Final

It Still Love
Please Subscribe to read the full chapter

Aku baru mengenalnya mungkin sekitar dua tahun. Jiae menawarkannya saat aku membutuhkan pegawai tambahan karena Eunji akan pindah ke Busan, mengharuskannya undur diri dari pekerjaannya di kafe milikku. Mungkin karena aku terlihat seperti menimbang-nimbang dan tidak langsung menyetujui usulannya, Jiae  segera mempromosikan temannya itu dengan semangat.

“Namanya Soojung. Dia tinggal dan kuliah di sekitar sini. Sayangnya ia sedang mengambil cuti kuliah karena, yah kau tahu Bos, mahasiswa tidak terlepas dari masalah uang. Dan bukan itu yang ingin kutekankan. Bukan karena dia temanku atau dia sedang membutuhkan biaya kuliah, melainkan karena dia sangat rajin, pekerja keras, dan bertanggung jawab. Kau tidak akan menyesal merekrutnya sebagai pegawai, Bos. Sungguh, aku berani menjaminnya,” timpalnya saat aku tertawa mendengar penjelasannya yang panjang itu.

“Baiklah, kutunggu temanmu yang rajin, pekerja keras, dan bertanggung jawab itu datang kesini sebelum pekerjaan ini diambil orang lain.”

“Assa! Baik, Bos!”

Keesokan harinya dia datang, memakai kemeja biru, celana bahan hitam, dan tidak lupa membawa berkas lamarannya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Lee Soojung dan berjanji akan bekerja keras jika aku menerimanya sebagai pegawai. Setelah itu, aku melontarkan beberapa pertanyaan dan akhirnya memintanya untuk datang kembali besok untuk mulai bekerja. Ia tersenyum dan terus-menerus membungkukkan badannya sembari mengucapkan terimakasih.

Aku tidak tahu sejak kapan dan alasannya apa, mungkin karena senyumnya hari itu atau sikapnya yang menyenangkan selama bekerja, tapi aku diam-diam mulai memperhatikannya. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk mendekatinya, bukan sebagai atasan.

Sore itu Soojung baru menyelesaikan kerjanya ketika hujan turun dengan cukup deras. Dia lupa membawa payung, begitupun dengan Jiae yang baru saja mulai bekerja karena mendapatkan bagian bekerja dari sore sampai malam. Aku yang akan keluar karena ada urusan tidak sengaja melihat wajahnya yang cemas.

“Kau kenapa?” tanyaku.

“Ah tidak apa-apa, Bos,” jawabnya singkat sembari  tersenyum mencoba menutupi kecemasannya.

Sedangkan dari ujung pandanganku, aku melihat Jiae berlari meninggalkan meja kasirnya dan berdiri di samping Soojung. Aku yang awalnya tidak paham dengan sikap Jiae mengangkat alis bingung.

“Bos, mau pergi keluar ya?” Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. Jiae menatap Soojung yang sedang menarik ujung kemejanya, lalu berkata, “Kalau begitu apakah Soojung boleh menumpang sampai halte di ujung jalan sana? Dia sudah terlambat untuk mengajar privat.”

Tanpa pikir panjang aku menjawab, “Mari Soojung-ssi, aku tidak keberatan.”

 Sore itu ditemani rintikan hujan, aku mengantar Soojung sampai tempatnya mengajar.

Semenjak kejadian aku mengantarnya, hubungan kami menjadi semakin dekat. Soojung merupakan mahasiswi jurusan ekonomi. Aku juga mengetahui kalau dia tinggal di Seoul sendirian sedangkan ayah dan adiknya tinggal di Gwangju. Ibunya sudah meninggal 6 tahun yang lalu. Selain bekerja di kafe, ia juga bekerja paruh waktu di minimarket dan mengajar beberapa murid privat. Kalau ada panggilan, ia juga bekerja sebagai penyanyi di acara pernikahan.

