chapter one

Rainbow After The Rainy Day

Rintik hujan membangunkan Soojung dari mimpinya. Dengan mata setengah terbuka Soojung meraih ponselnya, ditatapnya deretan angka yang menunjukkan jam tiga pagi. Bibirnya membentuk senyuman saat matanya menangkap sosok pria tersenyum di wallpaper ponselnya. Ia ingat beberapa jam yang lalu pria yang ia cintai itu mengajaknya menikah. Tak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang wanita saat pria yang ia cintai melamarnya.

Dahi Soojung membentuk kerutan saat hujan menguyur dengan derasnya. Heran karena hujan tiba-tiba turun. Padahal sekarang sudah mulai memasuki musim dingin. Hal yang tak wajar tentunya. Ia bangkit dari tempat tidurnya. Langkahnya membawanya menuju balkon. Ia bisa merasakan dinginnya angin yang menusuk tubuhnya dan matanya berbinar senang saat rintik air itu tertangkap inderanya. Tanganya terangkat menengadah, senyumanya merekah saat dinginnya air menyentuh tangannya.

Ingatannya kembali memutar saat Choi Minho memintanya menikah dengannya. Ia terkikik geli mengingatnya, pria itu benar-benar terlihat begitu gugup. Ia bahkan merasa yang ada di hadapannya saat itu bukanlah Choi Minho. Namun, diatas semua kekonyolan Choi Minho dan ketidak romantisan pria itu, ia bahagia. Sangat bahagia. Kata-kata bahkan tak sanggup menggambarkan hatinya saat ini. Jangan tanyakan apa jawabannya, tentu saja iya. Bau basah tanah menyeruak, menyentuh indera penciumannya. Hujan telah berhenti dan menyisakan bau khas yang Soojung senangi. Kantuknya datang menghampiri, ia menguap pelan. Kemudian berjalan meninggalkan balkon untuk kembali menjalin mimpi baru yang lebih indah.

                                                ************

Tak ada kicauan burung ataupun teriakan ibunya yang biasa membangunkannya. Hanya sinar matahari yang mengusiknya. Tangannya meraih ponselnya, tak ada pesan dari pria itu. Ia menghela napas, sedikit kecewa karena pria itu belum menghubunginya. Kemarin Minho mendapat tugas dari kantornya untuk meninjau proyek di Daegu jadi mungkin dia sedikit sibuk hingga lupa menghubunginya, pikir Soojung.

Setelah selesai mandi ia memutuskan untuk bergabung dengan ibunya di dapur. Ia tersenyum riang menuruni setiap anak tangga yang dipijaknya. Namun, senyumnya pudar saat melihat ibunya mematung dengan telepon ditelinganya. Ia heran dan mulai khawatir.

“Ibu...” panggilnya pelan. Namun, panggilanya tak cukup membawa ibunya kembali ke alam sadarnya. Ibunya tak bergeming. Tak sabar, dengan langkah lebarnya ia menghampiri ibunya. Mengguncang tubuh wanita yang melahirkannya pelan. Dan sekali lagi ia memanggil wanita paruh baya itu.

Ibu Soojung menatap Soojung dengan nanar setelah kesadarannya kembali membuat putri bungsunya heran sekaligus takut.

“Wae?”

“A..a..aayah...”

“Ayah?” ujar Soojung memperjelas. Jantungnya mulai berdetak cepat dan rasa takut makin menyelimutinya.

“Ayah Minho meninggal,” lirih ibunya.

Saat itu juga Soojung merasa begitu lemah. Tulangnya seakan rontok, kakinya seakan tak menopangnya. Tergesa ia kembali ke kamarnya. Kepalanya penuh dengan wajah Minho yang tersenyum. Yang ia tahu hanya menghubungi Minho saat itu juga. Tangan gemetarnya menekan angka yang begitu ia hapal. Air matanya menetes saat panggilannya dijawab oleh suara merdu operator. Kepalanya kembali memutar saat Minho menceritakan tentang Ayahnya, tentang kekagumannya pada sosok Ayahnya dan juga saat Minho mengungkapkan betapa ia mencintai Ayahnya serta bangganya ia terlahir sebagai anak Choi Seung Hwan. Gambaran itu mulai menghilang tergantikan oleh sosok Minho yang menangis sendirian. Hatinya terasa terenggut paksa dari tempatnya. Begitu sakit dan pedih. Lagi, ia mencoba menghubungi pria itu dan gagal membuat tangisannya pecah. Ia sedih sekaligus mengkhwatirkan pria itu.

                                                ***********

Suasana rumah keluarga Choi begitu mendung. Soojung menghela napasnya mencoba menguatkan diri agar tak menangis di hadapan ibu dan kakak Minho. Minho jelas belum sampai, jarak Daegu ke Seoul cukup jauh butuh waktu beberapa jam. Dengan ragu Soojung menghampiri ibu Minho. Hatinya mencelos saat melihat air mata yang terus mengalir di pipinya yang mulai keriput. Dada Soojung makin sesak saat wanita paruh baya itu menghambur dalam pelukannya dan terisak disana. Lagi, dalam kepalanya terlintas Minho yang menangis. Hal yang membuat hatinya terasa diremas dan tanpa sadar air matanya meleleh lagi.

Ia menghapus air matanya dengan cepat, “Menangislah jika itu membuat Eomonim lega,” bisiknya sembari tanganya mengelus punggung ibu Minho penuh kasih sayang. Dan untuk detik berikutnya ia mendengar hanya mendengar helaan napas yang mulai teratur tanda bahwa ibu Minho sudah tenang sekarang.

Soojung menjauhkan tubuhnya agar bisa melihat wajah wanita yang paling dicintai oleh Minho. Ia tak tahu harus berbuat apa kecuali menghapus jejak air mata di wajah wanita itu. Ia juga sedih, hancur dan sangat mengkhawatirkan Minho. Ia hanya sedang berusaha kuat setidaknya sampai pria itu datang.

Setelah memberi penghormatan terakhirnya, Soojung duduk tak jauh dari ibu Minho yang sudah jauh lebih tenang. Tangan Soojung meremas ponselnya pelan. Entah sudah berapa kali ia mencoba menghubungi pria itu. Ia tak akan tenang sebelum pria itu menghubunginya.

“Minho sedang dalam perjalanan pulang,” lirih ibu Minho yang membuat Soojung mendongkakkan kepalanya dan menatap wanita di sebelahnya. Soojung menganggukkan kepalanya pelan. Ia merasa bersalah sekarang seharusnya ia tak membuat ibu Minho ikut khawatir.

Waktu terasa begitu lambat berjalan. Orang-orang terus datang dan pergi. Soojung hanya menatapi gerbang yang terbuka lebar. Ia berharap segera melihat sosok pria jangkung itu. Tanpa bosan pandangannya terus saja tertuju pada pintu bercat putih itu. Sesekali tangannya meremas ujung bajunya, ia harus bersabar sedikit. Sedikit lebih lama dan dadanya makin sesak membuatnya susah bernapas. Ia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Hanya Choi Minho yang membuatnya seperti ini. Rasa marah mulai menyergapnya namun ia tak tahu kenapa ia harus marah? Marah karena pria bodoh itu dengan menyebalkannya tak menghubunginya dan tak bisa dihubungi? Marah karena pria itu membuatnya mengkhawatirkannya? Atau marah karena ia tak tahu harus berbuat apa kecuali menunggu? Soojung memejamkan matanya sejenak berusaha meredam perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.

“Soojungie,” suara pelan dan berat menabrak gendang telinga Soojung. Matanya perlahan terbuka dan menemukan sosok itu. Entah mengapa pandangannya mulai mengabur dan air mata yang tadi sempat mengering kini meleleh kembali. Namun, ini tak sesesak sebelumnya. Ada perasaan lega disana apalagi saat ia merasakan pria itu memeluknya. Saat itu ia yakin setelah ini semuanya akan baik-baik saja. Minho lebih kuat dari yang ia bayangkan. Minho akan bangkit lagi bahkan jika pria itu tetap tak bangkit, ia akan menariknya. Ia akan selalu ada untuk Minho.

                                                ************

Minho masih berdiri di hadapan makam Ayahnya. Matanya menatap gundukan tanah itu nanar. Ia tak menangis hanya saja dadanya sesak seolah oksigen diudara sudah habis. Rasanya baru kemarin ia berlarian berebut mainan dengan kakaknya yang Ayahnya bawa sepulang dari kantor. Rasanya baru kemarin ayahnya mengajarinya bermain sepak bola. Gambaran kenangan bersama Ayahnya terus saja muncul di kepalanya. Ia menghela napas berkali-kali untuk mengurangi sesak di dadanya. Ia bahkan masih mengingat dengan jelas senyum lebar Ayahnya saat ia memberitahu bahwa Soojung menerima lamarannya. Ia tak habis pikir bahwa Ayahnya akan secepat itu akan meninggalkannya. Ia tak menyangka. Sekarang ia sedikit menyesal karena sering membantah Ayahnya dan kadang bersikap kurang sopan padanya. Andai waktu bisa diputar, ia ingin menciptakan lebih banyak senyum dan tawa di wajah Ayahnya.

Pandangannya mulai kabur, air matanya makin banyak menumpuk di pelupuk matanya. Ia tak mampu menahannya. Semakin ia menahannya, sesak makin menekan dadanya. Kakinya bergetar hebat, ia tak sanggup lagi berdiri. Ia hampir terjatuh saat Soojung menopangnya. Gadis itu memeluknya, ia bisa mendengar isakan gadis itu. Sepertinya ia sudah melanggar janjinya pada gadis itu. Namun, ia sendiri tak sanggup untuk tidak menangis. Maka hari itu untuk pertama kalinya di hidupnya ada gadis yang menangis bersamanya. Soojung mungkin bukan cinta pertamanya tapi Soojung akan jadi semua yang pertama dan terakhir dalam hidupnya. Meski Minho kehilangan orang yang sangat ia cintai, meskipun itu sangat menyakitkan untuknya, ia masih bersyukur setidaknya ia tak sendiri melaluinya. Ia masih memiliki Soojung, ibu serta kakaknya. Minho akan menangis sepuasnya hari ini dan akan bangkit di keesokan harinya.

                                                Fin

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Romellete #1
Chapter 1: kisahnys bagus, mengharu biru -,-
awalnya aku udah senyam senyum bacanya soalnya yg fluffy2 gitu, eh trnyata makin ksini makin mengharukan,
Tapi bagus qok idenya ga terduga :)
Thx u buat yg ini ya kalo sempat yg fluffy gitu dounk aku pengen baca ide fluffy kamu :)
SoojungChoi #2
Chapter 1: I want more