Chapter 1

We in Love

“Suga, berhenti di sana!”

Seorang siswa laki-laki dengan lincah berlari di lorong sekolah. Tangannya memegang sebuah wig rambut berwarna hitam. Dan wig itu adalah milik gurunya yang kini mengejarnya.

“Pak, kalau bisa kejar aku!” Bukannya mengembalikan wig itu, justru Suga mengajak si guru, Mr. Han untuk kejar-kejaran.

Bruuk!

Suga terkejut ketika mendengar suara terjatuh. Ternyata itu adalah Mr. Han yang tersandung lantai. Dengan sigap Suga langsung mendekati beliau dan mengulurkan tangannya.

“Mr. Han, mau kuban….”

Ia terdiam ketika gurunya itu menatapnya dengan marah. Suga langsung berbalik dan berjalan pura-pura tidak tahu sambil bersiul. Ia mengayunkan wig itu ke belakang, lalu melemparnya ke depan wajah Mr. Han. Mr. Han tampak begitu geram.

“Suga!!”

Seiring dengan teriakan itu, Suga langsung berlari sambil terkekeh. Ia berbelok ke kanan masuk ke dalam kelasnya. Ia sempat menoleh ke belakang untuk memeriksa jikalau Mr. Han mengejarnya lagi.

Buuuuk!

Badan Suga sedikit terhempas ke belakang. Ia menatap jengkel kepada siswa perempuan yang bertabrakan dengannya.

“Hei, pasang matamu jika sedang berjalan!” seru Suga dengan kesal.  Perempuan yang dimarahi itu tak memperdulikan teriakan Suga. Ia berjalan keluar dari kelas tanpa menatap Suga sedikitpun, membuat Suga tak percaya.

“Kau tidak mendengarku? Apa kau tak punya telinga!?” teriak Suga. Perempuan itu tetap saja tak menghiraukannya. Akhirnya Suga berlari mendekati perempuan itu dan menarik tangannya, membuat perempuan itu berbalik.

“Kau tidak mendengarku, hah? Berani sekali kau tidak memperdulikanku!” Suga membentak perempuan itu. Perempuan itu menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu menepuk pelan telinganya sendiri.

“Apa sejak tadi ada yang berbicara? Aku tak mendengarnya. Tapi aku mendengar ada suara dengungan lebah. Oh, itu kau ya? Pantas saja berisik sekali,” sindirnya menatap remeh Suga. Suga membulatkan matanya tak percaya kata-kata itu keluar dari mulut perempuan itu. Suga membaca name tag perempuan itu, Han Nara.

“Kau, Han Nara, berani sekali berbicara seperti itu! Kau tak tahu siapa aku? Aku Suga! Suga!” Suga memberikan penekanan kepada namanya. Nara mengangguk-ngangguk paham, lalu mendekatkan wajahnya dengan Suga, membuat Suga menjadi gugup.

“Lalu, aku harus perduli? Punya nama Sugar saja bangga. Bodoh!”

Suga benar-benar tak percaya. Nara bahkan berani mengejeknya dengan mengganti namanya menjadi Sugar. Nara mengeluarkan headset dari kantong jas seragamnya dan memasangnya di telinga. Ia berjalan meninggalkan Suga sendirian.

“Namaku itu Suga, bukan Sugar! Kau mendengarku tidak? Hei!”

.

.

.

.

.

.

Suga sedang dalam keadaan bad mood sekarang. Ini pertama kalinya ada orang yang berani berbicara seperti itu kepadanya. Ia memukul mejanya, membuat semua siswa yang berada di sana terkejut. Suasana yang awalnya ramai kini menjadi hening.

“Suga, apa yang terjadi kepadamu? Ikuti aku!”

Seseorang menarik kerah seragamnya. Suga membalikkan badannya dan bertambah kesal ketika mendapati orang yang menarik kerah seragamnya adalah Jin, sahabatnya yang terkenal karena baik hati dan menghormati perempuan.

Suga ditarik hingga ke belakang gedung sekolah yang sedang sepi saat itu. Jin menghela nafas, lalu meminta penjelasan Suga. Dengan rinci, Suga menjelaskan kejadian itu kepada Jin. Jin juga tampaknya terkejut.

