Cara Takdir Mempertemukan Kita

Buenas Noches, Querida

 

You’ve changed my ordinary life (a holiday)
And all the people in the world look happy (I wanna thank you baby)

When I first saw you (first saw you) a miracle (a miracle)
I felt the miracle, it was you

Miracle by Super Junior

***

 

Aku sedang sibuk sendirian di dapur,terdengar desisan saat aku mulai menumis bumbu-bumbu untuk membuat Kimchi jiggae. Wangi tumisan bawang putih yang khas langsung menyeruak ke seluruh ruangan. Dimulailah keributan itu.

Ahjumma, mana makanan kami?” teriak Kyuhyun dari ruang makan, diikuti dentingan-dentingan sumpit dan mangkuk nasi yang beradu, menghasilkan sebuah harmoni yang sukses membuat telingaku sakit. Aku hanya sedikit khawatir jika mangkuk itu jadi pecah karena mereka bersembilan memukulnya dengan sangat bersemangat. Kami bisa kehabisan mangkuk akhirnya, kemarin saja Kyuhyun berhasil memecahkan dua saat dia mendapat giliran mencuci piring dan kemarinnya lagi, Leeteuk Hyung menyenggolnya dari atas meja hingga mangkuk yang terbuat dari keramik itu pecah berkeping-kepingmenghantam lantai.

“Ah, aku sangat lapar!” keluh Shindong Hyung. Mereka memang enak berbicara seperti itu soalnya mereka hanya menunggu, sedangkan aku harus bergelut di dapur sendirian. Kadang-kadang Sungmin Hyung dan Leeteuk Hyung membantuku, tapi sepertinya malam ini sifat malas mereka sedang kambuh.

Aku menuangkan Kimchi di atas panci yang berisi kuah berwarna merah yang sudah mendidih, aku hanya perlu menunggu sebentar sebelum semuanya matang. Aku segera membuat omelet telur sebagai pelengkap makan malam kami ini.

Aku mengangkat sup itu berikut panci-pancinya ke meja dimana para member berada.

“Hyung, tolong ambilkan makanan yang ada di dapur!” perintahku pada Leeteuk Hyung dan dia menurut, dia kembali tidak lebih dari satu menit kemudian. Saat semua makanan itu tersaji di meja, mereka semua langsung menyerbu serta berebutan makanan. Aku tersenyum, mereka seperti gelandangan yang sudah  tidak makan berhari-hari.

Tapi aku senang melihat mereka seperti itu, aku senang mereka menyukai apa yang aku masak untuk mereka. Aku merasa kehadiranku diantara mereka menjadi lebih berarti.

Setelah  makan, Leeteuk dan Eunhyuk Hyung sudah pergi untuk acara siaran radio mereka, Siwon Hyung pulang ke rumah orang tuanya, begitu juga yang lain sudah pergi untuk acaranya masing-masing.

Saat ini hanya ada aku, Sungmin Hyung dan Kyuhyun yang sedang bermain game dengan seru di depan laptopnya.

“Ambilkan aku air!” teriakKyuhyunpadaku, seakan-akan dialah yang tertua diantara kami semua yang ada disitu.

“Ambil sendiri saja.” balasku. Mau dia apakan kakinya itu? bahkan untuk berjalan ke dapur yang jaraknya hanya beberapa meter dia sudah tak sanggup lagi.

“Ayolah, Hyung. Aku minta bantuanmu.” katanya lebih pelan, aku mencibir. Jika ada maunya dia pasti baru memanggilku dengan panggilan Hyung. Tapi toh akhirnya aku tetap melangkah ke dapur, membuka kulkas dan mengambilkan sebotol air mineral dari sana. Saat itu aku baru melihat bahwa persediaan bahan makanan kami sudah habis. Kami harus kembali berbelanja jika tidak ingin kelaparan saat pulang larut malam.

Aku melirik jam di dinding. Supermarketmasih buka.

“Kau tidak mau menemaniku berbelanja? Persediaan bahan makanan kita habis.” ujarku pada Kyuhyun sambil menyodorkan sebotol air padanya. Dia menggeleng untuk menolak ajakanku.

“Tidak, aku sedang ingin bermain game.” Aku melengos malas lalu meninggalkannya. Harusnya aku tahu dia lebih betah bersama gamenya daripada diajak berbelanja denganku.

Aku berpindah ke kamar Sungmin Hyung. “Hyung—” Aku tak jadi melanjutkan kata-kataku karena Sungmin Hyung ternyata sudah terlelap, aku tidak ingin mengganggunya. Jadi aku memutuskan untuk pergi sendiri saja. Aku masuk dalam kamar, lalu kusambar mantel tebal, dan topi untuk menutupi sedikit identitasku. Sedikit berjaga-jaga tidak ada salahnya kan?

Supermarketitu tidak begitu ramai, mungkin karena aku yang datang kemalaman.Aku mengambil troli dan mendorongnya sambil menengok kiri kanan, mencari apa yang aku butuhkan.

Ada toko kue yang sedang melakukan promo, di depan toko itu berdiri seorang gadis yang sedang memegang piring berisi sample kue. Bukan, dia bukan salah satu pelayan di toko kue itu, dia adalah pengunjung. Aku mendekat ke arah toko itu. Bisa kudengar gadis itubertutur dengan suara yang lemah dan terdengar lembut.

“Kue ini terlalu manis, dan aku tidak suka kismis. Sayang sekali!” Dia berkata untuk dirinya sendiri tapi aku mendengarnya. Tahu-tahu dia menyodorkan piring itu padaku.

“Anda ingin mencoba?” tawarnya. Ini pertama kali aku melihat wajahnya.Aku menyimpulkan dia cantik. Aku tidak tahu dari mana dia berasal, sepertinya dia bukan orang asli Korea. Matanya terlalu lebar untuk ukuran gadis Korea, dan paras wajahnya juga tampak berbeda. Rambut cokelat sepunggungnya dibiarkan tergerai, dihiasi jepitan kuning yang terlihat lucu. Bibirnya dihiasi dengan senyum yang menawan.

Dia bukan hanya cantik, tapi sangat cantik. Mungkinkah dia melakukan operasi plastik? Kalau iya, operasinya berjalan sangat sukses. “Anda ingin mencoba?” tanyanya sekali lagi, aku langsung tergagap dan mencicipi kue itu.

Memang agak terlalu manis seperti yang dikatakannya tadi, menjadi lebih manis setiap kismis yang ada di dalamnya ikut tergigit. Aku beralih melirik troli yang ada di sampingnya. Semuanya berisi bahanmakananmentah. Sawi, timun, kentang, wortel, daging dan masih banyak lagi.

Tanpa ada kata lebih, dia langsung pergi meninggalkanku. Aku pun segera beranjak pergi untuk melengkapi belanjaan. Aku berpindah ke bagian bumbu-bumbu dan aku kembali bertemu dengan gadis itu. Dia sedang berdiri meneliti setiap sudut dari rak yang penuh dengan bumbu-bumbu masakan itu. Aku berdiri tidak jauh darinya sehingga aku bisa mendengar dia menggerutu kesal.

“Tidak ada keluak di sini.”

Aku tak pernah mendengar nama bumbu seperti itu sebelumnya, jadi aku bertanya padanya, “Apa yang sedang anda cari?”

“Aku sedang mencari bumbu yang bernama keluak.” Aku tidak tahu apa yang dia maksudkan. “Aku ingin membuat rawon dan itu bumbu yang aku butuhkan.” Nama makanan itupun baru aku dengar sekarang. Mungkin karena melihat dahiku yang agak berkerut, dia berusaha menjelaskan lagi.

“Itu masakan Indonesia, tapi tak ada bumbunya di sini.”

Dia orang Indonesia? Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa dia orang Indonesia, mungkin sedikit,di matanya. Tapi aku tidak yakin.

“Anda orang Indonesia?” tanyaku dan dia menggeleng pelan.

“Bukan, eh, iya. Eh, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Aku memiliki keturunan Indonesia dalam darahku.”

Oh, aku hanya mengangguk-angguk menanggapinya.

“Anda ingin berbelanja apa?” tanyanya dengan ceria sambil melongok  ke dalam keranjangku.

“Aku ingin membeli jahe, dan bawang putih.” ujarku lalu mengambil dua jenis bahan itu dan memasukkannya dalam keranjang.

“Aku juga ingin membeli itu.” katanya dan melakukan hal yang sama.

“Jadi Anda tidak jadi memasak masakan tadikarena bumbunya tidak ada? Apa namamasakannya?”

“Jacinda.” ujarnya. Aku melongo, nama masakan tadi sepertinya bukan itu. Saat dia mengulurkan tangan aku baru mengerti. “Namaku Jacinda.” Dia memperkenalkan diri. Aku langsung menyambut uluran itu. Tangannya terasa dingin di kulitku.

“Ryeowook.”

Kami berkeliling berdua sambil berbicara, dia sangat cerewet.  Aku tahu bahwa kami lahir di tahun yang sama, hanya saja dia lebih tua lima bulan dariku, tapi dia menolak dipanggil Nuna, dia lebih suka jika aku memanggilnya dengan panggilan ‘Jaci’, dia bertanya siapa nama panggilanku, jadi kukatakan saja kalau itu ‘Wookie’.

Dia suka memasak, sama sepertiku, dan dia sedang berbelanja untuk acara masak-memasaknya besok. Dia berseri-seri saat mengetahui bahwa aku juga suka memasak, dia memintaku agar aku mengajarinya memasak masakan Korea karena dia tak begitu ahli, dan dia juga terobsesi ingin mempelajari semua masakan yang ada di penjuru dunia.

