Broken

Broken

fanfic ini pernah dimuat di btsfanfiction (wordpress) dng nama author babytae. kalau ada yang pernah baca berarti itu saya ya :)


“semua orang harus memenuhi janji yang sudah dibuat” kalian sering mendengarnya kan? Aku sering mendengarnya, di film, didrama ataupun dikehidupan nyata. Kalian pernah bertemu dengan orang yang tidak pernah melanggar janjinya? Aku pernah, aku tidak pernah bertemu dengan orang yang bisa memenuhi janjinya sebaik dia.

Dia teman kecilku, satu satunya karena aku tidak punya tetangga yang punya seorang anak kecil, hampir semuanya eonni atau oppa yang terlalu tua untuk kuajak bermain atau malah anak kecil.

Aku berteman dengannya sejak aku berumur enam tahun, dia baru saja pindah ke kompleks rumahku, sepuluh rumah dari rumahku. Eomma sering datang kerumahnya dan mengajakku sehingga akhirnya kami dekat.

Aku berumur tujuh tahun ketika dia berjanji padaku untuk pertama kalinya, dia bilang dia berjanji untuk memberiku hadiah natal yang besar dan spesial kalau aku berhenti memanggilnya dengan formal dan memanggilku dengan panggilan Jimin oppa. Tentu saja aku yang saat itu masih polos langsung memanggilnya dengan panggilan Jimin oppa agar aku mendapat hadiah yang dia janjikan.

Tapi malam itu tanggal 24 desember, hujan turun dengan deras diseoul, membuatku berpikir kalau Jimin oppa pasti tidak akan datang dan membawakan hadiah yang dijanjikan meskipun dia sudah berjanji padaku.

Tapi malam itu Jimin oppa membuktikan kalau dia bisa menepati janjinya, dia datang pukul delapan malam dengan baju basah dan sebuah kado yang dilapisi plastik lalu memberikan kado itu dengan senyum lebar diwajahnya, seolah hujan bukan apa apa untuknya.

“oppa kenapa oppa datang? Padahal hujan sedang turun” ujarku setelah meletakkan kado yang Jimin oppa berikan padaku dan memberikan handuk yang eomma berikan padaku.

“karena oppa sudah berjanji pada Jungie” Jimin oppa tersenyum padaku “karena Jungie sudah memanggil dengan sebutan oppa jadi oppa harus menepati janji juga” ujarnya sambil mengeringkan badannya dengan handuk yang kuberikan.

Saat itu umurku tujuh tahun dan Jimin oppa sepuluh tahun dan Jimin oppa sudah menjadi orang yang paling penting dalam hidupku, aku yang berumur tujuh tahun menemukan seorang oppa yang selama ini tidak kumiliki.

Umurku sembilan tahun saat oppa berulang tahun yang kedua belas, meskipun itu ulang tahun oppa tapi oppalah yang berjanji padaku, saat itu oppa berjanji memberiku potongan pertama kue ulang tahunnya, aku mengangguk senang karena oppa menganggapku penting dengan memberiku potongan kue pertamanya.

Dan Jimin oppa benar benar memberikan potongan pertamanya padaku meskipun seorang eonni terus menerus cemberut padaku karena hal itu, saat kutanya pada Jimin oppa kenapa eonni itu terus cemberut padaku Jimin oppa tertawa dan bilang kalau eonni itu hanya cemburu padaku.

Aku tidak bisa menyebutkan berapa banyak janji yang oppa buat untukku, tapi aku bisa bilang kalau selama ini Jimin oppa tidak pernah melanggar janji yang dia buat untukku, apapun yang terjadi, oppa tidak pernah melanggar janjinya, dan aku meyakini hal itu sampai sekarang.

Saat aku berumur dua belas tahun, Jimin oppa lulus dari SD dan masuk ke SMP yang tidak begitu jauh dengan SD tempat kami sekolah sebelumnya. Oppa menyuruhku untuk belajar yang rajin agar aku bisa masuk kesekolah yang sama dengan Jimin oppa.

Tapi saat aku berumur tiga belas tahun, seorang eonni terus mendekati Jimin oppa. Eonni itu membuatkan oppa makan siang dan terus terus menerus tersenyum saat didekat oppa meskipun Jimin oppa sama sekali tidak pernah tersenyum dengan tulus pada eonni itu, aku bisa melihat kalau Jimin oppa tersenyum pada eonni itu karena Jimin oppa tidak enak hati.

Saat aku lulus dari SD dan berhasil masuk ke SMP yang sama dengan Jimin oppa, Jimin oppa mengajakku untuk makan eskrim dan berjanji membelikanku satu benda yang paling kuinginkan selama uang yang Jimin oppa miliki cukup.

Aku akhirnya memilih sepasang gelang yang terbuat dari kayu dan memberikannya pada Jimin oppa serta meminta oppa berjanji untuk terus memakainya sampai kapanpun. Dan aku masih melihat Jimin oppa memakainya sampai sekarang.

Umurku lima belas tahun saat Jimin oppa lulus dan melanjutkan ke SMA yang cukup jauh dari rumah sehingga oppa tidak punya banyak waktu untuk bermain denganku, meski begitu oppa akan mengajakku kergi ketempat yang oppa sukai pada hari minggu.

Saat itu aku bertanya pada Jimin oppa apa oppa sudah punya yeojachingu, Jimin oppa hanya tersenyum padaku dan bilang. “oppa tidak mungkin punya yeojachingu karena oppa menyukai Jungie” sambil menepuk kepalaku. Saat itu aku merasakan jantungku berdebar debar, saat oppa mengatakannya, aku juga menyadari kalau aku menyukai Jimin oppa sejak entah kapan.

Aku tidak pernah bilang pada Jimin oppa kalau aku menyukainya, dia juga tidak pernah bilang lagi kalau dia menyukaiku, tapi aku tidak pernah melihatnya punya seorang yeojachingu meskipun beberapa kali aku melihat yeoja mendekati Jimin oppa.

Umurku tujuh belas tahun saat tiba tiba oppa pingsan disebelahku saat sedang memakan eskrim bersamaku, aku dengan panik memanggil ambulans yang segera datang dan membawa Jimin oppa kerumah sakit.

Dan sekarang ini, aku yang berumur delapan belas tahun duduk dikursi disamping kasur Jimin oppa yang terbaring diatas kasur dengan selang selang yang mendeteksi apakah Jimin oppa masih hidup atau tidak.

Aku masih menggunakan seragam sekolahku, seragam yang sama dengan yang oppa pakai selama tiga tahun sebelum oppa pingsan setahun yang lalu, saat itu eommonin (aku memanggil ibu Jimin oppa dengan sebutan eommonim saat aku berumur tiga belas tahun, kurasa aku belum menceritakannya) bilang kalau Jimin oppa mengidap kanker jantung stadium dua saat itu, aku menangis seharian penuh sampai akhirnya Jimin oppa memelukku dan bilang kalau dia akan sembuh suatu hari nanti.

Tapi disinilah oppa selama setahun terakhir, berbaring dengan selang selang yang membatasi gerak oppa, aku sangat sering menjenguknya meskipun oppa masih tetap memaksaku pergi kesekolah dan bilang dia akan marah kalau aku tidak pergi kesekolah.

Aku merasakan tangan Jimin oppa bergerak dan melihat oppa membuka matanya.

“oppa kenapa terbangun lagi?” tanyaku sambil membantu Jimin oppa duduk.

“kepalaku pusing Jungie” ujarnya sambil memegang kepalanya.

“tunggu, kupanggilkan dokter dulu oppa” ujarku sambil mengulurkan tangan hendak menekan bel yang ada didekat ranjang oppa saat Jimin oppa menahan tanganku.

“Jungie, oppa boleh minta sesuatu?” tanyany saat aku kembail duduk.

“ne oppa, apapun itu” ujarku sambil mengenggam tangan Jimin oppa.

“berjanji pada oppa kalau Jungie tidak akan menangis karena oppa” ujarnya sambil mengelus tanganku dengan tangannya yang satunya lagi.

“asal oppa berjanji padaku oppa akan bertahan dan tidak pergi dari Jungie” ujarku dengan mata berkaca kaca.

“janji” ujar oppa sambil mengelap air mataku yang menetes.

“oppakan bilang jangan menangis” ujarnya sambil tersenyum.

“arraseo” ujarku sambil tersenyum balik pada Jimin oppa.

Aku menghabiskan sepanjang hari mengobrol banyak hal dengan Jimin oppa sampai dengan tidak sengaja aku tertidur disampingnya masih dengan seragam dan terduduk dikursi.

Tiba tiba aku mendengar suara tiiiit keras yang berasal dari pendeteksi detak jantung yang disambungkan dengan Jimin oppa, aku dengan panik menekan bel dan dokter segera datang.

Aku menunggu diluar ruangan Jimin oppa sambil menangis, eommmonin dan eomma datang lima menit setelah aku menelpon, aku menagis dibahu eomma sambil berbicara pada diriku sendiri. Oppa sudah berjanji padaku untuk bertahan, oppa harus bertahan.

Dokter keluar dengan wajah tegang, dari ekspresinya aku tau oppa tidak berhasil diselamatkan, malam itu, tangisanku memecah keheningan rumah sakit. Jimin oppa yang kupercaya tidak pernah tidak memenuhi janjinya, melanggar janjinya untuk pertama kali sekaligus terakhir kali dalam hidupnya.

Oppa maf, Jungie melanggar janji Jungie jeritku dalam hati, hari itu aku juga melanggar janjiku yang kubuat dengan Jimin oppa.

Well, sometime promise are made to be broken.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
delevaprilla #1
Chapter 1: ㅠ.ㅠ
.
.
.
.