Only For One Year, One Week, and One Day

Only For One Year, One Week, and One Day
Please Subscribe to read the full chapter

.

2011

.

                -Normal POV-

Di tengah derasnya hujan yang turun. Seorang yeoja berjalan dengan tenangnya. Seolah-olah hanya ada beberapa tetes air hujan yang membasahi pakaian yang dikenakannya. Ia berjalan menyusuri setiap jalan, mengikuti langkah kakinya, tanpa tujuan yang pasti. Tatapan matanya datar, tidak menghiraukan berbagai tatapan aneh dari orang-orang yang ditujukan padanya. Tetap berjalan, tidak menghiraukan cibiranyang dikeluarkan berbagai orang yang dilewatinya.

Hari mulai gelap. Jihyun, nama yeoja itu. Ia menghentikan langkah kakinya, dan menudukkan tubuhnya di atas bangku halte. Ia menghela nafas pelan, dan ingatannya tertuju pada percakapan tadi pagi. Perbincangan serius bersama keluarganya, mengenai masa depannya.

.

Flashback

.

Jihyun memakan sarapannya dengan malas pagi ini. Entah kenapa, tiba-tiba ia berubah menjadi orang yang tidak punya semangat sama sekali. Berbeda dengan Jihyun yang biasanya. Mata yeoja ini sedikit melirik kearah kedua orang tuanya yang terlihat tengah berdebat dengan suara pelan, dan terkadang saling berbisik. Ia mengalihkan pandangannya kearah samping kanannya. Namdongsaeng-nya, Shin Hyunki yang tengah melahap makanannya dengan semangat, seperti biasanya. Jihyun hendak memasukkan makanan kemulutnya, namun dihentikannya niatnya itu saat mendengar suara sang eomma memanggil namanya.

“Jihyun-ah.” Jihyun mengarahkan pandangannya pada eomma-nya. “Apakah kau ada waktu besok siang?” Pertanyaan eomma-nya membuat Jihyun mengerutkan keningnya, heran. Tidak biasanya eomma bertanya seperti itu padaku, pikir Jihyun.

“Mmm, sepertinya tidak ada. Lagipula besok kan hari minggu eomma. Memangnya ada apa?” Jihyun menjawab pertanyaan sang  eomma dengan sedikit hati-hati. Entah kenapa, perasaannya tidak enak. Apalagi saat melihat raut wajah eomma-nya yang terlihat . . ragu dan sangat serius.

“Mmm, eomma ingin kau bertemu dengan seseorang. Kau bisa kan?”

“Siapa? Langsung to the point saja eomma.”

“Seorang namja yang akan kami jodohkan denganmu. Tapi tenang saja dia nam-.” “MWO?! Dijodohkan? Tolong jangan bercanda eomma! Apa alasan eomma menjodohkan aku dengannya?” Perkataan nyonya Shin terputus, dengan kalimat Jihyun. Jihyun membulatkan matanya saat mendengar kalimat yang diucapkan eomma-nya. Dengan reflek ia berdiri dari duduknya dan beseru dengan keras, membuat Hyunki yang asyik duduk dan memakan makanannya di sampingnya, dengan cepat menghentikan acara makannya dan menutup telinganya dengan telapak tangannya.

“Ini semua permintaan mendiang nenek, Jihyun. Jadi, tolong mengertilah. Lagipula, seharusnya kau senang karena kau yang akan menikah dengannya. Sementara, banyak gadis diluar sana yang ingin sekali menikah dengan calon suamimu itu.” Ucapan tuan Shin membuat dahi Jihyun berkerut. Memangnya siapa yang akan menjadi suamiku? Pangeran? Putra presiden? Sampai appa memuji-muji orang itu, pikirnya.

“Aku tidak peduli, jika orang yang dijodohkan denganku itu pangeran, putra presiden, atau yang lainnya. Aku tidak mau dijodohkan dengan orang yang tidak kucintai. Titik.” Jihyun berdiri dari duduknya, hendak pergi menuju kamarnya. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar kalimat yang diucapkan sang appa.

“Jika kau menolaknya, berarti kau telah melanggar janjimu pada nenek, dan appa rasa, nenek akan kecewa padamu dan dia akan sangat sedih di sana.”

Jihyun menghela nafas gusar, dan berjalan keluar dari rumahnya dengan menghentak-hentakkan kakinya. Aku perlu berpikir dan menenangkan diri, pikirnya.

.

Flashback end

.

“Janjiku.” Jihyun bergumam pelan, mengingat-ingat janji yang ia utarakan pada neneknya sebelum sang nenek meninggalkan dunia. Mengingat ucapannya pada sang nenek. Matanya meneteskan air mata, saat mengingat nenek yang sangat disayanginya.

“Tidak ada pilihan lain. Aku harus memenuhi permintaan nenek.” Jihyun mengucapkan kalimat itu dengan pasrah. Pasrah akan kehidupannya yang dapat dipastikannya akan berubah 180°.

“Walaupun itu akan menyiksaku, dan hatiku.”

.

.

.

Ia ada di dalam rumahnya. Melepaskan sepatu yang dikenakannya, dan meletakkannya di rak sepatu yang ada di dekatnya. Baru satu langkah ia melangkah, langkahnya terhenti saat mendapati kedua orang tuanya sudah berdiri di depannya. Raut wajah mereka terlihat .. tidak sabar, penasaran, dan lain-lain. Dan Jihyun yakin, mereka pasti penasaran akan jawabannya.

“Bagaimana dengan, emm, perjodohannya, Jihyun? Kau menerimanya kan?” Eomma-nya bertanya dengan ragu. Perkiraan Jihyun benar. Tanpa mengucapkan kata-kata, Jihyun kembali melangkahkan kakiya, setelah sebelumnya ia menganggukkan kepalanya pelan, sebagai jawaban ‘iya’. Tuan dan nyonya Shin yang melihatnya tersenyum antara senang dan sedih. Senang karena putri mereka menuruti keinginan terakhir sang nenek. Dan, sedih karena, mereka tahu putri mereka mungkin tidak merasa bahagia dengan perjodohan yang tidak diinginkannya ini. Yang bisa mereka lakukan hanyalah berdoa. Berdoa agar putri mereka bahagia dan baik-baik saja dengan keputusannya.

--

Di dalam kamarnya. Jihyun merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, setelah sebelumnya mengganti pakaiannya dan membersihkan tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru muda. Membayangkan, seperti apa kehidupannya kelak? Seperti apa masa depannya nanti? Dan, apakah ia bisa bahagia? Perlahan, air mata keluar dari matanya. Perasaannya sangat tidak tenang. Ia merasa, kehidupan barunya tidak akan membuatnya bahagia. Setidaknya, seperti itulah pemikirannya.

.

.

.

Jihyun menatap pantulan tubuhnya dari cermin di depannya. Dress berwarna biru muda tengah dikenakannya. Ia harus bertemu dengan keluarga calon suaminya, siang ini. Baginya, waktu terasa begitu cepat kali ini. Rasanya, baru satu jam ia menutup matanya dan masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Dan sekarang, hari sudah siang, dan ia diharuskan menemui orang itu. Jihyun menghela nafas pelan, tidak percaya beberapa bulan atau beberapa minggu lagi statusnya akan berubah. Berubah menjadi seorang, istri.

“Jihyun-ah.” Suara seorang wanita paruh baya yang sangat dihafalnya membuyarkan lamunannya. Ia menghapus air mata yang tanpa disadarinya keluar dari kedua kelopak matanya. Kakinya berjalan menuju pintu kamarnya, dan membukanya. Didapatinya eomma-nya tengah menatapnya dari atas ke bawah, dengan sebuah senyuman yang berkembang di wajahnya.

“Aigoo, putri eomma memang sangat cantik.” Pujian keluar dari mulut nyonya Shin. Jihyun hanya tersenyum, tidak mengucapkan apapun. “Ayo, kita harus berangkat sekarang.” Jihyun tidak menjawab ajakan eomma-nya, hanya mengangguk kecil, dan mengikuti eomma-nya dari belakang.

‘Apakah setelah ini aku akan bahagia? Aku rasa . . tidak.’

.

.

.

          -Jihyun POV-

Aku, eomma, appa, dan Hyunki sampai di depan sebuah restoran mewah. Aku mengikuti langkah kedua orang tuaku dari belakang, dengan Hyunki di sampingku. Kami sampai di depan sebuah pintu besar berwarna cokelat. Appa membukanya, dan melangkah masuk, diikuti eomma, Hyunki, dan terakhir aku. Dapat kudapati empat orang duduk di sofa yang tersedia, dan tersenyum kearah kami. Dan aku juga melihat, seorang namja dan seorang yeoja duduk berdampingan dan membelakangi aku dan juga keluargaku.

