P.O.V

Berbagai sudut pandang[Edited]

 

Pagi ini cuaca mendung, entah karena matahari masih enggan untuk menampakkan sinarnya atau karena butiran air akan jatuh dari awan abu itu. Cuaca ini akan membuat siapa pun menjadi tak bersemangat untuk melakukan aktivitasnya, sama sepertiku yang beberapa kali terpikir untuk berpura- pura sakit dan tidak sekolah. Tapi, aku teringat ulangan matematika akan dilaksanakan hari ini, mau tak mau aku harus pergi ke sekolah.

Karena jarak rumah dan sekolahku tidak terlalu jauh, aku selalu berjalan kaki menuju sekolah, yaaa hitung-hitung mengemat ongkos. Aku berjalan sembari membayangkan betapa enaknya tidur di kasur tanpa harus memikirkan banyak angka dan rumus-rumus menyebalkan  itu. Aku terlalu sibuk dengan lamunanku, sampai-sampai aku tidak sadar sudah sampai sekolah. Dan sesampainya di kelas ternyata teman-temanku sudah berdatangan.

 

“Kyungsoo, nanti jangan pelit jawaban yaaaaaa,” ujar Lay yang merupakan pernyataan akan adanya kerja sama.

“Ah…ne,”sahutku.

Tak lama bel pun berbunyi. Ulangan pun berlangsung. Beruntung, soal-soal yang ada lumayan aku kuasai, sehingga hanya sedikit kesulitan yang ku hadapi. Saat waktu sudah berjalan sekitar 30menit, aku menatap sekeliling kelas dan melihat satu persatu temanku. Raut wajah mereka sudah mulai berubah.

“Kyung….Kyungsoo….”

Bisikan seseorang membuatku berpaling ke belakang.

 

“Nomor 4 apa? Ppalli…ppalli…”

Aku melihat Lay berbicara padaku.

 

“Mungkin C,” jawabku sembari melihat jawabanku. Tanpa berpikir panjang, Lay pun langsung menyalinnya.

 

 

 

Ulangan berakhir bersamaan dengan bunyinya bel istirahat. Aku berhasil mengerjakan semua soal, tapi entahlah benar atau salah jawabanku.

“Kyungsoo, kajja,” Sehun dan Baekhyun sudah berada di ambang pintu kelasku.

Ini adalah kebiasaan yang selalu mereka lakukan. Aku, Sehun dan Baekhyun memulai persahabatan sejak kami masih SMP hingga kami SMA sekarang ini, mereka selalu mendatangiku setiap istirahat. Kami memang tidak pernah sekelas, oleh karena itu kami selalu berkumpul setiap istirahat. Karena kelas mereka berdekatan sedangkan kelasku terletak di paling ujung, mau tak mau mereka lah yang selalu mendatangiku.

Aku pun bangkit dari kursi tak lupa membawa bekal makananku dan pergi bersama mereka menuju atap sekolah. Kami memang lebih suka menghabiskan makanan kami atau hanya sekedar mengobrol di atap sekolah karena Sehun tidak terlalu suka keramaian.

Saat akan kembali ke kelas, kami berpapasan dengan Xiumin dan Luhan, lalu mereka menghampiri ku.

“Kyungie, kamu bisa bantu aku membuat kado untuk Kai tidak? Jebal….” Pinta Luhan sambil memasang aegyo agar aku mau membantunya.

“Umm….baiklah,”

“Yeeeaaay! Sehun, Baekhyun, Aku pinjam Kyungsoo-nya sebentar ya,” sahut Luhan seraya menarikku menuju kelasnya bersama Xiumin.

Aku pun melihat ke arah  Sehun dan Baekhyun sambil tersenyum kecut, mereka hanya tertawa. Mereka mengetahui bahwa aku memang tidak senang jika ditarik atau diganggu tiba-tiba. Tapi apa boleh buat, aku tak biasa dan selalu merasa tak enak bila mengucapkan kata tidak. Aku tak ingin mengecewakan orang-orang yang sudah memintaku untuk membantu mereka.

 

 

 

 

 “Nah, sudah selesai. Lu, aku kembali ke kelas ya,”

“Ah…Gomawo Kyungsoo. sepulang sekolah nanti, kau ikut ke acara ulang tahun Kai ya, nanti aku ke kelasmu,” kata Luhan dengan nada manja.

 

Aku hanya membalasnya dengan senyuman sambil berjalan menuju kelas. Berharap ucapan Luhan hanya basa-basi dan aku bisa pulang tanpa harus mengikuti acara ulang tahun pacarnya itu.

Ternyata dugaanku salah, Luhan dan Xiumin benar-benar menungguku di depan kelas. Aku hanya bisa mengikuti Luhan dan Xiumin, tidak enak rasanya jika harus menolak ajakan mereka.

 

Saat di acara ulang tahun Kai pun aku hanya bisa duduk dan mengamati sekitar sambil mencoba nyaman suasana ini walaupun aku tak bersemangat. Biarlah, mungkin ini merupakan balasan terima kasih dari Luhan. Setelah acara selesai, Kai mengantarku pulang setelah ia mengantar Xiumin dan Luhan terlebih dahulu.

Hari demi hari berjalan begitu saja. Banyak perubahan yang terjadi. Akhir-akhir ini Sehun dan Baekhyun jarang mendatangi kelas ku. Mungkin mereka sibuk, sama sepertiku dengan tugas-tugas sekolah ini. Tapi perubahan lain yang juga kudapati adalah Luhan  dan Xiumin yang sekarang sering mengajaku untuk makan siang ataupun mengobrol bersama. Aku tak tahu harus bagaimana dengan adanya perubahan ini.

Tiga bulan berlalu perubahan semakin nampak. Aku merasa semakin jauh dari Sehun dan Baekhyun tetapi semakin dekat dengan Xiumin, Luhan dan juga Kai. Aku mencoba menganggapnya masih biasa karena jika aku bertemu Sehun dan Baekhyun kami masih mengobrol seperti biasa.Tetapi yang mulai aku rasakan keanehan adalah Kai, ia semakin sering menghibungi ku, entah itu untuk sekedar menanyakan kabar sampai membicarakan hal aneh sekalipun. Aku mulai merasa nyaman dengan Kai. Namun ia tetap pacar Luhan, aku mengetahui batasan dan mencoba untuk tidak melewati batas. Di sisi lain, aku pun mengerti bahwa Sehun menyukai Kai.

Sepulang sekolah saat aku sedang mengerjakan tugas yang lumayan banyak, tiba-tiba handphone-ku bergetar yang menandakan adanya pesan. Ternyata pesan itu dari Kai.

From: Kim Jongin

Hi kyungsoo, sedang apa?

 

To: Kim Jongin

Oh, hi Kai. Aku sedang mengerjakan tugasT.T

Setelah membalas pesan dari Kai aku iseng membuka twitter, aku membaca timeline dari atas dan terus ke bawah hingga berhenti di tweet milik Sehun.

@OhNoSehun : Dulu bertiga, sekarang hanya kita berdua. Menyedihkan ya  @Byun0605

@Byun0605: @OhNoSehun dulu sih memang bertiga hahaha.  Mungkin dia sudah melupakan kita, biarkan saja. Lagi pula, aku rasa  lebih nyaman berdua.

Air mataku sudah jatuh begitu saja, tak mengerti mengapa mereka bisa berkata seperti itu.

Aku memilih untuk menyimpan handphone-ku dan tidak melanjutkannya. Aku berusaha sebisa mungkin berkonsentrasi dengan tugas ku. Aku berusaha menyimpan dalam-dalam pikiran negatifku akan mereka. Berusaha berkhayal dan berharap bahwa mereka hanya bercanda. Berharap bahwa orang yang mereka maksud bukan lah aku.

Berbagai pikiran positif coba kutimbulkan berharap bisa mengurangi perasaan sesak ini, tapi tetap tak bisa. Semakin aku mencoba, semakin terasa sakit. Entah ingin marah atau pun menangis yang bisa kurasakan hanyalah rasa sesak yang menyelimuti. Aku pun memilih untuk tidur dan berharap mimpi dapat menghilangkan semuanya, sekarang aku berharap agar semua hal buruk ini hanyalan imajinasiku.

