Final

The Beginning of All

 

No prison, open your eyes widely, your freedom is me
The first time in my life, we closed eyes together
My lover lover, you
Your freedom freedom, me
Don’t be in pain
Look, you’re smiling at me

( Kim Jaejoong - Dear J )

 

X x x X

 

Malam itu awan menginvasi langit, menutupi germelap bintang dan juga rembulan. Hembusan angin musim dingin mulai terasa. Seorang namja dengan rambut brunette melangkah keluar dari toko swalayan, syal biru semakin di eratkan pada lehernya. Dia gosokkan kedua tangannya untuk mendapat kehangatan, kakinya melangkah dengan cepat menuju apartmen besar yang terletak tak jauh dari sana.

 

Dikeluarkannya kunci cadangan dari saku, lalu masuk kedalam dan menguncinya kembali. Suhu ruangan itu cukup hangat, berbanding terbalik dengan suhu dingin di luar sana. Setelah melepaskan jaket, ia segera menuju dapur, menaruh kantung belanjaannya.

 

Sunyi. Keadaan di dalam apartmen itu lebih sunyi dari biasanya. Jinki beranjak dari dapur menuju ke satu kamar, dia membuka sedikit pintu, mengintip keadaan di dalam kamar.

 

Seorang namja dengan rambut sedikit berantakan duduk di meja belajar yang dipenuhi dengan buku-buku. Raut mukanya begitu serius memperhatikan tiap baris hamparan kertas-kertas dihadapannya. Jemari panjangnya dengan lihai menuliskan beberapa guratan pada kertas putih. Sebuah kacamata dengan bingkai hitam terpautkan di sela telinganya, sesekali di betulkan.

 

Senyum simpul terukir di bibir Jinki seraya menghampiri namja tersebut. Dengan langkah perlahan, mencoba untuk tidak mengganggu konsentrasi namja itu. Kedua tangannya merengkuh leher namja itu dari belakang, membuatnya sedikit terhentak dan menghentikan aktifitas yang dilakukannya.

 

Hey, baby ~ sejak kapan kau ada disini ?” Minho menepuk tangan Jinki, menautkan jemari mereka. Menaburkan beberapa ciuman kecil pada tiap jemari kekasihnya itu.

 

“Beberapa menit yang lalu. Mr. Choi Minho is really busy hm ?”

 

Minho tertawa kecil mendengar nada yang sedikit manja dari kekasihnya. “Kau tahu kalau besok aku ada ujian, sayang.” Ia memutar bangkunya, mengacak surai brunette Jinki yang membalasnya dengan wajah sebal.

 

“Tapi besok juga hari jadi kita.”

 

“Aku tahu itu. Mana mungkin aku melupakan hari jadi kita.” Benar sekali. Sudah beberapa bulan mereka bersama dan Minho selalu menyiapkan sesuatu yang spesial di hari jadi mereka. Namun karena bulan ini merupakan bulan ujian, Jinki sama sekali tidak melihat tanda-tanda Minho akan memberinya suatu surprise.

 

Jinki tahu betapa pentingnya edukasi untuk Minho, namun dia masih berharap untuk bisa menghabiskan sedikit waktu luang bersama Minho besok. Entah sudah berapa kali Jinki mengingatkan secara langsung atau tidak langsung kepada kekasihnya itu, tapi jawabannya yang diterima selalu sama.

 

‘Kita lihat nanti ya.’

 

Dan Jinki hanya bisa mengangguk setuju. Walaupun masih belum ada kepastian yang dia dapat.

 

Jinki menghela nafas. Ia pun membiarkan Minho kembali meneruskan kegiatan belajarnya sedangkan dia pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Ia tahu betul kekasihnya itu sangatlah pelupa, bahkan untuk urusan mengisi perut.

 

Memasak memang bukan keahlian seorang Lee Jinki, tapi dia berusaha keras untuk bisa memasak karena Minho selalu ingin memakan hasil masakannya. Bagaimana mungkin dia bisa berkata tidak pada kekasihnya itu ? enak atau tidak, Minho selalu memakan masakannya dengan lahap sampai habis tak tersisa.

 

Selesai Minho belajar, mereka makan malam bersama. Setelah membereskan piring-piring dan dapur, biasanya Jinki akan langsung pulang. Namun kali ini kekasihnya itu menahannya.

 

“Menginap disini saja, ya?” Minho melingkarkan tangannya di pinggang Jinki dengan erat seakan tidak mau membiarkan kekasihnya itu pergi.

 

Walaupun Jinki sudah mencoba beberapa kali melepaskan diri dari dekapan Minho, tetap saja namja itu begitu persisten. Jinki pun pasrah. Sebuah senyum kemenangan terukir di wajah Minho, dia mengecup  pipi Jinki berulang kali. Membuat namja yang notabennya lebih tua itu tertawa kecil dengan semburat merah jambu di kedua pipinya.

 

Sebenarnya bukan kali pertama Jinki bermalam di apartemen Minho. Hampir setiap akhir pekan Jinki akan bermalam disana atau pun sebaliknya. Bahkan dilemari Minho sudah tersedia piyama dan beberapa baju milik Jinki.

 

Seakan sudah menjadi hal lumrah bagi mereka untuk menghabiskan malam bersama. Minho akan mendekap erat Jinki saat tidur, seakan takut kalau kekasihnya itu akan menghilang. Being protective boyfriend like always. Jinki tidak keberatan, dia menganggap itu merupakan sisi manis dari kekasihnya, karena dia sendiri pun tidak mau melepaskan diri dari seorang Choi Minho.

 

Thump thump thump

 

Detak jantung Minho terdengar cepat namun teratur.

 

Hanya saat Minho dekat dengan Jinki jantungnya akan berpacu sangat cepat. Dan Jinki sangat menyukai hal itu. Ia akan mendekatkan telinganya pada dada bidang Minho. Menutup mata secara perlahan. Membiarkan irama teratur itu menjadi pengiring menuju alam mimpi.

 

X x x X

 

Pagi itu Jinki terbangun karena dingin yang tiba-tiba menyeruak dalam raganya. Tangannya menggapai-gapai untuk mencari kehangatan dari tubuh Minho. Matanya terbuka lebar saat ia menyadari tidak ada sosok Minho disebelahnya.

 

Masih dalam keadaan mengantuk. Ia mengusap matanya lalu duduk. Jam dinding menunjukkan pukul dua belas, Minho pasti sudah berangkat karena ujiannya dimulai jam sepuluh. Sedikit menyesal karena tidak bisa bangun terlebih dahulu dan menyiapkan sarapan untuk kekasihnya itu.

 

Jinki beranjak dari kasur untuk membasuh diri dan berganti pakaian. Menyantap brunch sambil menonton televisi. Sesekali Jinki melirik ponselnya, berharap ada kabar dari Minho. Biasanya dia akan selalu mengirim pesan pada Jinki jika dia sudah selesai ujian, lalu mereka akan pergi menghabiskan waktu bersama.

 

Waktu sudah menunjukan pukul dua namun belum ada tanda-tanda pesan atau kehadiran Minho. Dengan otak seperti itu Choi Minho hanya membutuhkan waktu paling lama satu jam untuk menyelesaikakn ujiannya. Seharusnya dia bisa cepat kembali ke apartmennya bahkan sebelum Jinki terbangun.

 

Jinki menghela nafas sedikit kesal, Ia meraih ponsel dan mengetik pesan pada kekasihnya itu.

 

To : Minho

From : Jinki

 

Where are you ?

 

Send.

 

Lima menit berlalu. Jinki memperhatikan ponselnya dengan seksama, mengabaikan acara televisi yang di tontonnya.

 

Lima belas menit berlalu. Jemarinya meng-scrolling beberapa artikel yang secara random dia temukan.

 

Tiga puluh menit berlalu. Hampir saja Jinki melempar ponselnya ke sudut ruangan karena masih belum mendapat balasan dari Minho. Dia juga sudah beberapa kali mencoba menghubungin nomor Minho namun panggilannya tidak diangkat.

