Act...?

GIRLS

“Apa itu, p’?”

“Gyoza… kamu mau?”

Captain mengangguk dan membuka mulutnya, sedangkan White dengan natural menyuapi rekannya sambil tersenyum.

“Makanmu berantakan banget. Kayak bocah.” White menyeka sisa camilan di sudut bibir Captain, sementara empunya bibir hanya nyengir tak bersalah.

Tak jauh dari sana, Pineare dan Primrose saling berpandangan.

“Na, p’Prim… mereka cuma teman, ‘kan?”

“Tentu saja… kamu mikir apa, sih?”

Syuting hari itu tinggal beberapa adegan yang memuat keempatnya. Sialnya, Pineare tidak bisa fokus sama sekali sehingga harus berkali-kali take. Salah siapa? Tentu saja si duo pemeran utama yang saat ini tengah mengobrol entah apa tanpa menghiraukan sekitar seakan dunia ini cuma upil.

“Kamu kepikiran, ya?” tanya Primrose tanpa basa-basi. Pineare mengangguk sembari menyeka keringatnya dengan handuk kecil.

“Sadar, nggak, p’? Waktu take tadi, tatapan mereka sangat berbeda!”

Primrose mengambil satu langkah menjauhi Pineare. “Apanya yang beda?”

“Pokoknya beda! Aku nggak bisa menjelaskannya—yang jelas beda! Nggak kayak akting! Kayak mereka benar-benar pacaran gitu.”

Sekarang Primrose menjauh beberapa langkah. “Jangan ngawur, ah.”

“Coba deh, p’ perhatikan sendiri.”

Dan kata-kata itu terus terngiang dalam kepala Primrose selama sisa take hari itu. Dari tempat istirahat, ia bisa melihat begaimana Captain dan White benar-benar menatap satu sama lain secara intens saat take, dengan senyuman manis menyertai. Memang benar di skrip tertulis begitu, namun akting juga ada batasnya, ‘kan? Itu sama seperti berpura-pura. Kau tidak akan bisa menyembunyikan isi hati bila sedang berpura-pura, kecuali kau aktor pro.

Dan gajah pun tahu kalau mereka semua masih newbie.

Primrose memerhatikan lebih serius, dan mulai berpikir bahwa Pineare ada benarnya kala ia menangkap sepercik kilau magis dalam mata kelam White dan Captain. Seperti—bagaimana, ya? Seperti mereka benar-benar jatuh cint—

Primrose menampar pipinya sendiri.

Pineare mendekatinya kemudian berbisik semangat, “Gimana, p’? Aku benar, ‘kan? Iya, ‘kan?”

“Ngawur kamu… cuma akting, kok.”

Padahal dalam hati, jiwa Primrose tengah berteriak frustasi, ‘SIAL, PINEARE BENAR! MEREKA MENCURIGAKAAANN!”

Maka esok harinya, mata kedua gadis itu secara otomatis mengamati setiap inci interaksi antara Captain dan White tanpa melewatkannya sedetik pun. Dan ini lah yang mereka dapat:

“P’White, tolong garuk punggungku, dong. Tanganku tidak sampai.”

Normal.

“Malam ini menginap di rumahku saja, kamu kelihatan capek. Besok biar aku yang menyetir.”

“Makasih, p’.”

Masih normal.

“Aw, p’! Jangan cubit-cubit pipiku!”

“Habisnya kenyal sekali, sih! Hahaha…”

… Normal, kok.

“Captain, beliin minum.”

“Beli sendiri dong, p’! ‘Kan dekat!”

“Ayolaaah… aku lagi mager.”

“Nggak mau.”

“Kucium, nih.”

Glek.

“A-ah… mereka cuma bercanda…”

“Bercanda, kok… cowok ‘kan biasa gitu.”

Pineare dan Primrose mulai in denial.

“Duh, p’! Jangan tarik-tarik kaosku!”

“Kamu, sih, ngobrol sama Ngern terus… aku ‘kan cemburu.”

Pineare dan Primrose tertawa garing.

“P’White, gendong…”

“Nggak mau, kamu berat. Seret saja, ya?”

“Jahat!”

Kemudian Captain mulai berpura-pura ngambek dan White akan memeluknya dari belakang sambil menggumamkan maaf, bonus menoel-noel pipi Captain. Sementara Pineare dan Primrose mulai tidak tahan dengan semua keambiguan ini.

“Kita harus interogasi mereka.” —Pineare.

“Setuju.” —Primrose.

Maka di akhir pekan saat syuting selesai, Pineare dan Primrose menyeret dua aktor dengan hubungan ambigu itu ke tempat yang sepi, dengan dalih mereka ingin mengajak White dan Captain berbelanja di Siam hari Minggu besok.

“Ke Siam? Kalian mau memalak kami?” canda White.

“Kalau mengantar belanja, sih, bisa… tapi aku nggak belanja, ya. Paling makan doang, hehe…” jawab Captain to the point.

Pineare dan Primrose menggeleng tegas, “Abaikan saja ajakan ke Siam. Sebenarnya kami mau bertanya beberapa hal.”

