Home Run

Home Run

Seharusnya, Yuto memang tidak perlu mempercayai Wooseok.

Dua tahun berteman dengan pemuda itu seharusnya memberinya pelajaran bahwa Jung Wooseok tidak bisa dipercaya. Pemuda itu memang hobi sekali membuat orang lain repot karena keusilannya yang tidak bermanfaat.

Pemuda yang terpaut usia hanya satu minggu dengannya itu menghampirinya dengan wajah gembira pagi tadi, mengatakan bahwa Hongseok membatalkan latihan klub rutin karena cuaca akhir-akhir ini sedang memburuk. Ditambah wajah Jinho terlihat damai sekali hari ini, membuat Yuto semakin percaya bahwa latihan rutin benar-benar dibatalkan.

(Ngomong-ngomong, Jinho selalu memiliki kerutan stress di keningnya—entah karena urusan klub atau statusnya sebagai siswa kelas akhir, tetapi sepertinya karena urusan klub karena Jinho itu maniak belajar.)

Jadi tanpa basa-basi, begitu bel sekolah berbunyi, Yuto langsung melesat keluar dari kelasnya. Cukup sudah ia lelah karena ujian fisika yang membuatnya memutar otak lebih keras dari biasanya—dikarenakan berbagai macam istilah fisika dalam bahasa Korea yang sedikit asing di telinganya.

Kini Yuto duduk manis di dalam bus arah ke rumahnya dengan hati terasa ringan, sebelum mendapat telepon dari Hongseok.

“KAU DI MANA, ADACHI YUTO?”

Kening Yuto berkerut. “Di perjalanan pulang,” jawabnya, bingung mengapa Hongseok menggunakan nada marah ke arahnya. “Kenapa, hyung?”

“KAU BERNIAT BOLOS LATIHAN? SUDAH MERASA JAGO BERMAIN BISBOL?”

“Bukankah hyung membatalkan latihan hari ini?” tanya Yuto, menggaruk pelipisnya yang tidak terasa gatal. Ia tidak tuli, jelas-jelas tadi ia mendengar Wooseok mengatakan bahwa latihan hari ini dibatalkan.

Woo ... seok.

“AH KEPARAT!”

.

Hwitaek menghela napas sambil mengusap wajahnya. “Suasana hati Hongseok sedang tidak baik hari ini, dia mendapat nilai D di Ekonomi. Itu membuatnya sangat kecewa dan menjadikan seluruh anggota klub sebagai pelampiasan,” jelas Hwitaek kepada Yuto yang masih terengah. Kapten tim itu memberikan sebotol air mineral ke Yuto. “Minumlah dulu sejenak lalu kau lanjutkan ‘hukuman’ dari Hongseok.”

Yuto menerima air tersebut dan meminumnya. Wooseok memang sadis, mengerjainya dengan sangat ketelaluan. Ia membuat Yuto harus turun di halte entah-mana dan berlari kembali ke sekolahnya. Ia tidak menggunakan bus karena bus arah balik datang setengah jam lagi, beruntunglah Yuto hanya perlu berlari satu kilometer.

Bahkan ketika Yuto sudah sampai di lapangan bisbol sekolahnya, Wooseok hanya menyeringai usil dan melayangkan tanda ‘peace’ dengan tangannya sementara Hongseok terlihat ingin membunuhnya.

“Tapi setidaknya kau harus bersyukur, Hongseok hyung hanya menyuruhmu memukul lima puluh lemparan bolaku,” celetuk Changgu sambil memasang sarung tangan Pitcher-nya. “Ini juga hukuman untukku, sih, karena datang terlambat sepuluh menit.”

Yuto hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak mengerti pola pikir Hongseok. Wakil kaptennya itu orang yang baik dan perhatian, tetapi memang jika mood-nya sedang buruk ia akan berubah menjadi pribadi yang menakutkan. Hwitaek sebagai kapten bahkan tidak bisa menahannya. Biasanya Jinho—yang notabene kekasih Hongseok—bisa menahannya, tetapi entahlah. Mungkin Hongseok benar-benar kecewa dia mendapat nilai D di mata pelajaran favoritnya.

Yuto memasang sarung tangannya dan meraih pemukulnya, berdiri sebelum merangkul Changgu. “Ayo, aku sudah siap.”

Changgu menyeringai ke arahnya dan memukulnya dengan main-main di bahu.

.

“Pukulanmu semakin baik. Kini kau bahkan bisa memukul lemparan curveball Changgu dengan sempurna,” komentar Jinho dari pinggir lapangan, membuat Yuto tersenyum senang sambil mengelap[ keringatnya. “Kau bisa menambah kecepatan lemparanlu lagi, Changgu? Aku penasaran apa lemparanmu bisa menyentuh angka 100 km per jam.”

“Dia gila,” desis Changgu ke arah Yuto. “Aku sudah melempar lebih dari lima puluh kali dan telunjukku sudah lecet.”

“Mengapa kau tidak meminta break sebentar?” tanya Yuto, alisnya terangkat. “Hongseok hyung tidak akan marah, toh, dia tahu kita sudah melaksanakan hukuman darinya dengan baik.”

Changgu mengerucutkan bibirnya, tampak menimbang-nimbang sejenak sebelum kembali mengambil bola dari keranjang di dekat kakinya. “Akan kucoba sekali lagi,” katanya, mengusap-ngusapkan kedua tangannya dengan bedak agar tidak licin. “Aku juga penasaran, sih. Rekorku adalah 84 km perjam, dan kau dengan Hongseok hyung masih dapat memukulnya dengan kecepatan yang lumayan.”

“Kau yakin, hyung? Aku tidak ingin mencederaimu,” ujar Yuto, khawatir sendiri dengan rekan setimnya.

Changgu tertawa. “Sangat yakin. Kau tidak perlu khawatir, Yuto-kun.” Ia tersenyum sangat lebar. “Ayo, pasang kuda-kuda. Aku akan melemparnya dengan sangat kuat dan sangat sulit.”

Yuto pun langsung dalam posisi bersiap.

Ia melihat bola datang dari arah Changgu dengan jelas dan cepat, jauh lebih cepat dengan bola-bola yang telah dilempar oleh kakak kelasnya tadi. Begitu bola sudah dekat, Yuto memukulnya dengan sekuat tenaga pula.

Bola tersebut terasa sangat berat saat ia pukul, dan juga pukulannya terasa sangat kencang.

“Uwaa ...” Bahkan Jinho sampai berdiri dari posisi berjongkoknya untuk melihat kemana arah bola itu melayang. “Kau bisa mencetak home run dengan pukulan sekencang itu, Yuto.”

Changgu menoleh ke Yuto dengan mata berbinar. “Astaga, itu pukulan yang keren sekali!” soraknya dengan senang. “Hongseok hyung tidak akan marah lagi jika semua bola klub hilang karena kita berdua berlatih dengan jenis lemparan seperti ta—Yanan!” Changgu tidak menyelesaikan perkataannya, ia langsung berlari meninggalkan posisinya.

Di luar lapangan bisbol sana, seorang pemuda tersungkur jatuh menghadap tanah.

Tanpa perlu diberitahu, Yuto yakin ia telah membuat masalah baru.

.

Yuto berjalan mondar-mandir di dalam UKS, sesekali melirik sosok pemuda yang terbaring tak sadarkan diri di salah satu kasur UKS dengan kening terbalut kasa. Dia tidak menduga pukulannya yang epik tadi akan menjatuhkan korban.

“Astaga,” desahnya pelan, merasa frustasi sendiri. Hongseok mengijinkannya tidak mengikuti latihan untuk menemani korbannya sampai siuman, membuatnya berjanji akan berusaha lebih keras lagi di latihan selanjutnya. “Maafkan aku, sunbae.”

Ya, yang terkena bola hasil pukulannya adalah seorang senior. Terlebih lagi, senior tersebut adalah teman akrab dari Changgu. Tak heran mengapa Changgu langsung kelabakan sendiri begitu mengetahui siapa korbannya. Yuto benar-benar sial hari ini.

“Eugh,”

Sebuah rintihan pelan berhasil membuat Yuto terkejut. Ia menoleh dan menemukan kakak kelasnya berusaha bangkit dari posisi rebahannya sambil memegangi kepalanya. Uh, rasanya pasti sangat sakit. Yuto langsung mendekatinya dan membantunya untuk bersandar pada kepala kasur untuk membuatnya merasa baikan.

Kakak kelasnya itu mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak lalu memandang Yuto dengan mata besarnya. Senyum malu-malu terulas di bibir itu, membuat Yuto terdiam. “Terima kasih telah menolongku,” ucap pemuda itu dengan suaranya yang halus. “A-Aku pasti merepotkan banyak orang.”

“Changgu hyung dan aku yang membawa sunbae ke UKS, jadi sunbae tidak merepotkan banyak orang,” jelas Yuto, menyerahkan segelas air mineral ke pemuda itu. “Aku minta maaf bahwa bola yang kulempar mengenai kepala sunbae. Itu tidak sengaja, sungguh.”

“Tidak apa-apa,” jawab sunbae-nya pelan. Suara itu sungguh terdengar adiktif, Yuto tidak akan keberatan mendengarkannya berulang-ulang. “Maaf merepotkan.”

Hening kembali menyergap di antara mereka berdua, membuat Yuto bisa mempelajari profil kakak kelasnya dengan lebih jauh. Pemuda itu tinggi, sedikit lebih tinggi darinya tetapi wajahnya sangat manis. Kulitnya putih bersih, kontras dengan kulit Yuto yang agak gelap. Ada sedikit rona di pipinya, membuat Yuto penasaran bagaimana rasanya mencubit pipi yang terlihat menggemaskan tersebut.

“Namaku Adachi Yuto,” ujar Yuto secara tiba-tiba. Kakak kelas itu mengangkat wajahnya, membuat Yuto langsung merasa salah tingkah karena melakukan hal yang aneh. “Aku kelas 10. Siapa nama sunbae?”

“Yan An,” jawab kakak kelasnya dengan singkat. Ketimbang terlihat sombong, Yuto sangat yakin bahwa kakak kelasnya merasa malu—terlihat jelas dengan raut wajahnya yang berubah menjadi malu dan pipinya yang makin memerah. “Salam kenal.”

Yuto yakin Yanan juga merupakan pendatang sepertinya. Aksen Mandarin yang kental dan terdengar menggemaskan, wajah terlampau oriental yang jelas berbeda dengan wajah orang Korea, dan nama yang juga bukan nama Korea. Benar-benar manis.

“Sekali lagi aku minta maaf, Yanan sunbae.” Yuto membungkuk sembilan puluh derajat, membuat Yanan langsung mengibas-ibaskan tangannya dengan panik. “Aku akan mengantarkan sunbae pulang.”

“T-Tidak perlu, aku baik-baik s-saja!” tolak Yanan dengan kikuk, membuat Yuto ingin terkekeh karena pemandangan super imut yang terhidang di depan matanya. “Aku bisa berjalan pulang sendiri! Adachi-ssi tidak perlu repot-repot.”

Yuto tidak bisa menahan dirinya untuk tertawa kecil. “Yuto saja, sunbae. Tidak perlu seformal itu denganku,” jelas Yuto, sedikit mendekatkan wajahnya ke wajah Yanan. “Lagipula, aku tidak mau mencari gara-gara dengan Changgu hyung dan Hongseok hyung. Mereka akan mengira aku menelantarkan sunbae.”

Wajah Yanan semakin memerah sebelum ia mengalihkan wajahnya. “B-Baiklah.”

.

Keesokan harinya, Yuto datang ke sekolah dengan wajah berseri-seri dan berhasil membuat Hyunggu dan Wooseok heran.

“Apa kau tidak merasa lelah sama sekali setelah hukuman yang kau terima kemarin?” tanya Hyunggu dengan tangan menopang dagu. “Changgu hyung saja mengeluh padaku bahwa lengannya hampir putus saat aku bertemu dengannya tadi pagi.”

Yuto hanya tersenyum lebar, membuat alis Hyunggu terangkat dan dia langsung mencolek Wooseok. “Jang Wooseok, temanmu yang satu ini mulai gila.”

Wooseok langsung beranjak berdiri dari tempat duduknya dan menempelkan punggung tangannya ke kening Yuto. “Tidak panas, sih,” gumamnya, ikut memandangi Yuto dengan tatapan aneh. “Kau kenapa? Hukuman dari Hongseok hyung berhasil membuatmu hilang akal?”

Yuto menaruh tasnya di meja dan menatap kedua temannya intens, sekalipun pikirannya melayang-layang ke seorang kakak kelas berkebangsaan Cina yang berhasil merebut hatinya sejak kemarin. “Bukan hukumannya yang membuatku hilang akal.” Kemudian Yuto meletakkan kepalanya ke permukaan meja. “Tapi teman Changgu hyung-lah yang membuatku seperti ini.”

Tidak ada respon dari kedua temannya, membuat Yuto kembali menatap kedua temannya yang juga rekan setim bisbolnya.

“Kenapa?”

“KAU MENYUKAI YANAN-KU?!”

Rasanya Yuto menyesal telah mengatakan hal itu keras-keras.

Yeo Changgu—entah sejak kapan dan dari mana—sudah berdiri di belakang punggung Hyunggu, menatap Yuto dengan api memancar di matanya. Yuto menghela napas berat, Hyunggu tersenyum minta maaf, sementara Wooseok memalingkan wajahnya dan malah sibuk melihat jendela.

“Pantas saja aku merasa ada yang berbeda dari Yanan. Kemarin dia tidak pulang bersamaku, tidak membalas pesan Line-ku, bahkan tadi pagi dia menceritakan tentang sesosok adik kelas baik hati yang mengantarnya pulang dan chatting dengannya.” Mata Changgu memicing menyeramkan. “TERNYATA ITU KAU! KEMARIKAN PONSELMU! HAPUS NOMOR YANAN-KU!”

Dengan sigap, Yuto langsung berdiri dan menyelamatkan ponselnya. “ENAK SAJA!”

.

.

Yanan tengah sibuk mencatat ulang pelajaran matematika ketika ponselnya bergetar. Ia mengerutkan keningnya, tidak biasanya ada yang menghubungi dirinya di saat jam pelajaran sekolah.

A. Yuto : Hapus kontak ini dari ponselmu –Changgu

Kerutan di kening Yanan bertambah. Jemarinya tergerak untuk membalas pesan tersebut, tetapi ponselnya kembali bergetar. Satu pesan baru masuk lagi.

A. Yuto : Ini Yuto

A. Yuto : Changgu hyung membahayakanku

A. Yuto : Aku ke kelas sunbae sekarang

Mulut Yanan terbuka, sulit mempercayai isi pesan yang ia terima. Ia sudah tahu dari kemarin dari cerita Yuto, bahwa Changgu dan pemuda kelahiran Jepang itu merupakan pasangan latihan bisbol yang cukup akrab.

“PERGI DARI KELAS SEKARANG JUGA, YANAN, ADACHI YUTO BERBAHAYA!”

Yanan tersenyum simpul. Bahkan mereka masih berniat untuk latihan lari sebelum bel sekolah berbunyi, benar-benar rekan setim yang baik.

.

Tamat

(dengan absurdnya)

.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ramenchy #1
Chapter 1: Yanan emang kalo sekilas kayak yg innocent tapi kalo diperhatiin banget dia tuh thug xD galak pula!
Hongseok doyan ngomel, emak banget lah.... Yuto udah pas kok xD
btw, bikin fic Uke!Shinwon dong~ Shinwon itu ukeable banget~ terserah semenya siapa xD Jung Wooseok sih lebih bagus xD wkwk
noname101 #2
Chapter 1: Ya ampun, tanggung sekali ending-nya author
Yuto Yanan aww aww <333