Jika ada waktu luang, aku selalu menyempatkan untuk mengantar Soojung ke tempat kerjanya yang lain. Sampai akhirnya, pegawai yang lain dapat menebak kalau aku tertarik dengannya. Terkadang malah mereka yang bersemangat untuk menjodoh-jodohkan kami. Seperti saat aku mengajak semua pegawai makan malam bersama.

Hari itu aku sengaja membuka kafe hanya setengah hari karena aku berencana mengajak semua pegawai untuk makan malam dan berkaraoke, hitung-hitung merayakan ulang tahunku. Selesai makan malam, kami bermain truth or dare sembari minum. Saat itulah mereka beraksi. Setiap Soojung memilih untuk jujur mereka akan menanyakan hal-hal yang berkaitan denganku, seperti apakah ia sudah memiliki pasangan atau seperti apa tipe pasangannya, bahkan Jiae menanyakan pendapat Soojung tentangku.

“Aku sedang tidak tertarik untuk berhubungan dengan pria. Hidupku sudah penuh dengan masalah, aku tidak ingin menambahkannya lagi dengan masalah pria.”

“Bertanggung jawab? Entahlah. Hidupku sudah terlalu sibuk, aku tidak punya waktu untuk memikirkan tipe ideal. Hahaha.”

“Bos pria yang baik.” 

Malam itu aku baru menyadari sesuatu. Selain tertarik dengan senyumnya, aku juga ingin melindunginya. Aku melihat sisi baru Soojung. Dibalik senyumnya dan sikapnya yang menyenangkan, aku juga merasakan ada kesedihan. Seperti kelelahan karena memikul beban sendirian terlalu lama. Tiba-tiba aku ingin menjadi teman curhatnya saat memiliki masalah, sandaran saat ia tidak tidak punya pegangan, atau apapun yang dapat meringankan kesedihannya. Aku mencintainya.

Setahun kemudian hubungan kami masih tetap sama, sebagai atasan dan pegawai, tidak ada sedikitpun kemajuan. Entah Soojung benar-benar tidak peka terhadap perasaanku atau pura-pura tidak mengetahuinya. Memang aku belum mengungkapkannya, karena jujur, setelah mendengar jawabannya malam itu dan melihat perilakunya yang biasa saja terhadapku, membuatku ragu.

Namun entah setan apa yang merasukiku malam itu. Aku berniat mengantarkan Soojung bekerja. Tak lama setelah mematikan mesin mobil di depan minimarket tempatnya bekerja, aku mengungkapkan perasaanku kepadanya. Soojung terdiam. Begitupun denganku. Keheningan menyelimuti kami, sampai akhirnya, beberapa menit setelahnya Soojung teringat kalau dia sudah terlambat untuk bekerja. Esok harinya dia izin bekerja untuk beberapa hari karena ada urusan lain.

Aku merasa egoku terluka. Aku pernah ditolak sebelumnya, tapi tidak pernah sampai merasa kesal seperti ini. Apa harus sampai tidak masuk bekerja hanya untuk menjauhiku? Jiae coba menenangkanku dengan memberikan alasan kalau ini bukan pertama kalinya Soojung izin bekerja. Sedikit akal sehatku mengingat dan tahu betul akan hal itu, tapi hatiku tetap tidak bisa menerima sikapnya yang kekanak-kanakan.

Saat ia kembali bekerja, aku sedang sibuk dengan pekerjaanku, menyebabkan hubungan kami menjadi semakin renggang. Sudah hampir dua minggu kami tidak saling sapa, sampai insiden itu terjadi.

Aku sedang bersama client di sudut kafe saat dia tidak sengaja menjatuhkan cangkir berisi kopi panas. Tangannya sedikit melepuh terkena kopi panas dan berdarah karena tergores pecahan cangkir. Jiae segera menghampiri Soojung yang sedang menangis dan membantu membersihkan kekacauannya. Aku hanya memperhatikan ins

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet