Final

Alone

 

Jadi disinilah. Aku berdiri di depan pohon natal yang besar yang selalu ada di depan pertokoan di MyeongDong. Aku menyukainya, sangat. Setiap aku membuka mata, membayangkan Desember datang lebih awal dan membayangkan diriku yang ada tepat di depan pohon natal yang besar itu. Desember memang meniupkan angin-angin yang dingin dan menurunkan salju-salju yang indah dari langit. Tetapi aku menyukai Desember. Terlalu indah jika Desember selalu dilewatkan dengan hal-hal yang baik. Bagiku, Desember harus dilewati dengan hal-hal yang indah dan spesial.

 

Kuingat beberapa kenangan yang terjadi di hadapan pohon natal ini. Berbagi kasih dengan seseorang yang sangat kucintai setiap tahunnya. Seseorang yang sama sekali tidak pernah kusesali keberadaannya. Yang kehadirannya dihidupku selalu kusyukuri dengan setiap tarikan nafasku. Setiap tahun, ku genggam tangan mungilnya, kubawa langkahnya bersamaku ke tempat ini – tempat yang sama untuk merayakan hari kesukaanku. Menikmati salju yang turun, membuka mulut kami masing-masing dan menunggu salju-salju kecil jatuh diatas lidah kami. Lalu aku memeluknya, membuatnya merasakan hangat ditengah dinginnya malam natal. Lalu kuajaknya untuk meminum segelas cokelat hangat di kedai dekat daerah ini. Aku selalu tersenyum, tanpa menyadari bagaimana ia tersenyum atas hal ini. Aku hanya menyukainya, terlebih bersamanya.

 

Tahun ini, dan tahun depan, dan tahun tahun berikutnya. Sekali kondisi ini berubah, semua tidak akan pernah sama lagi. Aku selalu bertanya kenapa Tuhan sebegitunya jahat kepadaku. Aku hanya ingin bahagia, se-simple itu. Mengapa terlalu sulit untuk bahagia? Mengapa terlalu sulit untuk memiliki raga dan hatinya? Terlalu sulit untuk kembali jatuh dan mencinta pada waktu, tempat, dan hati yang sama? Terlalu sulit untuk menggenggam tangan kecil itu kembali? Detik ini, semua terasa tak mungkin. Aku berusaha mengerti, itu saja. Mengerti bahwa Tuhan lebih mencintai dia daripada aku mencintainya. Aku sendiri merasa, mencintai dia membuatku merasakan satu hal yang tidak bisa kurasakan sebelumnya. Cinta yang tulus.

 

Malam natal ini, aku berdiri sendiri. Tanpa Jisoo, tanpa siapapun. Aku menolak membuka hatiku pada orang lain. Aku takut, takut jika aku membuka hatiku untuk orang lain, semua hal baik dapat berubah. Aku yang biasanya ceria, kini murung. Yang biasanya mencoba merasakan bagaimana itu salju, kini aku hanya menutup rapat mulutku. Yang biasanya berdua, kini sendiri. Tak ada lagi keceriaan di malam natal. Tak ada lagi kehangatan cokelat panas atau pelukan hangat di tengah kedinginan malam. Kali ini, dan kali-kali berikutnya, hanya ada aku, sendiri.

 

_

was adapted from a drbble I made a few years ago on my blog. enjoy (mumpung di kampus ada komputer)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet