I Love You

Gotta Stay Together

Maaf ya nunggunya lama ._.

Semoga lanjutan chapter ini berkenan bagi readers semua ya~

(Meskipun aku ga yakin chapter ini bakal nyambung sama chapter sebelumnya. Maklum newbie)

 

 

(Jinyoung Pov)

“Kau berikan racun apa pada kopi itu, Park Jinyoung. Sepertinya aku terkena sihirmu sekarang” Ucapnya dengan suara rendahnya yang terdengar... ugh seksi.

Kedua ujung hidup kami bertemu, dahi kami juga saling bersentuhan.

“M-Mark....”

-

Tangan kanannya menekan tengkukku agar kepalaku semakin dekat dengannya. Tuhan, Apakah ciuman pertamaku akan terjadi sekarang? Dengan orang yang kukenal tidak lebih dari 24 jam yang lalu?

Akal sehatku masih berjalan. Kudorong dadanya sekuat tenagaku, membuatnya mundur beberapa langkah. Aku menunduk karena takut akan reaksinya, ya karena aku menolak ciuman yang akan ia berikan padaku.

Aku juga beralasan mengapa aku menolak ciuman itu  Aku baru mengenalnya tidak lama, dan kami berdua masih belum saling mengenal lebih jauh, tapi mengapa kami berdua nekat akan  saling berciuman satu sama lain. Maaf Mark, tapi aku belum siap untuk menerima semua cinta yang kau beri secepat ini. Semua butuh proses.

“M-maaf, Mark. S-sebaiknya aku pulang dulu, s-sudah sore. Hehe” Aku membual dengan alasan yang terlalu basi disertai tertawa kecil seakan tidak ada yang terjadi beberapa menit yang lalu. Aku langsung berlari dengan wajah yang masih menunduk tanpa mau mendengar balasannya terlebih dahulu. Namun saat aku akan berlari, kulihat Mark sekilas, dia terdiam seperti patung dengan tatapan kosongnya menghadap tanah. Mungkin dia belum bisa menerima keadaan dengan apa yang aku lakukan tadi. Sekali lagi, maaf Mark. Aku belum siap untuk semua ini.

Selama perjalanan menuju halte didekat sekolah, aku merutuki apa yang terjadi tadi. Hati kecilku terasa memiliki dua sisi yang berbeda. Satu sisi aku merasa benar karena telah menolak ciuman Mark. Sisi lainnya aku menyesal kenapa harus mendorongnya dan seharusnya aku menerima ciuman itu.

“Ya,Park Jinyoung! Kau menyukainya sejak pandangan pertamamu kan? Dia yang telah menarik perhatianmu sejak pertama kau melihat paras wajahnya kan? Mengapa tidak kaurelakan ciuman pertamamu padanya? Dan akhirnya kau mungkin akan menjalin kisah cinta dengannya mulai tadi. Ah bodohnya dirimu Park Jinyoung!” Batinku frustasi.

Disinilah diriku sekarang, duduk di halte bus dengan cat hijau tua. Dimana aku dan Mark pertama kali bertemu 24 jam yang lalu. Iya, 24 jam lalu. Aku telah mengecek arlojiku. Pukul 5 sore lebih beberapa menit. Otakku mengajak mengingat kembali momen dimana aku dan Mark bertemu kemarin. Dia datang dengan basah kuyup, melihatnya memeras bajunya, dan sedikit menggigil membuatku iba dan berbagi sedikit kehangatan padanya melalui beberapa teguk kopi yang aku berikan padanya. Namun sebelum kami akan berkenalan lebih dekat, bus telah datang. Aku yang takut ketinggalan bus langsung masuk kedalam bus dan ketika bus telah berjalan, aku baru menyadari bahwa aku melupakan payungku di halte. Syukur, Mark membawanya pulang. Yang pasti, payungku tidak jadi hilang.

Namun flashbackku dibuyarkan oleh bunyi klakson bus dari kejauhan yang menandakan sebentar lagi halte tempatku duduk akan menjadi tujuannya. Aku berdiri dan bersiap untuk naik ke bus yang akan mengantarkanku pulang.

-Mark Side-

Mark terdiam dipinggir lapangan itu. Ia menatap nanar punggung Jinyoung yang semakin menjauh. Ya, Jinyoung si cinta pertamanya yang membuatnya gila telah meninggalkannya karena aksi nekatnya yang akan mencium Jinyoung.

Dari ribuan siswi yang mengejarnya, hanya Jinyoung yang mampu melumpuhkan hatinya kurang dari 24 jam, dengan sikap ramahnya, baik, peduli, dan dia memang lucu dan imut jika bertingkah kekanakkan.

