Prolog

You'll be Okay

Derap langkah yang semula seirama kini menjadi buyar. Orang- orang yang berjalan di trotoar kini berhamburan. Suara gemuruh semakin keras terdengar. Air hujan membasahi sweter biru yang dia pakai. Langkahnya dipercepat, nafasnya semakin terengah-engah. Beberapa meter lagi dia akan sampai. Setelah menyebrang jalan, lalu berbelok ke kanan. “Ah, akhirnya!”. Disana, Glory Cafe, kafe bergaya Eropa, khas dengan bangunannya yang beratap tinggi, ramai di padati pengunjung, entah memang pelanggan setia kafe atau sekedar mampir karena derasnya hujan yang tak lama baru dimulai. Dia duduk di tempat favoritnya, seperti biasa, dipinggir jendela yang menghadap jalan. Tangannya menyelipkan rambut panjangnya pada telinga, dia memfokuskan padangannya pada jam tangan peraknya, sudah pukul 16.15. Dia belum begitu terlambat, sebab orang yang mengajak nya bertemu belum tiba.

 

 

Gadis berambut coklat itu menyeruput Hot chocolate yang telah dipesannya hingga tinggal seperempat gelas, warna merah lipstick-nya membekas pada pinggiran gelas, sudah satu jam berlalu, tak ada tanda-tanda kehadiran orang yang ditunggunya, kesal, dia mengeluarkan handphone dari tas mungilnya, mencoba menghubungi orang tersebut, tapi malah suara khas wanita operator yang menjawabnya. “Kemana dia? Bukankah dia yang membuat janji?” tangannya menopang dagunya. Kemarin, orang itu membuat janji untuk bertemu dengannya di Glory Cafe, tapi melihat keadaan sekarang sepertinya janji itu terlupakan. Seharusnya, tidak ada alasan lagi baginya untuk terus menunggu, lagipula menunggu adalah hal yang paling membosankan untuknya. Namun, siapa tahu orang itu terlambat lagi, untuk kesekian kalinya. Oh, sungguh, kebiasaan orang itu selalu membuatnya jengkel. Dia mulai menatap jam tangannya lagi, mata nya menyipit, “Oke, tunggu setengah jam lagi saja.”

 

Dia berdiri, hendak meninggalkan kafe, walaupun sebenarnya dia masih sangat nyaman untuk sekedar duduk-duduk saja daripada harus pergi keluar, diterpa dinginnya angin. Dia menghembuskan nafas panjang, hatinya berat untuk meninggalkan kafe tanpa menghasilkan apa-apa, maksudnya, bertemu dengan orang itu. Lagu A – GOT7 tiba-tiba saja terdengar dari tas, dia meraih handphone-nya, matanya tiba-tiba memelotot pada layar, “Huh! pasti dia akan mengatakan berbagai alasan lagi” bibir kecilnya menggerutu. “Kau kemana saja? Kenapa terlambat? Kau mau mati ?!,” kekesalannya dilimpahkan dengan tembakan pertanyaan tanpa adanya basa-basi, “Aku sudah berada di kafe dari satu setengah jam yang lalu.”

 

Tidak terdengar jawaban langsung dari orang yang menelponnya, hanya terdengar hembusan nafas berat. “Ya! Kau kenapa !?” dia memperbesar volume handphone, mungkin menurutnya volumenya terlalu kecil sehingga suaranya kurang terdengar, “Jiyeon-ah,” terdengar helaan nafas disaat orang itu mengatakan namanya, “Sebenarnya aku sudah datang beberapa saat yang lau, tapi aku pikir aku harus pulang kembali, seharusnya aku tidak usah bertemu denganmu lagi, dan mulai sekarang sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi” suara orang itu melemah. “Why ? Ada yang salah ?,” kekesalannya berubah menjadi kekhawatiran. “Panjang jika aku harus memberi penjelasan, sepertinya kita tidak akan bisa bertemu lagi, mmh maksudnya aku tidak boleh bertemu denganmu lagi…”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet