Cybernetic Organism [Cyborg]

Cybernetic Organism [Cyborg]
Please Subscribe to read the full chapter

Kehidupan yang Woohyun dapatkan sekarang sangatlah sempurna. Woohyun mendapatkan kekasih yang memahaminya, benar-benar menomor satukan dirinya di setiap keputusan yang harus dia ambil. Dari setiap perilaku yang dia tunjukan kepada Woohyun, Sunggyu tak pernah gagal membuat Woohyun selalu merasakan begitu  di cintai. Mereka tinggal di lantai 10 apartemen yang Sunggyu miliki sendiri. Sunggyu sosok yang sempurna di mata Woohyun. Meski dia sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai Branch Manager di perusahaan permata yang notabene adalah milik ayah Sunggyu sendiri, Sunggyu tidak pernah membuat Woohyun merasakan kesepian.
Woohyun sendiri bekerja sebagai arsitek. Waktu di habiskan oleh Woohyun lebih banyak di apartemen. Meski begitu, Sunggyu akan memastikan Woohyun selalu makan tepat waktu dan seringkali membantu Woohyun mendapatkan ide design ketika Woohyun mengalami kejenuhan.
Orangtua Woohyun sudah tidak ada, Woohyun hanya memiliki Sunggyu dan kedua orangtua Sunggyu membuat Woohyun merasakan bahwa orangtua Woohyun masih ada. Mereka menyayangi Woohyun sama seperti Sunggyu menyayangi Woohyun.
Semua benar-benar sempurna.
Hingga suatu hari semua berubah tiba-tiba. Di malam yang di penuhi oleh deru derasnya hujan dan gemuruh guntur memecahkan langit Seoul.
"Hyunie, aku akan pulang agak terlambat dari biasanya," ucap Sunggyu di ujung saluran handphone.


"Lembur ya?" tanya Woohyun perlahan, namun Woohyun tahu Sunggyu bisa mendengar nada kecewanya. Woohyun lebih sensitif di malam hari, apalagi saat hujan seperti ini.


"Oh, tidak...hanya saja mobilku tiba-tiba mogok," sahut Sunggyu. Woohyun bisa membayangkan ekspresi kesal Sunggyu.

"Aku harus menunggu Dongwoo selesai menyiapkan laporan hariannya untuk bagian marketing sehingga bisa menumpang pulang. Hujannya benar-benar lebat..." sambungnya.


"Biar aku saja yang menjemputmu," respon Woohyun cepat. "Hanya 20menit, jika kau menunggu Dongwoo kau mungkin akan menunggu berjam-jam."


Ucapan Woohyun memiliki alasan kuat. Dongwoo sangat senang menghabiskan waktu di kantor. Dia sangat mudah terganggu oleh hal-hal kecil sehingga laporan yang seharusnya selesai 15 menit biasa menjadi 1 jam. Apalagi Hoya ada di sana. Mereka tidak akan mau berpisah dengan cepat.


"Hmm...tapi, hujannya sangat lebat Hyunie," sahut Sunggyu dengan nada khawatir.


"Baby..." panggil Woohyun dengan perlahan, berhasil membuat Sunggyu tersenyum malu di ujung saluran telepon. "Aku akan menjemputmu, jangan khawatir. Aku tidak mau makan malam kita sampai tidak enak lagi karena menunggumu terlalu lama, okay!"


Sunggyu terkekeh. Tidak bisa membantah, hanya memiliki pilihan untuk mengiyakan.


Namun hingga berjam-jam Woohyun tak kunjung datang. Sunggyu akhirnya mendapatkan panggilan namun bukan dari Woohyun, melainkan dari sosok yang tidak pernah Sunggyu bayangkan akan menelponnya di malam buta di bawah hujan deras dan gemuruh. Penyesalan tergambar jelas di wajah Sunggyu.
***
Woohyun terbangun dari tidurnya dengan sosok Sunggyu di pelukkannya. Cahaya mentari pagi mengintip di balik penutup jendela kamar mereka yang berwarna putih bersih, warna kesukaan Sunggyu. Woohyun membelai wajah Sunggyu, ada beberapa kerutan yang mulai muncul. Namun Woohyun mengernyitkan dahinya ketika telapak tangannya mengusap bekas air mata yang telah mengering di pipi Sunggyu. Sudah sebulan terakhir Woohyun merasakan ada hal yang berbeda dengan diri Sunggyu. Sunggyu seakan menjaga jarak darinya, terlalu lama berpikir sebelum berucap membuat Woohyun merindukan sosok Sunggyu yang blak-blakan. Woohyun juga sangat sering mendapati bekas air mata di pipi chubby Sunggyu. Apakah Sunggyu sedang ada masalah?


Pagi sabtu, Sunggyu akan berada seharian di rumah. Woohyun memutuskan untuk membuatkan sarapan untuk Sunggyu. Ketika Woohyun baru saja meletakkan omelette di atas piring, Sunggyu mendekati meja di dapur.


"Pagi Hyunie," sapa Sunggyu dengan setengah menguap.


"Sudah cuci muka, babe?" tanya Woohyun sembari mengecup pipi kiri Sunggyu. Sunggyu mengangguk. Woohyun tersenyum dan memberikan Sunggyu sarapannya. Sunggyu bergumam Woohyun bisa menjadi chef jika designnya selalu membuatnya stres.


"Meski membuatku stres, aku menikmati pekerjaanku, baby," sahut Woohyun.


"Hmm, tentu," tanggap Sunggyu dengan senyuman.


"Bagaimana denganmu, babe? Apa kau ada masalah di kantor?"


Mendengar pertanyaan Woohyun, Sunggyu mengernyitkan dahi lalu menjawab,"Tidak ada masalah yang serius. Seperti biasa, para investor terkadang terlalu menuntut banyak hal mengenai pembagian profit."


"Lalu...apa kau memiliki masalah denganku?"


Sunggyu tertegun mendengar pertanyaan Woohyun.


"Maksudmu? Aku tidak mengerti Hyunie."


Woohyun menghela napas, terlanjur mengungkit masalah ini untuk mundur sekarang. Woohyun berucap,"Kau...kau bersikap berbeda sebulan terakhir baby. Aku merasa seperti ada yang berbeda, ada yang salah. Di tambah...aku tahu kau selalu menangis sebelum kau tidur."


Sunggyu membuka mulutnya untuk membantah, tapi tidak ada kata yang bisa dia ucapkan. Sunggyu memilih diam. Woohyun menghela napas kecewa.


"Maafkan aku Hyunie," akhirnya Sunggyu memecahkan keheningan. "Ini bukan salahmu, ini salahku."


Woohyun menatap lekat kedua bola mata cokelat Sunggyu. Ada perasaan penyesalan yang dalam tercermin di sana. Salah? Apa yang salah? Bukankah hubungan kita baik-baik saja? Hubungan kita sempurna!. Woohyun ingin berterika, namun tiba-tiba Woohyun merasakan pukulan keras di bagian dadanya. Pukulan yang membuatnya terbatuk dan berhasil membuat Sunggyu benar-benar panik. Pukulan yang berasal dari dalam tubuhnya.


"Hyunie! Kau bisa mendengarku? Tarik napas yang dalam. Tenang, Hyunie," ucap Sunggyu mencoba menenangkan Woohyun, namun dirinya sendiri terlihat begitu panik. Woohyun mengikuti instruksi Sunggyu. Nyeri yang dia rasakan berkurang.


"Kau bisa berdiri? Aku akan membantumu ke kamar," ucap Sunggyu seraya menopang sebagian tubuh Woohyun. Woohyun hanya mengikuti keinginan Sunggyu, terlalu kaget dengan apa yang dia rasakan. Setelah Woohyun terbaring dengan selimut tebal dan tiba-tiba merasa begitu lelah.


"Hyunie, katakan kepadaku apa ada hal aneh yang kau rasakan dengan tubuhmu selain di dadamu?"
Meski pertanyaan Sunggyu terdengar aneh, Woohyun tetap menjawab dengan gelengan. Terlalu lelah untuk berpikir lebih jauh.


"Hyunie, sebelumnya apa kau pernah mengalami hal yang sama tanpa aki ketahui?"


Lagi-lagi Woohyun menggeleng.


"Okay..." respon Sunggyu perlahan. "Istirahatlah, aku akan memasak makan siang untuk kita hari ini nanti. Kau bisa tidur hingga jam makan siang."


"Peluk aku, baby," ucap Woohyun tanpa membuka mata yang langsung mendapatkan persetujuan Sunggyu. Tetesan air mata Sunggyu membasahi kedua matanya tanpa sepengetahuan Woohyun
***
"Saya dari CM Cungmu Hospital,  Nam Woohyun mengalami kecelakaan dan sekarang sedang kami tangani. Kami mengharapkan kehadiran anda segera."


Sunggyu tidak bisa mengungkapkan perasaan yang menghantamnya ketika mendengar nama Woohyun dan Rumah Sakit di satu kalimat bersamaan. Perasaan tak percaya dan penyesalan jelas bercampur aduk. Sunggyu termangu, bayangan hidup tanpa sosok Woohyun memutarkan skenarionya terburuk di benak Sunggyu. Ketika Dongwoo mengguncang-guncangkan pundaknya, Sunggyu hanya bisa merespon dengan aliran air mata tanpa henti yang tanpa sadar telah membasahi wajahnya. Sunggyu menjelaskan dengan terbata-bata, mengulang-ulang kata Woohyun, rumah sakit, berulang-ulang. Untungnya Dongwoo mengerti. Bersama Hoya, Dongwoo menemani Sunggyu dan menyaksikan pria berumur 30 tahun itu terlihat begitu terpuruk dan lemah oleh sosok 25 tahun yang begitu dia cintai, Nam Woohyun.


Sunggyu begitu membenci aroma rumah sakit. Aroma-aroma aneh yang membuatnya pusing. Terakhir Sunggyu mendatangi rumah sakit adalah ketika salah satu karyawannya pingsan karena alergi makanan, Sunggyu berbaik hati membawanya ke rumah sakit dan menanggung semua biaya. Namun, kini saat sosok yang paling dia cintai terbaring tak berdaya di ruang operasi, Sunggyu merasakan aroma rumah sakit sedikit berbeda. Aroma itu tidaklah membuatnya pusing. Aroma itu memberikannya sebuah harapan, harapan untuk terus berdo'a agar orang yang dia cintai bisa terus bertahan, memeluknya lagi, menghabiskan waktu bersama lagi. Melihat senyuman bodoh sosok Nam Woohyu  lagi. Begitu banyak kenangan, semua tak seharusnya berakhir dengan Sunggyu kehilangan sosok Woohyun.


"Siapa yang bertanggung jawab untuk pasien Nam Woohyun?"


Pertanyaan dokter membuat Sunggyu segera berdiri. Dongwoo dan Hoya mengekor di belakang.


"Bagaimana keadaannya, Doc?" tanya Sunggyu tak sabar.


"Kami sudah melakukan operasi maksimal. Untuk sementara dia baik-baik saja," jawab dokter tenang.


"Apa maksud anda 'sementara'?!" tanya Sunggyu dengan nasa tinggi. Dongwoo memeluk pinggang Sunggyu mencoba menenangkan.


"Ikut saya, saya akan menjelaskan lebih terperinci di ruangan saya."


Sunggyu duduk berhadapan dengan dokter, di temani Dongwoo di sampingnya. Hoya mengamati kedua teman sekaligus atasannya dari belakang dengan ekspresi gusar.
Dokter Park dengan tenang menuliskan sesuatu di atas kertas lalu meletakkan

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ain112 #1
Chapter 1: Jadi teringat kemaren habis nonton film yang hampir sama... namun semua berbeda... hanya kisahnya sama, kekasih yang meninggal karena kecelakaan dan akhirnya dimasukkin chip biar bisa hidup lagi... kalau disini happy ending... disana sad ending... keren thor... semangat untuk karyanya
ambar_namstar
#2
Chapter 1: Wow, ini eonni shinigami_icha yeth?????? Keknya familiar sama gaya bahasanya。^‿^。(^_^)
yulianichang #3
Makasih author uda buat aku bacanya senyum miris senang undrescriptable lagi deh. What a good story!!
steffytangkeallo #4
Chapter 1: Hwaaaaa aku suka ceritanya . Tapi gak ada sekuel author ??? Kan lebih bagus kalau Woohyun tau kebenarannya terus ada konflik. Kan lebih bagus kalau konfliknya agak berat gitu hahhaha . Lanjut author