“Apa benar ada perempuan yang berani melawanmu?” tanya Jin. Suga mengagguk. Jin menepuk-nepuk punggung Suga dengan prihatin. Suga pasti sangat syok karena ini pertama kalinya ada yang melawannya, apalagi perempuan.

Saat mereka berdua sedang berbicara, tiba-tiba seorang perempuan lewat di depan mereka. Suga terbelalak ketika mengetahui bahwa orang tersebut adalah perempuan yang melawannya tadi, Han Nara. Nara terkejut ketika mendapati kedua orang itu tengah menatapnya, lalu mengangkat tangannya sambil nyengir.

“Haha, maaf aku tak berniat menganggu. Aku akan memutar.” Belum sempat Nara memutar, Suga langsung menggenggam pergelangan tangannya membuat Nara kembali menoleh ke Suga. Nara balas menatap sinis Suga yang lebih dahulu menatap sinis Nara.

“Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!” Nara berusaha memberontak. Namun Suga punya tenaga yang lebih besar. Ia mendorong Nara hingga badan Nara kini memunggungi dinding belakang gedung sekolah itu. Wajah Suga mendekat ke wajah Nara.

“Hei kau perempuan aneh, ini saatnya aku membalas perbuatanmu. Berani-beraninya kau melawanku. Sekarang kau akan merasakan akibat—“

Tetiba, sebuah tangan mendorong wajah Suga untuk menjauh. Nara langsung ditarik menjauh dari Suga. Pemilik tangan itu adalah Jin yang kini berdecak melihat tingkah Suga. Tentu saja Suga tak terima sahabatnya lebih memilih perempuan yang sudah membuat dirinya kesal.

“Apa yang kau lakukan, Jin? Aku tahu kau memang perduli terhadap perempuan, tapi ia sudah membuatku kesal!” Suga berusaha untuk meraih Nara, tapi tangan Jin langsung mendorong kepala Suga lagi. Jin menggeleng, lalu menarik Nara untuk mendekat kepadanya.

“Hmmm… bagaimana aku menjelaskannya, ya?” Jin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Han Nara ini adalah… pacarku.”

Mata Suga membulat mendengar kata “pacar” terlontar dari mulut Jin. Selama ini Jin tidak pernah berpacaran dan tertarik secara khusus kepada perempuan, dan kini Jin mengejutkannya dengan statusnya yang kini telah berpacaran. Apalagi Jin tak pernah bercerita.

“Hei, kau tak pernah bercerita kepadaku!” Suga menatap kesal Jin. Ia kesal Jin mulai menyembunyikan sesuatu darinya. Setahunya, Jin tak pernah tidak memberitahukan sesuatu kepadanya. Tapi bukan itu saja yang membuatnya kesal. Ia bertambah kesal karena perempuan yang sudah menjadi pacar sahabat karibnya itu adalah perempuan yang telah membuatnya marah.

Jin meminta maaf, mengatakan bahwa ada alasan mengapa ia tak bercerita tentang pacar barunya ke Suga. Tapi Suga tak mendengarnya. Ia menatap sinis Nara, lalu menunjuk perempuan itu dengan kesal.

“Aku tak setuju jika kau berpacaran dengan dia! Jujur saja, kalian tidak cocok. Dia itu tidak cantik dan juga Nara itu musuhku!” seru Suga. Mendengar itu, Nara rasanya menjadi kesal. Ia mendekati Suga lalu mendorong laki-laki itu. Nara berkacak pinggang sambil menunjuk-nunjuk ke arah Suga.

“Apa masalahmu jika aku berpacaran dengan Kak Jin, hah? Ini adalah keputusan kami dan bukan keputusanmu! Kau yang sahabatnya Kak Jin tak berhak menentukan apa pun!”

Akhirnya mereka berdua bertengkar dan saling mengejek. Jin memegang kepalanya yang pusing. Ia tak tahu harus bagaimana ketika sahabatnya dan pacarnya bertengkar hebat seperti ini.

.

.

.

.

.

.

Malam hari. Suga kini sedang berada di rumah Jin. Ia sedang bermain dengan PSP-nya, sedangkan Jin sedang mengerjakan PR sejarah yang diberikan oleh guru mereka yang terkenal baik dan sopan, Mrs. Choi. Ya, terkenal baik dan sopan hingga akhirnya Mrs. Choi bertemu dengan Suga. Reputasi Mrs. Choi kini rusak karena Suga telah mengganggunya, sehingga kepribadian sangar Mrs. Choi akhirnya terkuak.

Jin membalikkan badannya, lalu menatap Suga. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sahabatnya yang nakal itu jarang mengerjakan PR. Mengerjakan pun itu adalah hasil contekan dari Jin.

“Yeah, lawan terus!” Suga berteriak dengan seru. Jari jemari tangannya bergerak dengan cepat menekan tombol-tombol PSP-nya. Namun keasyikan itu terhenti ketika PSP itu direnggut dari tangannya.

“Hei, kembalikan PSP milikku!” Suga berdiri dan  berusaha meraihnya dari tangan Jin yang berhasil merebut benda kesayangannya itu. Jin menggeleng dan memasukkan PSP itu ke lemarin bajunya, lalu menutupnya rapat-rapat.

“Kerjakan dulu PR dari Mrs. Choi, baru aku memberikan PSP itu kepadamu,” ujar Jin, membuat Suga mengembungkan pipinya. Ia melipat kedua tangannya di dadanya. Ekspresi konyol Suga mampu membuat Jin tersenyum kecil.

Akhirnya Suga menurut. Ia mengambil buku tulis miliknya yang memang diperintahkan oleh Jin untuk dibawa. Otaknya kini berputar dengan keras untuk mencari jawaban dari setiap pertanyaan. Jujur saja, selama ini Suga tidak terlalu memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru-gurunya di sekolah. Tapi itu semua karena kepalanya mengalami suatu gangguan yang orang lain tidak tahu.

Ya, jika ia terlalu berfikir keras maka otaknya akan terasa sakit dan untuk menyembunyikannya, ia berlagak seperti anak nakal yang tidak suka belajar.

Tak ingin sakit kepalanya kambuh, Suga mengalihkan perhatiannya kepada Jin. Merasa dipandangi, Jin menoleh.

“Ada yang mau kau katakan?” tanya Jin. Suga terdiam sejenak, lalu mengangguk. Kakinya melangkah mendekat dan duduk di kursi yang telah diambilnya di samping Jin.

“Hei, kau tak pernah memberitahuku bahwa kau telah berpacaran. Sejak kapan kau bisa memulai hubungan serius seperti itu?” Jin cukup terkejut pertanyaan itu terlontar dari Suga. Ia langsung berdiri dari tempat duduknya mencoba menghindar, tapi tangan Suga yang kuat mampu menahannya.

“Ayo beri tahu aku. Aku ini sahabatmu dan akan menjadi aneh jika kau tak bercerita kepadaku,” bujuk Suga. Akhirnya Jin kembali duduk. Ia memainkan penanya sambil mengingat-ngingat sesuatu, sedangkan Suga menatapnya penasaran.

“Itu sekitar 2 bulan yang lalu.”

FLASHBACK

Jin sedang berjalan santai di bawah pohon-pohon sekolah yang berjejer dengan indah. Ia sedang bosan karena Suga kini sedang berada di ruang guru – yang pastinya karena terkena masalah – dan ia sebenarnya tipe orang yang tak suka bosan dan lebih sering menyibukkan dirinya. Tapi kini ia tak tahu harus berbuat apa dan akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar lingkungan sekolah.

“Lucy, ayo datang kepadaku!”

Jin mendongakkan kepalanya. Ia terbelalak ketika mendapati seorang perempuan sedang berada di atas pohon tengah membujuk seekor kucing yang tampak cuek. Jin menyipitkan matanya untuk mengetahui siapa perempuan itu. Sepertinya ia anak baru karena Jin tak pernah melihat perempuan itu sebelumnya. Penasaran, Jin menocoba memanggilnya.

“Hei, sedang apa kau di sana?”

Perempuan itu menoleh ke bawah dan terkejut ketika melihat Jin. Tiba-tiba ia tergelincir. Mata Jin membulat. Tanpa disadarinya, tangannya terulur untuk menangkap perempuan itu.

Greep!

