Behind The Pain

Description

            Judul: Behind The Pain

Main cast: Kim Jongin, Kim Hana

Cameo: Park Chanyeol

            “Kondisi Hana sekarang tidak bisa dikatakan baik, kemungkinan sembuhnya sangat kecil. Jikapun bisa sembuh, mungkin ia akan mengidap lumpuh total.” Jongin masih mencoba bertahan. Hatinya gerimis mendengar penjelasan dokter tentang orang yang begitu ia kasihi.

            “Kami akan terus melalukan perawatan yang terbaik untuk Hana. Tapi sekali lagi kami tidak bisa menjanjikan apapun.”

Jika dokter berfikir demikian, lalu Jongin bisa apa?

            “Terus berikan stimulus untuk Hana, dia butuh orang yang ia kasihi untuk tetap berada di dekatnya, mendukungnya, memberinya semangat.”

Bagaimana mungkin itu terjadi, sedang Jongin sendiri bahkan sudah tak merasa ia memiliki setitik pun semangat dalam dirinya. Semangatnya sudah lenyap semenjak satu tahun lalu, lenyap bersama kecelakaan yang merenggut senyuman Taeminnya.

Tak lama kemudian Jongin keluar dari ruangan dokter yang bertugas merawat Hana. Ia berjalan gontai menuju ruang dimana Hana terbaring lemah selama setahun terakhir ini. Jongin terdiam di depan pintu berwarna putih gading tersebut.

Setahun lamanya Jongin membunuh rasa perih di dasar hatinya ketika menatap wajah tertidur Hana—yang entah mungkin sampai kapan akan terus seperti itu—dan sampai detik ini ia masih belum mampu unntuk benar-benar kuat. Lalu bagaimana mungkin ia bisa memberi semangat pada Taemin ketika ia pun tak kalah rapuhnya.

Ia cengeng, itu benar. Tanpa Hana, Jongin hanya seonggok daging tanpa punya arah dan tujuan hidup yang jelas. Hana adalah segalanya untuk Jongin. Bertemu dengan Hana ibarat menemukan oase di tengah gurun pasir.

“Jongin,” sebuah suara menginterupsi kegiatan Jongin. Menoleh dengan perlahan dan menemukan Chanyeol berdiri tak jauh darinya. Menatapnya dengan tatapan yang tak bisa digambarkan. Namun yang pasti tatapan itu bermakna iba yang teramat sangat. Bagaimana tidak, Jongin sudah dua hari terakhir ini tidak pulang, mungkin saja ia juga tidak makan karena mengetahui kondisi Hana drop dua hari terakhir ini.

“Sebaiknya kau pulang,” Chanyol mendekati Jongin. Jongin masih belum berkutik dari tempatnya, “Kumohon, untuk hari ini biarkan aku yang akan menggantikanmu di sini, pikirkan juga kesehatanmu. Jika kau jatuh sakit, lalu siapa yang akan menjaga Hana seterusnya?”

Jongin berharap ada kata ‘seterusnya’ untuk Hana. Ia berharap ada hari esok dimana ia bisa kembali melihat senyum malaikat Taemin, senyum yang menjadi penerang Jongin dalam gelapnya dunianya dulu.

Chanyeol beralih menyerahkan kunci mobil pada Jongin, “Di dapur sudah ada makanan yang tadi kumasak sebelum ke sini, pastikan kau langsung makan,” imbuh Chanyeol. Akhirnya Jongin mngangguk pelan, menyetujui permintaan Chanyeol untuk pulang. Lagipula ia memang merasa tak sanggup untuk berada di dekat Hana untuk saat ini.

Sepeninggal Jongin, Chanyeol memasuki ruang tempat dimana Hana kini terbaring lemah tak berdaya dengan berbagai peralatan medis disekitar tubuhnya. Chayeol mendekat dan kini duduk seraya memperhatikan wajah tertidur Hana, tidur yang entah sampai kapan.

“Segeralah bangun Hana, aku takut Jongin kembali seperti dulu. Jongin membutuhkanmu. Sangat,” lirih Chanyeol pada Hana yang entah di dengar atau tidak oleh lawan bicaranya. Tapi satu hal yang pasti, Chanyeol menginginkan semuanya kembali baik seperti satu tahun lalu diantara kedua sahabatnya tersebut.

.....

Sesampainya di apartmen Jongin melangkahkan kaki menuju dapur. Bagaimanapun juga dia butuh asupan energi walau pada akhirnya makanan yang bisa Jongin makan tak lebih dari tiga sendok sop dan beberapa suap nasi. Bahkan ayam goreng yang begitu mengggiurkan yang sengaja Chanyeol goreng untuknya tak ia gubris sama sekali.

Selanjutnya Jongin menuju kamarnya, mandi menjadi pilihan Jongin. sepuluh menit kemudian ia sudah mengganti bajunya dengan kemeja cream, setelah menangalkan pakaian yang sudah dua hari ini melekat di badannya.

Jongin beranjak menuju tempat tidurnya, memilih untuk mengisirahatkan badannya yang terus ia paksa untuk tetap siaga dua hari ini. Pandangan Jongin jatuh pada benda berwarna merah yang tergletak di dekat kasurnya. Jongin mengambil benda tersebut dan mau tidak mau membuatnya memutar kembali memori di mana seharusnya benda bundar yang berada di dalam kotak kecil tersebut seharusnya sudah tersemat manis di jari orang terkasihnya. Hana.

Saat itu seharusnya menjadi saat yang membahagiakan bagi Jongin. Karena hari itu ia akan menyatakan perasaannya pada Hana, memintanya untuk menjadi pendamping hidupnya, menyempurnakan kebahagiaan yang sudah Hana berikan selama ini padanya. Namun naas, semua mimpi Jongin berakhir kala sebuah kabar yang memberitahukan padanya bahwa Hana kecelakaan saat hendak pergi menemuinya.

Jongin menggenggam erat kotak kecil sewarna darah itu. Mendudukkan dirinya di lantai dan bersandar pada kasurnya. Satu tahun sudah Hana tak berada di sampingnya unuk menguatkannya. Satu tahun pula ia harus terus membunuh perih di hatinya hari demi hari karena harus menatap Hana yang kian melemah. Memastikan setiap detiknya Hana masih bernafas merupakan suatu hal yang benar-benar membuat Jongin frustasi. Dia tidak ingin kehilangan Hana, tidak setelah Hana menjadi alasannya untuk bisa bertahan hidup lagi. Tidak setelah Hana membawa serta separuh bahkan mungkin semua bagian dari hatinya.

Di sini, di kamar inilah ia dan Hana bertemu, tepatnya 3 tahun lalu.

Flashback

Suara rintihan tak tertahankan menggema di kamar itu. Jongin sakaw lagi hari ini dan Chanyeol sedang ke rumah temannya. Masih dengan menahan rasa sakit yang luar biasa pada sekujur tubuhnya, Jongin menggeledah laci serta tasnya, namun sayang sekali ia sudah kehabisan barang haram itu.

Jongin menggigil, merasakan sekujur tubuhnya ngilu dan sakit. Kesadarannya diambang batas. Ingatan tentang kedua orang tuanya datang begitu saja, Jongin tertawa miris.

‘Sepertinya aku akan menyusul kalian, umma, appa’ batin Jongin.

Semuanya semakin gelap. Jongin tidak tahan lagi, ia tidak tahan dengan sakit yang melanda tubuhnya ditambah rasa dingin yang menjalar hebat sampai sendi-sendi tulangnya. Sebelum sepenuhnya gelap menyelimuti pandangan Jongin, ia melihat seseorang datang mengahmpirinya. Jongin tak jelas apakah ia malaikat yang akan menjemput nyawanya atau makhluk lain. Namun setahunya setelah kedatangan sosok itu Jongin merasakan kehangatan yang dulu pernah ia rasakan. Hangat, nyaman, dan tenang. Jongin sangat merindukan perasaan nyaman seperti ini. Dan bersamaan dengan perasaan itu ia beralih menuju dunia mimpi.

Esoknya Chanyeol sudah berada di kamar Jongin saat ia membuka mata.

“Bagiaman keadaanmu?” tanya Chanyeol, “Kudengar tadi malam kau kambuh, maaf karena aku pergi tanpa memberitahumu. Tapi syukurlah Hana ke sini,”

Jongin yang baru saja selesai mendudukkan dirnya kini beralih menatap Chanyeol penuh tanda tanya. Jongin memang jarang berbicara sejak kecelakaan kedua orang tuanya, ia lebih suka mengungkapkan perasaannya hanya dengan ekspresi, ekspresi sakaw pun termasuk.

“Dia teman satu fakultasku, dia mengira aku ada di apartmen tadi malam,” kata Chanyeol menjelaskan, Jongin hanya mengangguk tanda mengerti. Tak begitu peduli dengan identitas sang malaikat penolong, sebelum perkataan Chanyeol kembali membuatnya berekasi seperti beberapa saat lalu.

“Kalian mirip, dia sama sepertimu,” ujar Chanyeol seraya mengambil nampan yang tadi sudah ia taruh di meja. Memberikan pada Jongin yang kini masih menaruh tanya besar dari raut wajahnya. Dan Chanyeol merasa bertanggung jawab atas itu semua, dia pun angkat bicara.

 “Dia baru sembuh, sebelumnya ia juga pemakai. Dan setahuku itu terjadi sepeninggal kedua orang tuanya,” sendok yang Jongin pegang tertahan di udara sejenak. Tapi tak berlangsung lama, setelahnya satu sendok bubur itu sempurna masuk ke dalam mulutnya.

“Selesaikan sarapanmu, hari ini aku masih ada jam kuliah. Aku pergi,” Chanyeol pun pergi meninggalkan Jongin. Chanyeol selalu merasa bersalah pada dirinya karena tak bisa mengembalikan Jongin seperti dulu. Jongin yang ceria, hangat, yang selalu ia jahili ketika masih kanak-kanak dulu. Dan kini Jongin yang Chanyeol kenal benar-benar akan lenyap. Namun ia masih berharap Jongin bisa kembali, ia berharap banyak pada Hana.

Esoknya, Chanyeol mengundang Hana datang ke apartmennya. Setiap hari selama masa eksperimen dan menjelang semester mereka memang banyak tugas. Dan Chanyeol meminta Hana untuk mengerjakannya di apartmennya. Yah, kalian tahu Chanyeol punya maksud lain.

Jongin keluar dari kamar dan mendapati seorang gadis bersama Chanyeol di ruang tengah.

“Jongin, kenalkan ini Hana,” ujar Chanyeol. Jongin melirik gadis yang dimaksud Chanyeol yang kini tengah tersenyum ramah kearah Jongin.

“Aku Jongin,” ujar Jongin singkat, memilih kembali melangkah sebelum sebuah interupsi dari suara yang lebih rendah menghentikan langkahnya.

“Kenapa tidak ikut bergabung. Kita mengobrol bertiga, eum?” ajak Hana, Jongin malah  menatap Chanyeol. Yang ditatap hanya menggidikkan bahu. Geram melihat reaksi Jongin, Hana pun melangkah kearah Jongin lalu menarik lengannya hingga sekarangia ikut bergabung dengan mereka. Jongin pasrah, entah kenapa ada sesuatu di diri Hana yang menyebabkan Jongin berat untuk menolak permintaannya.

Hana tak berhenti mengajak Jongin mengobrol walau kerap kali tak mendapat tanggapan yang berarti dari Jongin. Namun Hana mengerti, amat sangat mengerti keadaan Jongin saat ini.

Semakin hari Hana sudah terbiasa berkunjung ke apartmen Jongin, mengerjakan tugas alasannya namun tak jarang berakhir dengan obrolan diantara mereka bertiga. Jongin mulai terbiasa dengan kehadiran Hana dan sekarang ia sudah mulai mau berbicara panjang lebar. Chanyeol senang dengan perubahan Jongin, walau sampai detik itu Jongin masih enggan untuk dibawa rehabilitasi. Hanya perlu menunggu sampai Jongin benar-benar mau terbuka kembali. Namun ternyata tak semudah itu.

“Aku menghargai semua usahamu Chan, tapi untuk kali ini kamu terlalu ikut campur,” ujar Jongin ketika Chanyeol kembali meminta Jongin untuk direhabilitasi.

“Tapi aku hanya—“

“Aku pergi.” Jongin tak membiarkan Chanyeol melanjutkan kata-katanya lalu beranjak pergi. Saat membuka pintu apartmennya ia hampir saja menabrak Hana. Sepeti biasa Hana tersenyum ramah kearah Jongin dan menyapanya.

“Hai Jongin,” sapa Hana. Namun Jongin sama sekali tak membalas lantas kembali melangkah meninggalkan Hana yang kini heran melihat tingkah Jongin. setelah kepergian Jongin Chanyeol keluar dari apartmen dengan tergesa-gesa.

“Ada apa?” tanya Hana khawatir. Chanyeol kemudian menceritakan tentang penolakan Jongin atas usahanya untuk kembali meminta Jongin untuk direhabilitasi. Hana menghela nafas.

“Biar aku yang menyusulnya,” ujar Hana.

“Baiklah.”

Mungkin membiarkan Hana berbicara empat mata dengan Jongin adalah hal yang terbaik yang bisa Chanyeol lakukan kali ini.

Jongin kini berada di sebuah cafe. Menunggu seorang ‘teman’ yang sudah membuat janji dengannya. Tak lama berselang seorang namja berperawakan lebih tinggi dari Jongin menghampirinya.

“Kau lama sekali Sehun. Cepat berikan barangnya,” kejar Kai tanpa menunggu lawan bicaranya selesai mengambil satu helaan nafas setelah ia duduk. Sehun berdecak.

“Dasar tidak sabaran.” Seru Sehun kemudian merogoh kantong celananya. Sehun menyerahkan benda tersebut kearah Jongin. Yeah, asal kalian tahu ineraksi serupa tak jarang terlihat di cafe ini, karena memang cafe ini dikhususkan untuk para pengedar dan pembeli barang haram tersebut.

Sebelum Jongin sempurna mengambil barang tersebut sebuah tangan menghentikannya. Barang yang dipegang Sehun kini beralih ke tangan tadi kemudian dibanting dengan mudahnya ke lantai cafe lalu diinjak-injak oleh satu pelaku yang sama. Hana.

“Yak!!!” Jongin meneriaki Hana, beberapa orang di cafe menatap kearah mereka. Sehun jadi kikuk sendiri. Yang diteriaki malah menatap balik. Jongin tertegun melihat mata Hana yang memerah, air matanya hampir saja tumpah sebelum jari-jarinya menahannya untuk keluar dengan sempurna.

Hana beralih menarik tangan Jongin, menjauh dari keributan cafe dan mengajak Jongin keluar dari cafe terkutuk tersebut. Yah, Taemin hafal betul bagaimana dulu ia juga sering melakukan transaksi di cafe tersebut.

Jongin melepaskan tangannya kasar setelah merasa cukup jauh dari keramaian.

“Cukup sampai di sini. Sekarang kuminta kamu pergi,” Jongin hendak beranjak pergi namun tangan Hana menahan kepergian Jongin, memaksanya untuk kembali menghadap kearahnya.

“Dengarkan aku Jongin. Kami peduli padamu untuk itu aku datang dan untuk itu pula Chanyeol memintamu untuk rehabilitasi,” Hana mencoba memberi pengertian pada Jongin

“Hana, tidakkah kamu merasa kamu bertindak terlalu jauh mengingat kau bukan siapa-siapa bagiku. Oke, anggap saja kita berteman beberapa waktu terakhir namun pada akhirnya kamu tetaplah orang asing dan aku... tolong biarkan aku mengurus urusanku sendiri.”

Air mata Hana kembali menggenang. Ia membayangkan posisi Jongin kini serupa ia dulu. Jongin kembali tertegun namun gengsi menyebabkannya tak peduli.

Dan sepersekian detik Hana tak tahan, air matanya tumpah bersamaan dengan berhamburnya Hana kearah Jongin. sepasang tangan mungilnya memukul pelan dada bidang Jongin.

“Bodoh! Jika memang kamu tidak ingin kami peduli maka jangan melakukan hal yang membuat kami khawatir.” Lirih Hana di sela isak tangisnya. Suaranya terdengar bergetar dan ia tidak peduli itu.

Lalu Jongin. Jika kalian pernah mendengar bahwa tangsian wanita merupakan senjata paling ampuh untuk meruntuhkan amarah dan pertahanan laki-laki maka itulah yang kini dialami Jongin. dan satu kalimat selanjutnya dari Hana benar-benar membuat pertahanan Jongin runtuh.

“Berhenti membohongi dirimu sendiri dengan terus bersembunyi dibaik kebahagiaan yang semu itu. Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya. Karena setiap orang berhak bahagia termasuk kamu Jongin.” dan untuk kata itu Hana menghentikan gerakan tangannya yang tadi memukul Jongin. Mencoba menguspa air matanya tanpa tahu bahwa seseorang yang ia hakimi barusan kini tengah mencerna kata-katanya.

Sebuah mutiara mengaliri pipi Jongin.

“Kamu tahu Jongin-ah, di dunia ini banyak orang yang tidak beruntung. Dan kelak ketika kamu besar kamu harus bisa berbagi kebahagiaan pada mereka. Dan untuk itu, kamu harus membuat dirimu dipenuhi kebahagiaan terlebih dahulu. Karena setiap orang berhak bahagia, termasuk kamu.” kata-kata sang umma saat ia kecil menghinggapi Jongin. kata-kata yang Jongin telah lupakan sebelum Hana membuatnya kembali mengingat hal itu. Iya, selama ini Jongin lupa bagaimana rasanya bahagia dan kini ia ingin merasakannya kembali. Tidak salah, bukan?

Hana merasa sudah puas menceramahi Jongin. namun saat ia hendak menjauh dari Jongin tangan kekar Jongin kembali menarik Hana ke dalam pelukannya. Kini Hana yang tertegun dengan sikap tiba-tiba Jongin.

“Tetaplah seperti ini selama beberapa menit, kumohon.” Lirih Jongin. Hana tahu Jongin menangis dari suaranya dan ia hanya bisa membiarkan pundaknya sebagai sandaran Jongin kini. Tangan Hana beralih menepuk punggung Jongin perlahan. Dan jujur itu membuat Jongin merasa begitu damai kini. Sentuhan lembut yang begitu Jongin rindukan.

Setelah kejadian itu Jongin akhirnya memutuskan untuk mau direhabilitasi. Dan selama masa rehabilitasi itu Hana selalu ada untuk Jongin. Ia selalu menyempatkan untuk menjenguk Jongin,membawakannya makanan kesuakaan Jongin—ayam goreng—dan kadang tak jarang Hana yang menenangkan Jongin ketika ia beberapa kali kembali sakaw.

Dan satu tahun lebih berlalu akhirnya Jongin dinyatakan sembuh total. Chanyeol begitu bahagia karena kini menemukan Jongin yang ia kenal dulu kembali. Ia bahkan ingin kembali melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda. Hana tentu selalu ada di sammping Jongin dan itu salah satu yang membuat Jongin merasa kebahagiaan begitu lengkap.

Namun sayang sekali. Terkadang ketika semua yang kita harapkan tercapai ada saja rencana Tuhan yang lain yang kita tidak mengerti maksud dan tujuannya. Tujuan yang Jongin sendiri takut untuk membayangkannya.

Hari ini adalah hari yang sudah Jongin tunggu-tunggu. Ia sudah menyiapkan sebuah kafe unuk menunjang rencananya kali ini. Rencana untuk menjadikan Hana—sang malaikat penolong—sebagai orang yang spesial di hatinya. Jongin sudah membulatkan tekadnya itu dan kini ia sudah berada di dalam kafe yang ia siapkan tadi. Menunggu kedatangan Hana yang sudah ia beritahu sejak kemarin

Jongin tak henti-hentinya tersenyum membayangkan hal ini. Kotak berwarna merah di tangannya terus ia genggam dengan erat. Membayangkan ia akan menyematkan cincin itu di jari manis Hana membuatnya tak bisa menahan bibirnya untuk terus tertarik keatas, membentuk senyuman yang begitu manis di wajah tampan Jongin.

Sau jam berlalu tapi Hana belum saja menampakkan dirinya. Jongin tak henti-hentinya menatap jam tangannya. Hana tak biasanya terlambat seperti ini. Jongin tidak bisa tidak khawatir, terlebih lagi beberapa kali ia menelpon Taemin tak ada jawaban dari sang empunya telepon.

Jongin semakin resah. Ia terus menghubungi nomor Hana namun percuma, nomornya sekarang bahkan tidak aktif. Selang beberapa saat sebuah panggilan masuk, terpampang di layar ponsel Jongin. itu nomor Chanyeol, Jongin segera mengangkatnya.

“Jongin, Hana...” suara Chanyeol di seberang sana terdengar tercekat di tenggorokan. Jongin mematung di tempatnya. Kini bayang-bayang buruk menghantui benak Jongin.

“Dimana?” Jongin langsung menanyai Chanyeol, ia sudah bisa menebak apa maksud dari diamnya Chanyeol. Setelah mendapat alamat tempat Hana dirawat Jongin segera melangkah meninggalkan kafe yang sudah jauh hari ia persiapkan dan seharusnya juga menjadi tempat bersejarah baginya dan Hana.

Jongin mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit yang diberitahukan Chanyeol padanya. Pikiran Jongin kacau. Bayang-bayang kejadian serupa yang terjadi beberapa tahun lalu menghantui pikirannya. Apalagi kalau bukan kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.

Jongin kian memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mencoba untuk tenang dan menghibur dirinya dengan mensugestikan dirinya kalau Hana baik-baik saja. Namun gagal. Bayang-bayang senyum Hana yang tak akan pernah lagi bisa ia lihat kini tergambar jelas di benaknya.

Setetes cairan bening lolos dan mengalir di wajah rupawan Jongin. Ia kembali rapuh. Membayangkan Hana akan meninggalkannya serupa kedua orang tuanya.

Tiga puluh menit ia sampai di sebuah rumah sakit swasta di kotanya. Dengan langkah yang dipercepat ia segera masuk dan menemukan Chanyeol sedang duduk di depan ruang ICU. Mendekati Chanyeol yang kini juga langsung berdiri saat melihat kedatangan Jongin.

“Hana masih di dalam, sedang mendapat perawatan intensip dari dokter,” ujar Chanyeol.

“Kejadiannya di mana?” tanya Jongin.

“Di kampus, saat dia cepat-cepat pulang karena ada keperluan yang sangat mendesak katanya,” jawab Chanyeol dan jawaban itu kian menambah daftar pilu di hati Jongin. Kini ia merasa bersalah karena penyebab Hana pulang dengan tergesa-gesa adalah dirinya.

Beberapa saat pintu ICU terbuka dan seorang dengan jas berwarna putih keluar seraya melepaskan masker yang ia kenakan. Jongin dan Chanyeol segera menghampiri dokter tersebut.

“Bagaimana dok, keadaan Hana?” tanya Chanyeol, Jongin hanya ikut mendengarkan. Raut wajah dokter itu berubah pias. Hati Jongin mencelos.

“Maafkan kami, tapi pasien saat ini dalam keadaan kritis dan dia... koma,” jawaban dokter membuat pertahanan Jongin sampai pada batasnya. Chanyeol membawa tubuh lemah Jongin untuk duduk di kursi yang tadi ia tempati.

“Hana akan sembuh. Dia gadis yang kuat, percaya itu.” Chanyeol mencoba menghibur Jongin. namun percuma, karena bagi Jongin semua kata hiburan tak mempan untuknya saat ini ketika hal serupa pernah ia alami. Dulu semua kata hiburan tak bisa mengembalikan kedua orang tuanya ke sisinya, begitupun sekarang.

Flashback off

Semua kenangan itu kini semakin membuat Jongin kian rapuh. Ia tak mengenal kata bahagia lagi. Terkadang ia begitu membenci kenapa ia dipertemukan dengan Hana. Membuatnya bahagia di samping gadis itu lalu pada akhirnya kehilangan Hana membuatnya kian menderita.

Kembali sebuah mutiara meluncur indah di wajah tampan Jongin. Bahakan lebih parah lagi kini ia terisak. Ia sangat takut, begitu takut sehingga ia sendiri takut untuk berasumsi, takut untuk sekedar berharap sedikit keajaiban akan terjadi pada Hana. Ia takut ketika harapannya sekali lagi tak tercapai, semuanya akan kembali membuatnya semakin rapuh.

Tak beberapa lama suara dering hp Jongin membuatnya kembali tersadar dari fantasinya. Foto Chanyeol menghiasi layar ponsel Jongin. Jongin menggeser layar ponselnya dan kini tersambung dengan Chanyeol.

“Jongin, Hana su—“ tut. Jongin menatap layar ponselnya yang kini mati. Ia lupa dua hari terakhir ia tidak pernah mencharge hpnya.

T!

Jongin mengumpat dalam hati dan segera bangun dari duduknya. Menyambar kunci mobil yang ia taruh di meja lalu segera melangkah keluar dari apartmennya.

Tiga puluh menit Jongin sampai di rumah sakit. Berlari tanpa peduli puluhan pasang mata menatapnya aneh. Ia tak punya waktu untuk melayani itu semua, yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana kondisi Hana-nya.

Jongin berada satu meter dari ruang Hana dan menemukan seorang dokter dan beberapa orang suster memasuki kamar Hana dengan tergesa-gesa. Hati Jongin gerimis. Ia segera berlajan menuju ruangan Hana, masuk tanpa ba bi bu.

Jongin sudah berada di ambang pintu. Dan kini ia mematung, diam seribu bahasa. Apa yang ia lihat kali ini membuatnya tak bisa berpikir dengan jernih. Entah mimpi atau bukan. Halusinasi atau tidak.

Ia mendapati sosok yang begitu ia kasihi kini tengah duduk dengan Chanyeol dan dokter beserta perawat berada di sekelilingnya.

“Jongin,” suara lembut itu kini menghinggapi indera pendengaran Jongin. Ia masih belum tuli untuk salah mendengar suara yang begitu ia rindukan itu. Menyadari kedatangan Jongin, Chanyeol memberi isyarat pada dokter dan suster untuk meninggalkan mereka berdua. Sebelum sempurna keluar Chanyeol menepuk bahu Jongin dan berbisik.

“Selesaikan apa yang belum sempat kau selesaikan dulu,” bisiknya lalu keluar.

Jongin masih terdiam. Masih mencoba mencerna apa saja yang baru ia lihat di hadapannya. Hana cemberut melihat tingkah Jongin.

“Sampai kapan kau mau tetap berdiri di sana? Tidak mau memberi selamat padaku, eum?” ujar Hana seraya menyunggingkan senyum termanisnya pada Jongin. dan senyum itulah yang menjadi alasan Jongin selama ini bisa bertahan. Dan kini, kembali senyum itu mampu mengobati semua luka yang Jongin rasakan setahun terakhir ini. Cukup hanya dengan satu senyuman itu. Jongin kini bisa kembali bernafas lega.

Jongin melangkah mendekat kearah Hana. Berdiri dihadapan Hana yang masih menyunggingkkan senyum padanya.

“Masih tidak mau angkat bicara? Oke kala—“ belum genap omelan—yang pada dasarnya ungkapan sayang—yang Hana lontarkan pada Jongin, ia sudah dihadapkan pada tarikan lembut Jongin yang menbuatnya kini berada dalam dekapan hangat Jongin. Yang jujur saja begitu Hana rindukan, hanya saja coba ia tutup dengan candaan sedari tadi.

“Terimakasih karena sudah siuman,” ujar Jongin. Hana mengangguk dalam pelukan Jongin. Jongin tidak menangis? Untuk apa, jika toh satu senyuman Hana mampu menjadi obat untuk semua rasa sakitnya. Dan itu cukup baginya.

“Maaf karena membuatmu khawatir selama ini,” kini Hana juga ikut angkat bicara. Iya tahu Jongin tetap berada di sisinya selama ini. Karena dalam komanya ia masih bisa merasakan keberadaan Jongin di sekitarnya. Jongin yang terus memanggil namanya tanpa lelah.

Jongin melepas pelukannya dan menatap Hana yang kini meneteskan air mata. Jongin tersenyum karena tahu itu adalah tangis bahagia. Hana yang tahu Jongin menatapnya segera menghapus air matanya dan pura-pura tersenyum.

Jongin beralih merogoh sakunya. Mengeluarkan benda berwaran merah darah itu. Hana tertegun. Jongin membuka benda itu lalu mengarahkannya ke hadapan Hana.

“Seharusnya ini kuberikan satu tahun lalu,” ujar Jongin kikuk. “Tapi kurasa saat ini pun tak masalah. Would you be my princess Hana? Saranghae.” Hana tak bisa tidak bersemu kini. Kata-kata inilah yang ia tunggu. Kata-kata yang ingin ia dengar inilah yang membuatnya kuat dan bertahan selama masa komanya. Dan sekarang, ia mendapatkannya.

Hana mengangguk. Jongin tersenyum senang lalu beralih menyematkan benda berwarna perak itu di jari manis Hana. Hana lagi-lagi tidak bisa menahan air matanya ketika cincin itu kini sempurna menghiasi jari manisnya.

Kini tangan Jongin bergerak menghapus air mata Hana. Tak berhenti di sana, kini Jongin kembali membawa Hana dalam dekapannya. Memberi isyarat bahwa ia akan selalu ada di sisi Hana. Selamanya.

“Saranghae Hana,” ujar Jongin.                                                                       

“Nado saranghae Jongin,”

Rahasia Tuhan tidak ada yang tahu. Bahkan sebuah kegelapan tidak selamanya berarti kegelapan, melainkan semu. Kenapa semu, karena sebenarnya Tuhan menyiapkan cahaya dibaliknya.

Seperti halnya yang terjadi pada Jongin. orang biasa mungkin merasakan kebahagiaan yang kini mereka rasakan tak ubahnya seperti sebuah kebiasaan. Seperti halnya kita terbiasa melihat matahari di musim panas. Namun berbeda jika bahagia didapati oleh orang yang telah melewati begitu banyak rasa sakit. Bahkan sebuah senyum bisa begitu manis dan bahkan menjadi obat untuk semua rasa sakitnya selama ini. Tak kalah indah dari pelangi yang menghiasi langit usai badai.

Begitulah yang terjadi dengan Jongin dan Hana kini. Cinta mereka setiap incinya begitu terasa manis karena dilalui dengan rasa sakit sebagai pondasinya.

Comments

You must be logged in to comment
woosansweetkins #1
Chapter 1: I am keeping my promise, right? Tapi masih banyak typos kalau kamu gbisa edit unnie edit later. Unnie love this story very much. Apalagi part flashback.. its really good ... keep writing saeng. You are a good writer.. love you^^ terusin unusual love ya.hihiii