Typical

Typical

 

He is the one that I loved and still love. I’ve loved him since we’re still in kinder garden. Crush? Yeah maybe he’s just my first little crush ever, but my feels got bigger and bigger every couple of times running. From crush, it became like. From like, it became love.

 


Ketika aku dan Jong In berusia 6 tahun.

 

“Jong In-ah!” Panggilku sambil berlari ke arahnya.

“Apa?” Tanyanya ringan dengan pandangan yang tidak beralih dari mobil yang sedari tadi dimainkannya.

“Mama ku membuat cookies kesukaanmu” Balasku dengan senyuman.

Jong In bahkan tidak menoleh ke arahku tapi aku sudah cukup senang karena ia mulai berdiri, membawa mobilnya dan berjalan ke rumahku. Aku berlari membuntutinya.


 

The teen me have a high pride. I won’t just confess and date him right away. At that time, I also don’t know that he liked me too or not. That’s one of the hundreds reasons for me not to do what I want since ages ago – dating him, being his girlfriend. I reject every confession from other guys, saying that I hate guys and that I don’t want to date anyone. And because of that I didn’t have any boyfriend until I start high school.

 


Ketika kami berusia 15 tahun. Satu tahun yang lalu.

 

“Maaf.”

Lelaki itu menunduk kecewa namun tetap berusaha tenang, “Aku akan membelikanmu ribuan bando cantik jika kau mau”

“Maaf.” Kataku untuk terakhir kalinya dan beranjak pergi.

 

“Another heart break for another guy” Luna menyamakan langkahnya dengan langkahku.

Aku menoleh ke arahnya, “Sejak kapan kau ada disini? Apa kau tadi melihatnya?”

Luna tertawa, “Hey ada banyak orang yang melihatnya, bukan hanya aku.”

Aku menghela nafas.

 

Setelah beberapa saat, “Apa kau masih menyukai Jong In?” Luna bertanya.

 

*Kenapa selalu pertanyaan itu?*

 

“Kau tahu jawabannya.”

“Hey, lupain aja dia. Dia ga pernah mengucapkan selamat ulang tahun padamu. Aku bahkan tidak pernah melihatnya mengobrol dengan perempuan. Sepertinya dia itu gay.”

Mataku melebar kaget, “Kamu jangan mengada-ada, Luna. Jong In ga mungkin gay!”

“Nothing’s impossible, Soo Jung-ah”

 

Aku meliriknya tajam dan berpaling berjalan ke arah yang berlawanan. *She surely knows how to make me feel worse*

 

Aku membuka pintu perpustakaan dan masuk.

“Soo Jung! Sudah dari tadi aku menunggumu. Biasanya setiap istirahat kau ke sini. Kenapa baru sekarang ke sini?” Jin Ki, penjaga perpus.

 

*Aku menemani Jong In menyelesaikan tugasnya saat istirahat tadi.*

 

“Tadi ada urusan, oppa”

“Oh begitu. Oh ya, ada beberapa buku baru di rak sana.” Jin Ki menunjuk rak yang berada di bagian paling ujung perpus.

“Benarkah?”

 

Aku berjalan ke arah rak itu. Aku pasti bohong kalau bilang bahwa aku sudah membaca semua buku di perpustakaan ini. Tapi aku yakin bahwa diantara ratusan murid SMA ini, yang paling sering membaca buku di perpus adalah aku dan… Jong In.

 

Aku berhenti di depan rak terakhir itu. Di sana dia. Berdiri bersandar di rak dengan salah satu buku terbaru yang di sebutkan Jin Ki di tangan kanannya sementara tangan kirinya ia masukkan ke saku celana panjangnya. Lihatlah makhluk yang mendekati sempurna ini, bagaimana mungkin kau tak mengaguminya? Sejenak aku lupa tujuanku datang ke sini. Kuhabiskan waktu beberapa saat untuk memandanginya.

Jong In cukup pintar, walaupun tidak sepintar Joon Myun yang selalu mendapat juara umum tiap semester. Jong In selalu berada di peringkat 20 besar dari 300-an siswa angkatan kami. Dia tampan. Walau kata orang-orang ada beberapa kekurangan di wajahnya, Jong In tampan. Dia juga baik dan sopan. Dia memang jarang terlihat mengobrol dengan perempuan selain aku, tapi aku yakin kalau omongan Luna tadi hanya asal-asalan.

 

“Lagi-lagi aku terlambat.”

Jong In mengalihkan pandangannya padaku. Terlihat terkejut tapi ia mengangkat kedua sudut bibirnya, tersenyum padaku. Setelah beberapa saat tanpa suara, ia tertawa.

Tawa itu, bahkan setelah 10 tahun tetap membuatku terpikat olehnya.

“Ya, lagi-lagi kau terlambat.” Jong In mengulang kalimatku dan tersenyum.

Dia memang tidak sedingin dahulu. Dia sudah berubah sekarang, menjadi Jong In yang lebih baik.

 

Aku berjalan ke meja di belakang dan duduk di kursinya. Jong In mengikutiku.

“Kau tidak ingin membaca buku baru?” Ia menarik kursinya dan duduk di hadapanku, memandangku bingung.

“Ya, aku sedang tidak ingin membaca.”

“Lalu kau ke sini untuk tidur?”

“Bingo.” Balasku dengan seringai kecil.

Jong In tertawa lagi.

 

Jong In tahu hampir semua rahasiaku kecuali rahasia yang tetap aku simpan seorang diri, rahasia bahwa aku menyukainya. Dia sahabatku sejak kecil. Dan aku pun tahu hampir semua rahasianya, well mungkin bukan ‘hampir semua rahasianya’ tapi ‘semua rahasia yang ia bagi denganku’. Kami tahu kebiasaan masing-masing. Ya sedekat itulah kami. Tapi mungkin baginya kedekatan kami ini hanya sebatas sahabat, ga lebih.


 

We’re always attending the same class since ever. Every living body in our district knows how close our family are, only the dead persons who didn’t. Even the chic Grandma who lived across the river address us as a ‘poker faces couple’ because she was always see us walk together every single day to school and anywhere with our unreadable expression. We just can’t show our emotions to everyone, or maybe it’s just me, I don’t know his reason.

 


 

Pernah suatu saat aku membuang jauh-jauh perasaanku. Aku tidak menyukainya. Aku tidak menyukainya… Aku tidak menyukainya. Aku berpikir seperti itu karena aku terlalu lelah untuk menyimpan semuanya sendirian. Kalaupun aku bercerita pada Luna, dia pasti akan menyuruhku untuk berhenti menyukainya. Maka sempat aku berpikir bahwa seharusnya aku tidak menyukai Jong In.

Tapi, aku tetap menyukainya.

 

Dan hari ini, aku bertekad untuk menyampaikan perasaanku.

Sudah sekitar 30 menit setelah bel pulang sekolah berbunyi tapi aku masih berkutat dengan tugas tambahan dari guru Kimia untuk melengkapi nilaiku yang kurang.

*Kenapa harus hari ini dia memberikan tugas? Ini hari yang penting.*

Kuharap Jong In masih berada di perpus. Aku menyuruhnya untuk menungguku karena ada hal penting yang akan ku katakan.

 

“Soo Jung, waktumu tinggal 15 menit lagi.” Byun Baek Hyun dengan kacamata ber-frame hitamnya berkata. Aku mengaguminya karena dia sudah menjadi guru di usianya yang masih muda. Karenanya, hampir semua populasi siswa perempuan di sekolah ini mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk ikut les di tempat yang bagus dan berharap Byun Baek Hyun akan mengencani salah satu dari mereka karena nilai Kimia mereka yang mendekati sempurna. Tapi sayang, Byun Baek Hyun bahkan tidak mengingat nama mereka satu per satu.

“Iya, Pak.” Aku menjawab. Byun Baek Hyun memang mengagumkan, tapi Kim Jong In lebih ku kagumi.

 

Setelah menyelesaikan tugas, aku langsung berlari ke perpus.

 

Jong In masih di sana.

 

Aku berhenti untuk menormalkan frekuensi nafasku. Perlahan, aku melangkahkan kakiku ke arahnya.

“Hey.”

“Oh hey, sudah selesai?” Jong In menutup buku yang dibacanya dan menaruhnya di tempatnya semula.

“Ya, maaf. Guru magang itu  memberikan tugas yang cukup sulit.” Aku tersenyum seadanya.

Ia ikut tersenyum, “Ya, tak masalah. Jadi, apa yang mau kau katakan?”

“Umm, di sini masih banyak orang. Kita bicara di tempat lain saja.”

 

Kami berjalan keluar perpus dan menuju taman belakang sekolah. Tidak begitu terawat karena sangat jarang dikunjungi orang, tapi cukup indah untukku.

 

Jong In memandangku penasaran. Ia menaruh kedua tangannya di saku celana, bediri sekitar tiga langkah jauhnya dariku.

 

“Sudah tidak ada orang lain. Jadi, katakanlah.”

 

Tiba-tiba aku merasa sesak. Aku tidak tahu bagaimana aku harus memulainya. Terlalu banyak pilihan kata, tapi aku tidak tahu harus menggunakan yang mana.

 

“Umm, aku…  aku... Jong In, aku... aku ingin kita… mengerjakan tugas Biologi besok.”

 

Ugh. Rasanya aku ingin memenggal kepalaku. Kenapa kau malah mengatakan itu Soo Jung?

 

Jong In tidak menyangka aku akan mengatakan hal itu. 'Apa dia menyuruhku menunggu selama 45 menit dan berbicara di tempat yang sepi hanya untuk mengatakan hal itu?' Mungkin Jong In berpikir seperti itu. Tapi sepertinya tidak, karena dia langsung tersenyum dan berkata, “Oke.”

 

Aku menutup mataku, kesal pada diriku yang pengecut. Ayolah Soo Jung, katakanlah.

Saat aku membuka bibirku untuk mengatakannya,

 

“Sebenarnya aku juga ingin memberitahu sesuatu.” Jong In memandangku masih dengan senyumnya. “Aku – “

“Kalau boleh, aku ingin memberitahumu hal yang sebenarnya akan ku katakan terlebih dulu.” Aku memotongnya.

“Oh, ya sudah.” Katanya.

 

Ayo Soo Jung, katakanlah. Katakan atau tidak sama sekali.

 

Dengan menutup mata aku berkata, “I like you. I like you so much that I don’t want us to be like we used to be. I like you, Jong In.”

 

Aku masih menutup mataku takut. Tidak ada reaksi apapun dari Jong In. Penasaran, aku membuka mataku perlahan.

 

Jong In hanya tersenyum. Beberapa saat kemudian, dia tertawa.

 

Huh, apakah pernyataan cintaku lucu?

 

Jong In menatapku, tapi tawanya tambah terbahak.

 

Aku mengerutkan dahiku, apakah dia menganggap aku dan pernyataan cintaku lucu?

 

Jong In tertawa terbahak-bahak dan kali ini sambil memegang perutnya.

 

Kim Jong In menertawaiku. Aku baru saja mengakui hal yang telah lama ku pendam seorang diri dan dia menertawaiku.

 

Aku tak tahan lagi. Aku langsung berbalik dan berlari pergi.

 

Aku telah mempermalukan diriku sendiri di hadapannya. Tidak seharusnya aku mengatakannya. Seharunya aku tetap menyimpannya. Jong In menertawaiku. Itu berarti aku bodoh. Pernyataan cintaku itu lucu. Jong In menganggapku lucu. Aku bodoh. Soo Jung, kenapa kau mengatakannya? Kenapa kau memberitahunya? Kau bodoh, Soo Jung-ah. Kau bodoh. Kenapa kau memberitahunya bahwa kau menyuka - 

 

Aku tidak bisa berlari lagi. Sepasang lengan melingkar di pinggangku, menahanku untuk berhenti. Mataku melebar kaget.

 

Orang itu menarikku lebih dekat. Ia  menaruh dagunya di atas pundakku. Dia dekat sekali sampai aku bisa menghirup harum rambutnya. Parfum yang dikenakannya membuatku mengetahui siapa dia.

 

Jantungku berdetak tak karuan sampai rasanya dadaku bisa meledak. Otakku tidak bisa memproses satu kata pun. Jadi aku tetap diam tidak tahu harus mengatakan apa. Ia masih berdiri di belakangku dengan tangan di pinggangku dan dagu di bahuku.

 

Lalu ia tertawa pelan.

 

Bukankah dia tadi menertawakan pernyataan cintaku? kenapa dia - 

 

Jong In memegang pundakku dan membalikkan badanku menghadapnya. Ia tertawa lagi.

 

Ada apa ini? Aku bingung. Aku melihat matanya berharap aku bisa membacanya. Tapi aku baru sadar kalau Jong In memang susah ku tebak.

 

"Soo Jung-ah."

 

"H-hmm?"

 

"Aku belum mengatakan hal yang tadi kubilang akan ku katakan, kan? Kenapa kau malah pergi?"

 

"Oh i-iya. M-ma-maaf aku lupa." Aku menjawab, malu.

 

"Sebenarnya aku sangat menyesal. Seharusnya aku yang lebih dulu mengatakannya. Tapi kau sudah terlebih dulu mengatakannya." Ia terlihat menyesal.

 

"Huh?" Hal yang akan dikatakannya sudah lebih dulu aku katakan? Ha, apa Jong In - 

 

"Aku menyukaimu."

 

Aku mengambil nafas tajam. Jong In... Dia... menyukaiku?

 

"Sebenarnya aku akan mengatakannya saat istirahat tadi, tapi kau bilang akan memberitahuku sesuatu sepulang sekolah jadi aku berencana untuk mengatakannya setelah itu. Aku tidak mengira kalau kau akan bilang bahwa kau menyukaiku."

 

Jong In menyukaiku. Ini benar-benar... bagaimana aku harus menyebutnya? Kejutan? Ini sangat tak ku duga.

 

Jong In tersenyum lagi. Dia meraih tanganku dan menarikku mendekat, lalu ia melingkarkan lengannya di bahuku, "Aku senang sekali, Soo Jung. Bahwa kau juga menyukaiku."

 

Aku mengangkat tanganku perlahan dan memeluk pinggangnya. Aku juga senang sekali, Jong In.

 

 

"Kau tahu? Ini adalah pertama kalinya aku memeluk laki-laki." Aku mengaku.

 

Jong In tertawa dan langsung menatapku, "Benarkah? Wah, aku sangat beruntung untuk jadi yang pertama." Jong In memelukku lagi.

 

Aku merasakan pipiku menghangat. Untung Jong In sedang memelukku, jadinya ia tidak bisa melihatku.

 

Aku menggigit bibirku. Aku tidak bisa berhenti tersenyum. Tak bisa ku percaya. Jong In sedang memelukku. Laki-laki yang pertama ku peluk adalah cinta pertamaku. Dan cinta pertamaku itu baru saja bilang kalau ia menyukaiku.

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
TwinkleKris
Thanks for reading, subscribing, and your comment ^^

Comments

You must be logged in to comment
flawlessey
#1
Chapter 1: so sweet!♥
Parkseyoung #2
Chapter 1: Aww, so sweet :) Ditunggu next storynya author-nim! ^^
athnisaa_ #3
Chapter 1: keren. keep write kaistal fanfic ya!! ☺