 

Matahari bersinar cerah seakan ia sangat ceria menghadapi hari ini. Sangat berlawanan dengan ku yang justru berharap hari ini tak pernah ada. Dengan perasaan tak menentu, pagi ini mataku terbuka dikelilingi lingkaran hitam.

Semalam aku tidak bisa tertidur karena perasaan sesak menyelimuti hingga akhirnya aku hanya dapat menangis dalam gelap dan diam hingga perlahan tertidur, dan ternyata paginya mataku sudah seperti ini. Tapi perasaan ku tetap saja tak kunjung membaik.

Untuk sarapan pun aku tidak berselera, aku memilih untuk langsung menuju sekolah. Selama perjalanan aku mencoba memperbaiki raut wajahku agar tak terlihat begitu suram. Pikiranku tetap tertuju pada perkataan itu.

Rasanya setiap kali mengingat itu, satu persatu duri menancap dari setiap kata yang ada dalam pikiranku. Entah apa yang akan ku lakukan jika bertemu dengan Sehun dan Baekhyun. Entah apa yang akan ku ucapkan pada mereka. Rasanya untuk sekedar tersenyum pada mereka pun sakit.

Sesampainya di sekolah, aku memilih diam dan langsung duduk di kursiku. Pelajaran terus berjalan begitu pula pikiranku yang terus berkelana memikirkan apa maksud mereka. Mengapa mereka melakukannya? Apa salah ku hingga mereka bisa berkata begitu?

Pikiranku pun menuju pada 3 bulan terakhir dimana aku semakin dekat dengan Xiumin, Luhan dan Kai. Sedangkan aku semakin jauh dengan Sehun dan Baekhyun.

Apa mereka merasa aku menjauhi mereka? Tapi, bukankah mereka juga menjauhiku? Apa mereka merasa aku melupakan mereka? Tapi, di sini aku juga merasa dilupakan. Entah apa yang harus kulakukan. Aku tak mau kehilangan mereka. Tapi, apa mereka juga tidak mau kehilangan ku?

Khayalanku terus berjalan hingga bel istirahat menyadarkanku.  Aku memilih untuk tidak keluar kelas. Teman sekelasku berkali-kali bertanya ada apa denganku hari ini. Tapi aku sama sekali tak berniat untuk menjawab dan memilih untuk menggelengkan kepala sambil berusaha tersenyum.

 

Tiba-tiba Luhan memasuki kelasku dan langsung menghampiriku, raut wajahnya terlihat tak bersahabat. Terserahlah, karena perasaanku pun juga tak bersahabat. Namun, entah ada angin apa Luhan tiba-tiba saja membentakku.

“YA! Sebenarnya apa maumu?!”

Aigoo..masalah apalagi ini? Aku berusaha mengatur emosiku agar tidak meneteskan air mata dan berusaha tetap tenang.

“Apa maksudmu lu?” tanyaku setenang mungkin.

“Jangan berlaga seperti malikat! Jangan jadi orang ketiga, bisakan?!”

Aku semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan ini. Orang ketiga? Apa pula maksudnya?

“Aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu Lulu,” Ucapku.

“Aku tahu kau suka dengan Kai! Jangan munafik!” intonasinya semakin meninggi.

Aku terdiam dan menunduk. Luhan masih berdiri. Tanpa terasa pipiku mulai basah, air mataku sudah tak tertahankan. Perasaan ku sudah semakin memuncak.

Cukup. Hentikan, aku mohon.

“Jangan pernah dekati Kai!” ancaman Luhan membuat ku semakin terdiam.

Sekali lagi aku berharap semua hal buruk ini tidak pernah terjadi. Luhan berjalan keluar dari kelasku. Hal itu membuat isakanku semakin menjadi.

 

Beberapa teman sekelasku yang berada di dalam kelas dan melihat kejadian tadi hanya bisa terdiam dan berpura-pura tidak mengetahui apapun. Suho—teman sebangkuku— langsung menghampiriku setelah mendengar kejadian tadi dari Chanyeol.

Ia berusaha menghentikan isakan ku yang malah semakin menjadi. Suho akhirnya mengajakku ke atap sekolah atas agar bisa bercerita sepuasnya. Kami tidak mengikuti pelajaran terakhir, teman-teman sekelasku turut membantu menutupi mengapa aku dan Suho tidak mengikuti pelajaran terakhir, mereka juga bertingkah seolah tidak mengetahui apapun.

Aku bercerita semuanya kepada Suho, mulai dari Sehun dan Baekhyun, Luhan dan Xiumin, hingga Kai. Suho berusaha menenangkan ku. Tangisku mulai berkurang perasaan ku perlahan lega meskipun rasa sesak masih mendominasi.

Bel pulang berbunyi aku dan Suho menuju kelas untuk mengambil tas. Suho memberiku nasihat untuk menyelesaikan masalah saat semuanya sudah mulai reda, agar emosi tidak terlalu meledak nantinya. Aku menuruti nasihatnya dan memilih diam untuk hari ini.

Saat sampai di depan kelas, Kai sudah menungguku. Sepertinya dia mengetahui apa yang Luhan lakukan hari ini, ia terlihat menghampiriku dan berniat untuk menjelaskan semuanya. Tapi aku sama sekali tak tertarik untu mendengarkannya aku memilih langsung keluar kelas dan menganggapnya seolah tak ada.

Saat akan menuju gerbang sekolah, aku bertemu Sehun dan Baekhyun. Aku memberanikan diri untuk mengajak mereka mengobrol atau sekedar berbasa-basi.

“Hai Sehun, Baekhyun.” Sapaku ceria.

“Um…akhir-akhir ini kita jarang ketemu ya, kalian kemana saja?  Banyak yang ingin aku ceritakan,” lanjutku.

“Mwo? Aku tidak salah dengarkan? Mau cerita dengan kami? Bukannya sekarang kau lebih suka bersama Luhan?” ucapan Sehun langsung membuatku kembali bergetar dan ingin mengeluarkan air mata.

“Eh? Kata siapa? Enggak kok,” ucapku sambil menahan tangis.

“Luhan sendiri yang bilang.  Ya sudah kita duluan ya,” Baekhyun mengakhiri pembicaraan dan pergi bersama Sehun, meninggalkanku sendiri dengan berjuta tusukan duri dari perkataan mereka.

Kejadian hari itu membuat aku mulai mengerti bahwa tidak semua yang kamu lakukan dapat diterima oleh mereka. Tidak semua yang kamu inginkan akan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Tidak semua yang kamu harapkan akan sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

Tapi apa mereka bisa mengerti apa alasanku dalam melakukan semua itu? Apa aku harus selalu melakukan apa yang mereka inginkan? Tapi, apakah mereka bisa melakukan apa yang aku inginkan?

Mengapa mereka bisa dengan mudah menyakiti hati orang lain? Mengapa mereka bertingkah seperti hanya mereka yang tersakiti di sini?

Sudut pandang setiap orang memang berbeda. Sudut pandangku dan mereka tidak bisa serupa. Tapi mengapa mereka melakukannya seolah hanya mereka yang menderita di sini? Mengapa mereka dapat dengan mudah mengucapkan kata-kata yang menyayat hati tanpa berpikir sesakit hati apa orang yang mendengarnya?

Entahlah. Aku memilih diam dan mencoba memahaminya, belajar dari sudut pandang mereka dan mencoba mengerti di mana letak kesalahanku. Mungkin semua memang salah ku. Aku yang membuat masalah ini tercipta.

Aku yang membuat mereka melakukan itu. Tapi entah dengan apa agar aku dapat mengembalikan semua kembali. Meski aku mulai mengerti alasan mereka, tapi tetap perasaan sesak itu masih tersisa. Rasa sesak ini belum sepenuhnya lenyap.

Disetiap kali aku bertemu Sehun dan Baekhyun rasa sakit ini seolah tumbuh kembali. Membuat aku memilih menciptakan jarak yang lebih jauh antara aku dan mereka agar rasa sakit ini dapat berkurang.

Aku memilih diam setiap kali melihat mereka bersama. Mencoba tersenyum setiap kali kami harus perpapasan. Mencoba menyapa setiap kali kami tanpa sengaja bertemu.

Berbeda dengan Luhan, ia nampaknya tak bisa sepertiku, ia masih menyimpan dendam terhadapku. Terpancar setiap kali ia menatapku, tatapan merendahkan yang ia perlihatkan membuatku hanya bisa terdiam.

Ditambah lagi oleh sikap Kai yang selalu menunggu ku di depan kelas. Kai juga selalu berusaha menghubungiku walaupun aku selalu mengabaikannya. Kai masih mencoba menjelaskan semuanya. Namun, aku sudah tak ingin mendengar apapun darinya.

Memang,  aku dengar Luhan dan Kai sudah tidak bersama lagi. Tapi terserah lah, aku tak mau memikirkannya. Aku memilih diam hingga waktunya tiba. Hari dimana aku bisa berbicara dan menjelaskan semuanya yang bersumber dari sudut pandangku. Maka untuk sementara ini aku memilih memahami sudut pandang mereka dan mencoba menyambungkan semuanya.

Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu, hari-hariku sudah mulai kembali seperti biasa meski sekarang aku lebih jarang keluar kelas. Namun aku nyaman dengan hal itu, tindakan ini membuat kemungkinan bertemu Sehun, Baekhyun, Luhan, Xiumin dan Kai semakin kecil. Walau terkadang Kai masih suka mendatangiku.

Meskipun perasaanku sudah mulai normal kembali. Namun tetap saja ada yang mengganjal setiap kali bertemu mereka. Aku masih belum merasa lega karena belum menjelaskan semuanya, sekali lagi aku hanya bisa diam dan menunggu hingga waktunya tiba.

Pelajaran hari ini telah usai. Aku membereskan barang-barangku dan langsung keluar kelas. Lagi, Kai menungguku. Aku heran dengannya yang tak ada lelah-lelahnya walau sudah berkali-kali ku acuhkan. Aku memilih berjalan melewatinya. Namun kali ini ia berhasil menangkap tangan ku dan menarikku.

“Untuk kali ini Kyungsoo, biarkan aku menjelaskan semuanya,” pintanya seraya menarikku.

“Tanpa penjelasanmu pun aku sudah bisa menyimpulkan, sudahlah lepaskan,” kataku sambil erusaha melepaskan genggamannya.Namun bukannya melepau ia malah menarikku ke atap sekolah. Baiklah. Dengarkan saja, Kyungsoo.

“Apa yang ingin kau jelaskan? Aku tidak punya banyak waktu.”

“Baiklah, tidak akan lama, 20 menit,” pintanya.

“Sepuluh menit,” kataku sambil melihat jam.

“Lima belas menit,” ia kembali meminta.

“Sepuluh atau lima menit?” balasku tak mau kalah.

“Baiklah, sepuluh menit. Tapi, kau harus mendengarkan semuanya.”

“Sembilan menit lima puluh detik,” sambungku menanggapi ucapannya.

“Aku mau menjelaskan semuanya, antara aku dan Luhan. Aku dan Luhan sudah tidak punya hubungan apa-apa, sebenarnya memang sejak awal aku tidak memiliki perasaan kepadanya.”

“Kai, aku di sini bukan untuk mendengarkan cerita antara kau dan Luhan. Ini hanya membuang waktuku saja,” ucapku seraya bersiap untuk pergi.

“Dengar dulu, aku sama sekali tidak punya perasaan dengan Luhan. Perasaanku hanya untukmu, Soo,” ucapan Kai ini membuatku terdiam.

“Mwo? Jangan bercanda Kai, ini sama sekali tidak lucu,” ucapku yang masih tidak percaya dengan perkataannya.

“Ani, aku serius. Aku menyukaimu Do Kyungsoo. Aku menyukaimu sejak awal aku melihat mu. Bahkan, sebelum aku berpacaran dengan Luhan. Dan kita bertemu lagi saat ulang tahunku. Ternyata Luhan adalah temanmu, sejak saat itu aku semakin suka denganmu, dari situlah aku mulai menghubungimu. Aku mulai mendekatimu. Entah bagaimana Luhan bisa tau semuanya. Kami sempat bertengkar hebat sebelum akhirnya kami putus. Aku juga tahu kalau Luhan mengatakan hal yang tidak-tidak tenangmu ke Sehun dan Baekhyun, itulah sebabnya kenapa masalah ini bisa terjadi. Mianhae Soo, aku yang sudah melibatkanmu ke dalam masalah ini. Aku sudah menyebabkanmu menjadi pihak terdakwa. Tapi aku tidak bisa menjauh darimu meskipun Luhan sudah berkali-kali mengancam. Aku tak bisa menahan rasa ini. Kyungsoo, maafkan aku,” jelasnya panjang lebar

