Long Enough

The Text

Aku duduk tepat di depan teras rumahku, mengingat hari ini tepat satu bulan kedatanganku selama libur kuliah. Ya, aku disini. Menghabiskan satu bulan yang bisa dibilang tidak semua menyenangkan. Satidaknya hari-hari yang kulalui di sini tidak sepenuhnya dibayang-bayangi kehadiran dirinya setiap pagi.

Hum.. mungkin aku berbohong, bagaimana mungkin aku melupakan seseorang yang sangat berariti, orang pertama yang hadir saat aku membuka mata, orang terakhir yang ku ingat saat menjelang tidur, orang yang menghadirkan rasa yang salah, saat semuanya terasa begitu benar.

Ya, aku berbohong. Aku selalu mengingatnya, bahkan saat kami berada dalam jarak yang sangat jauh. Yah.. setidaknya aku sedikit bisa mengalihkan perhatianku kepada keluarga dari pada melihatnya tersenyum saat ku tau senyum itu sepenuhnya untuk orang lain.

Aku terlalu banyak pikiran beberapa hari ini, beberapa kali bahkan aku melupakan namaku sendiri. Hum.. Do Kyungsoo?? Ya, namaku Do Kyunsoo. Aku lebih suka mereka memanggilku Kyungsoo tanpa embel-embel nama keluarga DO yang terkenal kaya raya itu.

Aku tidak sekaya itu, kehidupanku bahkan tak semewah yang mereka pikirkan. Itu sangat jauh dari kata mewah. Terkadang aku mengutuk diriku sendiri karena memiliki nama keluaarga ini. Lantas apa yang bisa kulakukan?? Aku membencinya.

***

Seketika pandanganku tertuju pada sebuah pohon yang tumbuh di halaman depan rumahku, pohon itu tidek terlalu tinggi. 5 Meter? Kurasa. Mungkin akan akan lebih baik jika aku terlahir sebagai pohon saja. Pohon tidak jatuh cinta bukan? Tidak, pohon tidak bisa bergerak, aku berfikir kembali. Kupandangi lagi pohon itu, disalah satu dahannya ada sepasang burung yang seakan meledek aku yang hanya duduk sendiri. Mungkin lebih baik aku menjadi burung saja. Tidak, aku akan diburu, ditembaki dengan ketapel oleh anak-anak nakal itu, atau setidaknya aku akan disiram dengan air keras dan menjadi pajangan. Itu menyeramkan.

Rasanya sudah terlalu lama aku menghayal. Mungkin saatnya melakukan sesuatu yang lebih berarti, ya.. mungkin.

***

Aku memasuki rumahku, meninggalkan pasangan burung yang sedari tadi nyanyiannya semakin membuat telingaku sakit. Menuju kamarku, dan merebahkan badanku di atas kasur empuk yang kumiliki sejak aku berusia 10 tahun.

Tanganku mulai menggapai meja disamping tempai tidurku mengambil handphone yang terletak diatasnya. Sebagian hatiku berharap handphoneku itu menyimpan beberapa notification, atau setidaknya satu notification dari orang yang selalu ada dalam pikiranku itu.

Handphone sudak kupegang, layarnya masih menampakan warna hitam belum dinyalakan. Hum.. mungkin aku akan mendapatkan kekecewaan lagi ketika men-tap dua kali layarku dan menemukan tidak ada notification apa-apa darinya, dan hanya ada beberapa broadcast message seperti biasanya. Yah.. mungkin. Atau mungkin saja kali ini berbeda, dia juga memikirkan aku, memintaku segera kembali kembali ke Seoul, dan dia sangat ingin bertemu denganku.

Berhentilah Kyungsoo! Apa lagi yang kau harapkan ini hampir satu bulan dan kau sering, tidak.. kau selalu mendapatkan sms/bbm darinya!! pikiranku berkata.

Percayalah pikiranku ini punya kehidupannya sendiri, dan dia selalu saja punya alasan untuk mengaturku, memintaku melakukan ini, melarangku melakukan itu. Kadang ia benar, kadang ia sangat benar. Namun aku tetap melakukan hal-hal yang aku mau, walaupun nantinya aku akan berakhir di kamar ini lagi, menangis dan mengutuk kebodohanku melakukan hal itu.

***

*Beep beep beep

Hanphoneku berdering, sudah ada beberapa notification dilayarnya sejak aku memutuskan untuk mengiyakan perkataan pikiranku dan tidak membuka handphoneku itu sebelum aku merasa kecewa lagi.

From : Kim Jongin

“Kapan balik?”

DEG! Itu pesan darinya. Sudah satu bulan, satu bulan sejak terakhir kali aku menerima pesan darinya. Aaa..... aku bingung harus menjawab apa.

BODOH! Bilang saja kau akan kembali tanggal 4 bulan ini, dan sudahi!!

Haruskah aku mengikuti pikiranku lagi kali ini? Tapi aku sudah menunggunya selama satu bulan. aku semakin bingung.

“Tgl 4” hmm.. terlalu pendek, hapus, hapus, hapus.

“Tanggal empat” bodoh... itu sama saja.. hapus lagi.

“Tanggal 4 bulan ini, kamu?” oh.. benarkah, sejak kapan aku tertarik mengetahui urusan orang lain?? hapus, hapus, hapus lagi.

Setelah berkutat dengan keypad termasuk tombol delete akhirnya aku memutuskan untuk membalas pesannya dengan..

“tgl 4” enter.. aku begitu bodoh.

Beberapa saat kemudian dia membalasnya.

From : Kim Jongin

“Ok”

APA?? Aku berkutat beberapa lama untuk memutuskan apa yang harus kubalas pada pesannya, dan dia mebalasnya dengan ‘ok’. Oh.. ayolah.. abaikan balasan singkatku itu, seharusnya dia bisa membalas dengan sesuatu yang setidaknya bisa memperpanjang chat ini, caht kali ini, chat yang kutunggu selama satu bulan ini.

Aku memutuskan membalasnya, walaupun sebenarnya dalam chat-chat kami sebelumnya kata ‘ok’ berarti “AKU TIDAK INGIN MELANJUTKAN PEMBICARAAN INI!!” atau setidaknya “SAMPAI JUMPA NANTI”

Aku membalas.

“okay???”

Handphone kembali berdering

From : Kim Jongin

“Um.. yeah.. okay, sampai jumpa di Seoul J”

Aku memutuskan untuk tidak mebalasnya kali ini, setidaknya aku tau akhir dari balasannya nanti adalah uda karakter menjengkelan itu lagi ‘: dan )”.

***

Hari demi hari berlalu, sekarang aku sudah berada dibandara. Penerbanganku dijadwalkan satu jam dari sekarang. Aku memang datang terlalu cepat, takut akan kemacetan yang mungkin akan menghalangi perjalanan dari rumahku ke bandara yang memakan waktu dua jam itu. Dan ternyata lalu lintas lancar-lancar dan lancar saja. Oh.. seharusnya aku menghabiskan setidaknya 30 menit untuk sedikit lebih lama dengan Eomma dan Appa-ku di rumah, atau setidaknya mengajak mereka untuk mengantarku ke bandara. Namun, sudahlah semua sudah terjadi.

Sekarang aku duduk sendiri di ruang tunggu penerbangan, tidak sepenuhnya sendiri sebenarnya. Namun, aku memilih posisi yang tidak begitu dikerumuni penumpang pesawat lainnya untuk setidaknya mendapatkan ketenangan untuk diriku sendiri.

***

“Penumpang pesawat KoreanAir dengan nomor penerbangan QP-5670 dengan tujuan Seoul, silahkan menaiki pesawat melalui pintu nomor 7”

Ah.. akhirnya, saatnya berangkat. Aku memilih masuk ke pintu belakangan untuk menghindari kerumunan penumpang lainnya yang terlihat berdesak-desakan itu. Apa yang bisa dilakukan dengan tubuk kecilku ini? Mungkin aku akan mati dihimpit tubuh-tubuh besar itu jika aku memaksa masuk lebih awal. Apa mereka paham apa itu ‘antri’??.

Aku memasuki pesawat beberapa saat kemudian, saat setidaknya kerumunan oraang yang melewati pintu 7 itu mulai berkurang. Aku memasuki kabin pesawat, mendapatkan senyuman ramah dari para pramugari yang rupawan itu, dan mulai mencari tempat dudukku, kursi nomof 12F.

Penerbangan dimulai.

“Sampai jumpa di Seoul Jongin” ucapku dalam hati.

*********

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet