Romeo & Juliet [1]

Juliet and His Stupid Romeo

Sunggyu bersumpah hari ini akan menjadi hari tersialnya dari banyaknya hari-hari yang telah dilalui. Hari dimana untuk pertama kali ia akan merendahkan harga dirinya yang setinggi menara terkenal di Paris. Meramal bukanlah keahliannya namun ia begitu meyakini akan hal itu--kesialannya. Ia sudah memperkirakan implikasi dari tindakan konyolnya tempo lalu berakhir membawanya pada situasi yang lebih sulit lagi. Berhari-hari ia merutuki hasil impuls dari otaknya, gerak refleknya, yang menuntun dirinya begitu semangat memberi tamparan pada kedua pipi kekasihnya--maaf, mantan kekasihnya--oh, tidak, Sunggyu akan membuatnya kembali menjadi kekasihnya--ketika tanpa sengaja menemukan pemuda tampan itu bermesraan di Kafe dengan pemuda lain yang--jujur saja sungguh tidak lebih baik berdasarkan sudut pandangnya tentu saja. Tanpa menuntut penjelasan apa-apa Sunggyu meninggalkan kekasihnya yang brengsek setelah meneriakan kata selesai tidak lupa juga menuang jus strawberry ke wajah penuh pengkhianatan itu.

Dan bodohnya, saat itu Sunggyu tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterimanya kelak.

Misalnya saja tepat satu minggu setelah kejadian di Kafe, hari ini, hampir gila Sunggyu menimbang-nimbang cara terbaik untuk membalikan keadaan hingga berpihak padanya. Meski hanya dengan memikirkannya saja sudah berakibat bulu-bulu kuduknya meremang, lantaran baru kali ini disepanjang umurnya ia terpaksa harus menelan ludahnya sendiri; menarik kembali ucapannya yang mengatakan hubungan mereka sudah berakhir.

Benar, Sunggyu akan meminta Myungsoo menjadi kekasihnya lagi, apapun caranya. Bagaimanapun, Myungsoo--sang kingka di sekolah--harus kembali ke sisi Sunggyu. Karena Sunggyu mencintainya. Tidak. Lebih tepatnya Sunggyu membutuhkannya.

Bermodalkan nekat bersama derasnya aliran keringat di pelipis Sunggyu menghampiri Myungsoo yang duduk bersama empat teman kerennya di kantin. Seolah-olah terdapat cahaya imajinatif dari kelompok mini itu, pahatan-pahatan indah dari tangan Tuhan yang memanjakan mata tersebut bersinar terang. Seluruh pengunjung kantin tampak tidak ingin melewatkan sekedar mencuri pandang kearah mereka, dan hal itu semakin mengakibatkan organ terdalam didada Sunggyu berdetak tidak karuan. Dikuatkan kakinya, meyakinkan diri sendiri bahwa dirinya bukan seorang pengecut dan tidak mudah takhluk terhadap siapapun, lalu bergerak semakin dekat dengan Myungsoo. Tepat berada didepan mantan kekasih, seketika Sunggyu stagnan. Timbul perasaan ingin menghilang saja dari dunia ini. Mengedarkan pandangannya, tidak disangka orang-orang mulai memperhatikan ke titik dimana Sunggyu berdiri dan barangkali menunggu tindakan tidak terduganya. Adakah seseorang yang dengan sukarela ingin menculik Sunggyu ke planet Mars? Demi Tuhan, Sunggyu bersedia.

Salah satu dari teman Myungsoo yang pertama kali menyadari keberadaannya, Sunggyu segera mengibas-ngibaskan telapak tangannya kedepan menginisialkan pemuda itu untuk tutup mulut karena setelah ini ia berencana akan lari secepat kilat. Tetapi sialnya, Myungsoo yang awalnya sibuk mengaduk-aduk sesuatu di piring kini berpindah fokus kearah Sunggyu setelah perutnya disikut oleh individu disebelahnya.

"Ha--hai.. Myung--soo," Sapaan Sunggyu terdengar seperti orang yang sedang berbicara di dalam air, sambil menampilkan senyum kaku dengan deretan gigi yang terlihat.

"Oh! Ada perlu apa muncul dihadapanku, Kim Sunggyu?"

Sunggyu bisa melihat Myungsoo melemparkan seringaian sinis yang anehnya tidak pernah gagal melelehkan hatinya karena menurutnya semakin membuat Myungsoo terlihat tampan dan seksi. Walaupun jujur saja ia benci kepada dirinya sendiri karena begitu menggilai apapun yang pemuda itu tunjukan; ya, apapun termasuk senyum jahatnya, dan caranya tertawa, berbicara, duduk, tidur, bersin, gaya berjalannya, dan semuanya. Semuanya tampak mempesona dimata Sunggyu yang filternya sudah hilang entah kemana. Dan yang paling mempesona dari semua itu, ialah kepandaian Myungsoo dalam berakting. Begitu mengagumkannya Myungsoo setiap kali memainkan peran Sunggyu sampai lupa cara berkata-kata untuk mendeskripsikan betapa superiornya makhluk itu.

Memilin ujung sweeter-nya pemuda Kim itu menjawab dalam nada yang gugup. "A--aku ingin berbicara denganmu." Sejak awal Sunggyu tahu Myungsoo merupakan sosok yang mendominasi, akan tetapi Sunggyu tidak menyangka betapa kuatnya pengaruh Myungsoo terhadap tubuhnya.

"Bicara saja," balas Myungsoo, dan memasukan potongan daging ke mulutnya.

"Tidak disini."

"Mengapa?" Masih tidak acuh ciri khas Myungsoo menjawab.

"Kurasa kau sudah tahu mengapa," Myungsoo menaikan sebelah alisnya, spontan Sunggyu menghela napas. "Terlalu banyak orang disini."

"Lalu? Banyak orang dan tidak banyak orang, apa masalahnya?"

"Myungsoo--"

Individu yang dipanggil membanting garpunya cukup keras. Keadaan mendadak hening, si pusat perhatian ketika melakukan sesuatu yang signifikan tentu saja akan berujung pada perubahan suasana. Suara kursi bergeser terdengar, Myungsoo berdiri, berjalan perlahan mendekati Sunggyu dengan pandangan mata seolah menguliti target dihadapannya. Bibirnya membentuk--entah senyum atau seringai--didepan pemuda itu dan menepuk-nepuk pipi berisinya pelan.

"Banyak orang atau tidak, tentu saat itu kau tidak memikirkan perasaanku ketika," ditepuknya lagi pipi Sunggyu, "... kau menamparku, dan menyiram wajahku dengan jus."

Menarik napas, Sunggyu menyingkirkan tapak tangan Myungsoo dari wajahnya lalu memberanikan diri mensejajarkan pandangannya dengan pemuda itu. "Maka dari itu aku datang menemuimu untuk meminta maaf. Aku mengaku salah karena sudah mempermalukanmu di tempat umum, aku--aku hanya merasa emosi saat itu. Memang apa yang kau harapkan ketika mendapati kekasihku sendiri, yang sudah menjalin hubungan bersamaku bertahun-tahun, berselingkuh tepat didepan kedua mataku? Tapi, sudahlah, ini sudah tidak penting lagi. Tolong maafkan aku, Myungsoo. Aku harap kau mau menerima permintaan maafku dan,"

Harus. Sudah lebih dari setengah jalan Sunggyu tidak bisa menarik kembali penuturannya. Meski perih dan terkhianati, ia harus menyelesaikannya. Kedua tangannya mengepal kuat, melanjutkan dengan mata segarisnya yang tutup. "... kembalilah padaku! Jadilah kekasihku lagi!"

Sunggyu mengakhiri kalimatnya dengan lantang. Seolah-olah kalimatnya berisi 'aku baru saja melihat seekor kambing terbang' semua pasang mata kompak tertuju padanya, tidak terkecuali Myungsoo yang membulatkan irisnya dengan pandangan tidak percaya selagi mencerna hal tidak masuk akal yang baru saja didengarnya.

"Apa?"

Mendengar hanya itu respon dari sang kingka, Sunggyu mengulang agak terbata-bata. Merapal 'sial sial sial' dalam hati. "Ja--jadilah kekasihku--lagi."

"YA! KIM SUNGGYU APA YANG KAU KATAKAN!"

Sebuah suara lalu menginterupsi pembicaraan Myungsoo dan Sunggyu, kontan keduanya menoleh, pemuda jangkung datang kearah mereka dengan tangan terlipat didepan dadanya. Sepersekian detik setelah kedatangannya siswa-siswi yang berada di Kantin sekolah tercekat. Bagaikan penonton, mereka menanti dengan was-was kelanjutan drama yang disaksikan secara langsung.

Lee Sungyeol dan dua antek-antek dibelakangnya berjalan dalam gestur angkuh, kemudian Sungyeol memposisikan diri ditengah-tengah kedua pemuda yang sedang berseteru. Mendengus tepat didepan Sunggyu dengan wajah datar. "Berani-beraninya kau meminta Myungsoo menjadi kekasihmu lagi, huh. Kau pikir dirimu siapa?"

"Sungyeol! Jangan mencampuri urusanku dengan Sunggyu," timpal Myungsoo.

"Myung~ bisa-bisanya kau berkata seperti itu. Aku ini kekasihmu sekarang. Wajar saja aku seperti ini, urusanmu urusanku juga. Apalagi melihat si kuper ini ingin memintamu lagi jadi kekasihnya, aku tidak bisa tinggal diam." Berbalik arah menghadap Myungsoo, dan menghentak-hentakan kedua kakinya selagi berbicara. Yang tidak Sungyeol ketahui, Sunggyu mencibir semua ucapannya, mengulang memakai mimik yang lucu dibelakang.

Myungsoo terkekeh pelan dan mendorong bahu Sungyeol supaya kekasih barunya sedikit menyingkir ke samping. "Jadi, aku tidak salah dengar ya. Apa kau serius, Kim Sunggyu."

"Tentu saja! Kau pikir aku sedang bermain-main!"

Tatapan Myungsoo semakin tajam dan gelap. "Tidak. Aku hanya berpikir motif sebenarnya dari semua ini adalah kau menginginkanku untuk kembali bermain di klub konyolmu itu 'kan?"

"Tidak! Bukan begitu--"

"Sudah cukup jangan berbohong lagi, Kim!" teriak Myungsoo, spontan Sunggyu menundukan wajahnya sesaat merasa sangat lemah karena tidak terbiasa mendapat bentakan. Terlebih semua orang melihatnya dengan tatapan mengadili, menyudutkannya, seakan yang ingin mereka tahu hanya Sunggyu yang berada diposisi bersalah.

"Ti--tidak. Aku--aku mencintaimu. Memang aku juga ingin kau tetap di klub, tapi aku mencintaimu. Sungguh. Maafkan aku," ucap Sunggyu pelan dan belum berani mengembalikan pandangannya ke mantan kekasihnya.

"Persetan! Kau hanya memanfaatkannya untuk kepentinganmu, berhenti meracuni otak Myungsoo! Tidak kusangka dirimu yang sok polos ini egois sekali!" Sungyeol kembali bersuara, memandang Sunggyu penuh aura permusuhan.

"Sayangnya aku sudah tidak mencintaimu, Kim. Namun aku bisa saja mempertimbangkan kembali ke klub asalkan kau memohon padaku."

Sungyeol membelalakan matanya, tidak percaya dengan ucapan pemuda yang belum lama menjabat sebagai kekasihnya. "Myungsoo ingat! Sekarang kau terikat dengan klub-ku. Klub Akting!"

Agak jengah, pemuda yang diingatkan menjawab malas, "Diam sebentar. Sudah kubilang jangan ikut campur!"

"Oh! Astaga! Bisa-bisanya kau berkata seperti itu padaku! PADAKU? OH! Aku menuntut penjelasan darimu, Kim Myungsoo!"

Kekasihnya mengusak-usak rambutnya sendiri, meninggalkan kantin setelah mendorong pelan bahu Sunggyu, sedang Sunggyu yang masih menunggu penjelasan lebih dari Myungsoo tidak begitu peduli dan hanya mendelik. Jujur saja agak geli melihat pertengkaran mantan kekasihnya dengan kekasih barunya itu yang kekanakan.

Sunggyu menjernihkan tenggorokannya. "Benarkah?"

Masa bodoh pada kekasihnya yang berada pada status merengek, Myungsoo mengulang kembali perkataannya pada sang mantan. "Ya. Asalkan kau memohon padaku."

"Apa?"

"Memohon. Memohonlah."

"Kau serius?" Tangan bertengger dipinggang, Sunggyu tertawa kecil merasa bodoh menghadapi situasi saat ini. Memejamkan mata kecilnya, membuang napas, mengingat ia tidak memiliki pilihan lain selain tawaran dari pemuda itu. Tapi apakah ia sanggup sementara kata memohon tidak pernah ada di dalam kamusnya.

"Bagaimana?"

"Baik." Setelah ini Sunggyu akan berusaha keras melupakannya; kejadian paling memalukan didalam hidupnya. "Kim Myungsoo, aku mohon padamu, kembalilah ke klub. Klub membutuhkan--"

"Ayolah, Sunggyu! Lakukan dengan benar."

"Apa maksudmu?"

"Katakan sambil bersimpuh."

Mulut Sunggyu terbuka, "Apa?"

"Kau mendengarnya. Cepatlah lakukan! Aku tidak memiliki waktu untuk meladenimu."

Tidak. Tidak. Ini sungguh keterlaluan. Digelengkan kepalanya, mulai menyesali diri. Apa yang ia lakukan disini? Mempermalukan diri sendiri? Meski samar namun Sunggyu mulai mendengar tawa dari sekelilingnya. Ia tidak menyangka Myungsoo tega sekali memintanya melakukan hal itu, ia dan Myungsoo tumbuh bersama, bersahabat sejak di sekolah dasar, pada akhirnya dengan cara yang manis Myungsoo memintanya menjadi kekasihnya dan mereka berhasil menjalin hubungan selama tiga tahun. Seharusnya Myungsoo mengerti dirinya tidak suka direndahkan seperti ini, tapi kenapa? Apa ia sengaja? Oh tentu saja, Sunggyu lupa kalau Myungsoo menaruh sakit hati terhadapnya dan sosok Myungsoo tidak kalah egoisnya.

"Oh baiklah! Ayo kita pergi dari sini teman-teman." Seolah mengomando anak buahnya Myungsoo hendak berlalu diikuti teman-temannya yang satu-persatu beranjak dari kursi kantin.

"Tidak! Myungsoo!" Lutut Sunggyu jatuh seketika di lantai beserta pandanganya pada pola monoton itu. Jeritan lantangnya menghentikan langkah kelompok kingka serta tarikan napas disekelilingnya. "Myungsoo, berhenti. Aku mohon. Aku mohon padamu. Aku mohon. Kembalilah ke klub Myungsoo, kau sangat tahu bagaimana klub itu sangat berarti bagiku. Aku mohon," kata-katanya terdengar sangat lancar, tetapi tanpa diketahui siapapun ia ingin menangis kencang.

"Baiklah. Akan aku pertimbangkan, tetapi aku tidak janji," melirik Sunggyu dari balik punggungnya. "Ayo, kita pergi dari sini."

Buru-buru Sunggyu bangkit berdiri mencegah kepergian pemuda itu dengan menahan lengannya dan sedikit mengguncang. "Myungsoo! Myungsoo, apa maksudmu? Kau akan kembali 'kan? Kau berjanji padaku 'kan?" Matanya sudah berair, Sunggyu tahu Myungsoo lemah apabila melihatnya menangis. Berharap mendapat penuturan lembut, Myungsoo malah melemparinya teriakan.

"Ya! Aku tidak berjanji apapun! Lepaskan dan menyingkirlah!"

"Tidak! Kau harus berjanji padaku dulu!"

Semakin erat Sunggyu memegang lengannya dan itu membuat Myungsoo bertambah kesal. Maka dihentakan kuat tangannya sampai terlepas dari Sunggyu, namun baru sesaat Sunggyu menangkapnya lagi dan sama sekali tidak menyangka kalau selanjutnya pemuda itu dengan nekat menggigitnya.

"YA! KIM SUNGGYU!" Rasa sakit yang menjalar dilengan membuat Myungsoo tanpa berpikir melayangkan tinjuan di wajah Sunggyu, segera ia menarik lengannya, mantan kekasihnya tersungkur di lantai dalam keadaan hidung yang berdarah.

"Oh, Myungsoo! Lihat hidungnya--"

Tapi Myungsoo tidak berkata apa-apa, menoleh sekilas ke pemuda malang itu dan meninggalkan kantin begitu saja.

"Hey Kim Sunggyu, kau baik-baik saja 'kan?"

Salah satu teman Myungsoo mengulurkan tangan namun Sunggyu menepisnya keras. Kepalanya tertunduk, ia berdiri sambil menahan aliran merah yang keluar dari hidungnya dan berlari, menelan air matanya.

Sunggyu berakhir di ruang kesehatan sekolah setelah setengah jam menangis didalam toilet kemudian membersihkan hidung terlukanya dengan cairan antiseptik yang ditemukan di kotak obat-obatan. Ia menatap langit-langit ruangan yang sepenuhnya di cat warna putih, satu tangan didahinya sedikit menutupi matanya yang sembab. Lubang hidung tersumpal oleh kapas. Ia tidak tahu sudah berapa lama berbaring di ranjang rawat, yang diingatnya hanyalah ia absen menghadiri kelas seusai istirahat. Ia tidak memiliki muka untuk kembali ke kelas dan malu sebab jelas penampilannya tampak menyedihkan. Barangkali saja teman-temannya sudah tahu kejadian apa yang baru saja menimpanya mengingat gosip bisa lebih cepat dari angin, maka Sunggyu memilih untuk menghindari ejekan dengan bersembunyi, setidaknya hanya untuk hari ini.

Anehnya setelah apa yang ia dapat, ia tidak bisa semata-mata menyalahkan Myungsoo, karena pemuda itu benar. Ia egois; memanfaatkan Myungsoo beberapa bulan terakhir sebelum mereka putus, setelah ia diangkat sebagai ketua klub drama ia seolah meninggalkan Myungsoo, ia hanya memanggil Myungsoo jika klub-nya membutuhkan peran. Selalu dan selalu menomor satukan klubnya dibanding sang kekasih. Namun Sunggyu tidak bisa menghindari itu; Sunggyu sangat mencintai klub-nya, klub-nya yang perlu satu bintang terang agar selalu bisa bertahan dengan cara menarik perhatian banyak penonton, dan hanya Myungsoo-lah yang mampu mengisi posisi tersebut. Sunggyu bukanlah siswa cerdas, hanya siswa rata-rata dan hanya bersama klub-nya-lah orang tuanya akan bangga, dan Sunggyu berani melakukan apa saja agar klub-nya dapat bertahan.

"Myungsoo sangat membenciku, bagaimana caranya agar ia mau kembali? Apa yang harus kulakukan?" Sunggyu merasa sangat putus asa, netranya memanas memikirkan semuanya. Nyeri di hidungnya membuatnya sakit kepala. Tanpa sadar ia meringis, mata terpejam dan mengeluarkan air mata. Tenggorokannya mengeluarkan isakan. Sunggyu mendengar suara tirai yang menjadi penyekat antar ranjang terbuka.

"Kau baik-baik saja?" Suara yang berat dan dalam, namun menariknya terdapat aksen asing didalam suara misterius itu.

"Pergilah. Jangan pedulikan aku," jawab Sunggyu. Gelap masih menyelubunginya.

"Baiklah."

Selanjutnya ia mendengar langkah kaki menjauh. Baguslah, Sunggyu tidak ingin diganggu. Benar-benar memalukan apabila seseorang melihatnya dalam kondisi menyedihkan seperti ini.  Tapi tidak lama kemudian sebuah handuk kecil mendarat diwajahnya.

"Pakailah. Untuk menghapus air matamu." Ketukan sepatu beradu dengan lantai kembali meraih pendengaran, seketika Sunggyu bangun dari posisinya, menengok dan melihat dengan mata yang basah punggung pemuda berambut pirang menyala menutup pintu, meninggalkan UKS.

• • • •

Yang benar saja. Sesampainya di sekolah Sunggyu sudah dibrondongi pertanyaan perihal insiden di kantin kemarin, tidak kenal waktu dan keadaan, sahabat baiknya yang bernama Jang Dongwoo menahannya didepan pintu gerbang dengan mulut besarnya tanpa henti berceloteh. Ditatapnya malas pemuda yang lebih pendek dan gemar mengguyon, dalam suasana terpaksa berjalan beriringan menuju kelas.

"Hussh! Diam! Jangan dibahas lagi, kau sudah tahu jelas kronologinya seperti apa! Sekarang hentikan, atau aku akan marah!" Segalak mungkin Sunggyu memperingatkan pemuda itu.

Namun bukan Jang Dongwoo namanya jika menuruti permintaannya, dan malah membalas bersama cengiran. "Iya, iya! Aku tahu! Aku hanya masih penasaran setan apa yang merasukimu hingga kau mau melakukan itu!"

"Tidak ada setan manapun yang merasukiku! Aku melakukannya secara sadar atas perintah dari pikiranku, Dongwoo."

"Oh, baiklah. Ini tetap saja aneh." Seraya berjalan bersisian, Dongwoo memperhatikan lamat-lamat wajahnya. "Apa masih sakit?"

Ia menoleh, "Huh?"

"Disini." Dongwoo mengulang dan kali ini menyentuh hidungnya sendiri. "Apa masih sakit?"

Sunggyu yang segera mengerti kemudian membalas dengan gelengan dan matanya tertuju pada ujung sepatunya, tiap langkah yang diambil membawanya semakin dekat dengan ruang kelas. Sepanjang koridor pada akhirnya Dongwoo tidak lagi mengungkit hal itu, barangkali kini telah paham bahwa Sunggyu memang benar-benar tidak ingin membahasnya. Dilain sisi, meski sudah mengetahui benar kecintaan Sunggyu terhadap klub drama sekolah mereka namun Dongwoo tetap tidak habis pikir mengapa Sunggyu yang terkenal memiliki harga diri tinggi rela bertindak segegabah itu, bertekuk lutut didepan si kingka tukang selingkuh. Sesakit-sakitnya dikhianati akan lebih sakit apabila direndahkan, dan Sunggyu yang malang merasakan keduanya diwaktu yang sama. Dongwoo berada di klub yang sama dengan Sunggyu, dan Dongwoo dapat bersumpah bahwa sahabatnya memang luar biasa mengerikan apabila menyangkut soal klub; menjadi tipikal seseorang yang akan melakukan apa saja demi segalanya berjalan sesuai sebagaimana mestinya.

"Lalu apa rencanamu selanjutnya soal klub?" Keadaan masih sepi tidak kurang dari lima murid termasuk mereka, sesampainya di kelas Dongwoo mengambil duduk disebelah Sunggyu yang langsung melemaskan bahu dan menidurkan kepalanya diatas meja.

Melalui mata setengah mengantuk dilihatnya sahabatnya, terlihat menunggu sesuatu, mungkin jawaban, sedang ia sendiri tidak memikirkan apapun bahkan sejak semalam pertanyaan semacam itu sudah bersarang memenuhi kepalanya namun hingga sekarang ia belum juga menyusun rancangan yang tepat untuk ia lakukan kelak.

"Aku tidak tahu. Aku tidak tahu, Dongwoo. Kurasa aku akan mundur saja." Sunggyu setengah merengek, tampak lucu dan menggemaskan. Kalau saja persoalannya tidak serumit ini, mungkin Dongwoo sudah menjadikannya sebagai bahan candaan.

Dongwoo menghela napas, "Tidak bisa. Bagaimana dengan anak-anak yang lain? Kau harus memikirkan semangat dan latihan keras mereka, antusiasme mereka dalam menghapal dialog, bernyanyi, bermain musik, dan semuanya memainkan peran ganda. Kita sudah berlatih dengan rutin selama dua bulan penuh hanya untuk acara ini, acara terbesar dan tahunan, acara yang dimana akan ada banyak orang yang menonton kita, juga acara menjadi penentu hidup dan matinya klub, Sunggyu. Jika kau mundur, aku bahkan tidak bisa membayangkan betapa besar rasa kecewa mereka."

"Aku tahu!" Sunggyu menegakkan punggungnya, secara tidak sengaja penuturan Dongwoo telah membuat beban dihatinya kian berlipat. Tanpa disadari manik beningnya mulai berair. "Aku tahu, tapi--"

"Hey, Sunggyu, kau ketua disini. Aku yakin anak-anak sangat percaya dan yakin kau bisa mengatasinya dengan baik. Jangan cepat menyerah, ya."

Sunggyu menundukan kepalanya, menggosok pelan air matanya sebelum menganak sungai. Memijit jemari-jemarinya tanda bahwa dirinya benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana. "Aku tidak menyerah. Hanya saja kita sudah kehilangan kartu AS kita. Aku malah sempat berpikir untuk mengganti naskahnya saja!"

"Jangan! Mengganti naskah terlalu berisiko terlebih hari H sudah semakin dekat. Kalau begitu kita cari saja--"

"Yo! Kim Sunggyu!"

Baik Sunggyu maupun Dongwoo menoleh keasal suara; ada Yoon Doojoon, teman sekelas, sekaligus pemuda tinggi yang menjabat sebagai ketua kelas dan ketua OSIS itu meletakan selebaran diatas meja. "Pampletnya sudah jadi dan sudah dipasang di mading, sebagian aku berikan kepada masing-masing ketua klub. Aku hanya ingin memberitahumu, Gyu, waktunya tinggal satu bulan lagi."

"Ya! Dongwoo! Cepat usir orang ini dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatnya sekedipan matapun!" Bagai kesetanan Sunggyu mengatakannya dengan teriakan, menggelengkan kepala beberapa kali lalu menenggelamkan kepalanya diantara kedua lengannya yang ditekuk, alih-alih pergi Doojoon malah menyuruh Dongwoo untuk menyingkir dan menggantikan duduk disebelah Sunggyu lalu melingkupi tubuh Sunggyu menggunakan lengan kekarnya.

"Astaga! Kau ini berlebihan sekali sih, honey!"

"Honey your ! Kau bahkan tega ingin membubarkan klub dramaku. Pergi!"

Doojoon membebaskan tubuh Sunggyu, membuang napas kemudian melirik Dongwoo seolah meminta penjelasan ada apa dengan pemuda bermarga Kim itu--yang kelakuannya setiap hari seperti anak gadis sedang menstruasi--tapi Dongwoo hanya mengangkat bahunya. "Itu bukan keputusanku, honey! Pembina organisasi yang memutuskannya, klub yang anggotanya minim akan dihilangkan karena sekolah kita sudah terlalu banyak klub; tennis, american football, basket, jurnalis, musik, akting, astronomi, merangkai bunga, meminum teh--"

"Kenapa tidak dihilangkan saja yang tidak penting? Klub merangkai bunga--dan apa? American football? Yang benar saja! Kita bahkan warga negara Korea!"

"Tapi 'kan, itu hanya salah satu jenis cabang olahraga."

"Aku tidak peduli! Yang aku tahu klub-klub seperti itu tidak penting!"

Percuma berbicara dengan Sunggyu, sampai mulut berbusa pun ia tidak akan mengerti. Doojoon bangkit dari duduknya, "Aku masih harus membagikan pamplet ini. Jika kau benar-benar mencintai klub drama lakukanlah yang terbaik di acara festival nanti, Gyu, tarik anggota baru sebanyak mungkin 'oke?" Sebelum pergi ia sempatkan mengusak-usak helaian karamel Sunggyu, keluar dari kelas sambil terekekeh tanpa memperdulikan tatapan kesal dari pemiliknya.

Selepas perginya Doojoon, Dongwoo kembali ketempat duduknya dan lebih mendekat ke sang ketua. Mengguncang beberapa kali bahu Sunggyu agar perhatiannya dipusatkan padanya. "Hey, Dojoon ada benarnya. Jika ingin mempertahankan klub tentu kita harus merekrut banyak anggota baru. Kita tetap lakukan seperti rencana sebelumnya, membuat siswa/i baru itu memusatkan perhatian mereka pada klub kita yaitu dengan memakai kartu AS!"

"Tapi Myungsoo--"

"Lupakan Myungsoo! Kita dapatkan kartu AS yang baru!"

Sunggyu membulatkan mulut. Menelengkan kepalanya, khas cara ia tengah berpikir. Tidak ada di sekolah ini yang secermelang Myungsoo, bahkan Hoya, ketua klub astronomi yang juga anggota cabutan klub drama karena tuntutan pacarnya, Sungjong, sekalipun tampan dan berbadan atletis; masih tidak mampu menyaingi pamor mantan kekasihnya. Sunggyu meragukan isi kepala Dongwoo yang mungkin sudah mengenal calon pengganti sang kingka.

"Memang siapa, Woo? Siapa kartu AS kita?"

Dongwoo melihat kedalam mata Sunggyu lekat, pelan-pelan bibir tebalnya mengembangkan seriangaian, "Nam Woohyun."

Nam Woohyun.

