Arrrrggghhhhh!!!!!

We Can't

Seoul, 15 september 2014

Kibum POV.

Aku bersiap mengenakan tuxedo hitamku, menata sedikit rambut hitamku, kemudian mengoleskan sedikit krim untuk menyamarkan lingkaran hitam disekitar mataku yang masih terlihat kuyu, setelah itu kembali kedepan kaca.

“sudah siap?” sapa Hyung tertuaku sembari merangkul sebelah bahuku.

Aku menoleh sedikit kearahnya dan mengangguk yakin sembari melempar seulas senyum.

Dia balas tersenyum, segera berdiri didepanku dan membenahi dasiku untuk membuatnya lebih rapih dari tatanan yang dapat kubuat.

“ommo, nae dongsaeng memang sangat tampan…” kata Chullie Hyung sembari menepuk pipiku kemudian menarik hidung mancungku.

“ayo kita berangkat… aku ingin melihat Donghae…”.

“ingin melihat Donghae atau melihat Kyunnie?” tanya Chullie Hyung.

Hatiku mencelos mendengarnya. Sakit… sangat sakit tentu saja. Aku menunduk sesaat lalu memaksakan seulas senyum kecil untuknya.

“masih ada beberapa waktu… kau bisa membatalkan semuanya… kau tahu-“.

“sudahlah…” potongku cepat.

Chullie Hyung mengusap bahuku untuk menyalurkan kehangatan dari tangannya.

“tersenyumlah… bagaimanapun Hae-ah juga Dongsaengmu… berbahagialah untuknya juga…” kataku sembari mengusahakan seulas senyum. Setelah itu kubalik badannya dan kudorong agar segera berangkat ke tempat pemberkatan separuh jiwaku dan separuh diriku, Kyuhyun dan juga Kakak kembarku, Donghae.

***

Kyuhyun POV.

Aku memandang 2 sosok didepanku, salah seorang diantara mereka adalah separuh jiwa dan nafasku, salah seorang diantara mereka juga beberapa detik lagi akan menjadi suamiku, sedangkan yang lain akan menjadi saudara iparku. Aku melempar senyum kepada keduanya. Keduanya juga membalas senyumanku.

Ayah mengangsurkan jemariku pada calon suamiku. Dia menerimanya dengan senyum yang sangat lembut. Kemudian menarikku posesive untuk bersanding disampingnya.

“I Love U” bisiknya.

Aku menunduk kemudian melempar senyum padanya.

“sebelum kita mulai pemberkatan hari ini, adakah yang keberatan mengenai pernikahan  2 mempelai ini?” tanya seorang lelaki paruh baya yang berdiri dihadapan kami dengan tegas.

Tidak ada jawaban.

Tidak adakah yang keberatan?

Aku menoleh pada satu titik.

Dia melempar senyum lembut dalam wajah pucatnya.

Dan keanehan mulai terjadi, bumi terasa bergoncang dan semuanya tampak buram…

Hingga aku menutup mataku. Sampai aku merasa ada sebuah tangan meraih pundakku.

“Kyunnie, buka matamu! Bagaimana bisa kita berfoto kalau matamu tertutup begini!” kata sebuah suara cempreng khas anak-anak.

Aku membuka mataku, bukan Tuxedo putih yang aku kenakan, tapi… sebuah terusan berwarna biru selutut, lengkap dengan sepatu biru dan kaos kaki putih. Aku menoleh kesampingku, aku melihat Donghae, ah bukan, ini Kibum kecil duduk disampingku sembari memeluk pundakku.

“hei, Kyunnie, tersenyumlah… kita harus berfoto manis…” kata Kibum lagi sembari menarik sudut bibirku keatas dengan kedua jari kecilnya.

Aku masih melihatnya. Ini nyatakah? Apakah aku kembali ke 1992? Saat usia kami masih 4 tahun?

 

Studio photo, Nowon, 1992.

“Kyu…” panggilnya lagi.

Aku tersenyum lebar lalu memeluknya, kemudian mencium pipinya, persis seperti yang kulakukan saat itu.

“bagus… aku dapat foto sangat bagus Jae…” kata Eomma pada Kibum's Eomma, Jaejong Ahjumma.

“Jinjayo? aku ingin lihat” kata Jae Ahjumma semangat.

Eomma mengangsurkan foto hasil jepretan kamera polaroidnya.

“ya Tuhan… Bummieku lucu sekali… Kyunnie menyukai Bummie yah?” goda Jae Ahjumma padaku.

Aku mengangguk mantap. “nanti kalau sudah besar Kyunnie akan menikah dengan Bum-bum…” kataku persis seperti saat itu.

“tidak boleh! Kyunnie harus menikah denganku” seru Donghae, sama seperti waktu itu.

“ya… Kyu… menikahlah dengan Hae Hyung saja…” kata Kibum yang masih duduk sembari memelukku sama juga seperti waktu itu.

“tidak mau! Kyunnie hanya mau menikah dengan Bum-bum!” kataku sembari meremas jemari Kibum, airmataku meluncur dari sela-sela mataku, aku tidak akan mengulang kesalahan dulu lagi Bum… tidak akan pernah!

Ini sangat berbeda dengan waktu dulu, dulu aku menjawab, ‘ya, kalau Bum-Bum yang meminta Kyunnie menikah dengan Hae, Kyunnie mau menikah dengan Hae’.

“Guere… baiklah… Kyunnie akan menikah dengan siapapun yang  Kyunnie suka, Arrachi? jangan menangis lagi…” kata Kibum lembut sembari mengusap airmata dipipiku.

“tidak boleh!!! Kyunnie harus denganku!” teriak Donghae tidak mau kalah.

“hei… Hae-ah… jangan berteriak begitu sayang…” kata Jae Ahjumma sembari meraih Donghae yang berusaha memisahkan pegangan tanganku yang erat dari jemari Kibum.

Setelah itu aku memeluk Kibum sekuat aku bisa.

“sudah tidak apa-apa… jangan menangis lagi…” bisik Kibum sangat lembut.

Aku mengangguk dalam pelukannya.

Eomma dan Jae Ahjumma memperhatikan kami, dan senyum terukir dibibir mereka berdua.

Bumi kembali berguncang. Kututup mataku kembali.

“Kyu! Ayo berangkat!” seru suara anak-anak.

Aku melihat pakaianku, seragam sekolah dasar, dan melihat ukuran badanku aku yakin ini adalah tahun 1996.

 

Rumahku, Nowon, 1996.

Aku menengok ke depan rumah, sudah ada Donghae dan Kibum dengan seragam sama sepertiku dengan sepeda mereka masing-masing.

“Eomma… Kyunnie berangkat, nde!” pamitku pada Eomma.

Eomma menciumku. “hati-hati dijalan… belajar yang giat… Arrachi!” kata Eomma lembut.

Aku mengangguk.

Aku keluar rumah dan mendapati keduanya. Donghae menepuk palang depannya, gerakan implicit untuk menyuruhku naik ke boncengannya, sementara Kibum hanya tersenyum melihatku keluar rumah.

“ayo cepat princess lamban!” seru Donghae.

Aku tersenyum pada keduanya, dan segera menuju Kibum.

“hari ini bonceng aku yah!” pintaku pada Kibum.

Kibum gelagapan kemudian membuka tangannya untuk mempersilahkanku duduk dipalang sepedahnya.

“Kyu!” protes Donghae.

“apa tidak apa-apa? Kyunnie tidak dibonceng Hae Hyung saja?” tanya Kibum.

Aku mengangguk yakin. “ayo cepat kayuh sepedahnya! Kita bisa telat Bum!” seruku.

Donghae memandang kami sinis.

Aku menyandarkan kepalaku dengan nyaman pada Kibum, sungguh aku rindu dada ini dan degupan jantung ini… degupan yang selalu berkejaran dengan degupanku dan selalu selaras dan seimbang bak sebuah harmony yang tercipta secara alami.

“apa tadi malam kurang tidur?” tanya Kibum pelan, terdengar jelas bahwa dia sangat khawatir.

Aku menggeleng. “aku hanya ingin bersandar…” jawabku.

Aku menyadari sudut-sudut bibir Kibum terangkat manis membentuk sebuah garis melengkung sangat indah.

“kau tahu Bum… ini sangat nyaman… sungguh…” kataku.

“bersandarlah sepuasmu…” katanya sangat pelan.

Donghae menyalip sepedah kami.

“ayo balapan!” ajak Donghae.

Aku ingat saat-saat seperti ini dulu… waktu itu, aku dibonceng Donghae dan kami menang, tapi saat kami menoleh kebelakang kami melihat Kibum sudah terkapar dijalan penuh dengan darah, Kibum tertabarak truk menuju arah pasar dari arah Sanggye.

“Jangan balapan!” teriakku.

Donghae menoleh dan mengejek kami berdua.

“Kyunnie mau kita mengejar Hae Hyung?” tanya Kibum.

Aku menggeleng. “chugyeog haji…” pintaku.

Kibum tersenyum lagi, “gurre… kita pelan-pela saja…” katanya yang otomatis membuatku tenang.

CKIIIITTTTT...

Dan benar saja, truk itu menyerempet sedikit sepedah kami,sepedah oleng dan terjatuh, anehnya aku tidak merasa sakit sedikitpun, sebagai gantinya aku merasa sebuah dekapan melindungi kepala dan sebagian besar badanku. Aku membuka mata.

Kibum memelukku, dia melindungiku.

"Kyunnie… Gwenchanayo?” tanyanya padaku dengan raut khawatir.

“BUM!!! KYU!!!” panggil sebuah suara panic.

Belum aku menjawab Kibum sudah tidak sadarkan diri.

Aku membuatnya terluka… tetap saja membuatnya terluka…

“BUM!!!” panggil Donghae semakin panic melihat Kibum tidak sadar, dia pasti juga merasakan sakit dibeberapa bagian tubuhnya. Sama seperti saat dulu, dia mengakui didepanku bahwa  kepalanya sakit.

Beberapa orang berdebat untuk membawa Kibum kerumah sakit mana.

“Ahjussi… Kibum dowajuseyo… Palli... hasibsio…” kataku akhirnya setelah beberapa saat mereka bertengkar.

Akhirnya Kibum dilarikan kerumah sakit terdekat.

Abeoji, Eomma dan kedua orang tua sikembar datang kerumah sakit setelah beberapa saat kami sampai dirumah sakit.

“Eomma… ini salah Hae… andai tadi Hae mengajak Bummie pelan-pelan… dia pasti tidak akan sakit seperti ini…” tangis Donghae pecah dipelukan Jae Ahjumma.

“anniya… ini bukan salah Hae…” hibur Jae Ahjumma.

Eomma langsung memelukku.

Aku menyamankan kepalaku di dada Eomma.

“Eomma… Bum-bum melindungi Kyu tadi… karena itu Bum-bum sakit begini…” bisikku lirih, aku sungguh menyesal, kenapa aku tetap tidak bisa melindungi Kibum.

Eomma tidak mengatakan apapun, dia hanya diam dan mengusap punggungku lembut.

Uisa keluar dari ruangan Kibum.

“adakah keluarga pasien disini?” tanya uisa.

“saya, naneun abeoji” jawab Yunho Ahjussi. “bagaimana keadaan nae Adeul?” tanyanya persis seperti waktu itu.

Uisa tersenyum lembut. “dia hanya sedikit Syok, ada bebrapa luka kecil dan yang terberat ada patah tulang di tungkai bawah kaki kanannya, tapi sudah kami gips, sekarang dia masih istirahat”. Jawaban dan ekspresi dokter itu sangat berbeda… aku masih ingat dulu dokter mengusap wajahnya keras kemudian mengatakan ’keadaannya parah, ada perdarah didalam kepalanya, tulang rusuknya patah dan mengenai paru-parunya yang terparah sekarang dia koma, hanya keajaiban yang bisa menolongnya’.

“apa kakinya bisa kembali normal?” tanya Yunho Ahjussi lagi masih dengan wajah khawatir.

“tentu saja… mereka masih usia pertumbuhan… sekarang cukup beri dia dukungan dan jaga keadaannya agar tetap stabil” kata Uisa masih dengan tersenyum.

Yunho Ahjussi tersenyum lega. “terimakasih Uisa…”.

“sama-sama…” jawab Uisa.

1 minggu kemudian Kibum diperbolehkan pulang, kakinya masih digips, dia hanya diam diranjang saja. Donghae tidak pernah sedikitpun beranjak dari ranjang, setelah kejadian itu, Donghae sangat protective pada Kibum, bahkan sejak saat itu mereka tidak mau berangkat sekolah dengan sepedah lagi, dia menerima Chullie Hyung yang mau mengantarnya atau supir yang mengantar mereka beruda.

“apa sangat sakit?” tanya Donghae saat berbaring disamping kanan Kibum.

Kibum menggeleng.

“katakan kalau memang sakit… jangan sembunyikan apapun… aku saja merasakan kakiku sangat ngilu sekarang…” keluh Donghae sembari mengusap kaki kanannya sendiri.

“maaf aku membuatmu merasa sakit juga Hyung…”  kata Kibum dengan menunduk dan penuh rasa bersalah.

“Gwenchana… bukankah kita memang harus berbagi segalanya? Aku separuh darimu Bum…” kata Donghae.

“kalian membuatku iri saja…” kataku sebal masih berbaring disisi kiri Kibum.

“terimakasih sudah menyelamatkanku…” kata Kibum pelan.

Aku mendongak dan menatap matanya.

“apanya? Bum-bum yang menyelamatkanku… seharusnya Kyunnie yang berterimakasih…”.

Donghae dan Kibum menggeleng bersamaan.

“kalau saja Bummie mengayuh cepat dan berbalapan denganku, pasti saat ini akan sangat terasa sulit…” kata Donghae sembari mengusap gips yang masih menempel erat di Kaki Kibum.

Kibum mengangguk.

Aku memeluk sisi kiri Kibum dan menyamankan kepalaku di perpotongan bahu dan lengannya. “jangan lindungi aku lagi bum… Kyunnie tidak mau Bum-bum sakit begini…” kataku pada Kibum.

Kibum tersenyum kecil, dan tergambar jelas raut kusam diwajah Donghae.

“aku menyayangimu Bum…” bisikku yang kali ini sangat pelan, bahkan aku sangsi apa Kibum mendengarnya.

Tapi cengkaraman tangan di bahuku seolah menjawab pernyataanku tadi.

Aku merasa bumi kembali berguncang. Aku memejamkan mataku. Tapi cengkraman tangan masih kurasakan dipundakku. Aku membuka mataku, indra penciumku mengidentifikasi bahwa orang yang disampingku ini adalah Donghae, aku perlahan melepas pegangan Donghae pada pundakku. Aku melihat seragam sekolah senior melekat dibadanku. Melihat setingan seragam dan juga tempat, ini pasti tahun 2004.

