ONE SHOT

Blue Sky, White Clouds
Please Subscribe to read the full chapter

The rain is pouring down

The sky is getting darker

And the clouds are turning to grey

People say: it’s a rainy day, it’s a sad day

But then, your presence makes everything become different

 

Butiran-butiran air masih setia menetes, membasahi muka bumi yang tadinya kering kerontang. Langit tampak gelap, tak sedikitpun bias sinar mentari mampu menembus tebalnya mendung di atas sana. Awan-awan kelabu berarak beriringan, tampaknya berniat untuk menyebarkan hujan secara merata ke seluruh dataran ini.

Sebagaimana efek samping yang selalu dimunculkan oleh hujan, hanya segelintir orang yang nampak berkeliaran di luar rumah. Berjalan cepat dengan raut wajah kesal, berharap keras agar tujuan mereka bertambah dekat setiap waktunya. Tidak terkecuali dengan lelaki yang satu ini.

Namanya Do Kyung Soo.

Ia tak pernah menyukai hujan, penggerutu sejati dalam urusan ini. Ia tidak suka udara dingin, namun pekerjaan membuatnya harus selalu setia bercengkerama dengan hal yang paling dibencinya. Seperti hari ini, contohnya.

Aku masih duduk di depan teras rumah, melambaikan tangan pada Kyung Soo yang berlari-lari kecil menembus derasnya guyuran air. Sebelah tangannya menggengam erat payung biru tua, sudut-sudut bibirnya mulai tertarik ke atas tatkala ia menyadari kehadiranku.

“Tidak dingin?” ia berteriak keras seraya membuka pintu pagar rumahku. Aku menggeleng kecil, mengisyaratkan dirinya untuk segera berteduh di sebelahku.

Kyung Soo melipat payungnya, menyandarkannya di sebelah pintu rumahku. Ia melepaskan jaketnya yang mulai lembap karena air dan mengacak rambutnya dengan sebelah tangan. Diikuti dengan helaan napas panjang, ia pun mendudukkan diri di salah satu kursi yang ada, kemudian menatapku dalam-dalam dengan sorot keheranan.

Selalu seperti itu.

Aku sudah mengenal Kyung Soo selama tiga minggu terakhir, tepatnya sejak ia mulai pindah ke sebelah rumahku. Semenjak saat itulah, kami sering menghabiskan waktu bersama. Dan untuk setiap waktu dimana hujan mengiringi pertemuan-pertemuan kami, Kyung Soo selalu mengutarakan pertanyaan yang sama.

“Kenapa kau menyukai hujan? Aku tidak mengerti.”

Biasanya, aku akan mulai tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Menolak untuk mengungkapkan alasan sebenarnya di balik kecintaanku terhadap hujan. Atau mungkin… kalimat itu tidaklah tepat? Aku baru menyadari betapa indahnya saat-saat seperti ini selama tiga minggu belakangan. Jadi kupikir-pikir, masihkah terlalu cepat bagiku untuk menggunakan kata cinta?

Kalau boleh jujur, maka bukan akal pikiranku yang nantinya akan bekerja. Tetapi hatiku. Perasaanku yang akan mengambil alih semua logika, memunculkan satu jawaban singkat untuk pertanyaan Kyung Soo barusan.

“Aku menyukai hujan, karena ada seorang Do Kyung Soo yang selalu datang di saat itu.”

 

***

Hari dimana Kyung Soo muncul pertama kali di dalam hidupku adalah saat dimana aku menanti datangnya pelangi.

Waktu itu, aku sedang terduduk sendirian di teras rumahku –sebuah rutinitas harian yang hampir selalu kujalani kala bulir-bulir air mulai membasahi tanah. Diam merenung, memandangi langit, dan mengucapkan permohonan agar sang pelangi mau menampakkan diri di penghujung hujan.

Aku tak pernah memiliki suatu perasaan khusus pada fenomena alam yang mengawali pelangi itu. Aku tidak membenci pun menyukai hujan. Netral, apa adanya. Gerimis hanyalah satu pertanda bagiku untuk mulai menapakkan kaki keluar dan menunggu ketujuh warna berbeda itu terlukis di atas langit.

Sampai ia datang.

Lelaki itu berdiri di sana, merapatkan jaket ke sekujur tubuhnya yang menggigil kedinginan.

Aku menyipitkan mata, sedetik kemudian menyadari bahwa ia tak membawa benda apapun untuk melindungi tubuhnya itu. Tanpa pikir panjang, kuraih payung yang ada dan segera berlari keluar. Menaungi sang sosok tak dikenal, membiarkan badan kami merapat dengan sendirinya.

“Terima kasih. Tadinya aku sedang mengunjungi rumah baruku ini, siapa sangka hujan akan tiba-tiba mengguyur.”

“Kau akan pindah kemari?”

“Ya, besok. Eumm…apa kau keberatan untuk memayungiku sampai ke halte bus terdekat?”

Kugelengkan kepalaku cepat, menunjukkan bahwa aku siap untuk memberikan pertolongan. Ia memamerkan senyum manisnya, dengan cepat menarik lenganku ke sebuah halte yang berjarak sepuluh meter jauhnya.

“Sampai bertemu besok… kurasa. Kau..?”

“Aku Bomi, Yoon Bomi.”

“Aku Do Kyungsoo.” Ia tersenyum manis.

Aku mengiyakannya, ikut melempar senyum lebar ke arah calon tetangga baruku itu. Ia membalasnya dengan anggukan sopan.

“Do Kyung Soo, senang berkenalan denganmu.”

 

***

Kurasa sejak saat itulah, aku mulai menyukai hujan sama besarnya dengan pelangi. Aku menikmatinya, tiap tetes yang jatuh dan menimbulkan gemericik air, juga keindahan yang ditimbulkan setelahnya. Terlebih, aku menantikannya. Karena jikalau hujan telah datang, berarti Kyung Soo pun akan segera muncul di hadapanku.

Lelaki itu bekerja sebagai salah satu pengajar di tempat les vokal yang kebetulan berada dua blok jauhnya dari rumah kami. Cukup dekat, itulah sebabnya ia selalu pulang dan pergi dengan berjalan kaki. Dan entah mengapa, ia selalu menyempatkan dirinya itu untuk bertandang ke rumahku. Sekadar berbagi obrolan ringan dan lebih mengenal satu sama lain, namun aku suka itu.

Pernah aku menanyakan alasannya, mengapa ia selalu berkunjung ke rumahku. Waktu itu, Kyung Soo hanya terdiam sembari menunjuk langit yang kelam. Menggumamkan jawabannya dalam bisikan pelan.

“Aku tidak suka melewatkan waktu sendirian di rumah setiap hujan turun.”

Yah, kalau diingat-ingat, sudah tiga minggu ini kami tak menjumpai cuaca cerah. Musim penghujan nampaknya sudah datang, melarang matahari untuk menciptakan kehangatan di seantero Seoul. Bukan berarti aku mengeluh. Tidak sama sekali.

Sudah kukatakan, bukan?

Kyung Soo tidak suka hujan.

Kyung Soo akan berlari ke sisiku jika langit mendung.

Jadi, terkadang aku pun merasa sedikit egois dengan berharap kepada langit, meminta agar sang surya terus menyembunyikan diri di balik awan abu-abu tua. Tak apa. Asalkan aku bisa terus bertemu dengan Kyung Soo, aku akan melakukan apa saja.

Sayang, ia tak setuju denganku.

Hari ini, tiba-tiba saja sebuah argumen terucap keluar dari bibirnya. Membuatku terpaku, meruntuhkan ego yang kumiliki begitu saja.

“Kuharap aku bisa segera melihat langit biru dan gumpalan awan putih di atas sana.”

Kenapa Kyung Soo? Karena kau bosan denganku?

Kau berharap agar cerah segera menggantikan mendung. Tetapi, untuk apa? Agar kau bisa segera beranjak dari sampingku, menjelajah dunia di luar sana? Agar kau bisa pergi dariku, perempuan membosankan yang suka meracau tak jelas tentang cuaca sehari-hari?

Apa benar begitu?

Apa aku ini hanya seperti payung bagimu? Tempat berlindung untuk sementara waktu, kemudian pantas untuk ditinggalkan saat sudah tak dibutuhkan? Seorang lelaki menyenangkan seperti Kyung Soo, sudah pasti ia dekat dengan banyak gadis-gadis cantik dengan sejuta obrolan cerdas di lua

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LittlePrinceHan #1
Chapter 1: Bagus banget yaampun mo nangis aku :""")
helloimiga
#2
Chapter 1: aduh kak, tulisan pertama kakak ya? Selama ini dimana aja? Ceritanya bagus banget. Tiba-tiba jadi suka sama Kyungsoo lagi. Tolong kak, kalau sempat, kalau punya ide, buat cerita tentang Bomi dan member exo yang lain. Makasih buat ceritanya kak :*
sunghky05 #3
Chapter 1: Oh mai god! Kenapa bagus bangeeeet! Keren min!! Kyungsoo so cheesy... :p
Tetep nulis ya miin! Semangaat!! :))