“Ah, kalian sudah datang. Dan, ah, ini Jihyun? Dia terlihat semakin cantik sejak terakhir aku melihatnya.” Seorang yeoja paruh baya memujiku, aku hanya tersenyum untuk menanggapinya. Tapi . . ‘terakhir aku melihatnya?’ Apakah aku pernah bertemu keluarga ini sebelumnya? Aku sama sekali tidak ingat pertemuanku dengan keluarga ini. Ini pertama kalinya untukku bertemu dengan mereka, sepertinya.

“Ah, iya. Ayo, silahkan duduk.” Ucap ahjumma tadi. Aku dan keluargaku pun duduk. Aku duduk di samping eomma. “Dan, Jihyun. Ini Kyuhyun, calon suamimu. Kalian bisa berbicara berdua setelah ini. Sekarang, mari kita makan hidangannya.” Aku mengarahkan pandanganku pada namja itu. Ia tidak menatapku sama sekali. Entahlah, aku tidak ingin mencari masalah dengan namja itu. Dari tatapan matanya saja, dapat kulihat bahwa ia bukan namja yang baik dan ramah. Tatapan matana terlihat sangat .. tajam dan menusuk.

..

Orang tuaku dan orang tuanya meminta aku dan dia untuk berbicara berdua, di balkon restoran ini. Sekarang, kami ada di balkon restoran ini. Ia hanya diam, sibuk dengan PSP yang ada di tangannya. Akupun menyibukkan diriku juga. Aku memainkan ponselku. Hanya melihat foto-foto yang ada di dalam ponselku, tidak ada hal lain yang bisa kulakukan. Jujur saja, ini sangat membosankan!

“Emm, Kyuhyun-sshi.” Aku memutuskan untuk memulai pembicaraan. Ia tidak menjawab, hanya menggumam pelan, dan tetap memfokuskan pandangan matanya pada layar PSP hitam miliknya. Aku menghela nafas gusar, dan mengalihkan pandanganku kearah jalan raya yang terlihat dari balkon restoran mewah ini. Teralih, aku kembali melihat foto-foto yang tersimpan di ponselku. Mataku terpaku menatap salah satu foto. Sebuah foto bergambar kertas surat yang usang, dengan beberapa kalimat yang ditulis dengan tulisan tangan seseorang, tertera diatasnya. Tanpa terasa, air mata kembali memenuhi kelopak mataku, mengingat sesuatu yang berhubungan dengan foto surat ini.

Surat terakhir darinya. Seseorang yang sangat kusayangi, dan kucintai. Dan, aku ingat betul cara orang itu berbicara, bertingkah, kebiasaan baik dan buruknya, hal yang disukai dan tidak disukainya. Aku ingat. Tapi, entah kenapa, aku tidak mengingat siapa namanya, seperti apa wajahnya, maupun keluarganya yang dulunya sangat dekat denganku. Aku tidak tahu. Satu-satunya hal yang mengingatkanku akan dia hanya foto surat ini. Tidak ada lagi. Air mataku menetes, tidak dapat kubendung lagi. Pandanganku dikaburkan oleh air mata itu. Aku pun mengusapnya pelan, dan kembali menatap pemandangan yang terlihat dari balkon ini.

“Hei.”

Suara seorang namja membuyarkan lamunanku. Aku menoleh kearahnya, dan kudapati ia tengah menatapku dengan pandangan matanya yang terlihat menusuk. Sesak. Aku tidak dapat membayangkan, kehidupan seperti apa yang akan ku jalani di hari selanjutnya?

“Ada apa?” Aku menjawab panggilannya dengan pertanyaan. Hanya dua kata itu yang kupikirkan untuk membalas sapaannya. Lebih baik daripada tidak menjawab sama sekali bukan?

“Kenapa kau menangis?” Aku diam selama beberapa menit, sebelum hendak menjawab pertanyaannya. Berpikir. Kenapa ia bisa tahu jika aku menangis? Bukankah tadi ia sibuk dengan PSP-nya? Dan, jawaban apa yang harus kuberikan?

“Gwaenchanha.” Akhirnya, hanya kata itu yang keluar dari mulutku. Ia mendengus, dan mengalihkan pandangannya pada PSP hitam yang sedari tadi digenggamnya.

          -Jihyun POV End-

                          .

Suasana canggung mendominasi. Tidak ada yang berniat memulai pembicaraan. Kyuhyun menyibukkan diri dengan game yang ia mainkan di PSP-nya, dan Jihyun menyibukkan diri dengan memandang suasana kota yang terlihat dari balkon restoran itu. Yang terdengar hanya suara kendar

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Le2_kyung #1
Chapter 1: D tunggu lanjutannya.
renikyu #2
Iseng2 cari fanfict di sini nemu dlm bahasa xD di tunggu next chap~ atau punya wp?