Don't Cry (final)

Don't Cry

  Soojung berlari dengan kencang. Tidak mempedulikan kakaknya Sooyeon yang terus memanggilnya. Air mata terus mengalir ke pipinya.

 

 

"Soojung-ah!! Mau kemana kau? Soojung-ah!"

 

 

  Gadis berumur 7 tahun itu tidak menggubris. Melainkan malah mempercepat larinya. Akhirnya ia berhenti ketika sampai di sebuah danau. Soojung menatap danau tersebut, masih berlinang air mata. Di kepalnya tangan mungilnya dengan erat.

 

 

"Bohong!! Ini bohong!!" Jeritnya penuh amarah. "Ibu bilang ibu akan terus bersama kami!! Kenapa Ibu bohong?!"

 

  Gadis kecil itu kini duduk di tepi danau. Merangkul kedua lututnya. Tangisannya kian mengeras. Tidak banyak orang yang melewati danau tersebut. Karena itulah Soojung ke sini. Menyendiri, hal yang selalu dilakukannya ketika dia bersedih.

 

   Soojung ditinggal ayahnya saat ia berumur 4 tahun. Karena itu, Soojung sangat dekat dengan ibunya. Soojung sangat sayang kepada ibunya sebagaimana ibunya menyayanginya. Namun sayang, sesuatu memisahkan mereka ke dunia yang berbeda.

 

  kesedihan dan ketakutan membanjiri hatinya. Ditinggal oleh dua orang kesayangannya tanpa tahu sebab yang jelas. Setiap ia bertanya, maka orang-orang akan menjawab, "Orang tuamu hanya berpindah ke tempat yang lebih baik."

 

"Mereka akan tetap ada di sisimu, nak. Kau hanya tidak menyadarinya."

 

 

Bohong. 

 

 

Semua itu bohong.

 

 

Jika mereka di sisiku, mengapa aku tidak bisa melihat mereka? Kenapa mereka tidak membawaku dan kak Sooyeon ke tempat itu? Apa mereka membenciku? Begitulah yang dipikirkan Soojung. Jawaban mereka hanya membuat gadis kecil itu semakin sedih.

 

  Ia membenamkan wajahnya ke lututnya. Air matanya mengalir terus menerus. Namun apa boleh buat, Soojung memang pantas menangis. Peristiwa ini terlalu berat untuk seorang gadis berumur 7 tahun.

 

 

  Tanpa Soojung sadari, seorang laki-laki tengah memperhatikannya sedari tadi. Kira-kira mereka sebaya. Bocah itu duduk di sebelah Soojung. Dilihat dari ekspresinya, mungkin ia sedang berandai-andai mengapa gadis itu menangis.

 

  Sekitar 3 menit ia menunggu. Akhirnya laki-laki itu mengerahkan keberaniannya untuk menaruh tangannya di kepala Soojung. Dengan lembut, ia mengusap kepala gadis itu.

 

  Soojung yang merasa kepalanya diusap tentunya terkejut. Sontak ia mengangkat kepalanya, ia melihat bocah lelaki itu tersenyum ramah.

 

"Jangan menangis.." ujarnya.

 

  Soojung mengerjapkan matanya, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Seandainya ia tidak sedang bersedih, pasti Soojung sudah melempar sendalnya pada bocah itu. Namun kesedihan yang melingkupinya membuatnya malas untuk berurusan dengan orang lain.

 

  Soojung memalingkan wajahnya ke arah danau. Menatapnya kosong sementara sunyi kembali mengelilingi mereka.

 

Setelah beberapa lama, bocah lelaki itu memutuskan untuk membuka percakapan lagi. "Mengapa kau menangis?"

 

 

Soojung kecil masih terdiam. Namun beberapa saat kemudian, akhirnya ia membuka mulutnya. "Ibuku.."

 

"Pergi.."

 

 

Laki-laki itu memiringkan kepalanya. "Pergi? Kemana?"

 

"Entahlah.." Soojung mempererat rangkulannya pada lututnya. "Orang-orang bilang dia tidak akan pernah kembali.. aku tidak mengerti mengapa orang-orang datang ke rumahku, padahal ibuku sudah pergi.."