Jin berhasil menangkap perempuan itu. Mereka sama-sama terkejut, lalu saling berpandangan. Jin menatap si pemilik kucing itu begitu lama. Sepasang manik mata yang sewarna dengan rambutnya membuat Jin terpaku. Kedua mata itu begitu indah, seakan menyeret Jin untuk menatapnya dalam-dalam. Jin akan terus menatapnya jika saja sebuah suara tidak menyadarkannya.

“Permisi?”

Jin segera tersadar. Perempuan itu tampaknya kebingungan karena sedari tadi Jin tidak berhenti memandanginya. Jin berdeham dengan gugup dan menurunkan perempuan itu. Ia membaca name tag perempuan itu. Han Nara.

“Han Nara, apa kau baik-baik saja?” tanya Jin. Perempuan itu, Nara melirik sekilas name tag miliknya, lalu mengangguk.

“Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah membantuku.” Nara membungkuk berkali-kali. Jin salah tingkah jika ada yang melakukan seperti itu kepadanya, sehingga ia dengan lembut meminta Nara untuk tidak perlu melakukan itu. Jin mengulurkan tangannya.

“Namaku Kim Seok Jin dari kelas 3-3. Tapi banyak yang memanggilku Jin, jadi kau bisa memanggilku Jin juga.” Jin memperkenalkan diri sambil melempar senyum. Nara menyambut uluran Jin.

“Ah iya Kak Jin. Aku dari kelas 1-2, baru masuk ke sekolah ini hari ini. Senang berkenalan dengan Kakak,” ujar Nara.

“Meooow!”

Kucing Nara, Lucy tiba-tiba terjatuh. Untung dengan sigap Jin menyambut Lucy ke dalam pelukannya. Nara yang semula bergeming saking takutnya Lucy akan terjatuh ke tanah kini tersenyum lega. Jin memberikan Lucy kepada pemiliknya yang langsung memeluk kucing itu dengan erat.

“Lucy, kupikir kau akan jatuh. Aku minta maaf karena ceroboh mengajakmu ke hari pertamaku sekolah. Aku minta maaf.” Nara menunduk. Lucy membalasnya dengan meow miliknya. Meskipun ia tahu bahwa Lucy tak akan pernah marah, tapi tetap saja Nara merasa bersalah karena telah membawa kucing peliharaannya itu ke sekolah barunya.

Tiba-tiba, seseorang mendatangi mereka bertiga. Sang ketua osis, Kim Jongkook datang tergesa-gesa. Ia menarik nafas sebentar, lalu mendekati Nara.

“Kau anak baru, bukan?” tanya Jongkook masih berusaha mengambil nafas. Nara mengangguk. Jongkook mengarahkan telunjuknya ke belakang, tepat ke arah seorang guru yang tengah berdiri sambil tersenyum.

“Mrs. Jung menunggumu di sana. Lebih baik kau ikut dengan kami sekarang karena masih banyak hal yang harus dibicarakan.”

Nara mengangguk. Ia melirik Jin, lalu membungkuk hormat dan langsung mengikuti Jongkook. Sedangkan mata Jin tak bisa leper dari Nara, seperti sesuatu menghipnotisnya.

Dan 4 jam berlalu, Jin bertemu dengan Jongkook dan Nara di depan kelas Jin. Jin yang sedang bermain ponsel langsung menyimpan ponselnya dan mengalihkan pandangan kepada kedua orang tersebut.

“Kak Jin, bisa kau bawa Nara berkeliling? Masih ada beberapa hal yang harus aku selesaikan, jadi aku tak bisa membawanya tur keliling sekolah. Kurasa kalian tadi sudah bertemu, jadi mungkin akan menjadi lebih mudah bagi kalian untuk akrab.”

Jin baru saja mau menjawab, tapi Jongkook langsung berbalik dan berlari dengan cepat. Jin menghela nafas. Sepertinya menjadi ketua osis membuat Jongkook harus mengalami hal yang berat. Untung saja saat Jin menjadi ketua osis, ia tak pernah mngalamai masalah yang memberatkan posisinya.

Jin menatap Nara yang telah siap untuk diajak berkeliling. Nara tampak antusias. Tapi keberadaan Lucy yang tak berada di tangan Nara lagi membuatnya penasaran.

“Di mana Lucy?” tanya Jin pelan. Nara tampak senang mendapat pertanyaan itu. Ia menjawabnya dengan semangat.

“Kak Jungkook memperbolehkanku untuk menitip Lucy bersama kucing peliharaannya di ruang osis, bersama Mishi!”

Jin hanya mengangguk-angguk. Nara langsung menutup mulutnya. Ia lupa bahwa kini sedang bersama dengan kakak kelas, harusnya ia bersikap sopan karena ia siswa baru di sini.

“Maaf Kak, aku kurang sopan,” ujar Nara membungkuk. Jin cukup terkejut mendengar permintaan maaf Nara.

“Tidak, tidak apa. Lagipula aku juga tidak mempermasalahkan tentang kesopanan. Setiap hari mendengar seseorang mengoceh tidak jelas di telingaku padahal aku lebih tua darinya sudah menjadi hal yang wajar,” ucap Jin serius. Mendengar itu, justru Nara tertawa.

“Kak Jin pintar melucu!” Nara memuji Jin, sedangkan yang dipuji hanya bisa terbengong. Padahal aku serius, batin Jin dalam hati.

Tapi melihat tawa Nara yang manis membuat Jin luluh. Akhirnya ia ikut tertawa bersama Nara.

FLASHBACK END

“Sejak itu, aku semakin dekat dengannya dan memberanikan diri untuk memintanya menjadi kekasihku,” kata Jin bercerita sembari mengingat masa indahnya.

Suga tampak berguling-guling kebosanan di atas ranjang Jin. Tiba-tiba perutnya berbunyi, merengek minta diisi. Jin berdecak kesal, lalu keluar dari kamarnya untuk mengambil makanan sebelum Suga berteriak karena kelaparan.

.

.

.

.

.

.

Nara tampak sibuk dengan rubik di tangannya, tak perduli ketika pustakawan memarahinya. Yang ingin ia lakukan adalah menyelesaikan rubik yang selama 3 bulan ini tak pernah berhasil diselesaikannya.

Tanpa diketahuinya, seorang laki-laki berjalan dengan hati-hati karena ia membawa tumpukan buku yang tingginya hampir setengah meter. Sesekali ia menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa tak aka nada yang menyenggolnya.

Nara dengan fokus memainkan rubiknya. Dan dalam sentuhan terakhir, ia berhasil menyelesaikan rubik itu. Nara berseri-seri dan langsung berdiri sambil berteriak dengan girang.

“Yeeey, aku berhasil!”

Buuuk!!

Nara menyenggol dengan kuat laki-laki yang tengah membawa buku itu, sehingga buku-buku itu terjatuh begitu pula laki-laki itu. Nara terkejut, lalu langsung membantu laki-laki itu membereskan bukunya.

“Maafkan aku, aku tidak se…”

Perkataan Nara terputus begitu melihat wajah laki-laki itu. Wajah yang membuatnya kesal, yang telah seenaknya memutuskan bahwa dirinya dan Jin tidak cocok. Suga!

“Hei, lihat yang kau perbuat! Buku-buku ini terjatuh karena kau!” omel Suga. Nara tak terima dirinya disalahkan.

“Lagipula kenapa kau membawa buku sebanyak ini? Tidak adakah yang membantumu? Oooh, aku tahu. Pasti tak ada yang membantumu karena kau orang yang menyebalkan!” seru Nara sambil berkacak pinggang. Suga mendelik.

“Apa maksumu, hah? Banyak perempuan yang ingin membantuku, tapi aku menolak mereka karena kasihan melihat mereka menjadi lelah karena membantuku,” bantah Suga. Nara memutar bolanya sambil tersenyum tak percaya.

“Benarkah? Aku tak yakin kau berkata jujur. Dilihat dari wajahmu, kau adalah orang yang tak mungkin bisa jadi populer,” kata Nara meremehkan .

“Hei, kalian berdua! Keluar dari ruangan ini sekarang!!”

.

.

.

.

.

.

Nara dan Suga saling melotot, sedangkan Jin menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak tahu kalau mereka akan bertengkar separah ini. Harusnya ia mengawasi Nara atau Suga agar mereka tak bertengkar.

“Hei, Suga! Nara! Berhenti saling melotot. Bisakah kalian akur?” tanya Jin mulai kesal. Nara langsung mengalihkan pandangannya kepada Jin sambil tersenyum manis.

“Aku bisa, Kak Jin. Tapi asalkan makhluk ini menyingkir dari pandanganku,” ucap Nara. Suga terbelalak tak percaya, dan langsung protes kepada Jin.

“Hei, harusnya kau mengajari kekasihmu ini! Tidak bisakah ia lebih sopan kepadaku yang lebih juga kakak kelasnya? Aku sangat tidak suka dengannya!”

“Aku mau asalkan kau juga tak terus malas-malasan mengerjakan PR dan tak mencari masalah lagi dengan para guru.”

Nara langsung menahan tawanya, sedangkan mata Suga makin melebar. Akhirnya ia melipatkan kedua tangannya di dada dan bersender di dinding depan kelasnya.

Jin menghela nafas, lalu mengelus kepala Nara dengan lembut. Nara tertegun. Ini pertama kalinya Jin mengelus kepalanya sejak mereka berdua berpacaran.

“Tidak bisakah kau lebih baik kepada Suga? Ia juga kakak kelasmu, harusnya kau lebih sopan kepadanya.”

Nara sedikit tak suka dengan permintaan Jin. Tapi melihat wajah Suga yang tak bersemangat membuat Nara mau tak mau mengangguk. Jin tersenyum, sedangkan Suga bersorak. Nara tampak menahan senyum. Ia mengulurkan tangannya kepada Suga.

“Mulai sekarang aku akan lebih sopan kepadamu… Kak Sugar.”

Suga langsung menganga. Karena Suga tak kunjung menjabat tangan Nara, Nara meraih tangan Suga dan menggerakkannya ke atas dan bawah beberapa kali. Ia melepas tangan Suga, lalu menggenggam tangan Jin dan menariknya.

“Kak Sugar, kami berdua pergi dulu ya. Sampai jumpa, Kak Sugar.”

Nara langsung mengajak Jin berlari, sedangkan Suga mengejar mereka dan mengomel.

To Be Continued…

Halo guys, gimana Fanfiction ini? Bagus nggak? Hehehe… Starwind sebenarnya masih harus banyak belajar banget, nih. Soalnya Starwind paling susah nyari kata-kata yang cocok. Oh iya, ini pertama kalinya Starwind mencoba membuat FF yang fluuuff. Rasanya berdebar-debar gitu #eaaaa

Untuk para readers, tolong RLC yaaa, biar Starwind bisa menjadi lebih baik, have a good day :D

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
naelkim #1
Chapter 1: Hai hai aku menemukan ini haha. Bias aku suga, jadi pas nemu ini dan si suga jadi pemeran utama dalam hati udah 'pasti dia jadi orang yang menyebalkan'. Aku suka ceritanya, ada saran sih. Gimana kalo panggilan-2 pake bahasa korea aja? Kaya 'pak' jadi seosangnim, terus 'kak' jadi oppa. Pasti lebih enak dibaca haha. Menurutku sih tapi. Ditunggu part selanjutnya :3
ame112
#2
Chapter 1: Muahahahaha,,, saya merasa suga cocok dengan image bad boy,,, b-b-but stupid boy.
Muahahahahahahahahaha *pegang perut nahan tawa*
Dia pandai aransment lagu, bahkan tomorrow dan jump adalah lagu ciptaan suga,,
And nickname suga is sugar, love it. He is cute boy,,, jika saya melihatnya *saya rasa saya bisa terserang diabetes* ^_~
Daann bisa kah mengganti "kak" dengan "oppa" saya tahu jika ini berasal dari indonesia dan menghargai setiap katanya,,, tapi sedikit gimanaaaa gitu. *jangan marah neehhh ~_~*
Nara akan menyukai suga duluan atau suga menyukai nara duluan,, dan bagaimana dengan jin...
Uuugghhhhh penasaran >_<
Gumawooooooo and fighting
ame112
#3
Saya juga,,,, saya ke sini karna pertama
Suga is my bias in bts
And
From indonesia..
^_^
Ok i'm start now...