Apakah akan menyatakan cintanya dalam kurun waktu kurang dari 24 jam itu salah? Apakah mencium seseorang yang ia suka itu salah? Apakah ia mencoba memberikan sepenuh hatinya pada orang yang ia suka itu salah? Tidak sepenuhnya salah. Jinyoung yang memang belum siap. Namun Mark yang malah berpikiran kalau Jinyoung tidak memiliki rasa untuknya.

“Inikah yang dinamakan cinta sepihak? Ya Tuhan, betapa sakit disini” Mark meremas dada sebelah kanannya. “Maaf membuatmu takut, Jinyoung” sesal Mark. “Ah, Mark Tuan, Kau bodoh! Benar-benar bodoh!” Mark memukul kepalanya sendiri.

Mark kemudian juga pulang, karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah 6 petang. Ia berlari menyusuri jalan-jalan yang mulai ramai oleh orang-orang yang baru saja pulang kantor dan juga trotoar yang dibeberapa titik telah dipenuhi orang yang hendak menyebrang. Ia tidak enak karena pulang telat lagi. Pasti adiknya akan mengomel lagi padanya.

-Jinyoung Side-

“Aku pulang” Jinyoung membuka pintu rumahnya, kemudian melepas sepatunya dan berjalan dengan tidak semangat kekamarnya.

“Bagaimana sekolah barumu, sayang?” Tanya ibu Jinyoung sembari menghampiri anaknya yang sedang menaruh tasnya di meja belajarnya. “Menyenangkan, bu. Teman-teman baruku ramah terhadapku” Ucap Jinyoung dengan semangat yang terlihat sedikit terpaksa. Ibu Jinyoung meletakkan secangkir teh hangat diatas meja Jinyoung. “Yasudah, sekarang mandilah kemudian minumlah tehnya sembari hangat. Dan jangan lupa belajar untuk besok” Tutur ibu Jinyoung setelah mendengar jawaban dari anaknya kemudian meninggalkan Jinyoung sendiri kembali.

Jinyoung duduk dikasurnya, membuka smartphonenya sebentar. Diam menatap wallpapernya. Ia memikirkan sesuatu yang membuatnya janggal. Matanya melebar setelah mengingat sesuatu. “Astaga, aku lupa meminta nomor Mark! Bagaimana aku mau minta alamatnya untuk mengambil payungku lagi! Ya Tuhan, aku terlalu malu untuk bertemu dengannya lagi setelah kejadian tadi. Bagaimana ini?” Jinyoung frustasi, mengacak rambutnya kasar dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

-Mark Side-

Mark telah sampai dirumahnya dari 20 menit yang lalu, namun ia tidak bergegas mandi atau makan atau mengerjakan hal lainnya. Ia masih tetap memakai seragamnya, masih menggendong tasnya. Dasinya saja masih terkait dengan rapi dikerahnya mengitari leher jenjangnya. Ia menatap payung yang disandarkan disudut kamarnya. Payung Jinyoung. Payung milik pria yang telah mencuri hatinya. Ia berdiri, mengambil payung itu, melihat gagang payung itu.

“Jinyoung....” Ia membaca nama yang tertulis di kertas yang menempel di gagang payung itu. Ia baru saja kenal dengannya, tapi banyak momen telah mereka lewati. Rasanya mereka telah kenal sangat lama.

“Kak! Sudah mandi belum! Bantu aku mengerjakan tugas sekolahku, tolong!” Bambam mengetuk-ngetuk pintu kamar Mark. “Bambam, kakak belum mandi. Nanti kakak akan menyusulmu setelah kakak mandi. Kerjakan soal yang kau anggap mudah dulu” Mark menyahut panggilan adiknya. Ia meletakkan payung itu lagi disudut kamarnya, menatapnya sebentar kemudian tersenyum simpul, ”Meskipun kau sepertinya tak menyimpan rasa untukku, tapi tunggulah, aku akan mencuri hatimu Jinyoung. Tunggu saja”. Kemudian mengambil handuk dan bergegas mandi.

-

Sudah seminggu sejak kejadian dilapangan sekolah pada sore hari itu terjadi. Hubungan Mark dan Jinyoung benar benar renggang. Mereka hanya dekat selama sehari dan berjauhan selama 7 hari. Mark yang sudah pasrah tidak bisa mendapatkan hati Jinyoung, kadang masih memikirkan strategi yang tepat yang dapat ia gunakan untuk mengambil perhatian Jinyoung lagi. Namun jika ia yang sering cari perhatian kepada Jinyoung, dimana ia harus menaruh image coolnya? Ah memusingkan.

Sedangkan di sisi Jinyoung, ia kadang mengkhawatirkan Mark. Ia benar-benar merasa bersalah pada Mark. Mark tidak menyapanya lagi. Jika mereka berpapasan, mereka lebih memilih saling bungkam daripada saling menyapa. Jinyoung jarang sekali keluar kelas jika istirahat tiba. Ia takut bertemu Mark. Ia tetap tidak bisa mengontrol detak jantungnya meskipun mereka berdua dalam keadaan seperti ini.

-Jinyoung Side-

“Tepat seminggu sudah aku tidak berkomunikasi lagi dengannya” Jinyoung duduk dibangkunya sembari memainkan pensil dengan jemarinya.

“Aku tidak bisa seperti ini terus. Hatiku juga sakit jika hanya bisa melihatnya dari kejauhan tanpa bisa menyapanya” Jinyoung tetap membatin. Sekarang ia mengetuk-ngetuk ujung pensilnya ke bangkunya.

“Ah, Park Jinyoung! Kau harus beranikan dirimu! Temui dia sekarang, atau kau tak akan bisa mendapatkannya lagi, selamanya” Jinyoung memotivasi dirinya sendiri. Ia meletakkan pensilnya, kemudian meninggalkan bangkunya untuk menuju kelas Mark yang berada disebelah kelasnya.

Jinyoung melihat Mark duduk didepan kelasnya, ia memainkan telepon pintar miliknya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memakan sebungkus coklat. Mulutnya mengunyah coklat itu dengan perlahan. Matanya tidak lepas dari layar berbentuk persegi panjang itu. Ia sedang memainkan permainan kesukaannya, dan semua orang tidak akan bisa mengganggunya. Ya, sekarang memang waktu istirahat, dimana seluruh siswa memanfaatkan untuk merefreshkan otaknya sejenak sebelum menerima pelajaran kembali. Maka dari itu inilah satu-satunya kesempatan Jinyoung meminta maaf pada Mark, dan mengembalikan hubungan mereka seperti semula. Tanpa saling bungkam dan mencoba untuk tidak saling mengenal.

Jinyoung mencoba mendekati laki laki berambut hitam legam itu. Kakinya kadang melangkah dengan ragu. Ia kadang berjalan dengan menyeret kakinya, kadang mencoba melangkah dengan tegas. Jinyoung sekarang telah duduk tepat disebelah Mark. Namun Mark masih tetap terpaku dengan smartphone-nya dan ia acuh terhadap orang yang duduk disebelahnya.

-Mark Side-

Mark masih saja sibuk dengan smartphone-nya.  Game itu sekarang lebih menarik daripada semua hal yang menarik yang ada di dunia. Mark pun menyadari ada orang lain duduk disebelahnya. Namun, ia bersikap cuek dengan orang yang duduk disampingnya sekarang. “Mungkin si Jaebeom, ingin menggangguku bermain game” Batin Mark tidak ambil pusing dan melanjutkan mengunyah sedikit coklatnya lagi.

“M-Ma-Mark” Orang itu memanggil namanya dengan lidah yang kelu. Namun suara itu tiba tiba menginterupsi seluruh pendengarannya dan membuatnya mengingat seseorang. Ya, itu suara Jinyoung. Suara Jinyoung yang khas yang membuatnya selalu ingat akan suara indah itu.

Mata Mark langsung melepaskan pandangannya pada layar persegi panjang itu kemudian memasukkannya kembali ke saku seragamnya dan beralih pada sosok di sebelahnya. Mark belum bisa menerima kenyataan bahwa Jinyoung ada disebelahnya. Ia belum siap dan belum sempat bersiap-siap untuk merangkai kata-kata maaf atas kejadian minggu lalu, tapi sayangnya ia sekarang sudah berada disebelahnya.

Dan sekarang ia ingin meralat pemikirannya tadi, game sekarang tidak semenarik, sosok disebelahnya. Jinyoung lebih menarik dan akan menjadi yang paling menarik di dunia ini untuknya.

“J-Jinyoung?” Mark bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. “Aku harus apa sekarang?” Batin Mark sudah tidak santai lagi. Jinyoung kemudian menggenggam tangan kanan Mark. Hati mereka berdua benar-benar berpacu lebih keras dari biasanya. Jinyoung tersenyum pada Mark. Mark akhirnya bisa melihat senyum Jinyoung dari dekat lagi.

“Halo Mark~ Sudah lama ya kita tidak saling berbicara ya. Pasti kamu merasa canggung terhadapku. Ehm... begini... Maaf atas kejadian minggu lalu. Aku... Aku bukannya menolak ciuman itu ta-“ Belum selesai Jinyoung mengucapkan kalimatnya, tangan kiri Mark telah membungkam mulut Jinyoung.

“Jangan bicarakan disini ya? Kita bicarakan ditempat yang sedikit lebih tenang. Hanya kita berdua. Ya?”. Jinyoung menganggukkan kepalanya, dan kemudian pasrah akan dibawa kemana oleh Mark. Tangan mereka masih saling terkait satu sama lain.

Disinilah mereka berdua, hanya berdua, di lapangan indoor sekolah mereka. Mark menuntun Jinyoung untuk duduk dilantai tepat disebelahnya. Tangan kanan Mark masih terkait dengan tangan kiri Jinyoung hingga sekarang.