 

Berbagai macam prasangka negatif mulai bermunculan dalam pikirannya. Apa Minho bertemu dengan seorang gadis cantik dan berkencan dengannya ? atau diculik oleh beberapa penggemarnya ? atau mungkin Minho melarikan diri keluar negeri dan tak mau menemui dirinya lagi ?

 

Dengan terburu-buru Jinki berlari ke kamar Minho. Memeriksa barang-barang dan isi lemari pakaiannya, apakah beberapa barang ada yang hilang atau tidak. Jinki menghela nafas lega setelah menyadari semua barang-barang dan pakaian Minho masih lengkap.

 

“Lee Jinki, berhentilah berpikiran negatif!” Jinki merutuki dirinya, mengacak rambutnya sedikit frustasi.

 

Tapi dia benar-benar khawatir, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Minho? Dia kembali mencoba menghubungi Minho namun tetap saja tidak diangkat. Ia menghempaskan dirinya ke sofa. “Choi Minho baka!” Teriakannya itu menggema kesetiap sudut ruangan. Matanya sedikit berair karena terlalu kesal.

 

Tiba-tiba saja terdengar dering panggilan masuk yang sangat dikenalnya. Dengan cepat Jinki meraih ponsel dan mengangkat panggilan itu.

 

Baka keroro, where are you ?! kenapa tidak membalas pesan dan mengangkat panggilanku ? kenapa belum pulang juga ? Kau selingkuh eo ?” Omelan Jinki justru membuat namja disebrang sana tertawa. Jinki mengerang kesal, jika Minho ada dihadapannya saat ini pasti dia sudah memberikan ttakbam super di keningnya.

 

“Jangan tertawa. Baka!”

 

Minho mencoba menahan tawanya, walaupun Jinki tahu masih ada senyum jahil yang terbentuk di bibir kekasihnya itu. “Kau mengkhawatirkanku ?”

 

“Haruskan hal itu dipertanyakan ?” Jinki membalas dengan nada sarkastik.

 

Minho tertawa lagi, Jinki pun kembali meneruskan omelan sebelumnya. Tapi dia berhenti saat Minho menguatarakn kata-kata dengan suara lembutnya. “Dengarkan aku baik-baik, Lee Jinki. Go wear something nice, Jinhwan akan menjemputmu sebentar lagi. Kita akan bertemu nanti. I love you.”

 

Jinki menyeritkan dahinya bingung. Belum sempat Jinki bertanya, panggilan itu sudah terputus. Dirinya masih mencoba mencerna sedikit kata-kata Minho. Untuk apa dia memakai pakaian yang bagus ? dan kenapa Jinhwan yang akan menjemputnya ?

 

Analisanya terpecah begitu mendengar bel berbunyi. Ia membuka pintu dan menemukan sosok Jinhwan, junior dari jurusan sama yang cukup dekat dengannya, berdiri di depan pintu dengan senyum lebar yang merekah.

 

“Mau apa kau kesini?” Jinki menatap bingung.

 

“Menjemputmu. Bukankah Minho hyung sudah memberitahumu? Ayo kita berangkat!” Jinhwan menarik Jinki menuju ke mobilnya yang sudah terparkir di depan gedung apartmen. Belum sempat dia protes, Jinhwan sudah memaksanya masuk dan duduk di kursi.

 

Jinki melemparkan sorotan kesal pada Jinhwan, tapi sama sekali diabaikan oleh juniornya itu. “Kita mau kemana?”

 

“Kau akan tahu nanti, hyung.”

 

“Minho dimana?”

 

“Kau akan tahu nanti, hyung.”

 

Begitu banyak pertanyaan yang dilontarkan Jinki kepada Jinhwan namun selalu dijawab dengan frasa yang sama. Ingin rasanya Jinki mencekik hoobaenya itu kalau saja dia tidak sedang menyetir. Jinki menghela napas panjang, dia menyerah mengintrogasi Jinhwan karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk.

 

Tak lama, Jinhwan menghentikan mobilnya di pinggir jalan di depan sebuah café. Jinki kenal betul dengan bangunan tersebut, karena dia cukup sering menghabiskan waktu di café itu dengan Minho.

 

Ia beranjak keluar dari mobil, melirik kedalam café mencoba mencari sosok kekasihnya. “Minho ada di dalam?” Jinki bertanya pada Jinhwan yang masih berada dalam mobil.

 

Jinhwan hanya mengembangkan senyum ambigu. “Bye, hyung~” Kemudia dia menjalankan kembali mobilnya, meluncur cepat meninggalkan Jinki terdiam seribu bahasa.

 

Hoobae durhaka!” Jinki mencaci dalam hati, ia menginjak-injakan kakinya dengan kesal ke aspal. Beberapa pejalan kaki memperhatikan tingkahnya, membuat Jinki tersadar bahwa dia masih berdiri di pinggir jalan.

 

Jinki mencoba menutupi rasa malunya dengan menunduk seraya berjalan masuk menuju café. Disambut dengan senyuman hangat seorang pelayan yang biasa melayani dia dan Minho, karena mereka berdua cukup sering mengunjungin café ini.

 

Biasanya jika Jinki datang sendiria, pelayan itu akan menanyakan kehadiran kekasihnya namun kali ini tidak. Dengan pandangan sedikit curiga Jinki mengikuti pelayan itu untuk duduk di meja dekat dengan jendela seperti biasa.

 

Hot chocolate seperti biasa?” Tanya pelayan tersebut tanpa memberikan buku menu yang sedari tadi dipegangnya.

 

Jinki hanya mengangguk. Beberapa potrait masa lalu mulai merengkuhnya dalam jala nostalgia. Café ini merupakan tempat yang spesial bagi mereka, terutama untuk Jinki. Beberapa hari setelah mereka secara resmi sebagai sepasang kekasih, Minho membawa Jinki pergi berkencan. Dan café ini merupakan tempat pertama yang mereka kunjungi.

 

Masih terpatri jelas dalam memorinya. Secara tidak sengaja Jinki memecahkan gelas karena kecerobohannya. Dia hampir menangis karena berpikir sudah mengacaukan kencan mereka, namun Minho hanya menyiratkan senyum dan tawa kecil.

 

Tidak sedikit pun terlihat percik amarah di matanya, walaupun Minho harus ikut meminta maaf dan mengganti biaya gelas yang pecah. Minho malah mencium pipinya, menepuk kepala Jinki sambil terkekeh ‘my clumsy bunny~’ frasa itu masih terngiang jelas di telinganya. Membuat kedua pipi Jinki berubah menjadi semburat merah jambu.

 

“Ini pesanan anda.” Pelayan tadi meletakkan secangkit coklat panas dengan whipped cream dan choco granule diatasnya.

 

“Terima kasih.” Jinki menyiratkan senyum. Setelah pelayan itu pergi, Jinki baru menyadari bahwa ada sebuah notes biru yang terselip dibawah tatakan cangkirnya.

 

Our first date was the best and unforgettable.

Your clumsiness is the cutest.

How can you make me high over heels to you?

-C.M-

 

Sebuah senyum lebar kembali merekah di bibirnya. Tanpa tertuliskan insial pun Jinki sudah dapat mengetahui siapa yang paling ahli dalam merangkai rayuan seperti itu. Seketika itu juga Jinki menyadari bahwa kekasihnya itu tengah merencanakan sesuatu. Diseruputnya coklat panas tersebut dengan santai, memutuskan untuk mengikuti permainan dilakukan seorang Choi Minho.

 

X x x X

 

Saat Jinki hendak membayar minumannya, bukannya memberi justru dia menerima sebuah foto dari pelayan dimeja kasir. Ia memperhatikan foto itu dengan seksama. Dua obsidiannya membentuk eye-semile dan tawa kecil keluar dari mulutnya.

 

Terpotrait sebuah taman hijau nan asri, dengan sebuah air mancur cukup besar ditengahnya. Tanpa berpikir panjang lagi Jinki melangkahkan kakinya ke taman dalam portrait tersebut. Hanya butuh waktu sekitar lima menit berjalan kaki menuju sana.

 

Sepanjang jalan,dua obsidian coklatnya mengobservasi sekitar. Ada keyakinan dalam dirinya kalau Minho memperhatikan atau setidaknya mengikuti setiap langkahnya. Namun dia masih belum menemukan sosok jangkung kekasihnya itu.

 

Terdiam sebentar begitu sampai di depan gerbang masuk. Sama seperti biasa, taman ini selalu ramai dengan beberapa remaja, orang tua dan juga anak-anak. Senyum simpul tersemat di bibirnya.

 

Jala nostalgia kembali menyelimuti nalarnya. Dengan mengambil duduk disalah satu bangku taman yang kosong, Jinki merenggangkan sedikit badannya sambil menyapu pandangannya kesetiap sudut taman. Pandangannya terkunci pada sebuah truk es krim di sisi kanan.

 

Pada kencan kedua mereka, Minho mengajaknya ke taman ini. Mereka hanya berbincang-bincang menikmati senja. Ia ingat betul bagaimana dirinya tergiur saat truk es krim itu datang, dan tanpa perlu merengek bahkan mengeluarkan sepatah katapun, Minho tahu bahwa namja itu ingin ice cream.

 

Satu scope es krim coklat dilahapnya dengan antusias. Dia terlalu fokus dengan es krimnya tanpa menyadari pandangan intens dari kekasihnya itu. Saat dia menawarkan es krim itu pada Minho, alih-alih melahap sendok es krim yang telah di sodorinya, Minho justru menarik dagu Jinki. Seketika nafas Jinki tercekit. dua obsidian mereka bertemu, dan saat kedua bibir mereka besentuhan, Jinki membelakkan matanya.

 

Minho kissed him.

 

Dan itu adalah first kiss Jinki. Minho menciumnya begitu lembut, membuat dirinya seakan meleleh dalam setiap gerakan dan sentuhannya. Dia bisa merasakan luapan cinta yang di salurkan kekasihnya melalui kontak mereka itu. Detakkan jantungnya membuncah, seakan memaksa keluar dari rusuknya.

 

Jinki tidak berani menatap Minho saat kekasihnya itu mengakhiri kontak mulut mereka. Namun jemari Minho masih mengusap lembut hamparan pipinya. Lagi-lagi Minho hanya terkekeh, dan memuji betapa manisnya kekasihnya itu.

 

Semburat merah kembali menghiasi kedua pipi namja itu. Ia menggelengkan kepalanya sambil tertawa, sedikit malu baginya tiap kali mengingat hal itu. Tiba-tiba saja, sebuah coklat ice cream cone di sodorkan dihapadannya.

 

“Untuk, ajhussi~” Seorang gadis kecil berdiri di hadapannya. Gadis itu mengembangkan senyum manis, dengan kedua mata bulat yang menatapnya dengan polos.

 

“Untukku?” Jinki sedikit menundukkan badannya, mencoba menyamai tingginya dengan gadis itu.

 

Gadis itu mengangguk. “Ini juga.” Sebuah amplop berisikan notes biru kembali diterimanya. Jinki membaca isi notes tersebut.

 

Chocolate flavoured kiss.

The taste still lingered on my lips somehow.

You make me drunk with your sweetness.

Even until now.

-C.M-

 

Untaian kata kembali membuat senyum Jinki merekah. Ditatapnya kembali gadis kecil yang masih memegangi ice cream cone tersebut.

 

Ajhussi tidak mau es krimnya?”

 

Jinki menggelengkan kepalanya. “Ice creamnya untuk kau saja.”

 

Jinjja?!” Kedua obsidian bulat gadis itu berbinar cerah.

 

Jinki mengangguk. “Siapa yang menyuruhmu memberikan ini semua?”
 

Ajhussi tampan yang menyuruhku.”

 

Tawa sarkastik keluar dari mulutnya. Ya, kekasihnya memang tampan bahkan seorang gadis kecil pun dapat menyimpulkan seperti itu. Diliriknya gadis kecil yang sudah memakan ice creamnya dengan antusias.

 

Pandangan Jinki kembali menelusuri setiap sudut taman, Ia yakin kekasihnya itu  pasti berbaur diantara sekian banyak orang disini. Beberapa menit berselang namun Jinki masih belum bisa menemukannya. Menghela nafas menyerah, ia mengayunkan kakinya sambil memandangi amplop yang masih di pegangnya.

 

Sebuah foto mencuat keluar dari amplop, diambilnya foto tersebut dan diamati kembali. Kali ini sebuah ruangan besar dengan banyak rak-rak berjejer, terisi penuh dengan berbagai macam buku.

 

Perpustakaan kampus ? batin Jinki sedikit ragu. Ia kembali memperhatikan foto itu dengan seksama. Otaknya mulai menyeleksi beberapa tempat dengan banyak buku-buku yang pernah ia kunjungi bersama Minho selain perpustakaan kampus. Kemudian mulutnya membentuk O saat dia menyadari dimana tempat itu.

 

Setelah berpamitan pada gadis kecil itu, Jinki kembali berjalan menuju tempat yang tertera di foto tersebut. Ia melirik ponselnya, menimbang-nimbang apakah ia harus menghubungi Minho atau tidak.

 

Lebih baik selesaikan permainan ini dulu. Jinki pun mengurungkan niatnya.

 

Saat Jinki sampai di tempat selanjutnya, matahari sudah bersembunyi di barat. Papan neon bertuliskan ‘Bookstore’ menghiasi pintu masuk toko tersebut.

 

Ia melangkah masuk ke dalam, menelusuri beberapa rak-rak buku fiksi yang biasa di bacanya. Sebenarnya tempat ini bukan menyimpan kenangan manis antara dia dan Minho. Justru hal menyebalkan yang bahkan hampir terhapus dalam memorinya.

 

Minho saat itu sedang frustasi karena kekalahan tim basketnya, maka Jinki berinisiatif mengajak Minho refreshing. Mereka mengunjungi toko buku ini karena Minho ingin membeli sebuah novel untuk tugas kajian sastranya.

 

Dan disini lah mereka berpapasan dengan seorang namja dengan style sedikit berantakan, aura misterius tidak terlepas dari setiap inci entitas namja tersebut. Jinki membelakan matanya, sedikit bingung. Minho dan namja itu bertatap muka, menyapa satu sama lain layaknya teman lama yang baru bertemu kembali.

 

Sebuah senyum terukir diwajah namja yang semula hanya merapatkan mulutnya. Bahkan Minho yang tadinya berwajah masam kini bisa tertawa saat berbincang dengan namja tersebut.

 

Woo Jiho.

 

Jika ingatannya tidak salah, merupakan nama yang terucap namja itu saat memperkenalkan dirinya pada Jinki. Jinki hanya mengembangkan senyum simpul dan menjawab basa-basi Jiho. Tak lama Jiho pun berpamitan, dengan alasan ada urusan lain.

 

Hal selanjutnya terjadi diluar dugaan Jinki. Hanya dalam satu gerakan kedipan mata. Jiho menempelkan bibirnya pada hamparan pipi kekasihnya. Jinki terdiam. Minho sendiri pun kaget, namun dia malah tertawa dan mengacak rambut Jiho.

 

Jinki memandang tajam sosok Jiho yang berjalan keluar dari toko. Seperti itu suatu hal yang lumrah, Minho kembali memilih-milih beberapa buku tanpa menyadari bahwa Jinki sudah mengerucutkan bibirnya karena kesal.

 

“Dia siapa?” Pertanyaan itu pun terlontar setelah beberapa menit pikirannya beradu pendapat apakah dia harus menanyakannya atau tidak.

 

“Jiho? Mantan kekasihku.” Jawab Minho dengan santainya.

 

Entah kenapa saat itu Jinki dapat mendengar suara retakan hatinya sendiri. Sakit. Dia bahkan tidak tahu kenapa rasanya biasa sesakit ini. Seketika semuanya menjadi sunyi. Minho mengatakan sesuatu padanya tapi indra pendengarannya seperti terkunci.

 

Argumentasi pun tak dapat dihindari, tuturan kata-kata tajam saling mereka lontarkan. Rasionalistas terpecah, emosi Jinki tidak terkendali. Awalnya Minho mencoba menjelaskan semuanya pada Jinki namun pernyataan yang dia lontarkan selalu terbantahkan.

 

Itu merupakan pertengkaran pertama mereka. Hanya selang sehari Minho langsung mendatanginya dan meminta maaf. Mereka pun tidak pernah membahas hal itu lagi. Genangan nostalgia suram itu terpecah saat sebuah notes biru tertempel di sebuah sampul buku dihadapannya.

 

This isn’t a pleasant memory.

but, jealousy means love, right?

I love you and there’s only you

-C.M-

 

p.s : your ride waiting outside

 

Jinki terdiam, mencoba memproses kata-kata terakhir dibawah. Ride ? What ride ? Setelah mencopot notes tersebut dan menaruhnya di saku. Kakinya melangkah keluar toko. Menemukan sosok namja yang tadi pagi membawanya untuk memulai permainan ini.

 

“Kemana saja kau? Tega sekali meninggalkan, hyungmu ini!” Jinki menghujami beberapa jitakan dan pukulan pada namja yang lebih muda itu.

 

Jinhwan hanya bisa merintih sambil mencoba menahan tindak kekerasan yang dilakukan sunbaenya itu. “Aku hanya menjalankan perintah, hyung.”

 

“Dimana kodok jelek itu? Cepat bawa aku ke tempatnya.” Perintah Jinki seraya masuk ke dalam kursi penumpang.

 

“Aish, tidak sabaran sekali mau bertemu suaminya.” Jinhwan menyalakan mobil, melaju dengan santai menelusuri jalan.

 

“Suami apa ?!” Sebuah jitakan kembali mendarat di kepala Jinhwan. Untung saja Jinhwan tidak kehilangan fokus saat menyetir.

 

Umpatan kesal beberapa kali dilontarkan oleh Jinki namun Jinhwan hanya membalasnya dengan tawa. Jinki bahkan tidak menyadari bahwa mereka sudah berjalan cukup jauh dari gemerlap kota.

 

Jinhwan menghentikan mobil saat mereka sampai di sebuah restauran. Mata jinki kembali mengobservasi daerah sekitarnya. Restaurant itu nampak sepi, entah memang jarang dikunjungi atau memang sudah di sewa untuk acara penting.

 

Ia mengikuti Jinhwan kedalam restaurant. Hanya meja dan bangku kosong yang memenuhi ruang tersebut. Sekelibat pertanyaan kembali tersirat dalam benaknya. Untuk apa dia datang kesini ? dan yang paling penting, dimana kekasihnya ?

 

Saat Jinki hendak membuka mulut untuk melontarkan pertanyaan pada hoobaenya itu. Jinhwan membuka pintu menuju balkon. Dan nafas Jinki langsung tercekat, kedua obsidiannya melebar tak percaya menatap pemandangan di hadapannya.

 

Minho. Kekasihnya. Sudah berdiri dengan balutan kemeja rapih di samping sebuah meja makan yang di dekorasi sedemikian romantisnya. Sebuah goofy smile khas namja tinggi itu terukir saat melihat ekspresi terkejut Jinki.

 

Ia bahkan menyadari bahkan Hongki juga berdiri di sudut lain bersama bandnya. Mereka memainankan alunan musik yang hangat menyambut kedatangannya. Jinki masih terdiam. Dia tidak mampu berkata apa pun. Ia hanya bisa menatap lurus pada Minho dengan pandangan tidak percaya.

 

Minho pun berinisiatif menghampiri Jinki karena namja itu tampak masih terlalu kaget dengan kejutan ini.

 

Hey, you still there?” dengan nada sedikit mengejek, Minho lambaikan tangannya di depan wajah Jinki.

 

“K-kau… menyiapkan semua ini?” Jinki menatap kekasihnya yang kini telah berada dihadapannya itu, masih dengan ekspresi bertanya-tanya.

 

“Tentu saja. Well, dengan bantuan dari yang lain.”

 

Jinki tertawa. “Pft- this is so cheesy.

 

“Aku tahu itu.” Diraihnya tangan Jinki. Sebuah kecupan lembut mendarat di punggung tangannya. Menghasikan semburat merah jambu di kedua pipi namja itu.

 

Minho menggandeng Jinki menuju meja. Menarik kursi untuk kekasihnya itu sebelum dirinya duduk di kursinya sendiri.

 

Kecanggungan Jinki bertambah karena Minho tidak henti-hentinya menatap dengan seulas senyum di bibirnya. “Berhenti menatapku seperti itu.”

 

“Kenapa ? Aku tidak boleh menatap kekasihku sendiri ?”

 

Jinki mencoba mengalihkan pandangannya sedikit saat Minho menatapnya dengan lebih intens. Namja tinggi itu memang suka sekali menggoda Jinki. Walaupun sudah cukup lama mereka bersama, Jinki masih malu dan canggung. Namun bagi Minho, hal itu justru membuatnya terlihat semakin manis.

 

Pasta chicken alfredo dan segelas champagne disajikan oleh Jinhwan di meja. Dengan senyum sedikit mengejek, Jinki melirik Jinhwan yang berpakaian layaknya seorang pelayan. Jinhwan hanya menyorotkan pandangan tajam pada sunbaenya itu. Ia telah luluh setelah di janjikan Minho untuk makan sepuasnya di restaurant ramen kesukaannya jika bisa membantunya menyiapkan kejutan ini untuk Jinki.

 

“Aku masih tidak percaya kau menyiapkan semua ini.” Ujar Jinki sambil menyantap pastanya. “Kau terlihat sibuk sekali berkutat dengan buku-buku sebelumnya.”

 

“tapi bukan berarti aku tidak bisa menyempatkan diri untuk memberikan kejutan padamu.” Minho mengedipkan mata, yang hanya dibalas dengan decakan kecil dari Jinki.

 

“Apa kau mengikuti sepanjang perjalanan sebelumnya?”

 

Minho mengangguk. Menyesap gelas champagnenya dengan santai.

 

“Bagaimana bisa aku tidak menyadari sosokmu.” Jinki mengerucutkan bibirnya kesal.

 

In disguise, babe. Tidak akan menyenangkan kalau kau menyadari kehadiranku.”

 

“Benar juga.”

 

Happy?” Minho kembali meraih tangan Jinki diatas meja. Mengusapnya dengan lembut sama seperti tatapan yang kini ia sorotkan pada kekasihnya.

 

Sebuah senyum lebar yang terukir diwajahnya sudah cukup menjelaskan betapa bahagianya Jinki saat ini. “This is the best day ever. Thank you, min.” deduksi yang cukup singkat namun berarti banyak bagi Jinki.

 

“Jangan berterima kasih padaku dulu, karena malam ini belum berakhir.”

 

Ekspresi bingung kembali tergambar diwajah Jinki. Ia menatap Minho yang berdiri dari tempatnya, ia memberikan gesture pada Hongki untuk mengganti alunan lagu yang dimainkannya.

 

Iringan nada-nada lembut kembali terdengar. Jinki mengenali lagu itu, Marry Me by Jason Derulo.

 

Detakan jantungnya semakin tidak karuan saat Minho berlutut di hadapannya. “Aku tahu ini terlalu cepat, bahkan kita berdua masih dalam jenjang pendidikan yang sama. Tapi aku bisa melihat masa depan kita bersama dan aku ingin membahagiakanmu.”

 

Sebuah kotak beludru merah dikeluarkan dari sakunya. Terselip sebuah cincin emas putih dengan kilauan permata terlihat sungguh bersinar dibawah bias cahaya rembulan. Kedua obsidian Jinki mulai berair, namun namja yang kini berlutut dihadapannya hanya menatap Jinki dengan penuh keyakinan dan determinasi yang kuat.

 

 

Lee Jinki, will you marry me?

 

 

 

-THE END-

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
loufvalatte
#1
Chapter 1: omo!! so much fluffiness,, minho's so sweet..
jinki belum jawab dan belum ada romantic kiss,, kkkkk
apakah akan ada sequel part.2?? hehe
ah btw thanks bgt uda post sequel.a, ,jinki's so cute..
DzaifiyaChoHee
#2
Chapter 1: just say yes..