White dan Captain terlihat bingung.

Pineare berdeham, “Langsung saja, p’… sebenarnya apa hubungan kalian?”

“Hah?” —White

“Huh?” —Captain.

Primrose mengambil alih, “Jujur saja, p’White, nong Captain… kedekatan kalian itu terlalu ambigu. Kami bisa memaklumi kalau misalnya kalian sudah pacaran, tapi nyatanya kalian berdua masih jomblo.”

“Tolong jangan ingatkan aku tentang hal itu…” White mendadak suram.

“Kalian tega sekali… mentang-mentang sudah punya pacar…” Captain memasang wajah anak anjing yang tersakiti.

Pineare dan Primrose menepuk jidat. “Salah fokus, oi.”

Dan setelah melalui negosiasi panjang dimana Pineare dan Primrose tidak akan mengungkit status jomblo White dan Captain lagi dengan balasan dua pemuda itu akan menjawab semua pertanyaan mereka, keempat makhluk itu akhirnya duduk berhadapan penuh silaturahmi.

“Pertanyaan pertama,” Pineare memulai, “kalian suka cewek, ‘kan?”

White dan Captain tertawa heboh, “Astaga pertanyaannya… tentu saja semua laki-laki suka pada—“

“Baik, aku ganti pertanyaanya; kalian MASIH suka cewek, ‘kan?”

“Masih, lah.” jawab keduanya dengan wajah you-don’t-say.

Giliran Primrose. “Pertanyaan kedua, apa kalian tertarik satu sama lain?”

White memandang Captain, “Kamu tertarik padaku, bocah?”

Dan Captain memberi respon positif, “Ya iya, lah! P’White itu baik, ganteng, keren—“

Pineare dan Primrose merangsek maju, “SUDAH KUDUGA!”

“—dan jago akting! Padahal p’ juga newbie sepertiku, tapi p’ bisa melakukannya dengan baik di Season 1. Sementara aku masih kaku… aku harus belajar banyak darimu, p’!”

“…”

Sementara White menepuk-nepuk kepala juniornya penuh kebanggaan, Pineare dan Primrose mulai berpikir keras.

“La-lalu bagaimana denganmu, p’White? Kamu tertarik sama Captain, ‘kan?”

“Oh, tentu.” White tersenyum lebar. “Di Season 2 ini, akting Captain yang paling berkembang, lho! Sampai ditraktir makan oleh sutradara, hahaha…”

Kemudian mereka saling toss dan dua gadis yang ada di sana mulai frustasi karena target mereka gagal paham dengan maksud dari pertanyaan yang telah diajukan.

“Sudahlah, p’,” Pineare berbisik, “to the point saja. Aku nggak tahan.”

Mengabaikan kalimat terakhir Pineare yang rada ambigu, Primrose pun berdeham, meminta perhatian. Pineare benar, berbicara dengan dua orang bebal macam White dan Captain memang seharusnya langsung ke inti. Bicara berbelit-belit membuat lima menit berharganya terbuang sia-sia.

Mana smartphone-nya bergetar terus-menerus, pula. Kekasihnya pasti sudah menunggu lama. Primrose sempat meliriksmartphone Pineare yang juga menampilkan nama ‘kawat gigi’—yang membuatnya mengernyit, namun sedetik kemudian ia mulai paham kalau itu pastilah Ssing.

“Jadi, kalian berdua, aku akan membahas inti pembicaraan ini.”

White dan Captain menatap penuh perhatian seperti anak anjing menantikan tulang.

“Aku dan Pineare—katakan lah kami konyol, tapi kami benar-benar yakin kalau kalian bukan sekedar teman.”

White dan Captain berpandangan, “Memang bukan. Kami ‘kan sahabat.”

Pineare dan Primrose mulai lelah. “BUKAN ITU!”

“Kalian itu, ya… ugh,” wajah Pineare mulai merah, sebentar lagi dia pasti meletus—

“Kalian sadar, tidak? Setiap kali akting pacaran, kalian itu terlihat seperti kalian benar-benar jatuh cinta! Mengaku saja, KALIAN SALING SUKA, ‘KAN? BENAR-BENAR JATUH CINTA, ‘KAN?!” —nah, ‘kan.

Primrose meneliti perubahan ekspresi White dan Captain. Keduanya nampak terkejut, bukan karena tumben-tumbennya melihat Pineare marah-marah, tapi lebih karena…

Captain menoleh patah-patah pada White “P’…”

White mendesah pasrah. “Kalau sudah begini, artinya kita…”

“APA. KALIAN APA.”

Kedua pemuda itu nyengir lima jari lalu berseru mantap, “Ini artinya… AKTING KAMI SEMPURNA! MOAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAH.”

Meja digebrak. Tas disambar. Sepatu dihentak.

Pineare dan Primrose berlalu sambil mengumpat-umpat.

.

Syuting berikutnya, Pineare dan Primrose sibuk dengan smartphone masing-masing. Bodo amat dengan segala keambiguan White dan Captain di pojokan sana. Hayati ini lelah.

Toh, seperti yang sudah dikatakan White dan Captain, mereka hanya akan kembali jadi teman biasa ketika Love Sick berakhir.

Karena semua ini hanya sebatas akting.

.

.

.

.

.

… Atau tidak.

Kala itu adalah jeda limabelas menit istirahat saat syuting Love Sick Season 2 episode 35. Captain dan White menghilang entah kemana—“Paling beli minum.” kata manajer Captain dan semuanya tidak ambil pusing—sementara Pineare dan Primrose tengah berjalan menuju vending machine terdekat.

Primrose bisa saja tidak datang, namun hari itu ia khusus ingin temu kangen dengan Pineare. Segalanya lancar pada awalnya, sebelum keduanya melewati ruang musik—tempat syuting tadi—yang (seharusnya) sepi.

Pineare berhenti berjalan, “P’Prim dengar sesuatu, tidak?”

Primrose mengangguk, keduanya berpandangan. Merasa mengenali suara-suara gaib dari dalam ruangan, kedua gadis itu secepat kilat bersembunyi di tempat terdekat. Nguping.

“… nggak gitu juga.”

“Suara White.” batin mereka.

“Tapi tetap saja…”

“Captain?!” Primrose dan Pineare makin menyimak.

“Trus aku harus ngapain? Kamu nantinya juga dapat drama baru ‘kan.” suara White terdengar agak meninggi.

Ada jeda sebelum suara sedih Captain terdengar, “Kayaknya nggak akan mulus, p’… menyerah saja.”

“Kok kamu gitu… kamu nggak sayang aku lagi?”

“WHAT THE—“ Pineare dan Primrose berpandangan.

“APAAN ITU MAKSUDNYA, P’.” bisik Pineare.

“AKTING, PINEARE. Mereka lagi latihan.” jawab Primrose ragu.

Captain kembali bersuara. “Sayang, lah! Tapi… kita ini artis, artis nggak punya privasi, p’.”

“Kalau begitu kita buat privasi sendiri. Kayak sekarang.”

“Tapi Love Sick tamat seminggu lagi…”

Jeda.

“Tapi kita nggak tamat, ‘kan?”

Pineare mulai menarik-narik ujung kaos Primrose, “P’…”

“AKTING, PINEARE. AKTING. CUMA LATIHAN. MEMBANGUN CHEMISTRY.” Primrose mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Ada hening yang lumayan lama sebelum suara Captain kembali. Terdengar lemah dan putus asa. “P’, hubungan kayak gini nggak bakal—“

“Aku cinta kamu, oke? Itu yang harus kamu tahu.”

Oke.

OOO—KE.

Ini mulai serius. Pineare dan Primrose sama-sama yakin kalau White tadi bilang kata ‘cinta’. CINTA, BROH, DEMIAPA—kalau ‘sayang’ mereka masih maklum. TAPI INI CINTA. C-I-N-T-A. LOVE. SARANG. AI.

Itu kata yang tidak main-main.

“P’, itu bukan akting.”

“Y-ya… mungkin.”

Memilih untuk menguping lebih lama, Primrose dan Pineare kembali menajamkan telinga.

Tapi tidak terdengar apa-apa.

“Kok mereka diam, p’?”

“Mana kutahu, mungkin sedang berpikir?”

Pineare tidak sabar, “Ayo intip saja, p’!”

“E-eh, tapi—“

Terlambat.

Dari celah jendela, Pineare dapat melihat situasi di dalam ruangan yang membuatnya membeku dalam ekspresi terkejut, persis korban . Penasaran, Primrose mengikuti jejak juniornya.

“Ada apa, sih—OH SHIET.”

Di sana, di pojok ruangan yang diterangi cahaya samar-samar, dengan posisi kabe-don oleh yang lebih tua, White dan Captain sedang b-ber-berci—

“Mmpphh—ahh.”

Primrose menutup mata Pineare dengan kedua telapak tangannya lalu menarik gadis itu jauh-jauh dari sana.

“Aduduh—apa-apaan, sih, p’!”

“Lupakan kejadian tadi. Kita cuma beli minum, nggak melihat apa-apa, okay? KAMU NGGAK MELIHAT APA-APA, PINEARE. SAMA. SEKALI. TIDAK.”

Well, akting atau tidak, kedua gadis itu tidak pernah mengungkitnya lagi.

-FIN-


.


INI GUA BUAT APAAN YATUHAN HAHAHAHAHA maapkan ke-ooc-an mereka semua wwwwww gw gregetan sama Phun-Noh ugh ADAKAH DARI KALIAN YANG UDAH NONTON LOVE SICK? NONTONLAAAHHH MOAHAHAHAHAH dan kalian akan klepek-klepek dengan tatapannya Phun-Noh uuuggghhhh UDAH KAWIN AJA KALIAN UDAH 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
remand_a #1
Chapter 1: Kocak bgt. Ternyata white sama captain pacaran toh :v
Kasihan bgt duo cewek ini berhasil d boongin :p