Dia gadis yang menarik.

Kami saling bertukar alamat email sebelum berpisah.

***

 

Besoknya Jaci mengirimiku email dan mengajakku untuk mencicipi masakannya, aku menolak dengan halus karena aku sedang ada show bersama Super Junior. Besoknya lagi dia mengirimiku email untuk mengajakku mencicipi makanannya sekali lagi, aku lagi-lagi menolak karena sedang di luar negeri. Dia pasti sangat kecewa padaku.

Jacigadis yang baik. Sangat ceria.Dia adalah tipe orang yang akan membuat seseorang merasa bersalah jika menolak ajakannya. Aku salah satunya. Aku merasa sangat bersalah padanya, jadi saat aku memiliki waktu luang, aku mengiriminya email. Sekedar berbasa-basi menanyakan bagaimana pelajaran masakan Koreanya. Dia tidak membalas.

Besoknya lagi, aku mencoba mengiriminya pesan dan ucapan maaf. Aku takut dia benar-benar marah padaku karena menolaknya sebanyak dua kali. Lagi-lagi dia tak membalas.

Sebulan kemudian, saat musim panas mulai datang, di hari yang terik itu dia mengirimiku email. Meminta maaf sebesar-besarnya karena dia tak pernah membalas email yang aku kirimkan. Ternyata dia tidak marah padaku. Saat menyadari hal itu aku merasa sangat senang. Dia tidak kecewa padaku.

Menebus semuakesalahan, kami berjanji akan bertemu di sebuah café sambil menikmati ice cream di panas yang terik itu.

Dalam sebulan itu dia berubah sangat banyak. Rambutnya yang dulunya panjang sepunggung kini hanya sebatas bahu, tapi itu membuatnya tampak lebih muda lima tahun dari umurnya. Dia tampak lebih kurus dari yang bisa kuingat dari pertemuan pertama kami. Matanya agak cekung, tapi tetap penuh kilatan kehidupan.Aura keindahan dan kebahagiaan yang melingkupinya seakan ikut mempengaruhiku. Aku senang bersamadengannya.

“Ayahku campuran Amerika Latin dan Indonesia, sedangkan Ibuku orang Korea. Itu sebabnya aku tampak aneh.”

Tak ada yang aneh dalam dirinya. Dia sangatlah menakjubkan. Wajah khas Latinnya tampak indah, hidungnya mancung. Matanya agak lebar dan berwarna cokelat susu, pasti dia mendapatkan mata indah itu dari gen Indonesianya. Dan kulitnya putih mulus, tak ada bintik hitam sedikitpun seperti orang-orang Latin lain. Dia jelas sangat indah. Dan semua itu bukanlah sebuah rekayasa kedokteran.

“Aku lahir di Meksiko dan menghabiskan sebagian masa kecilku di Korea hingga aku berumur enam tahun, lalu aku kembali ke Meksiko untuk menyelesaikan sekolahku. Aku hanya mengunjungi Indonesia sekali-sekali. Aku punya seorang teman di sana yang memiliki nama sama denganku, kami berkenalan di salah satu website yang sering aku kunjungi. Hahaha” dia tertawa setelah menceritakan tentang dirinya. “Aku seharusnya tidak menceritakan semua cerita tidak penting ini padamu. Aku memang agak konyol.”

“Tidak.” jawabku cepat. “Aku suka mendengarmu bercerita.” Suara Soprannya terdengar merdu. Logat Koreanya terdengar aneh karena tercampur dengan logat lain. Dia pasti pandai berbahasa Indonesia juga. Aku bisa belajar darinya tentang bahasa itu, jadi jika Super Junior memiliki konser di Indonesia, kamu tak kesulitan menyapa para penggemar.

“Mungkin aku bisa belajar bahasa darimu.” Aku sedikit tidak percaya dengan kalimatku sendiri, ini seperti aku menjanjikan pertemuan selain hari ini padanya. Senyumnya mengembang, menampakkan deretan gigi kelincinya yang putih bersih.

“Sayangnya aku tidak begitu pandaiberbahasa Indonesi, tapi aku bisa mengerti jika seseorang berbicara dalam bahasa Indonesia.Aku senang bisa berkenalan denganmu, Ryeowook.”

Pembicaraan kami melompat-lompat dari topik yang satu ke topik yang lain. Bersama dengannya, kau tidak perlu berpikir akan membicarakan apa lagi setelah membicaraan terakhir berakhir, dia akan memberi topik baru yang tidak kalah asyik untuk dibahas. Dia menceritakan keindahan kota tempatnya tinggal, sebuah Negara yang terletak di Amerika Utara.

“Saat ini aku senang dengan sebuah boyband Korea. Korea memang terkenal dengan boybandnya yang keren. Tapi aku hanya menyukai yang satu itu.” Dia mendekatkan wajahnya  lalu berbisik pelan, seolah hal itu adalah sebuah rahasia besardan tak boleh ada yang mendengarnya. “Kau tahu Super Junior? Aku menyukai lagu-lagunya.” Ingin rasanya aku menyemburkan tawa saat itu juga jika tidak peduli dengan yang sesuatu yang bernamasopan santun.

Kami berbicara di café ini selama dua jam. Kami bertemu di supermarket sebulan yang lalu dan kami saling berkirim email setelahnya tapidia tidak juga mengenaliku sebagai salah satu member boyband yang disukainya itu?Sepertinya aku memang tidak sepopuler itu.

“Beberapa temanku di sana sangat iri karena aku berada di Seoul sekarang, aku memiliki akses yang lebih mudah untuk bertemuSuper Junior. Apakah suatu hari nanti kau tidak keberatan jika aku mengajakmu menonton konser Super Junior?”

Aku kehilangan kata-kata. Dia tampak sangat bersemangat dengan rencananya hingga aku mengangguk begitu saja. Dia bertepuk tangan pelan. “Bagus sekali. Aku benar-benar beruntung bisa berkenalan denganmu. Di Seoul aku tinggal bersama sepupuku, dan kau adalah teman pertama yang aku temui. Apakah kau ingin menjadi temanku seterusnya?” Aku mengangguk lagi dengan lebih antusias. Dia langsung terlihatkecewa. Apa yang salah? “Sayang sekali. Padahal aku ingin kau menjadi sahabatku, bukan hanya sekedar teman.”Jaci melanjutkan.

Baiklah, aku tidak mengerti apa yang ada dipikirannya. Dan kata-kata yang dikeluarkannya membuatku bingung. Mungkin aku hanya memerlukan lebih banyak waktu untuk mengenal dirinya lebih jauh.

“Aku ingin menjadi sahabatmu, jika kau menginginkan itu. Lebih dari sekedar teman.” Dia berbinar ceria mendengar ucapanku. “Aku bahkan bersedia menjadi pacarmu jika kau mau.” candaku, dia tertawa terbahak-bahak sambil mengibas tangannya.

“Hahaha, aku hanya membutuhkan sahabat. Bukan pacar yang akan kutinggal pada akhirnya.”

Heh?

Jaci tampak merasa bersalah saat melihat perubahan besar di wajahku. Bagaimana aku tidak terkejut mendengar dia mengatakan bahwa dia menjadikan seseorang sebagai pacar hanya untuk ditinggal begitu saja. Mungkinkah dia tak sebaik yang aku perkirakan?

“Ah, maaf.. Maaf. Bukan begitu maksudku.” Dia berusaha menjelaskan. Bibirnya tampak pucat, apakah itu pengaruh dirinya sedang berbohong? “Semua yang ada di dunia ini pasti akan berakhir kan? Termasuk sebuah hubungan, bahkan pasangan suami istri paling awet pun akan terpisahkan pada akhirnya, oleh—kematian.” Dia berujar sendu. Aku menatapnya lama, menelusuri garis-garis wajahnya yang indah. Sebuah senyum langsung terbit di wajahnya lagi.

“Kau ingin makan Nachos? Aku bisa membuatkan itu untuk sahabatku.”

Nachos adalah makanan khas Meksiko.

“Besok aku tidak bisa, lusa juga tidak. Mungkin aku bisa menemuimu empat hari lagi.”

“Aku memiliki seorang sahabat yang sangat sibuk rupanya. Tapi tidak  apa-apa.” Dia mengambil tasnya, bersiap-siap untuk pergi. “Aku akan menunggu sampai hari itu tiba. Aku harus pergi sekarang.” ujarnya. Aku mengangguk. Dia bangkit berdiri. “Aku akan mengirimimu email lagi nantinya. Sampai Jumpa.”

Dia melenggang pergi meninggalkan café, dari tempatku duduk, kulihat dia merogoh tasnya dengan cepat untuk mengambil tissue dari sana. Aku tersenyum, aku memikirkan jadwalku dan mengerang pelan. Aku sudah tidak sabar ingin mencicipi Nachos buatannya.

***

 

Please, bagi yang udah baca jangan lupa meninggalkan komentar. Author nggak minta apa-apa selain beberapa kata dari pembaca, kritik dan saran semuanya ditampung kok. Gamsahamnida ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ltiffa
#1
aw... i found it kinda diffrent from other ryeowook fic.. gotta read it soon
dewikagustina
#2
hmmmm sepertinya jaci menyimpan suatu rahasia,,,,
antopss
#3
i would love to read your fanfic!! :D but i dont understand anything! lo sieeentoo..:/