Nama yang terdengar tidak begitu asing ditelinga. Tepat selesainya mendengar cerita dari Dongwoo kini Sunggyu tahu mengapa pemuda itu memiliki nama yang sekilas mirip dengan nama pemilik sekolah. Pemuda Nam Woohyun ini memang anak dari pemilik sekolah, Nam Boohyun. Berdasarkan dari apa yang otaknya tangkap, Nam Woohyun mulai menjalani kehidupannya di London saat berusia lima tahun dan baru menginjak tanah airnya lagi sejak dua atau tiga minggu yang lalu. Entah darimana sahabatnya ini mendapat informasi mengenai pemuda asing itu Sunggyu penasaran, Dongwoo juga bilang Nam Woohyun bersekolah disini. Akan tetapi anehnya Sunggyu tidak mendeteksi adanya siswa baru; bukan karena Sunggyu menghapal semua murid di Woollim Highschool--bukan. Melainkan apabila benar adanya murid layaknya pangeran seharusnya seisi sekolah sudah gempar karenanya 'kan? Dan ketika Sunggyu bertanya dimana tuan muda Nam itu berada, sahabatnya menjawab sangat tidak masuk diakal.

"Mungkin kau tidak percaya dengan ucapanku, tetapi kau bisa mengeceknya sendiri. Nam Woohyun memang ada di sekolah ini tapi dia belajar di tempat terpisah. Kau tahu ruangan paling pojok, samping perpustakaan, tempat biasa pemilik sekolah berada setiap kali berkunjung kesini, disitulah Nam Woohyun. Jika kau bertanya mengapa dia tidak membaur--belajar bersama-sama dengan kita, jujur saja aku juga tidak tahu." Dongwoo mengakhiri penjelasannya dengan mengedikan bahu.

"Kau yakin Nam Woohyun ada disana?" tanya Sunggyu sangsi.

"Aku yakin seratus persen. Kau ingat dua hari yang lalu guru Jang menyuruhku mengambil buku paket Biologi untuk kelas ini? Nah, setelah dari perpustakaan aku melihat guru Park keluar dari ruangan itu, wajahnya merah dan tampak kesal lalu dia berjalan melewatiku sambil bertelepon, dan tidak sengaja aku mendengar "Benar pak, saya baru saja mengajari anak anda. Untuk perkembangannya..." dan aku tidak tahu lagi kelanjutan obrolan mereka karena guru Park berjalan sangat terburu-buru."

"Dongwoo! Itu tetap tidak bisa meyakinkanku kalau Nam Woohyun sanggup menggantikan Myungsoo!"

"Hey, kau pikir aku bodoh? Aku sudah mencari semua hal tentang Nam Woohyun! Dia sangat tampan dan tubuhnya pun bagus! Percayalah padaku, Gyu, Nam Woohyun bisa mengisi posisi romeo di drama kita!" Dalam gerakan cepat Dongwoo mengeluarkan ponsel dari tas ranselnya, "Sepertinya aku menyimpan satu poto terakhir yang dia kirim di akun media sosialnya. Sebentar," ia lalu memainkan jari telunjuknya di layar sentuh ponselnya, dan setelah menemukan yang diinginkan untuk menjadi barang bukti bahwa ucapannya benar, "... Tadah! Ini dia! Tampan--kan?" Menoleh kesamping namun tidak mendapati sahabatnya. "Sunggyu! Sunggyu-yya kau dimana?"

Ia sangat tidak sabar sekarang. Bel baru saja berbunyi namun ia tidak bisa menunggu lebih untuk menemukan atau sekedar memastikan pemuda Nam Woohyun di ruangan kosong itu. Ketika ia tanpa sengaja berpapasan dengan guru yang hendak ke kelas untuk mengajar, dengan sangat ahli ia bersembunyi dan bahkan sudah menyiapkan alasan jika ketahuan. Demi eksistensi klub drama untuk satu kali ini Kim Sunggyu yang tidak pernah absen rela membolos. Bersama helaan napas Sunggyu kembali melanjutkan langkahnya dan tiba didepan pintu berpelitur cokelat tua tepat disamping perpustakaan seperti yang sahabatnya katakan.

Diulurkan lengannya ingin mengetuk, namun ditariknya kembali sambil mengigit bibir bawahnya karena merasa ragu dan sedikit takut, entah kenapa. Sunggyu lalu memutuskan untuk masuk tanpa peringatan, memutar kenob dan ajaibnya pintu tidak terkunci--atau sedari awal pintu itu memang tidak dikunci. Dalam dorongan perlahan sedikit demi sedikit pintu itu terbuka, Sunggyu meloloskan tubuhnya diantara celah dan menemukan banyak lemari-lemari rak tinggi berisi buku-buku dengan ketebalan yang memusingkan, mirip sekali dengan perpustakaan kota. Sunggyu melakukan sedikit penjelajahan, ruangan ini tidak sekecil yang terlihat dari luar. Walaupun disekelilingnya hanya ada buku-buku bersama baunya yang khas seperti buku lama dan debu, diterangi cahaya lampu Sunggyu melihat ada satu pintu yang menghubungkan ruangan ini dengan sebuah ruangan lainnya.

Tanpa berpikir ulang ia mendekati pintu itu, sama dengan yang dilakukan sebelumnya ia masuk begitu saja seolah tidak ada siapapun didalamnya, seolah ia tidak perlu meminta izin kepada sang pemilik, tetapi yang ia temukan disana sanggup membuatnya menahan napas.

Wajah itu sedikit menunduk namun Sunggyu dapat menemukan ketampanan yang nyata pada figur yang sedang duduk bersandar di kursi putar dengan sebuah buku di pangkuannya. Memakai pakaian serba hitam menjadi suatu hal yang begitu kontras dengan kulitnya tetapi terlihat begitu mengagumkan dan mempesona ketika dipadankan dengan rambut pirang menyala milik sosok asing itu. Sunggyu ingin menghampiri tetapi takut jika membuat suara yang ceroboh figur itu akan terbangun dan mengepakan sepasang sayapnya lalu menghilang, Sunggyu mengutuk pikirannya; mengingatkan diri berkali-kali bahwa pemuda itu adalah manusia. Namun figur didepannya sungguh serupa dengan definisi malaikat, tanpa disadari kedua kaki Sunggyu melemas dan gemetar, dan ingin menangis kemudian bersimpuh. Sunggyu mengambil langkah demi langkah dengan sangat hati-hati. Tepat saat mengambil langkah kelima sebuah suara mengagetkannya.

"Guru Park bukankah sudah kubilang hari ini kita mulai jam sepuluh saja. Apa guru lupa?"

"Aku bukan guru Park."

Manik yang mengatup itu membuka setelah mendengar jawaban Sunggyu. Tapak kakinya mundur selangkah secara spontan, Sunggyu merasa tatapan pemuda itu menariknya dalam satu ketakutan yang tidak beralasan. Namun kepercayaan dirinya datang kembali ketika pemuda lainnya mengembangkan senyum tanpa memberi tekanan dihatinya, senyum yang manis dan bersahabat.

"Siapa kau?"

"Aku Sunggyu. Kim Sunggyu." Ia mengambil langkah-langkah yang mantap, mendekati pemuda yang sedang duduk menatapnya saksama. Lengan Sunggyu terayun dengan ringannya, meraih kedua belah pipi pemuda itu dengan menempatkan telapak tangannya disana. Jantungnya berdetak dalam ketidak aturan, namun sensasi untuk berinteraksi dengan mahkluk sempurna ini sungguh menggebu-gebu. "Kau kah dia? Kau kah Nam Woohyun?" tanya Sunggyu kemudian tanpa bisa menyembunyikan ketakjubannya.

"Hmm--y--ya. Ini aku Nam Woohyun."

Sunggyu terlalu sibuk terkagum ria sehingga tidak menyadari pancaran takut di wajah Woohyun, dan berkata penuh semangat. "Kau indah, sungguh indah. Pernahkah kau bercermin dan menyadari betapa indahnya dirimu? Raut tampan dengan guratan tegas seorang laki-laki, hidung mancung, bulu mata yang lentik, bibir super kissable, kulit putih yang menawan; Sempurna! Tidak salah lagi, kaulah sang Romeo!"

"Ng--ya, aku tahu itu kalau aku indah dan sempurna. Ng--tapi bisakah kau lepaskan tanganmu dari wajahku?"

Sunggyu menampilkan deretan giginya yang sebanding hewan pengerat lalu melakukan apa yang diperintahkan pemuda tampan itu. "Ma--af," menggaruk rambutnya yang tidak gatal dengan kikuk.

"Oh tidak apa-apa, santai saja. Mau bercerita mengapa bisa berada di ruangan ini Sunggyu-ssi?" tanya Woohyun sambil memperbaiki posisi duduknya yang sempat dirusuh oleh Sunggyu.

"Aku ingin menemuimu."

"Menemuiku? Tapi untuk apa?"

"Ya. Aku ingin memintamu menjadi Romeo-ku."

 

==To be continued==

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
prince_straw
Gagal dijadiin oneshot, akhirnya berchapter;;A;;

Comments

You must be logged in to comment
kay_yayah #1
Chapter 1: hahhaa... gyugyu udh gila...
klo aku jadi woohyun,pasti udh ku panggil pengawal sekolah.. too creepy... ga kenalin,terus di pegang pipinya.. yaishhh,myung ga gentleman.. tinju segala.. ya udh gyu,lupakan aja sok kingka itu..
akitou
#2
Chapter 1: ya ampun myung tegany kau meninju gyugyu....
gari_chan #3
Chapter 1: apa yang bakal woohyun lakukan kalau udah masuk klub?
hoyadino #4
Chapter 1: Awal liat judulnya, kynya seru, jd tertarik mw baca. Eh trnyata isinya lbh menarik dr yg w bayangin. Ini mah bagus pisan ceritanya, penuh deskripsi yg memperjelas cerita, jd alurnya gk kecepetan, PAS ;)
hoyadino #5
Chapter 1: Awal liat judulnya, kynya seru, jd tertarik mw baca. Eh trnyata isinya lbh menarik dr yg w bayangin. Ini mah bagus pisan ceritanya, penuh deskripsi yg memperjelas cerita, jd alurnya gk kecepetan, PAS ;)
0428kimsungkyu
#6
Chapter 1: Wahh semoga aja woohyun mau jdi romeonya sunggyu keke... dan myungsoo bye goodbye kekeeke


Cerita keren ayo dong cepat di lanjut ya