 

"Ahh.. itu." Laki-laki itu menatap danau. Berbeda dengan Soojung, bocah itu tahu benar apa yang sebenarnya dialaminya. "Ibumu pergi ke surga."

 

  Akhirnya, Soojung menatap laki-laki itu. "Surga?"

 

Sang laki-laki mengangguk. "Ya, surga. Ayahku bilang, jika waktunya tiba, orang akan pergi ke surga dan memulai hidup baru disana." 

 

"Begitukah?"

 

"Ya."

 

"Kalau begitu.." Tatapan mata Soojung kembali kosong. "Mengapa Ibu tidak mengajakku dan kakakku kesana?"

 

 

"E-eh?"

 

 

  Soojung menatap laki-laki itu. Tatapannya sendu, namun penuh amarah. "Mengapa ayah dan ibuku pergi kesana tanpaku dan kakakku? Apa mereka tidak menyayangi kami lagi?" Kedua Matanya kembali berkaca-kaca.

 

 

   "B-bukan begitu.." Laki-laki itu menatapnya bingung. Ia tidak tahu apa yang harus dijawabnya.  "Kata ayahku, setiap orang pasti ada waktunya untuk pergi ke surga. Waktu orangtuamu sudah datang, makanya mereka pergi." Jelasnya.

 

"Ah.. begitu, ya.." Soojung kembali lagi memandang ke arah danau. "Sayang sekali, ya.. waktu orang tua ku sudah datang.."

 

"Yah, begitulah." Bocah lelaki itu menggaruk kepalanya. "Tapi, walaupun orang tua mu sudah di surga. Mereka akan tetap menjagamu. Mereka mungkin sedih karena melihatmu menangis."

 

Kedua mata Soojung perlahan berhenti mengeluarkan air mata. Segera saja ia menyeka air matanya. "Benarkah?"

 

Bocah itu mengangguk. "Begitu kata ayahku."

 

  Jujur saja, Soojung sudah berpuluh kali menerima kalimat seperti itu dari orang lain. Tapi laki-laki ini berbeda. Untuk pertama kalinya, Soojung percaya akan hal itu.

 

 

Lelaki itu tersenyum pada Soojung. "Karena itu," Kemudian melakukan sesuatu yang tidak pernah Soojung bayangkan sebelumnya.

 

 

Ia mencium dahi Soojung.

 

 

"Jangan menangis lagi, ya.." ujarnya, masih dengan senyumannya. Mata Soojung terbelalak. Sungguh, gadis cilik itu bisa saja meninju nya karena perlakuan bocah itu yang tiba-tiba. Namun entah kenapa dia tidak melakukannya. Malahan, rona merah mulai menghiasi kedua pipinya.

 

  Mungkin karena reaksi Soojung yang 'diam seribu bahasa', membuat lelaki itu merona juga. Ia bisa merasakan wajahnya memanas. Ia menggaruk kepalanya dengan canggung. "Anu.. aku pergi dulu, sepertinya ibuku mencari ku." Ia beranjak berdiri dan melangkah pergi, namun Soojung meraih tangannya.

 

"Aku.. aku belum tahu namamu." Kata Soojung, dirinya masih belum berani menatap bocah itu.

 

"uhm.. Sehun, Oh Sehun. Kamu?"

 

"Namaku Soojung."

 

Lelaki yang bernama Sehun itu tersenyum kecil. "Senang bertemu denganmu, Soojung." Dengan lembut ia melepas tangannya dari Soojung. "Aku pulang dulu, ya.. pasti ibuku sedang mencariku." Ia hendak pergi namun lagi-lagi Soojung menahannya.

 

"Tunggu!"

 

Sehun menengok, "Ne?"

 

"Akankah kita bertemu lagi?"

 

Sekali lagi, Sehun tersenyum. "Pasti." Ini adalah kata terakhirnya sebelum benar-benar pergi.

 

"Jangan menangis lagi, ya!" Soojung dapat mendengar Sehun mengatakan itu dari kejauhan.

 

 

Sehun.. batin Soojung. Layaknya orang bodoh, ia menempatkan kedua jarinya di dahinya, tepat dimana Sehun menciumnya tadi.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet