Coffee

Gotta Stay Together

-Mark Side-

Jam pelajaran hari ini telah berakhir, namun hujan diluar masih tetap saja berlanjut membasahi seluruh gedung sekolah dan daerah sekitarnya. Mark tetap diam dibangkunya meskipun teman-teman sekelasnya telah meninggalkan kelas terlebih dahulu. Ia mengeluarkan ipod hitamnya dari tas miliknya, memasangkan ujung plug-in headset pada ipodnya, dan mengaitkan speaker pada kedua telinganya. Ia melihat betapa derasnya hujan kali ini dari jendela kelas tepat disebelahnya.

Jaebeom yang merupakan deskmate Mark kembali kedalam kelas dan duduk kembali di bangkunya yang berada tepat disebelah Mark. Ia menarik salah satu speaker Mark dan memakainya dengan santai. Merasa ada yang mengganggu ketenangannya, Mark menoleh kesampingnya dan melihat Jaebeom telah duduk santai dengan kaki yang direntangkan di atas meja.

“Aku juga mau mendengarkan lagu yang kau putar, Mark.” Ucap Jaebeom santai.

Mark hanya menghela nafasnya dengan berat dan secara (tidak) sukarela berbagi musiknya dengan makhluk keparat yang sering mengganggunya jika jam pelajaran berlangsung.

Tak terasa 2 jam mereka telah tertidur di bangku masing masing. Sekolah telah sepi namun hujan masih deras. Mark terbangun dan menyadari waktu telah menunjukkan pukul 5 sore.

“Kalau menunggu hujan, bisa-bisa aku tidak pulang. Bambam pasti mengkhawatirkanku” Gumam Mark.

Ia menarik speaker yang masih terpaut di telinga kanan Jaebeom dan membuat orang disebelahnya terbangun.

“YA! APA KAU BISA SOPAN SEDIKIT DALAM MEMBANGUNKAN ORANG?!” Bentak Jaebeom dengan raut muka murka.

Mark tak memperdulikan omelan Jaebeom. Ia memasukkan ipodnya dan bergegas keluar kelas dan berjalan menyusuri koridor yang telah sepi dengan cahaya matahari seadanya yang berhasil masuk kedalam koridor sekolah yang cukup gelap.

Ia berlari menerobos derasnya hujan. Tidak ada cara yang bisa ia lakukan untuk menerobos hujan kecuali dengan beraksi nekat seperti ini. Seragamnya telah basah kuyup dengan rambut yang sudah tidak beraturan. Ia berlari mencari halte terdekat untuk sekedar berteduh dan akan berencana melanjutkan aksi nekatnya.

Halte tujuannya telah terpampang nyata didepan matanya. Pupilnya menangkap adanya orang lain disana sedang memangku dagunya dengan payung birunya. Ia kemudian duduk di ujung halte itu. Badan Mark gemetar karena kedinginan. Ia memeras beberapa bagian seragamnya, mengelap tasnya yang hanya basah diluarnya, dan merapikan tatanan rambutnya.

Orang disebelahnya hanya melihatnya dengan iba. Pria berambut hitam itu berjalan mendekati Mark. Ia kemudian duduk disebelahnya. Ia membuka tasnya dan mengambil botol berwarna peraknya dan tampak seperti termos? Ya itu memang termos.

“Kau kedinginan? Ini minumlah sedikit kopi agar badanmu terasa hangat” Pria tersebut memberikan secangkir kopi yang ia tuang di tutup termos tersebut. Mark menatap pria tersebut. Melihat matanya, wajahnya, badannya. Ia mengidentifikasi, apa ada tindak kejahatan yang orang itu akan lakukan padanya.

“Ya! Aku bukan orang jahat. Ini bentuk simpatiku padamu!” Orang itu melihat tingkat aneh Mark dan akhirnya membentaknya dengan nada ketus. “Minumlah sebelum dingin!” Suruh orang misterius ini. Mark menerima kopi itu dengan senyum manis di bibirnya. Mark kemudian meneguk kopi susu yang diberikan pria berambut hitam ini.

Sebuah bus kota berhenti tepat didepan halte dimana Mark sedang berteduh.

“Ah, busnya sudah tiba. Aku pergi terlebih dahulu ya... emm Mark?” Pria tersebut melirik nametag pada seragam Mark. Ia memasukkan botolnya kedalam tasnya kemudian menaiki tangga bus dan mata Mark sudah tidak dapat melihat orang itu lagi selamanya.

“Ah aku lupa mengatakan terimakasih” Mark menepuk dahinya. Iamenyesal telah lupa untuk berterima kasih atas kopi yang diberikan oleh orang itu. “Ah sudahlah, matahari mulai tenggelam, daripada gelap aku harus segera pulang” Mark kemudian melangkahkan kakinya untuk melanjutkan aksi nekatnya namun ia merasa menendang sesuatu. Ia melihat kebawah. Sebuah payung biru tergeletak disana. Otaknya secara reflek mengingat sesuatu. ”Ini payung milik orang itu!” Ucap Mark.

Mark mengambil payung tersebut dan membuka payung tersebut. “Bagaimana aku mengembalikan payung ini?” Gumam Mark. Ketika ia memegang gagang payung tersebut, telapak tangannya merasakan ada kertas yang menempel digagang tersebut. Ia membaca kertas kecil tersebut. “Park... Jinyoung?” “Apa nama orang itu Park Jinyoung?” “Nama yang bagus” Mark berspekulasi terus menerus sambil membayangkan raut wajah orang baik yang telah memberinya seteguk kopi hangat untuknya tadi.

Akhirnya ia menggunakan payung tersebut untuk melanjutkan perjalanan pulang. Beruntung sekali Mark hari ini.

-

“Aku pulang!” Mark berteriak ketika ia memasuki apartemen kecilnya yang ia tinggali dengan adiknya saja, Bambam. Mereka mencoba hidup mandiri tanpa bantuan orang tua mereka. Terkecuali keuangan. Mereka selalu mendapat suntikan uang melalu ATM mereka masing masing.

Bambam yang sedang memasak ramen di dapur kemudian berlari menuju arah datangnya suara. “Ya, hyung! Kau darimana saja sampai sesore ini baru pulang! Dan kau kenapa kok bisa basah kuyup begini? Kau tidak berteduh? Dan itu payung siapa yang kau bawa?” Bambam terus saja melontarkan berbagai pertanyaan kepada kakaknya. “Kau bisa diam atau tidak? Bisakah kau sedikit perhatian terhadap hyungmu ini? Buatkan kopi atau teh mungkin” Mark membungkam mulut adiknya dengan telapak tangannya. Setelah memberi sedikit penjelasan dan diberi anggukan oleh Bambam, ia membawa dirinya dan payung milik si Park Jinyoung itu kedalam kamarnya. Setelah meletakkan tas dan payung itu, ia kemudian bergegas mandi.

“Hyung! Ramen dan tehnya sudah kusiapkan di meja makan. Aku tunggu dimeja makan ya~” Bambam mengetuk pintu kamar Mark dimana Mark sedang memakai pakaiannya. “Iya, aku segera kesana” Sahut Mark dari dalam kamarnya.

Setelah ia berpakaian, ia berjalan menuju ruang makan dimana Bambam telah menunggunya dengan ramen didepannya yang terlihat masih panas terbukti dengan masih adanya asap yang mengepul diatas mangkuk putih itu.

-Jinyoung Side-

“Ayah telah mendaftarkanmu disekolah barumu Jinyoungie” Ucap Ayah Jinyoung ketika melihat anaknya sedang berjalan dari kamar mandi yang hendak menuju kamarnya dan sedang melewati ruang keluarga milik keluarga Park.

Jinyoung berhenti sejenak. “Kau akan mulai bersekolah besok.Siapkan buku, tas, alat tulis, dan pakailah seragam yang telah Ibu belikan tadi siang. Ibu telah meletakkannya didalam lemarimu” Ucap Ibu Jinyoung. Raut wajah Jinyoung berubah senang kemudian ia berlari menuju kamarnya.

Jinyoung baru saja pindah dari Busan menuju Seoul. Ayahnya mendapatkan pekerjaan barunya di ibukota negeri ginseng ini. Otomatis ia harus dipindahkan dari sekolah lamanya menuju sekolah barunya yang sebentar lagi ia akan ketahui.

Jinyoung membuka lemari pakaiannya. Dan mendapati seragam dengan warna jas biru tua dan celana panjang yang sepadan dengan warna jasnya, dasi biru tua dengan dekorasi garis garis merah putih dikeseluruhan kain panjang itu dengan lambang sekolah dibagian bawah dasi itu. Jinyoung berpikir sejenak, sepertinya ia tidak asing dengan seragam ini.

“Cheongdam High School” Jinyoung berpikir dan menutup matanya untuk membantunya berkonsentrasi.

Otaknya mencoba mereview pikiran-pikiran lamanya dan terlintas kejadian yang telah ia alami tadi. Ketika ia bertemu dengan Mark... Iya Mark. Ia masih ingat nametag remaja tampan itu. Apakah ia akan bersekolah dengan Mark? Mungkin saja kalau tidak ada seragam sekolah lain yang memiliki desain sama dengan sekolah Mark.

-

“Sekolah yang megah” Gumam Jinyoung ketika ia memasuki koridor sekolah barunya dengan loker yang berjajar disepanjang koridor sepanjang 75 meter.

“Ayo saya antarkan kamu ke kelas barumu” Seorang wanita berumur 40-an membuyarkan lamunannya. “A-Ah i-iya” Jinyoung menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

Kakinya melangkah memasuki kelas barunya. Ia melihat calon teman teman barunya. Sebaliknya mereka memandang Jinyoung dengan tatapan yang sulit diartikan. Guru yang membawa Jinyoung memukul mistar ke papan meminta perhatian dari seluruh murid yang ada didalam kelas untuk diam sejenak.

“Selamat pagi, kali ini kalian akan saya kenalkan kepada penghuni baru kelas ini. Dia merupakan pindahan dari Busan dan akan menetap di Seoul. Jinyoung perkenalkan dirimu”

-Mark Side-

“Hah pelajaran yang membosankan” Mark menempelkan kepalanya pada bangkunya karena tidak tahan dengan celotehan sang guru yang serasa tidak akan ada tamatnya. Sama halnya dengan Jaebeom, bedanya Jaebeom telah tertidur terlebih dahulu daripada Mark.

Mark terus saja melihat jam dinding dan membandingkan dengan jam tangannya. Waktu serasa berhenti dan tidak berubah. Apalagi bajunya yang belum 100% kering karena tragedi kemarin. Syukurnya tidak ada bau apek yang menyebar karena ia telah menghabiskan seperempat botol cologne yang baru ia beli minggu lalu.

“Bel istirahat! Kapan kau berbunyi!!” Gerutu Mark terus menerus. Dan jackpot! Bel istirahat tiba tiba berbunyi beberapa saat setelah ia bergumam. Ia langsung tancap gas menuju kantin untuk membeli beberapa kudapan untuk ia makan selama istirahat.

Saat ia berjalan menuju kantin, ia melihat beberapa orang bergerumul mengitari seseorang yang meringkuk ketakutan ditengah kumpulan orang itu. “Saling target, ah sudah biasa biarkanlah” Mark bersikap tidak ambil pusing dan berjalan melewati gerombolan orang-orang itu.

“M-maaf, aku tidak membawa uang sama sekali hari ini, s-senior” Ucap orang itu ketakutan dan masuk kedalam gendang telinga Mark. “Aku kenal suara itu” Gumamnya. Mark mencoba menerobos gerombolan orang orang itu. Dan siapa yang ia lihat?

“Oh ternyata bukan siapa-siapa. Aku kira Yugyeom ditarget seseorang” Ucap Mark. Ya Yugyeom, adik Jaebeom. Yugyeom memang sering dibully karena kepolosannya, dan Jaebeom sering tidak tepat waktu saat menyelamatkan adiknya.

Ia keluar dari gerombolan orang-orang itu, dan melanjutkan perjalanannya untuk membeli kudapan. Ia membeli 2 bungkus roti dan sebotol jus jeruk. Ia berjalan mengitar lapangan untuk mencari tempat duduk karena ia tertarik untuk melihat pertandingan sepak bola antara senior dan junior.

“Ah tidak ada kursi kosong. Para wanita wanita itu tidak dapat juga digombali dengan wajah tampanku ini. Haish” Batin Mark kesal. Ia mencari lagi kursi kosong.

“Bolehkah aku duduk disini?” Ijin Mark ketika ia telah pasrah tidak menemukan kursi kosong dan akhirnya memutuskan untuk meminta ijin untuk duduk disebelah orang yang tidak ia kenal.

“Ah silahkan” Pria itu menolehkan kepalanya melihat siapa yang akan duduk disebelahnya. Kedua mata mereka bertemu. Ya, Jinyoung dan Mark untuk kedua kalinya. “M-Mark?!” Seru Jinyoung sumringah. Ia bertemu dengan wajah tampan Mark lagi.

“Kau!” Mark mencoba mengingat-ingat nama yang ada di gagang payung itu “Jiyoon? Jihyoon? Jiyung? Jiyoung? Ah siapa sih aku lupa” Mark menyalahkan otaknya yang tidak mengingat dengan benar.

“Jinyoung, Park Jinyoung” Jinyoung mengulurkan tangan kanannya. Mark menyambut ajakan salaman itu “Ah ya Park Jinyoung!”. Mark akhirnya duduk tepat disebelah Jinyoung. Ia memakan rotinya, dan membagi  roti lainnya kepada Jinyoung.

“Untukmu, bentuk terima kasihku atas kopimu kemarin” Mark menyodorkan rotinya kepada Jinyoung. “T-Terima kasih” Jinyoung menerimanya dengan senang hati. “Oh iya, payungmu kemarin tertinggal. Sekarang ada dirumahku. Akan kubawakan besok” Mark menggigit rotinya dan mengunyahnya perlahan.

“Ah tidak perlu, aku saja yang kerumahmu mengambilnya. Berikan saja alamatmu aku akan segera kesana jika tidak sibuk.”

Mereka terus saja bercerita panjang lebar sampai waktu bel istirahat berakhir. Jinyoung menceritakan bahwa ia baru pindah kesini dan alasannya pindah ke sekolah ini. Ia juga meminta bantuan dan panduan kepada Mark tentang lingkungan barunya.

“Aku tunggu kau di sini sepulang sekolah ya!” Ucap Mark sebagai salam perpisahan mereka kali ini. “Oke~” Jinyoung membalas dengan wink manis untuk Mark.

-Jinyoung Side-

“Hei anak baru, disekolah ini dilarang senyum senyum sendiri maupun berpikiran jorok seperti itu. Kau memikirkan apa?” Lamunan Jinyoung yang terkesan ambigu dibuyarkan oleh Jackson, deskmate baru Jinyoung. Jackson memukul lengan kanan Jinyoung dengan tidak berperiketanganan.

Jinyoung yang merintih merasakan tinjuan dari sang ‘atlet’ sekolah ini mencoba memberikan deathglare terkejamnya pada Jackson, namun tetap saja jatuhnya Jinyoung terlihat imut dan lucu.

“Kau men-deathglare ku seperti itu sekali lagi, bibir polosmu tidak akan terselamatkan!” Ancam Jackson dengan muka kejamnya. Jinyoung sontak menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya.

“Kau memikirkan apa?” Tanya Jackson sekali lagi dengan intonasi yang lebih rendah. “Seseorang, dia menarik, aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertamaku, dan dipandanganku dengannya yang kedua kami telah semakin dekat” Ucap Jinyoung dengan raut wajah bahagia. Apakah seseorang itu Mark?

-Mark Side-

Mark yang sekarang berbeda dengan Mark 45 menit yang lalu. Sekarang ia lebih terlihat aneh. Tersenyum menatap jendela dengan wajah yang sulit diartikan. Apakah dia bahagia atau terlihat lebih seperti gangguan kejiwaan. Jaebeom yang melihatnya dengan tingkah anehnya hanya tertawa kecil, mengabadikan momen itu dengan ponselnya, dan menyebarkannya keseluruh penghuni sekolah. Hilanglah harga diri Mark karena ulah Jaebeom.

“Ah, mengapa aku memikirkan wajahmu terus menerus? Apa aku jatuh cinta padamu dipandangan pertamaku? Ah atau kedua? Ya Jinyoung~ Aku ingin segera bertemu denganmu lagi” Gumam Mark dengan wajah bahagianya. Jaebeom yang mendengar celotehan Mark, akhirnya mengetahui siapa yang telah mempengaruhi otak Mark beberapa menit terakhir ini.

“Oh, Jinyoung... Siapa dia? Anak mana? Kau tidak pernah menceritakannya padaku, Mark! Dia laki-laki kan? Apa dia tampan? Apa kulitnya putih seperti susu? Bibirnya merah tidak? Suaranya apakah terdengar merdu?” Jaebeom merangkul leher Mark mencoba mendapat spesifikasi lebih jelas tentang si Jinyoung.

Mark memukul kepala Jaebeom dengan keras. “Bisakah kau tidak ikut campur urusanku? Yang pasti dia orang Korea! Carilah saja di internet siapa Jinyoung itu!” Jawab Mark ketus. Ia menjadi merasa tidak bersemangat belajar dan berniat membolos pelajaran kali ini, toh gurunya tidak ada dan hanya memberi tugas. Ia mengambil tasnya dan berjalan menuju lapangan tempatnya dengan Jinyoung tadi bertemu. Ia menunggu sebelum waktu yang telah mereka rencanakan berdua. Tanpa Mark sadari, Jaebeom dapat mengontrol yang dilakukan Mark sekarang, karena ia mungkin lupa, kelasnya yang berada di lantai dua menghadap langsung kelapangan, dan tempat duduk Jaebeom dan Mark yang berada tepat disebelah jendela. “Apa yang dilakukan bocah aneh itu disana” Gumam Jaebeom kebingungan.

-Jinyoung Side-

Bel pulang telah berbunyi. Jinyoung memasukkan seluruh peralatan belajarnya kedalam tasnya. Hari ini tasnya benar benar berat. Ia meminjam seluruh buku pelajaran yang ia butuhkan diperpustakaan tadi siang tanpa menyicil membawanya terlebih dahulu. Ia juga belum diberikan kunci loker oleh guru-gurunya. Ya terpaksa, Ia akan membawa pulang buku buku berat ini terlebih dahulu.

“Aish, beratnya!” Jinyoung berlari menuju lapangan. Ia ingat bahwa ia ada janji untuk berkeliling sekolah dengan Mark, tapi ia baru sadar bahwa tasnya berat. Apakah ia harus mengundurkan rencana mereka berdua? Tapi ia tidak ingin melewatkan waktu bersama ‘si pencuri hatinya pada pandangan pertama’.

“M-Mark!” Panggil Jinyoung dari kejauhan. Ia berlari sedikit membungkuk karena beban tas yang dibawanya melebihi kapasitasnya. Orang yang merasa terpanggil namanya, membalikkan badannya dan melihat bahwa Jinyoung telah didekatnya. Mark menghampiri Jinyoung yang sepertinya terlihat membutuhkan bantuan. “Jinyoung? Kau kenapa? Kok bungkuk begitu? Apa perlu kubantu?” Tanya Mark. “T-tidak apa apa. Tapi tas ini benar benar... ehm Berat” Jinyoung mencoba melepas tasnya dan menaruhnya di tanah. Mark yang mencoba mengangkat tas Jinyoung merasa kewalahan.

