan membersihkan air mata serta ingus Jungkook.

“Kita akan beli sepatu sekalian beli peralatan untuk memasak Wonwoo, bagaimana?” Tanya sang Appa.

“Tapi Appa, ini sudah siang, lagian bahan-bahannya sudah ada.” Wonwoo tak mau kalah.

“Kita turuti dulu adikmu dulu. Eomma pasti akan membantumu belajar memasak. Ayo siap-siap.”

“Aku gamau ikut.” Wonwoo mengerucutkan kembali bibirnya dan menyilangkan tangannya di dadanya..

“Eii beneran?”

“Gatau.” Wonwoo berlari menuju kamarnya.

 

“Wonie, ayo ikut sayang.” Bujuk Eomma-nya kepada Wonwoo yang sedang tengkurap di kasur ironman nya, mode ngambek. Tangan halus Eomma-nya mengelus pelan surai putra sulungnya.

“Gamau, Wonie mau tidur aja.” Jawab Wonwoo agak ketus.

“Beneran? Appa ada yang akan di beli jadi mengiyakan Jungkook. Setelah ini Eomma akan mengajarkanmu memasak. Ayo ikut sayang.”

“Tidak Eomma, aku menunggu di rumah saja.” Wonwoo memutar tubuhnya menjadi posisi terlentang.

“Benarkah? Baiklah akan Eomma belikan banyak jajan untukmu.” Ucap sang Eomma lalu mencium kening anaknya dan beranjak dari kasur ironman tersebut.

“Perasaan Wonie tak enak.”

 

“Appa ayo cepat pulang. Kasian Wonwoo di rumah.” Istri Tuan Jeon menarik lengan baju suaminya, perasaannya tak enak meninggalkan anak sulungnya sendirian di rumah.

“Ayo, Kookie ayo cepat ke mobil.”

“Ne Appa.” Jungkook berlari menyusul kedua orang tuanya setelah melihat miniature rumah yang membuatnya agak tertarik.

Di perjalanan pulang, suasana mobil di isi dengan celotehan baru si bungsu. Jungkook menceritakan apa saja yang ia lihat dan memberikan list barang yang akan ia beli lagi jika kesana. Appa Eomma hanya tertawa mendengar penuturan anaknya, banyak sekali maunya.

“Eomma, apa Hyung akan suka dengan sepatu pilihanku?”

“Tentu suka. Jadi Kookie merengek minta itu karena ingin punya sepatu kembar dengan Hyung?” Tanya Eommanya sambil memutar tubuhnya melihat anaknya yang duduk di kursi belakang.

“Ne Eomma, sepatu ini sangat lucu. Aku akan mengajak Hyung jalan-jalan dengan sepatu ini.”

Saat kembali menghadap ke depan, Ny. Jeon menganga melihat truk yang oleng di depannya.

“Appa minggir.” Teriak Ny. Jeon.

“Kalian awas, Jungkook berlindung d balik kursi.” Teriak Tn. Jeon. Jungkook di belakang sudah gemetaran memeluk dua pasang sepatu yang baru di belinya.

Tak bisa di hindari, saat hendak banting setir ke pinggir, mobil di sampingnya menyalip, tabrakan tak bisa di hindari.

“Hyung.” Teriak Jungkook ketakutan sedetik sebelum ia tak sadarkan diri. Jalan menjadi kacau, tabrakan beruntun terjadi. Orang berlalu lalang mendekat ke lokasi tabrakan, ada yang menelpon ambulans, ada yang beberapa mencoba mengeluarkan korban dari dalam mobil.

 

“Tuan muda, bangun tuan.” Supir pribadi keluarga Jeon mengguncang agak kasar tubuh Jeon Wonwoo yang masih terlelap dalam tidurnya.

“Tuan bangun.”

“Eung, ada apa Ahn Ahjushi?” Wonwoo menggeliat lalu mencoba mendudukkan dirinya.

“Tuan.” Suara nya melemah.

“Kenapa Ahjushi?” Wonwoo mengucek-ngucek matanya.

“Mari ke rumah sakit.” Ahn Ahjushi memberanikan diri untuk menatap manik Wonwoo.

“Hah? Kenapa?” Masih mencoba mengumpulkan nyawa, Wonwoo juga terbingung mendnegar penuturuan supir pirbadinya.

“Tuan Besar dan Nyonya Besar serta Kokiee kecelakaan.” Kali ini Ahn Ahjushi kembali menunduk tak sanggup melihat mata mungil memancarkan kesedihan.

“Apa ahjushi? Aku mungkin masih mimpi.” Debaran di jantung Wonwoo menggebu-gebu, terasa sakit. Namun ia coba menyangkal, berharap ini bagian dari mimpi siangnya.

“Mari ikut Tuan.” Ahn Ahjushi meletakkan tangannya di bahu Wonwoo. Kini ia merasakan goncangan di bahu kecil itu. Ledakan tangisan Wonwoo menggema. Ketegaran Ahn Ahjushi runtuh, ia mencoba sekuat tenaga tegar di hadapan makhluk kecil mungil yang sudah ia layani dari kecil namun semua sia-sia, air matanya ikut lolos. Sungguh sakit melihat penderitaan makhluk kecil kesayangannya.

“Eomma, hiks Appa.” Jeritan Wonwoo mengisi seluruh ruangan rumah itu. Dengan di gendong Ahn Ahjushi , Wonwoo masuk ke mobil menuju rumah sakit.

“Wonie kau sudah sampai sayang?” adik dari Appanya berlari menghampiri Wonwoo dengan keadaan tak kalah kacaunya dengan Wonwoo.

“Imo, imo, hiks, bagaimana orang tuaku?” Wonwoo mencengkram erat baju Imo nya.

“Maafkan Imo.” Tangis Imo-nya pecah, perasaan sakit menjalar di dada Wonwoo. Kenapa Imo-nya harus minta maaf?

“Imo dimana Kookie?” Wonwoo mencoba lebih tenang.

“Kookie,dia baik-baik saja, sedang di rawat, tulang tangan kanannya patah.” Imo-nya melepas pelukannya, namun tak berani menatap keponakan kesayangannya.

“Lalu dimana Eomma Appa?”

“Maafkan Imo” hanya itu yang bias ia ucapkan, lidahnya kelu untuk mengucapkan lebih dari itu.

“Kenapa Imo meminta maaf terus?”

“Eom-ma dan A-Appa Wonie.” Sulit. Wonwoo masih diam meunggu lanjutan dari Imo-nya.

“M-me-mereka, mereka, meninggal.” Sang Imo mencoba menatap manic kecil di hadapannya. Mendengar itu Wonwoo tegang, tubuhnya serasa membeku. Bukan ini yang ia harapkan. Air mata lolos kembali dengan perlahan, namun tak ada teriakan, mulutnya pun masih tertutup rapat.

Imo mengajak Wonwoo menemui Jungkook. Kondisi Jungkook cukup memprihatinkan, kepalanya di balut terban, tangannya pun di perban, mukanya, banyak goresan di mukanya. Wonwoo berdiri di samping ranjang Jungkook, hanya berdiri, dengan ekspresi datarnya, tak ada niatan untuk menyentuh adik tersayangnya. Jungk

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet