ONE.

25 Minutes.

“Jinri-ya..” Lelaki bertubuh jangkung itu menatap gadis yang sedang duduk di seberangnya dengan tatapan kosong.

Atmosfer canggung yang terasa kental di antara mereka, nampaknya tak menghasilkan efek apa pun terhadap gadis ini. Air mukanya, maupun nada suaranya –ia jelas tak merasakan kegugupan yang bisa jelas terbaca di mata Chanyeol, “Ne?”

“Aku—”

Ya.. Neo—wae geuraesseo? (1)” Jinri menjentikkan jemarinya di depan wajah Chanyeol. Ia jelas mulai merasakan kegugupan yang melanda Chanyeol. “Kau tampak tak seperti biasa. Ada apa?” Ia mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja sambil menunggu jawaban Chanyeol. Jinri kenal betul dengan Chanyeol. Bagaimana tidak, mereka telah berpacaran selama empat tahun tujuh bulan dan delapan belas hari –ya, Jinri punya kalender semacam itu di handphone miliknya.

Empat tahun adalah waktu yang cukup lama bagi Jinri untuk mengetahui Chanyeol luar maupun dalam. Dan tak biasanya aura dingin menyelimuti Chanyeol. Ia terkenal sebagai Happy Virus –sedangkan yang di depannya ini jelas bukan Chanyeol si Happy Virus.

Atau mungkin nyawanya tertukar dengan teman dekatnya, Kyungsoo yang jarang berbicara? Ah.. Tidak mungkin. Jinri buru-buru menghapus analisis konyol yang baru saja ia buat di dalam pikirannya tadi.

“Aku butuh waktu untuk sendirian.” Sedotan yang sedari tadi di mainkan Jinri, tiba-tiba berhenti di tempatnya.

Jinri menatap lekat mata lelaki tersebut –jelas masih tak paham dengan maksud dari kalimat yang baru saja Chanyeol katakan tersebut, “Maksudmu?”

“Kita sampai di sini saja.. Untuk sementara.”

“Untuk.. Sementara?”  Kali ini Jinri benar-benar tidak paham. Sementara katanya? Lalu setelah ini mereka apa? Teman kah? Kekasih kah? Lalu mengapa? Jinri menggeleng pelan sebelum berjuta pertanyaan memberondong pikirannya sendiri.

Chanyeol berdeham pelan sembari menunduk dan memijit keningnya yang terasa berkedut setelah memikirkan kalimatnya sendiri.

Ia ingin mengakhiri hubungannya dengan Jinri, tapi hati kecilnya mengatakan bahwa apa pun yang terjadi ia tidak boleh kehilangan Jinri. Tidak untuk kesekian kalinya karena untuk mendapatkan Jinri, butuh waktu yang cukup lama dan sejauh ini, Chanyeol tidak menemukan gadis seperti Jinri –yang tinggi badannya sangat pas dengannya, yang matanya terbentuk seperti bulan sabit saat tersenyum, yang poninya selalu bergoyang-goyang saat menceritakan pengalamannya hari itu, yang bibirnya—ah. Semakin ia mengamati Jinri, semakin berat hatinya untuk mengakhiri cinta mereka.

Namun spark yang ia dulu rasakan saat pertama kali berkencan dengan Jinri, maupun kupu-kupu yang terasa di dalam perutnya kini entah terbang kemana. Ia hanya merasa hubungannya hambar. Tak ada warna lagi seperti dulu. Sepertinya lambat laun, perasaannya terhadap Jinri memudar. Memudar –bukan berarti hilang.

Ia tahu benar konsekuensi apa yang ia hadapi ketika ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jinri, namun ia juga tak siap kehilangan Jinri. Terdengar egois. Itulah mengapa ia memilih untuk mengakhiri hubungan mereka dengan sementara.

“Jinri.. Aku benar-benar tak tahu apa yang salah dengan kita, tapi aku merasa kita tak lagi seperti dulu. Kita terlalu sempit untuk hubungan kita. Aku jenuh. Tapi aku juga tidak mau kehilanganmu. Empat tahun –aku tidak mau empat tahun kita terbuang sia-sia. Jadi..”

Tenggorokan Chanyeol terasa kering saat ia hendak meneruskan kalimatnya. Jinri tak menyela sekalipun saat Chanyeol berbicara. Namun tatapan matanya seakan mendesak Chanyeol untuk berbicara lebih jauh.

“Aku ingin waktu sendirian..” Terdengar lagi jeda di kalimat Chanyeol. Entah mengapa kalimat yang harusnya bisa dikatakan spersekian detik bisa membebaninya seperti ini. Ia menelan ludah lalu meneruskan kalimatnya, “Beri aku waktu untuk mengambil jarak sementara darimu. Dan dalam jangka waktu itu, kalau kau menemukan lelaki yang lebih baik dari aku.. Beri tahu aku.”

Jinri mengerjap ketika Chanyeol menyelesaikan kalimatnya. Untuk beberapa detik mereka terdiam. Hanya terdengar suara orang-orang yang berbicara di sekitar mereka ataupun suara para pelayan yang sedang mengulangi pesanan para pembeli.

Jinri sendiri masih berkutat dengan pikirannya. Terdapat banyak sekali pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan, namun entah mengapa bibirnya seakan bergerak sendiri, “Berapa lama?”

Chanyeol terdiam. Ia tak menyangka Jinri akan dengan senang hati menerima keputusan ini. Ia sempat sedikit mengharap bahwa Jinri setidaknya menyanggah atau bahkan menolak putusannya untuk berpisah sementara. Namun apa yang didengarnya ini jauh lebih nyata, jauh lebih menyayat hati ketimbang skenario yang dibuatnya sendiri tadi. Chanyeol menjadi sedikit kecewa karena ternyata Jinri juga ternyata bosan dengannya –atau setidaknya itu hanya pemikirannya. Namun ia tak mengetahui bahwa Jinri sekuat tenaga menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.

“Aku.. Juga tak tahu sampai kapan.” Chanyeol jelas putus asa setelah mendengar jawaban Jinri yang dengan gampangnya meng-iyakan permohonannya untuk berpisah sebentar. Jinri sendiri berusaha mengendalikan emosinya. Ia semakin tak mengerti jalan pikiran kekasihnya –atau temannya ini. Tak tahu sampai kapan? Kenapa tidak putus? Jinri menenggelamkan wajahnya pada telapak tangannya dan menghela napas panjang.

“Kenapa tak kau pu—“

—Kring. Saved by the bell. Jinri merogoh saku celana jeansnya. Mendapati ponselnya berdering dengan ID ‘Eomma’ di layar handphonenya. Ia menatap Chanyeol sejenak, Chanyeol menangguk untuk mempersilakan Jinri mengangkat telponnya.

“Yeob—eo.. Eomma. Iya, aku akan pulang.” Sesaat setelah sambungan diputuskan, Jinri tampak memandang Chanyeol dengan senyuman kecut di wajahnya. Chanyeol menggedikkan bahu, “Keurae (2).. Pulanglah. Masalah ini.. Kita bicarakan lagi nan—”

Jinri menggeleng pelan, “Masalah ini.. Jangan dibicarakan lagi. Kalau kau ingin break, ya sudah. Kita jalani saja.” Jinri menghela napas sebelum akhirnya meneruskan kalimatnya, “Berapa lama pun itu.. Aku masih akan tetap mencintaimu. Aku harap kau pun demikian.”

Jinri tersenyum sekilas sebelum meninggalkan cafe. Suara lonceng saat pintu terbuka meyakinkan Chanyeol bahwa Jinri telah keluar dari cafe tersebut –dan juga telah meninggalkan hidupnya. Sesuatu yang berbeda tersirat dari senyum Jinri tadi. Walaupun matanya masih membentuk bulan sabit saat ia tersenyum, tapi bagaimana pun Chanyeol merasa bahwa senyum tadi bukanlah senyum yang biasanya –senyumnya tak sehangat dulu.

Chanyeol kembali memijat dahinya yang kali ini berkedut lebih hebat. Ia merasa ia akan mengalami penuaan dini karena mungkin keningnya akan berkerut setelah ini, “Na jinjja.. Michigetda(3)” Kalimat Jinri kembali terngiang di pikirannya ‘Aku harap kau pun demikian’. Mengapa ia merasa sangat akan kehilangan Jinri ketika ia yang jelas mengakhiri hubungan mereka walau yah.. Sementara.

***

Di sisi lain kota Seoul, Jinri sedang menangis tersedu. Dadanya pun terasa sesak karena ia sudah menahan tangisnya sejak di cafe. Persetan dengan tatapan orang-orang di bis. Yang ia pikirkan hanyalah Chanyeol, Chanyeol dan Chanyeol.

Apa yang akan ia lakukan tanpa Chanyeol? Apa yang akan ia lakukan saat pagi hari, jika men-chat Chanyeol tidak akan lagi ia lakukan? Apa yang akan ia lakukan jika ia bertemu Chanyeol di kampus? Apa yang akan ia katakan jika teman-temannya menanyakan Chanyeol? Apa harus ia mengatakan bahwa Chanyeol telah jenuh dengannya? –Chanyeol bosan dengannya. Kalimat itu membuat kepala Jinri bertambah pening. Sebenarnya apa yang salah dengannya? Ia membosankan? Hal ini jelas membuatnya kecewa karena selama ini ia selalu memberikan yang terbaik untuk hubungan mereka hanya untuk mempertahankan hubungan mereka.

***

Jinri segera menyeka air matanya saat bis berhenti di halte dekat rumahnya. Apa yang harus ia katakan pada eommanya? Ia bahkan masih belum paham mengapa Chanyeol memutuskannya sementara. Dan alasan macam apa itu.. Putus sementara?

“Aku pulang.” Seru Jinri saat memasuki rumahnya. Ia melihat sepasang sepatu sneakers merah yang disandarkan rapih di dekat pintu rumahnya. Satu hal yang ia tahu, sepatu itu bukan milik ayahnya, bukan juga milik Minho, kakak lelakinya karena seingatnya, ukuran sepatu kakaknya lebih besar beberapa nomer dari sepatu itu. Ia segera memicingkan mata, mencari siapa pemilik sepatu itu saat tiba-tiba ibunya menyeretnya ke arah dapur,

Aigoo.. Kau kenapa?” Jelas eomma Jinri sedang menanyakan mata Jinri yang kelewat sembab itu.

Jinri mengerjap lalu menggeleng kemudian, “Ani.. Aku –Chanyeol. Ak—”

“PUTUS?! DAEBAK!”

Jinri tahu mulutnya sedang ternganga lebar sekarang, jadi satu-satunya kata yang bisa dia ucapkan adalah, “Hah?”

Eommanya seakan berubah menjadi seekor kelinci energizer yang melompat-lompat di depannya, “Bagus, karena kau harus lihat siapa yang datang!” Jinri kembali memicing saat eommanya menyeretnya ke ruang tamu. Pupil Jinri membesar seketika saat ia melihat siapa yang sedang duduk di sofa ruang tamu dan tersenyum ke arahnya.

“Jinri!”

“Luhan..”

 


 

Author's Note:

Characters counted: 7669

Words counted: 1269

Ppyong~ ^^

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
historiachoi
#1
Chapter 1: Wahhhh sulhan! Aku suka ini hehehe. Ayo update ffnya ;) penasaran sm kelanjutannya ;)
byzeIo #2
Chapter 1: Omg pairingnya ;____; ahhh suka banget author-nim<33 update soon ya!! Penasaran nanti chanyeol gimana pas ada luhan ㅋㅋㅋ fighting~!!
seiranti
#3
Chapter 1: Iihhhhhhhh.. Channie jahat! 4 taun gituh.. Buang2 wktu aza.. Gw sih uda merit kyny!hahaa.. Gapapa ade sulli channie pergi.. Msh da luhan oppa,arraso!! Ayooo semangat.. Lupakan happy virus, yg sok ga butuh!(mianhe channie^^).. Songsong masa depanmu ama the flower boy lulu!! Yeeyy.. Horre!! Hidup baeklli? LOL^^
ssulshipper #4
Chapter 1: waaah . Aku suka pairingnya :)
trevailles
#5
Chapter 1: aaaahh! yatuhan, ini chanlli sulhan bahasa, bahasa! /spazz/
kecut deh yeol, setega itukah sama jinri? terkesan putus sepihak ya? tapi aku sukaaaaa! entar ujung ujungnya paling yeol ngarepin jinri lagi terus blablablah /gampar aku/
cieeeh, luhan muncul di ending <33 luhan itu siapanya jinri? temen lamakah? UPDATE ASAP! can't waaaaaaaaaaaait!