 Myeongdong, 2004.

“haish kurang ajar!!!” seruku sembari berlari mengejar Donghae yang diam-diam mengerjaiku dengan menempel permen karet dirambutku.

Dia berlari cepat, kemudian dia berbalik dan menjulurkan lidahnya untuk mengejekku.

“KIM DONGHAE!!!” sebutku marah.

Aku berlari secepat aku bisa saat dia lengah. setelah aku mendekat dia berlari lagi, aku mengejarnya sampai ada tangan menahan pinggangku.

“berhenti Kyu… jangan kejar-kejaran dijalanan…” kata sebuah suara, lembut, dia yang memegang pinggangku.

“Bum… Hae kurang ajar… lihat rambutku ada permen karetnya!” laporku pada Kibum.

“sini duduk, biar aku bersihkan” kata Kibum dengan telaten mengambili sedikit demi sedikit permen karet dirambutku.

Tentu saja aku tersenyum senang. Aku duduk dengan manis dan meminum es soda yang sudah kupesan tadi.

“potong saja Bum, hahaha” tawa Changmin, dia teman kami ditongkrongan ini, dengan senang dan suara menggelegar.

Aku melempar pandangan tajamku padanya.

Donghae kemudian duduk disamping Kibum dan ikut mengambili permen karet yang terlanjur kena rambutku.

“biar aku yang bersihkan” kata Donghae pada Kibum.

Kibum melepaskan tangannya dari rambutku, dan bersedia menyingkir.

Aku memegang tangan Tom. “Hajima, aku mau Bum-bum. Aku tidak percaya padamu, Hae!” kataku.

Donghae menghembus nafasnya sebal.

“aku akan mengawasinya, jangan khawatir, lagi pula aku belum pesan apapun” kata Kibum menengahi, berusaha tidak menganggu kami. Seolah ada apa-apa diantara kami.

Aku merengut. Kenapa Kibum selalu begitu… dia akan mengutamakan aku dengan Donghae… padahal aku ingin bersamanya… karena degupan ini hanya terasa saat bersamanya…

“jangan sentuh rambutku!” kataku bangkit dari duduk, dan duduk menjauh dari Donghae.

“kenapa? Aku tidak makan permen karet lagi Kyu… janji aku tidak akan melakukannya lagi” kata Donghae.

Aku menggeleng.

Donghae mendecih keras.

Tak lama Kibum datang dengan secangkir kopi hangat dan mie. Kibum memberikan satu garpunya pada Changmin.

si tiang listrik itu ikut makan dengan Kibum.

Baru 2 sendok, Kibum mengangsurkan garpunya padaku.

Aku menolaknya.

Kibum menyerahkannya pada Donghae.

Donghae menerimanya dan makan bersama Changmin.

“Eunhyuk, Ryeowook dan Siwon kemana? Kenapa belum datang?” tanya Kibum setelah meletakan tasnya.

Changmin yang mulutnya masih penuh mengedikan bahunya.

“jam tambahan” jawab Donghae setelah menelan makanannya. “setelah ini ikut aku ya” kata Donghae sambil memandangku.

Ini… saat setelah ini akan merubah kami… aku harus menghindarinya.

“pergi saja sendiri… aku masih asyik disini…”.

“pokoknya ikut… kujamin tidak akan menyesal” kata Donghae lagi.

“Dengan Bum-bum juga kalau begitu” tawarku.

“hem… aku ada urusan dengan Siwon, jadi aku menunggunya datang…” kata Kibum dengan wajah yang sangat kentara kalau dia berbohong.

“yasudah, aku juga tidak akan pergi”.

Donghae meletakan garpunya, lalu menarik lenganku.

“berenti Hae!” kataku berusaha memberhentikan tangannya yang kokoh menarik tanganku.

Donghae tidak menyahut.

“Berhenti! Sakit Hae!” keluhku.

Tapi tetap saja, Donghae tidak menggubris sedikitpun.

“sakit !” keluhku lagi. Tanganku benar-benar sakit.

“ok, kalau begitu, sekarang juga aku akan bicarakan disini. nan joaeyo, jigum, neo, nae yeoja” kata Donghae datar.

Apa? Donghae mengatakannya disini?

“aku anggap jawabanmu iya. Kau setuju!” kata Donghae.

“stop Hae… aku tidak bisa... aku-“.

“kau menyukai orang lain? Kau menyukai Kibum?” tanyanya tanpa jeda.

Aku memandangnya serius.

Dia menarik tanganku lagi.

“sakit Hae!” keluhku lagi.

Grep!

Ada sebuah tangan memegang pundak Donghae.

“Berhenti Hyung…” suara ini. “bukan dia, tapi aku yang menyukainya, jangan tarik-tarik atau menyakitinya lagi… please…” kata Kibum datar, tanpa nada lembutnya yang biasa, dia melepas pergelangan tanganku yang di genggam Donghae.

Genggaman yang selama ini kuinginkan… dia menggenggam tanganku?

Bumi ini berguncang lagi, aku memejamkan mataku dan merasakan genggaman erat ini lagi.

Saat aku membuka mataku, aku entah ada dimana, ruangan ini sepertinya corak kamar Kibum, aku ada diatas ranjang dan sedang menggelitiki Kibum.

“berhenti Kyu… hahaha… ya, ya… aku akan menurutimu Hwangjanim…” kata Kibum menggeliat tidak beraturan Karena gelitikanku.

Stop! Dikamar Kibum? Kibum bangun tidur? Apa kami sudah menjadi suami istri? Aku melihat calendar yang terpasang dimeja Kibum.

 

14 september 2013.

Apa aku berhasil merubah masa laluku? Atau semuanya ini hanya mimpi?

“Kyu… kenapa melamun?” tanya Kibum.

Aku memeluk Kibum yang masih berbaring.

“Saranghaeyo Bum… neomu saranghae…” bisikku pelan.

Tanggal 14 september sebelumnya bahkan aku tidak memeluk Kibum seperti ini, dia masih opname karena kanker otaknya, dia mengalami cedera kepala karena kecelakaan 2 kali dan terbentur pada tempat yang sama, dan gumpalan darah itu menimbulkan jaringan patologis dan disebut dengan kanker otak.

“arra… aku tahu kau menyayangiku… akupun begitu… sudah…” katanya pelan ditelingaku juga.

“jangan tinggalkan aku kemanapun… janji!” kataku masih berbaring dan memeluknya.

Dia tertawa. “yasudah, biarkan aku tidur lagi saja” kata Kibum berbisik. Kemudian menguap lagi.

“kuberi waktu tidur 10 detik, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10! Sudah ayo bangun” kataku sembari bangkit dari posisi berbaringku dan menariknya bangun.

Dengan malas dia bangun juga, dia memelukku lagi, dari belakang, kemudian meletakan kepalanya di ceruk leherku.

“aku jauh lebih sayang padamu…” bisiknya kemudian melingkarkan lengannya di perutku dan mencium kecil pipiku.

Aku tersenyum, ya Tuhan… ini yang aku inginkan… terimakasih telah memberikannya padaku. Aku sungguh-sungguh menginginkan ini… Kibum, rengkuhannya, sentuhannya dan juga aromanya… Kim Kibum yang benar-benar memenuhi semua rongga kepala, dada dan juga seluruh aliran darahku, Tuhan… kumohon hentikan waktu ini untuk selamanya.

 

“saudara Cho Kyuhyun, saya ulangi sekali lagi, apakah anda mau dan bersedia menikah dengan Kim Donghae, berjanji menjadi istrinya, menerimanya disaat senang maupun susah, menemaninya disaat kaya maupun miskin, mengabdi padanya dikala sehat maupun sakit? Setia hanya padanya hingga ajal yang memisahkan kalian berdua? Apakah anda bersedia?” tanya seorang lelaki paruh baya didepanku menyadarkanku dari waktu-waktu menyenangkan beberapa detik lalu.

Aku menengok ke samping altar.

Aku melihat Kibum disana, jadi disampingku Donghae? Tidak ada yang berubah? Jadi semuanya hanya…

Aku memperhatikan Kibum, wajahnya semakin pucat, dia meringis kecil, kemudian setitik darah meluncur dari hidung mancungnya.

“Bum…” sebutku lirih.

Kemudian ia terhuyung berpegangan pada kelambu dibelakangnya, dan ternyata dibelakang kelambu tidak ada dinding.

BYUR!!!

Dibelakang kelambu ternyata adalah kolam… tanpa berfikir panjang aku melempar bunga yang kupegang dan melompat kedalam kolam, Tuxedo putihku terendam air kolam, aku berenang secepat mungkin berusaha meraih tangannya dan menariknya kepermukaan.

“Bum… Bum! Sadar! Buka matamu!” teriakku sembari menepuk-nepuk pipinya, tidak ada sahutan.

Kudongakkan kepalanya kuberi nafas buatan 2x, kemudian tidak ada nafasnya.

Donghae mendorongku, dia mengambil alih resusitasi yang kuusahakan.

“Bum! Bangun! Bum!” katanya sambil terus melakukan tekanan jantung paru.

Darah masih mengalir di hidungnya, aku menyekanya dan memberi nafas buatan membantu Donghae.

Akhirnya dia terbatuk, mengeluarkan air dan darah dari mulut dan hidungnya.

Donghae segera mendudukan Kibum dan menggendongnya berlari keluar tempat pemberkatan. Akupun membantunya menyingkirkan orang-orang yang menutupi jalan.

“uhuk… uhuk… lan-jutkan per-nikahan-mu Hae… jangan pe-du-likan a-ku…”.

“DIAMLAH!!!!” sentak Donghae.

Aku membuka pintu mobil, masuk mendahului Donghe, dan membantunya menerima kepala Kibum.

Aku membersihkan darah diwajahnya, kemudian mengusap pipinya.

“bertahanlah…” bisikku.

Dia tersenyum.

“bertahanlah…” bisikku lagi, kini air mata sudah menuruni pipiku.

“ja-ngan me-na-ngis…” lirihnya.