“Sebelum kamu melanjutkan kalimatmu yang tadi, biarkan aku terlebih dahulu yang berbicara. Boleh?” Tanya Mark meminta persetujuan dari Jinyoung dan disambut dengan anggukan lagi oleh Jinyoung.

“Sebelumnya, akulah yang harusnya meminta maaf. Aku dengan lancang ingin menciummu. Namun, aku bukan ingin melampiaskan nafsuku padamu. Aku ingin menunjukkan cintaku padamu. Haha, ini terdengar konyol memang, namun dari awal pertemuan kita, di saat kamu memberikan kopimu sebagai bentuk perhatian pertamamu membuatku benar-benar luluh dan membuatku percaya akan cinta pada pandangan pertama itu ada. Dan disaat kita saling bercerita satu sama lain saat pertemuan kedua kita, membuatku sadar bahwa aku nyaman saat aku berkomunikasi denganmu. Aku coba membalas bentuk perhatian pertamamu dengan memberimu sebungkus roti. Namun kurasa tidak cukup. Ku terima ajakanmu untuk mengenalkanmu pada lingkungan sekolah, namun tetap saja hati ini merasa kurang untuk membalas perhatian yang kau berikan padaku. Dan aku coba untuk mencari cara melengkapi rasa kurang itu dengan cara memberanikan diriku untuk menyalurkan rasa cintaku dengan menciummu, namun... haha..” Mark memotong kalimatnya sejenak. “... kau menolaknya.”

“Ya, dari pergerakanku, dari perlakuanku padamu, dari caraku berbicara padamu, dapat kau ketahui aku menyukaimu. Namun bentuk kau menolak ciumanku, menandakan kau tidak menyukaiku. Kau hanya sekedar menganggapku sebagai teman barumu, dan hiks...” Runtuh sudah image cool Mark ketika ia pertama kalinya meneteskan beberapa air matanya didepan orang yang ia suka.

“.. sekarang aku telah tahu rasanya cinta sepihak. Hiks... Aku.. Aku akan terus berusaha mencoba menarik perhatianmu, membuatmu mencintaiku, dan kita akan bersama selamanya” Mark mencoba tersenyum meskipun senyuman itu terasa pahit menurut Jinyoung.

Jinyoung menghapus air mata Mark dengan punggung tangannya. Air matanya juga terbendung dikelopak bawah matanya. Ia benar-benar mengerti alasan yang Mark berikan itu benar adanya tanpa ada kebohongan sama sekali. Ia sekarang benar-benar merasa bersalah karena ia takut untuk bertemu dengan Mark seminggu terakhir ini. Ia kira Mark tidak kenapa napa tanpanya, ternyata Mark benar-benar sangat depresi tanpa dirinya. Dia depresi karena pemikiran bodohnya, pemikiran yang mengira bahwa ia tidak mencintainya. Mark mengira dirinya sedang merasakan cinta sepihak. Padahal semua itu salah, Jinyoung juga mencintai Mark.

“Ssst... Mark~ Jangan menangis. Nanti kalau ketampanan Mark hilang, tidak ada yang mau sama Mark loh!” Jinyoung mencoba menyemangati Mark. Ia menarik kedua sudut bibir Mark, mencoba memancingnya untuk kembali tersenyum. Karena Jinyoung tahu, ini bukan Mark yang ia kenal. Mark yang ia kenal adalah Mark yang ceria dan memiliki kharisma yang membuat semua orang akan meleleh jika dihadapkan dengannya. Termasuk dia tentunya. Namun, sekarang ia telah melihat sisi lemah Mark. Sisi dimana Mark menangis karena cinta.

Mark mencoba mengontrol kembali emosinya. Ia mencoba tersenyum kembali. Tangan kanannya kembali mengeratkan genggamannya pada tangan kiri Jinyoung. Melihat perubahan emosi Mark, membuat Jinyoung bernafas lega. “Terima kasih telah menyemangatiku kembali Jinyoungie. Kau selalu menjadi yang terbaik untukku” Ucap Mark dengan senyum manisnya yang telah kembali. “Aku akan terus berusaha membuatmu tertarik padaku. Beri aku waktu. Aku yakin aku bisa” Mark menatap kedua bola mata Jinyoung dengan intens membuktikan bahwa ia bersungguh-sungguh.

Jinyoung hanya tersenyum. Ia lepaskan tautan tangannya dengan Mark, kemudian memeluk Mark dengan erat. “Kau sudah membuktikannya Mark. Kau tidak perlu waktu lebih lama lagi untuk membuktikannya” Air mata Jinyoung lolos menetes membasahi punggung Mark.

“Dan tolong jangan anggap itu cinta sepihak. Karena aku juga merasakan apa yang kau rasakan. Aku merasakan cinta pertamaku pada pandangan pertamaku denganmu. Tapi, aku terlalu takut untuk mengakui itu. Aku terlalu takut untuk mengatakan Aku mencintaimu Mark” Jinyoung menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher Mark. Sedangkan yang dipeluk, tidak memberi respon. Ia tidak bisa berkata apa-apa mendengar pengakuan Jinyoung.

“Betapa bodohnya aku. Aku menolak cintamu ketika aku membutuhkan cintamu. Aku yang.... hiks... aku yang bodoh disini” Dan tangisan Jinyoung sekarang benar benar tidak terkontrol. Nafas Jinyoung sudah tidak teratur lagi.

Kali ini Mark melakukan hal yang sama seperti yang Jinyoung lakukan tadi padanya. Menghapus air matanya dengan punggung tangannya. “Kau yang berjanji untuk membuatku tidak menangis, tapi kenapa kau menangis, huh?” Mark menanyakan dengan nada ketus. Image asli Mark sekarang benar-benar keluar.

“Jangan menangis, Jinyoungie. Ada Mark disini. Mark yang selalu ada disampingmu, yang akan selalu menjagamu, yang akan menghiburmu, dan yang akan selalu membuatmu tersenyum kembali” Mark mengelus rambut Jinyoung. Keadaan benar benar terbalik sekarang. 10 menit yang lalu Mark yang menitihkan air mata, sekarang giliran Jinyoung yang menangis. Mengapa kedua insan ini harus menangis ketika memberikan pengakuan mereka masing-masing?

Mark mengelus poni Jinyoung. Ia menngecup kening Jinyoung untuk pertama kalinya. Ah, bukan mengecup tapi mencium. Ia menciumnya selama beberapa detik hingga membuat Jinyoung berhenti menangis dan akhirnya malah membuat pipi Jinyoung bersemu merah.

“Aku mencintaimu, Jinyoung” Mark akhirnya menyatakan cintanya setelah mencium kening Jinyoung.

“Aku juga, Mark. Aku mencintaimu” Ucap Jinyoung malu malu. Ia menundukkan kepalanya menyembunyikan rona merah di pipinya yang belum bersedia pergi dari pipi chubbynya.

Mereka berdua mencoba berdiri dari posisi duduk mereka. Dan berniat kembali kekelas. Ya, kembali dengan mata mereka yang sedikit sembab. Mark membenahi dasi milik Jinyoung yang sedikit melenceng. Ia melepas jasnya karena basah oleh air mata Jinyoung dibagian kerah dan punggungnya.

“Maaf Mark. Aku terlalu banyak menangis” Jinyoung meminta maaf karena merasa tidak enak hati dengan ‘pacar baru’ nya. “Ah sudahlah tidak apa-apa. Pokoknya ini terakhir kali aku melihatmu menangis ya~ Paham?” Mark merangkul leher Jinyoung, membuat kedua badan mereka saling menempel.

“Ish, kau juga menangis tadi Mark!” Jinyoung mempoutkan bibirnya karena merasa kesal. “Hah? Aku menangis? Tadi aku hanya meneteskan beberapa air mata! Tidak menangis sampai membanjiri jas orang sepertimu Jinyoungie~ ” Bual Mark. Ia benar-benar tidak tahan melihat Jinyoung mempoutkan bibirnya. Terlalu cute untuk ukuran seorang laki-laki.

“Ah, ayo kita kembali kekelas sayang~” Ajak Mark membuat Jinyoung kembali membuat pipinya merona merah.

-

Usia hubungan Mark dan Jinyoung telah memasuki bulan pertamanya. Tidak ada yang istimewa di peringatan hari jadi pertama mereka. Mark hanya mengajak Jinyoung makan sepulang sekolah disebuah cafe didekat sekolah mereka. Sebelumnya, Mark telah mengirim pesan singkat pada Jinyoung pada saat pelajaran untuk menunggunya sepulang sekolah didepan gerbang.

-

-Jinyoung Side-

Jinyoung sedang membaca novel dibangkunya, hingga konsentrasinya terganggu ketika ia menyadari Mark telah duduk disampingnya tanpa permisi untuk masuk kekelas orang dan duduk dibangku orang tanpa ijin.

“Kenapa kau ada disini?” Tanya Jinyoung dengan nada ketusnya.

“Ya, Jinyoung! Kau tidak suka aku disini menemanimu? Oh oke aku pergi” Balas Mark dengan nada ketus juga. Ia berdiri dari bangku itu tapi tangan kiri Jinyoung menahan tangan kanannya dengan mata yang masih saja (berpura-pura) membaca novel.

“Ah~ Jinyoungie ternyata malu-malu tapi mau ya~” Mark mendudukkan kembali badannya di bangku berwarna coklat itu. Jinyoung melirik dari sudut matanya dan mengetahui Mark telah duduk lagi, ia menyimpan novelnya di laci dan mulai meladeni lawan bicaranya.

“Hm,apa?” Tanya Jinyoung.

“Apanya yang apa?” Balas Mark dengan muka bingung.

“Ya, apa yang kamu mau dari aku sekarang?” Jinyoung kembali melemparkan pertanyaan.

“Ehm, nanti kamu sibuk?” Tanya Mark dan hanya dijawab gelengan kepala oleh Jinyoung.

“Itu, ehm aku... Ehm, ayo kita kencan. Malam minggu nih.Masa kita tidak pernah kencan” Ucap Mark dengan ragu.

“Ah, benarkah? Kau mengajakku kencan? Akhirnya ~. Aku menunggumu mengajakku kencan sejak lama, tapi kamu malah mengajakku makan tteokpokki sebagai peringatan hari jadi kita yang pertama. Huh dasar tidak romantis!” Jinyoung menyambut bahagia ajakan Mark.

“Maaf, aku hanya punya ₩10.000 saat itu. Jadi aku hanya bisa menraktirmu tteokpokki” Mark sedikit menundukkan kepalanya karena tidak enak dengan Jinyoung. Ia memainkan jari tangannya karena merasa bersalah.

Jinyoung mengelus rambut Mark. “Haha, aku bercanda. Aku suka makan tteokpokki kok. Sudah jangan merasa bersalah gitu dong. Ohiya, nanti jam berapa?” Tanya Jinyoung.

“Nanti jam 5 sore aku jemput dirumahmu. Dan payungmu akan kubawakan. Sudah sebulan payung itu dirumahku dan tidak pernah aku pakai” Mark kembali bersemangat kembali. Jinyoung membalas dengan mengangguk kembali.

“Yasudah aku kembali kekelas ya. Sepertinya sudah mau masuk. Bye~” Mark berdiri dari bangku itu dan kemudian berlari keluar kelas Jinyoung.

-

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Mark bergegas pulang, begitu juga dengan Jinyoung. Mark telah berlari keluar gedung sekolah dan sekarang sedang melewati lapangan sekolah. Ia berjalan dengan senyum idiot terpampang diwajahnya.

Jinyoung baru saja selesai menyatat semua pelajaran yang baru saja diberikan, kemudian menata buku dilacinya dan baru menyadari koridor kelasnya telah sepi. Ia kemudian keluar dari kelasnya. Ia menuruni tangga menuju lantai bawah. Namun, gerombolan seniornya telah berjajar disepanjang anak tangga yang akan Jinyoung lewati.

Kali ini Jinyoung tidak tahu harus apa. Karena tangga terdekat dari kelasnya hanya tangga ini. Ia mencoba nekat melewati senior seniornya. Dan gotcha! Jinyoung sepertinya adalah sasaran baru senior seniornya. Senior yang bername tag Choi Youngjae itu menarik kerah Jinyoung. Sedangkan teman-temannya kini telah berdiri melingkar mengelilingi Jinyoung.

“A-ada perlu apa s-senior?” Tanya Jinyoung sedikit gemetar. Ia bingung mengapa para senior ini telah berjaga ditangga koridor anak kelas 11?

“A-aku ada keperluan sebentar lagi s-senior. Bisakah kau memperbolehkanku p-pergi?” Tanya Jinyoung lagi dan hanya mendapat tatapan tajam dari para seniornya.

“Aku ingin sedikit bermain-main dengan Juniorku yang manis ini. Boleh kah? Mmm..Park Jinyoung?” Tanya Youngjae dengan tatapan tajamnya. Jinyoung tidak berani menatapnya. Tangannya benar-benar gemetar.

“Hey! Kalau orang bicara lihat matanya!” Youngjae memukul sisi kanan kepala Jinyoung dengan pelan. Kekerasan fisik pertama Youngjae pada Jinyoung telah dilakukan. Jinyoung tidak mendengarkan perintah Youngjae dan lebih memilih tetap menatap kebawah karena rasa takutnya.

“Ayo ikut aku!” Youngjae menarik dengan kasar kerah Jinyoung. Youngjae berjalan paling depan dengan menyeretnya dengan kasar seperti hewan diikuti kelima anak buah Youngjae. Lehernya benar benar sakit dan memerah karena kerahnya mengetat. Junior dan teman seangkatan Jinyoung yang ada dipinggiran koridor hanya terdiam melihat Jinyoung diseret tanpa ada yang berniat membantu. Mereka malah merapat pada sisi dinding, seolah memberi jalan para senior untuk menyiksa Jinyoung. Kali ini, ia butuh Mark. Benar-benar membutuhkannya.

Jinyoung terus terseret hingga mereka semua berhenti didalam aula yang benar benar sepi. Suara langkah kaki saja menggema didalam ruangan besar ini. Jinyoung dipojokkan di salah satu sudut aula dengan keenam monster didepannya dan Youngjae sebagai ketuanya yang berdiri paling dekat dengan Jinyoung. Leher Jinyoung yang tercekat oleh kerahnya telah dilepaskan oleh Youngjae.

“Hm, sepertinya kau orang berada. Terlihat dari penampilanmu saja sudah terdeteksi” Youngjae mendekatkan wajahnya dengan wajah Jinyoung. Jinyoung memundurkan kepalanya hingga menempel tembok.”S-senior... k-kau mau a-apa. T-tolong j-j-jangan sakiti a-aku” Lidah Jinyoung terasa kelu dan badannya gemetar.

Youngjae mencengkram rahang Jinyoung dengan keras. Memajukan kepala Jinyoung dan membenturkannya dengan keras kebelakang. Jinyoung menahan sakitnya dengan menggigit bibir bawahnya. Ia merintih dalam hati memohon bantuan dari siapapun. “Bukannya aku sudah bilang, aku ingin bermain denganmu. Tapi, berhubung kau sepertinya anak orang kaya, mungkin aku bisa mendapatkan beberapa uang untuk membeli rokok dan beberapa botol minuman untuk bersenang-senang malam ini.Bibirku terasa pahit karena tidak menghisap benda satu itu. Bukan begitu teman-teman?” Kata-kata Youngjae mendapat seruan dari teman-temannya menandakan mereka setuju.

Jinyoung memprediksi, sebentar lagi dirinya akan diperas oleh senior-seniornya. Dan benar, Youngjae mulai meraba saku jas Jinyoung dan meraba saku celananya juga. Youngjae hanya mendapatkan smartphone milik Jinyoung. Karena merasa bukan target utamanya, ia melempar handphone Jinyoung dengan asal kesembarang arah. Melihat handphonenya yang jatuh dan membentur lantai dengan keras, ia merasa khawatir. Kali ini dugaan Jinyoung benar. Karena smartphonenya yang jatuh dengan keras, mengakibatkan layarnya terlihat retak dibeberapa pinggirannya.

Youngjae sama sekali tidak menemukan uang didalam saku Jinyoung. Ia merasa murka sekarang. Ia mengepalkan tangannya dan menonjok bagian perut Jinyoung. “Dimana kau meletakkan uangmu!”. “A-akh!” Jinyoung menutup matanya merintih merasakan sakit dibagian perutnya.

“JAWAB!” Bentak Youngjae menjambak rambut Jinyoung. “A-aku t-tidak m-membawa u-uang s-senior” Jinyoung merintih kesakitan. “JANGAN BERBOHONG!” Bentak Youngjae sekali lagi sembari tangan kanannya menonjok perut Jinyoung lagi dan tangan kirinya yang masih saja menjambak rambut Jinyoung kemudian membenturkannya lagi ke sudut tembok.

Badan Jinyoung sekarang benar-benar sakit. Ia tidak bisa melakukan apa-apa karena sejak tadi kedua tangannya telah dipegang oleh kedua anak buah senior Youngjae. Sedangkan ketiga anak buah Youngjae yang lainnya membongkar seluruh isi tas Jinyoung.

“Bos, disini tidak ada uang sama sekali. Sepertinya dia memang tidak membawa uang sama sekali” Ucap seorang anak buah Youngjae usai mengeluarkan isi tas Jinyoung. Memperlakukan buku-buku barunya dengan kasar. Mengeluarkan seluruh isi kotak pensilnya dan juga dompet kosongnya. Jinyoung memang telah mengeluarkan semua uangnya untuk membeli keperluan sekolah tadi dan berencana pulang berjalan kaki karena tidak ada ongkos bus.

Youngjae benar-benar pada puncak emosinya sekarang. Bagaimana orang yang terlihat kaya seperti dia tidak membawa uang sama sekali? Sepatu, seragam, tas nya terlihat masih baru. Tatanan rambut yang tertata rapi dan wajah yang mendukung membuatnya berpenampilan layaknya seperti seorang konglomerat.

Ia melayangkan tinjuannya pada Jinyoung. Di pipi, perut, dada, wajah, mata, dan menjambak rambut Jinyoung sekuat mungkin. “Ah, percuma bersenang-senang dengan orang yang tidak memiliki uang sepertinya” Youngjae mengelap tangannya yang kotor oleh darah Jinyoung di celananya. “Ayo pergi!” Youngjae berjalan terlebih dahulu diikut ketiga anak buahnya. Dua anak buah Youngjae yang menahan tangan Jinyoung tadi akhirnya melepaskan Jinyoung.

Jinyoung akhirnya runtuh. Ia jatuh kelantai karena tidak berdaya. Kedua anak buah Youngjae itu menendang badan Jinyoung sebagai bentuk ‘hadiah’ tambahannya, kemudian pergi menyusul rekan-rekannya.

Darah Jinyoung mengucur tidak terkendali. Giginya telah memerah karena darah yang terangkat dari perutnya. Mulutnya yang tadi menampung darah kental dari perut Jinyoung, akhirnya ia keluarkan dan membasahi lantai aula dengan cairan merah pekat itu. Sudut bibirnya yang terluka dan hidungnya yang juga mengeluarkan darah sangat banyak juga menyumbangkan tetesan darah yang menggenang di lantai aula itu.

Ia merangkak memegang perutnya. Tujuan utamanya adalah handphonenya. Ia mengambil handphonenya yang telah retak itu. Mencoba menghidupkan tombol kunci dan ternyata masih dalam kondisi normal. Ia membuka kontak dan mencari nama Mark. Pikirannya sekarang hanya Mark. Semoga Mark bisa membantunya.

Jinyoung menelpon Mark. Nada sambung telah berbunyi dan sesaat telah berganti dengan suara canda tawa yang terdengar dari lawan bicaranya. “Halo, Jinyoungie~?” Sahut Mark dengan suara yang terdengar bahagia. Jinyoung mencoba sedikit tersenyum dan mencoba mengerahkan sisa tenaganya untuk berbicara “H-halo M-Mark. Akh, M-Mark t-tolong a-aku. H-Hiks... A-aku di au-akh. Aula” Jinyoung meneteskan air matanya karena sakit yang ia rasakan bukan main perihnya. Ia memegang perutnya meremasnya mencoba menahan sakitnya.

-Mark Side-

Mark masih bercanda bersama teman-temannya di halte dekat sekolahnya. Ditempat Mark dan Jinyoung bertemu dulu. Ia belum pulang karena ini masih menunjukkan pukul 3 sore, menurutnya ini terlalu awal untuk pulang. Ketika ia sedang bercerita bersama dengan teman-temannya, ponsel disakunya bergetar. Diambilnnya smartphone itu dan terpampang nama “Jinyoungie” dilayar ponselnya.

‘Ada apa dia menelponku?’ Batin Mark.

Ia menghindar sebentar dari kerumunannya kemudian mengangkat telepon dari kekasihnya itu. “Halo, Jinyoungie~?” Jawabnya dengan nada semangat. “H-halo M-Mark. Akh, M-Mark t-tolong a-aku. H-Hiks... A-aku di au-akh. Aula” Terdengar suara lawan bicaranya merintih diujung sana. “Halo Jinyoungie? Jinyoung K-kau kenapa?! Jinyoung!!!!” Panggil Mark mulai kalang kabut. Pikirannya sudah tidak tenang sekarang karena mendengar suara rintihan kesakitan dari kekasihnya dan dia tidak mendapat balasan dari Jinyoung sama sekali setelah Jinyoung meminta tolong padanya.

Mark langsung berlari menuju sekolah dan membuat teman-temannya bingung karena Mark tiba-tiba pergi tanpa berpamitan dengan mereka. Mark terus berlari tanpa menghiraukan orang yang lewat. Pikirannya tertuju pada Jinyoung sekarang. Dia berlari menggenggam handphonenya mencoba menelpon Jinyoung kembali dan tidak mendapat sahutan sama sekali.

‘Jinyoung kau kenapa? Tolong katakan kau tidak apa-apa’

‘Jinyoung tunggu aku disana. Aku akan segera menemuimu’

‘Jinyoung sabarlah sedikit. Aku menuju kesana sekarang’

‘Jinyoung bertahanlah’

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ayu227 #1
Chapter 3: Endingnya minnn >.< sungguh menegangkan :v
Lanjut post ff yg lain min!
can_tbeempty #2
Chapter 3: Baguuss. Cuma mau saran buat bahasanya rada diubah biar lebih korea. Kayak contohnya mendingan pake "hyung" daripada "kakak", trus mendingan "sunbae" daripada "senior" hehe
Anonymous_SJEXOGOT7 #3
ending nya itu loh sesuatu banget (^O^)
keyhobbs
#4
Chapter 3: nah lho??itu mau ngapain mereka berdua? :D
SafiraParama #5
Chapter 3: Ada sequel nggak author-nim? Yang ehem-ehem nya juga boleh XD kan biar lebih greget :3
mjcsmt
#6
Chapter 3: Anak anak SMA mesum.... >///<
Lagi lagi lagi lagi!!!!!!!heheheheheee
jaetika #7
Chapter 3: lol mulai nakal ya si anak berdua. sudah ku duga -.-'
jaetika #8
akibat keseringan baca ff pake bahasa ingris, sekali baca yang pake indo malah merinding jadinya. cheesyyy hehehe :p

waaaa, semoga jinyoung ga kenapa2 deh.
SafiraParama #9
Chapter 2: Aku kira jinyoung bakal di T^T semoga Jinyoung baik-baik aja, Mark itu emak kasiaaaaaan.... Next ya author-nim!!