“Ini benar benar berat. Kau tidak menaruhnya di lokermu?” Tanya Mark. “Ehm, itu... Aku belum mendapatkan loker pribadiku... Hehe” Jinyoung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mark mengangkat tas Jinyoung, Mark mencoba bertindak seperti pahlawan sekarang dan ia membawanya masuk lagi kedalam gedung sekolah. “Ya! Mau kau kemanakan tasku!” Mark tidak berhenti membawa tas Jinyoung, sedangkan Jinyoung berlari mengikuti Mark yang sudah meninggalnya jauh dengan langkahnya yang jenjang.

“Ya! Mark!” Jinyoung akhirnya berteriak, dan teriakannya menggema di koridor sekolah yang telah sepi. Mark berhenti didepan loker bertuliskan angka ‘0409’ dan mengeluarkan seluruh buku milik Jinyoung dari dalam tasnya,kemudian memasukkannya kedalam loker berukuran 75x150 cm itu.

“Ya! Itu loker siapa?! Aish, kau ini benar benar membuatku emosi~!” Ucap Jinyoung sembari menyeka keringatnya dipelipis kirinya. Setelah dirasa tidak ada buku yang memberatkan tas Abu-Abu itu, Mark melemparkan tas itu kepada Jinyoung dan ditangkap dengan baik oleh Jinyoung.

“Sudah ringan bukan?” Tanya Mark dengan senyum manisnya yang membuat semua orang yang melihatnya akan meleleh. “Kalau kau butuh bukumu lagi, ambil saja disini. Ini lokerku dan tidak pernah aku kunci. Kau bisa gunakan loker ini karena aku jarang menyimpan sesuatu disini” Mark menjelaskan asal usul dari loker ‘0409’ ini.

“T-Terima kasih Mark” Jinyoung terlihat menunduk dan malu malu karena telah berprasangka buruk dengan membentak Mark tadi. Mark tersenyum kembali dan merangkul leher putih Jinyoung dengan santai. “Apakah kita bisa melanjutkan kencan tertunda kita?” Tanya Mark dengan wajah iseng yang membuat rona merah dikedua pipi Jinyoung.

Tanpa mereka sadari ada yang telah memantau mereka dari kejauhan. Ya, Jaebeom dan Yugyeom. Duo adik kakak yang kompak telah menangkap basah Mark dengan si Jinyoung misterius yang Jaebeom tidak ketahui asal usulnya sebelumnya.

-Jaebeom Side-

“Hyung, mau sampai kapan kita jadi pasukan 007 seperti ini?” Tanya Yugyeom polos. Jaebeom memukul kepala adiknya yang telah bersuara dengan suara yang cukup jelas.”Sst! Kau bisa diam atau kau tidak akan pulang kerumah selamanya! Ini adalah gosip besar karena, pangeran sekolah kita sepertinya telah menemukan putri tidurnya yang telah ia cari sejak lama”

“Ah, hyung mah kebanyakan disuapin dongeng sama Ibu waktu kecil, jadi setelah dewasa malah kayak gini” Yugyeom pun melepaskan diri dari sergapan kakaknya dan kembali berjalan menyusuri koridor. “YA! YUGYEOM!!!!” Teriak Jaebeom murka karena adiknya yang tidak mendengarkannya dan malah pergi dari sampingnya. Syukur Mark dan Jinyoung telah pergi meninggalkan koridor.

-Jinyoung Side-

(Jinyoung POV)

Dia menggenggam tanganku dengan erat  seakan tidak mau melepau lagi, padahal kami hanya sekedar sahabat. Ya sahabat yang baru bertemu tidak lebih dari 24 jam. Mulai dari pertemuan pertama kami yang hanya berlangsung 10 menit, lalu kedua yang hanya selama istirahat, dan ini yang ketiga.

“Ini merupakan koridor kelas 12, dimana senior senior belajar dikelas kelas yang ada disebelah kirimu, Jinyoung. Bagi seorang junior kelas 10 dan 11, daerah ini merupakan neraka. Ya, disekolah ini marak dengan pembullyan dan penargetan senior pada juniornya.” Ucap Mark membuatku bergedik ngeri, tangannya kugenggam semakin erat dan aku membayangkan apa yang terjadi bila akulah yang menjadi korbannya.

“Tenang, kau bisa mengandalkanku. Semua senior tidak ada yang berani melawanku. Jika kau merasa terganggu cepat telepon ataupun cari aku.” Mark mengelus rambutku dengan salah satu tangannya. Aku merasa nyaman jika didekat Mark. Sangat nyaman dan aman.

Suasana sepi membuat area sekolah terasa sunyi. Hanya kita berdua mungkin yang ada disini. Kulihat wajah Mark sepintas, “Tampan” gumamku pelan. “Hah? Kau berkata apa?” tiba tiba Mark bertanya padaku. ‘Dia mendengarkan apa yang aku ucapkan’ Batinku merasa takut. “A-ah t-tidak ada apa-apa” Ucapku sembari menundukkan wajahku malu. Kudengar ia tertawa kecil melihat tingkahku.

Akhirnya kami melanjutkan perjalananan kami mengitari lapangan tempat kami bertemu tadi “Kau juga tampan, Jinyoung” Mark tiba tiba buka suara. ‘A-apa? Apa aku tidak salah dengar? Dia juga memujiku tampan?’ Aku coba memastikan apa yang aku dengar barusan. Pipiku terasa panas,kedua ujung bibirku tertarik secara tiba-tiba membentuk senyuman. ‘A-aku tidak bisa mengontrol wajahku. Bagaimana ini?!’ Batinku.

“A-apaan sih! Tidak usah memujiku seperti itu! Aku ngefly kan!” Kupukul lengan kanan Mark dengan tangan kananku dengan wajah menunduk menahan malu.

Mark melepaskan tautan kedua tangan kami. Ia mengangkat rahangku sedikit keatas. Dia mendekatkan wajahnya padaku. Menatap kedua mataku dengan intens. Kulihat pupil coklatnya amatlah indah. ‘Aku tak tahan dengan wajah tampanmu Mark! Tuhan tolong aku!’ Aku merasa kebingungan. Aku menutup kedua mataku. Kurasa wajah Mark benar benar ada didepanku. Kurasakan hembusan nafasnya yang hangat mengenai tulang hidungku.

“Kau berikan racun apa pada kopi itu, Park Jinyoung? Sepertinya aku terkena sihirmu sekarang” Ucapnya dengan suara rendahnya yang terdengar... ugh seksi.

Kedua ujung hidung kami bertemu, dahi kami juga saling bersentuhan.

“M-Mark....”

 

 

 

 

To be continued ㅎㅎ

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ayu227 #1
Chapter 3: Endingnya minnn >.< sungguh menegangkan :v
Lanjut post ff yg lain min!
can_tbeempty #2
Chapter 3: Baguuss. Cuma mau saran buat bahasanya rada diubah biar lebih korea. Kayak contohnya mendingan pake "hyung" daripada "kakak", trus mendingan "sunbae" daripada "senior" hehe
Anonymous_SJEXOGOT7 #3
ending nya itu loh sesuatu banget (^O^)
keyhobbs
#4
Chapter 3: nah lho??itu mau ngapain mereka berdua? :D
SafiraParama #5
Chapter 3: Ada sequel nggak author-nim? Yang ehem-ehem nya juga boleh XD kan biar lebih greget :3
mjcsmt
#6
Chapter 3: Anak anak SMA mesum.... >///<
Lagi lagi lagi lagi!!!!!!!heheheheheee
jaetika #7
Chapter 3: lol mulai nakal ya si anak berdua. sudah ku duga -.-'
jaetika #8
akibat keseringan baca ff pake bahasa ingris, sekali baca yang pake indo malah merinding jadinya. cheesyyy hehehe :p

waaaa, semoga jinyoung ga kenapa2 deh.
SafiraParama #9
Chapter 2: Aku kira jinyoung bakal di T^T semoga Jinyoung baik-baik aja, Mark itu emak kasiaaaaaan.... Next ya author-nim!!