Perlahan matanya menutup.

“jangan tidur dulu…” kataku masih sembari membelai pipinya.

Dia tidak membuka matanya sama sekali. Nafasnya masih ada tapi sangat pelan.

“cepat Hae! CEPAT!!!” jeritku tanpa sadar.

***

Donghae POV.

Aku duduk di bangku depan ruang UGD, Dongsaengku, satu-satunya Saengku ada didalam, entah bagaimana keadaannya sekarang, di badanku masih terpasang tuxedo putihku yang sudah ada bercak merah darah Dongsaengku sendiri yang menghiasi. Bagaimana dia didalam? Apa dia akan baik-baik saja?

Aku masih ingat beberapa tahun lalu, saat dia pulang larut dengan baju basah kuyup dan mata sembab.

 

Seoul, 2011.

“kemana saja! Kenapa baru pulang?” marahku sembari bersedekap didepan pintu rumah kami.

Dia tersenyum seperti biasa.

Aku merengut kesal, bisa-bisanya anak ini tersenyum begitu? Apa wajahku kurang seram saat memarahinya barusan?

“cepat ganti baju! Jangan sampai sakit!” marahku meraih tangannya dan menyeretnya kekamar.

Dia diam dan megikutiku walau sedikit kupaksa.

Sesampainya dikamar aku melempar handuknya tepat mengenai kepalanya.

Dia menerimanya dan mengelap kepalanya, setelah itu mengganti baju dengan seragam tidur favoritnya, kaos kebesaran dan juga celana piama hitamnya. Setelah itu dia naik ke ranjang, memakai selimutnya, gesturnya menunjukan dia kedinginan, kenapa lagi bocah ini?

“kecapean ya? Atau mulai pusing?” tanyaku duduk disampingnya.

Dia masih mempertahankan senyumannya. “aku Cuma ngantuk… dingin…” katanya lirih.

Aku merangkak mendekat kearah kepalanya, meraba dahi dan lehernya, ya Tuhan… sangat panas…

“aku panggil Uisa yah!” tawarku.

Dia menggeleng, kemudian memejamkan matanya sebentar.

“Ck! Demammu tinggi kali ini Bum!” aku bangkit dari dudukku beranjak menuju pintu.

Langkahku terhenti karena ada tahanan di kaus yang kukenakan.

“jangan kemana-mana… dingin…” keluh Kibum.

“CK!” decakku, aku kembali mendekat kearahnya, naik keranjang dan memeluknya dari luar selimut. “apa saja yang kau kerjakan hari ini? Kenapa pulang telat? Hujan-ujanan segala! Seperti anak kecil saja” marahku masih memeluknya.

Dia menyamankan kepalanya di dalam dekapanku. “jangan tanyai aku, kepalaku pusing Hyung… dingin…” keluhnya lagi.

“aku sangsi umurmu sudah 23 tahun! Manja sekali Dongsaengku ini” kataku masih memeluknya dan menyalurkan hangat tubuhku.

“hehe…” kekehnya kecil. “Hyung, bisa berjanji satu hal untukku?” tanyanya lirih.

“jangan bicara aneh-aneh!” hardikku.

“dengarkan dan berjanjilah, bahagiakan Kyuhyun…” katanya lirih.

“memang kenapa? Sudah menyerah memperebutkannya?” tanyaku sanksi.

“aku tidak pernah ingin merebutnya…” katanya lirih.

Memang iya… dia tidak pernah berusaha merebutnya dari kecil, dia hanya akan memperhatikan Kyuhyun tanpa berusaha dekat, dan dia akan menyerahkan sedikit momentnya dengan Kyuhyun padaku.

“dia menyukaimu… aku juga bisa merasakan perasaanmu lebih besar untuknya”.

Dia melepas pelukanku, kemudian bangun dari posisi tidurannya, kemudian gontai menuju tasnya dan meraih sebuah kertas putih dari tasnya dan menyerahkannya padaku, matanya berkaca-kaca.

“apa ini?” tanyaku.

“bukalah…” perintahnya.

Aku segera membukanya, dan… Oh Gosht! Ini tidak mungkin!

“hei! Ini ga salah?” tanyaku langsung dan menghampirinya.

Matanya berkaca-kaca lagi. Aku merasakan pusingnya kepalanya, ditambah sakit yang semakin terasa. Kemudian setetes darah meluncur dari hidungnya, diikuti tetesan-tetesan berikutnya.

Dia mengusap hidungnya sekaligus airmata yang juga ikut meluncur.

Aku menariknya dalam pelukanku.

“sa-kit…” keluhnya sembari meremas kepalanya.

Aku memeluknya, aku juga merasakan sakitnya kepalanya. Sangat sakit memang.

Obat?

“apa ada obat?” tanyaku.

Dia hanya mengerang kesakitan.

Aku menggeledah tasnya, dan menemukan botol bening berisi butiran-butiran obat. Aku mengambilnya sebuah dan memasukan kemulutnya, memasukan air dibotol juga kedalam mulutnya.

“tidurlah… istirahatlah… besok kita bicarakan tentang pengobatanmu…” kataku masih memeluknya ketika dia sudah mulai tenang dan sakitnya sedikit mereda.

Dia menggeleng. “Kanker ini tidak bisa di ambil… tempatnya ada ditengah disini…” katanya sembari memegang kepalanya. “cukup bahagiakan Kyuhyun… jebal…” pinta Kibum menyamankan kepalanya kemudian memegang ujung kaos yang kukenakan, persis seperti kami masih kecil, dan tidak akan pernah bisa berubah.

“tidak, kita bahagiakan dia bersama…” kataku masih memeluknya.

Sudah tidak ada jawaban lagi darinya, sepertinya dia tertidur, karena nafasnya terdengar teratur.

Aku juga mengingat saat…

 

Jeju, 21 Agustus 2012.

“selamat ulang tahun…” seru teman-teman ditambah Chullie Hyung pada kami berdua malam ini.

Kibum tersenyum menerima ciuman kecil dipipinya dari Chullie hyung dan juga rangkulan hangat dari Kyuhyun yang tidak sedetikpun lepas dari bahunya.

Aku memandang Kibum, dia tersenyum kearahku, melepas pelukan Kyuhyun kemudian memelukku erat.

“selamat bertambah umur… semoga umurmu panjang dan bisa mewujudkan permintaanku…” bisiknya ditelingaku.

“hum… semoga kita bisa bersama sampai tua”.

“itu mustahil… jangan buat permohonan aneh-aneh! Kasihan Tuhan bingung mewujudkannya” katanya sembari memukul pelan bahuku yang dipeluknya, setelah itu dia melepas pelukannya.

Dia tersenyum padaku kemudian menjauh, dia duduk didekat Chullie Hyung dan menyandar manja dibahu uri hyungie, dia menghindari kontak dengan Kyuhyun lagi malam itu, dia berusaha membuat Kyuhyun mendekat ke arahku. Tapi tetap saja, Kyuhyun tidak akan bisa senyaman saat dia yang disamping Kibum.

Aku juga masih ingat beberapa hari lalu.

 

9 september 2014.

Aku duduk melihat aktifitas Kibum yang mondar mandir mengurus persiapan pernikahanku, dia dan istri Chullie Hyung menghandle semuanya, Angeline Noona, istri Chullie Hyung yang lulusan Design ngotot mendsign tempat upacara dan resepsi pernikahan. Sedang Chullie Hyung dan Kibum, Mendampinginya. Otak cerdas mereka bisa mempelajari apapun dengan cepat dan melakukan apapun sesuai pemikirannya, Kibum mendesign undangan, tata ruang dan Chullie Hyung mendesign berbagai macam souvenir. Kibum memang bakat dalam segala hal, kecuali olah raga…

Aku baru datang ke lokasi calon tempat upacara pernikahanku, aku melihat Kibum sibuk menutup hidungnya, dipahanya terlelap Kyuhyun.

Dia menatapku memelas. Aku mengerti dan mengangkat Kyuhyun dari paha Kibum. Kibum gontai bangun dari duduknya beranjak pelan berusaha menuju toilet, saat tubuhnya goyang tangannya menyandar ke meja yang masih belum rapih, dan bercak darah tercetak lima jari di taplak meja putih yang menutup meja yang rencananya akan kupakai menikah 2 hari lagi(rencananya). Setelah itu…

Brugh!

Aku segera meletakan kepala Kyuhyun asal di kursi dan menghampiri dongsaengku yang sudah terbaring di rerumputan. Aku segera menggendongnya dan membawanya keluar dari area walau dia masih setengah sadar.

Karena kambuhnya, dia harus dirawat 4 hari lamanya, dan pernikahanku terpaksa diundur hingga tanggal 15 september.

 

13 September 2014

Kibum pulang kerumah, dia tidur dikamarnya sendiri yang sudah terpisah denganku sejak 1 tahun lalu.

Dan Kyuhyun yang tahu dia pulang pagi sekali datang kerumah kami dan langsung masuk kekamar Kibum. Aku hanya berani mengintip mereka.

Kyuhyun menggelitiki pinggang dan leher Kibum, persis seperti yang selalu dilakukannya sejak kami kecil untuk membangunkan Kibum.

“berhenti Kyu… hahaha… ya, ya… aku akan menurutimu Hwangjanim…” kata Kibum menggeliat tidak beraturan Karena gelitikan Kyuhyun.

Kibum kemudian memegang tangan Kyuhyun. Tapi Kyuhyun hanya diam saja mengamati wajah Kibum.

“Kyu… kenapa melamun?” tanya Kibum sembari berusaha duduk.

Kyuhyun memeluk Kibum yang masih setengah berbaring.

“Saranghaeyo Bum… neomu saranghae…” bisikan Kyuhyun pelan, walau pelan aku masih bisa mendengarnya dengan jelas.

Kibum mengelus lembut rambut Kyuhyun dalam pelukannya.

 “aku tahu… aku tahu kamu menyayangiku… akupun begitu… sudah…” katanya pelan ditelinga Kyuhyun menjawab ungkapan perasaannya.

“jangan tinggalkan aku kemanapun… janji!” kata Kyuhyun masih berbaring dan memeluk Kibum.

Kibum tertawa. “yasudah, biarkan aku tidur lagi saja” kata Kibum berbisik. Kemudian menguap lagi.

“kuberi waktu tidur 10 detik, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10! Sudah ayo bangun” kata Kyuhyun jahil sembari bangkit dari posisi berbaring dan menarik Kibum bangun.

Dengan malas dia bangun juga, dia memeluk Kyuhyun lagi, dari belakang, kemudian meletakan kepalanya dibahu Kyuhyun.

“aku jauh lebih sayang padamu…” bisiknya kemudian melingkarkan lengannya di perut Kyuhyun dan mencium kecil pipinya. “Kyu, setelah ini, cepat coba tuxedomu, aku ingin melihatnya sebelum Donghae… dan, aku sudah menambahnya dengan vest dan dasinya sudah kuganti dasi panjang seperti keinginanmu… senang Hwangjanim?” tanya Kibum.

Kyuhyun menunduk. “tidak bisakah kita yang menikah besok?” tanya Kyuhyun pelan.

Kibum tersenyum lebar mengendurkan pelukannya dan membalik Kyuhyun untuk menghadapnya.

“ribuan kali kau bertanya Kyu, aku ingin menitipkan Hyungku, Donghae, terima dia menjadi suamimu, dan jaga dia dengan seluruh cintamu, jangan ingat perasaanmu untukku, jangan menoleh lagi padaku, aku yakin dia akan menjagamu lebih lama dari yang aku mampu…” kata Kibum dengan suaranya yang serak.

Kyuhyun sudah menangis mendengar kata-kata itu, dia mengusap pipi Kibum yang kuyakin sekarang sudah menjadi sungai kecil dari airmatanya.

Kibum juga mengusap pipi Kyuhyun. “jangan menangis lagi, kau harus bahagia…” kata Kibum masih terus mengusap pipi Kyuhyun, suaranya lebih serak.

Kyuhyun memeluk Kibum lagi dan meraung keras dipelukan Kibum.

***

Saat ini aku masih menunggu disini, didepan ICU, menjaga dongsaengku yang masih didalam sana. Kyuhyun keluar dan menyuruhku masuk bergantian dengannya.

Tidak ada senyum yang biasa menghiasi bibirnya, tidak ada suara lembutnya yang menggema diinderaku, aku tidak bisa memarahinya sekarang, aku juga tidak bisa mengejeknya sekarang.

“Bummie…” panggilku.

Tidak ada jawaban.

Selama 2 hari keadaannya terus menurun. Tapi dihari ketiga dia membuka mata, dia melihatku dengan lemah, melempar senyumnya, kemudian memintaku untuk memeluknya.

“a-ku sa-yang Chul-lie Hyu-ung ju-ga di-ri-mu…” katanya sangat lirih dan lemah saat sudah dalam dekapanku.

“aku tahu aku juga sayang padamu… Chullie Hyung juga…”.

Dia mengangguk. “ba-ha-giakan Kyuh-hyun…” lanjutnya bahkan nyaris tak terdengar.

Aku mengangguk.

Dia mengelus rambutku dan membuatku yang tidak tidur 3 hari ini jadi mengantuk, dan aku akhirnya terlelap bersamanya, tapi mata itu tidak pernah terbuka lagi, ya, Kim Kibum, dongsaengku meninggal pada 18 september 2014 dalam usia 25 tahun hampir 26 tahun.

Aku mengantarnya sampai peristirahatannya, di dekat makam Appa dan Eomma.

Hari itu aku berjanji akan melindungi dan membahagiakan Kyuhyun dengan cara apapun.

FIN

selesai... ini oneshot aja... jangan harap ada kelanjutannya. hehehe...
semoga yang baca suka. thanks alot buat yang mau baca comment atau bahkan ada yang suka ceritanya. saran dan kritik ditunggu...

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
yuchan13 #1
Chapter 1: ooooo... ini BL ya? aq kira GS hehe
aq harap chingu bikin lgi yg GS ya
hayalanku d awal sudah cewek, trus ternyta pkek tuxedo, jdinya ya gtu dech, hayalannya kecampur-campur, hehe
yuchan13 #2
Chapter 1: ooooo... ini BL ya? aq kira GS hehe
aq harap chingu bikin lgi yg GS ya
hayalanku d awal sudah cewek, trus ternyta pkek tuxedo, jdinya ya gtu dech, hayalannya kecampur-campur, hehe
yuchan13 #3
Chapter 1: ooooo... ini BL ya? aq kira GS hehe
aq harap chingu bikin lgi yg GS ya
hayalanku d awal sudah cewek, trus ternyta pkek tuxedo, jdinya ya gtu dech, hayalannya kecampur-campur, hehe
sagitaboy #4
author, perbanyak fic bumkyu y..heran sama asian fanfic, untuk shipper bumkyu hany author saja...cerita yg in d tungg kelanjutan na y...