Pernyataan ini adalah sesuatu yang belum pernah kubayangkan. Perlahan aku mulai menyambungkan semuanya. Jadi ini semua hanyalah kesalah pahaman antara aku, Sehun, Baekhyun dan Luhan. Luhan lah yang membuatku jauh dengan Sehun dan Baekhyun. Ia lah yang membuat mereka menganggap aku menjauhi mereka.

Luhan juga melakukan semua itu karena ia marah pada ku. Ia  marah karena Kai menyukaiku—ku pikir begitu, berdasarkan pernyataan Kai tadi. Maka semua mulai terlihat jelas, di mana letak kesalahanku. Aku mulai mengetahuinya. Baiklah aku akan menjelaskan semuanya nanti. Agar kesalah pahaman ini dapat lenyap dan semua bisa kembali seperti semula.

Aku pun bangkit dan melangkah pergi meninggalkan Kai. Sudah cukup aku mendengar penjelasannya.

Sebulan telah berlalu sejak Kai menjelaskan semuanya. Saat ini aku berpikir bahwa inilah saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada Sehun dan Baekhyun.

Suho bersedia membantuku, ia yang mengundang Sehun dan Baekhyun untuk menemuiku. Dan menurut Suho mereka bersedia. Jam istirahat terakhir ini lah yang ku tunggu. Karena saat inilah waktuku untuk menjelaskan semuanya pada mereka. Aku pun menunggu kedatangan mereka di atap sekolah dengan harap-harap cemas membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku mulai menyiapkan diriku dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Mereka terlihat sedang tertawa bersama yang membuat aku semakin sesak.

“Baiklah Kyungsoo, kamu bisa melalui semuanya. Hadapilah Kyung,” ucapku dalam hati menyemangati diri sendiri.

Mereka berdiri di depanku. Aku menatap mereka dalam-dalam, berharap mungkin masih ada tempat untuku dan semua dapat kembali seperti dulu.

“Hai Sehun, Baekhyun. Aku mau menjelaskan semuanya,” ucapku memulai penjelasan ini. Mereka hanya terdiam sambil menatapku.

 

“Aku merasa kalian menjauhiku,” aku berhenti sejenak.

“Awalnya aku tidak mengerti kenapa kalian begitu. Jujur, aku merasa sakit saat aku baca tweet kalian. Kalian seolah menganggapku tak pernah ada. Aku dan Luhan hanya dekat biasa, tak sedekat aku dan kalian. Aku juga tak pernah cerita macam-macam tentanng kalian ke Luhan. Luhan bicara seperti itu karena ingin menjauhkan kita. Luhan marah kepadaku karena ternyata Kai menyukaiku. Aku tak pernah menjauhi kalian, justru aku merasa kalian yang menjauhiku….” ucapan ku terhenti karena sesak menahan tangis. Air mata ku perlahan menetes satu persatu. Aku menghela nafas berat mencoba menjelaskan semuanya pada mereka.

“Aku tidak pernah mau kehilangan kalian. Aku tak akan rela kehilangan kalian. Sudah 3 tahun lebih kita bersama. Sudah banyak cerita yang aku buat bersama kalian, apa masih mungkin untuk kita seperti dulu lagi? Maafkan aku……………..” ucapku tak yakin sambil melihat ekspresi mereka.

Hening. Tanpa suara untuk beberapa saat hingga akhirnya Sehun mulai berbicara.

Sehun menatapku nanar, tatapan matanya tak bisa ku baca. Entah apa yang akan dia ucapkan. Aku sudah menyiapkan diri untuk semua kemungkinan yang akan terjadi.

“Sudah selesai bicaranya? Sudah minta maafnya? Hanya itu yang ingin kau katakan?” ujar Sehun dengan wajah datar. Kata-kata Sehun membuat pipiku makin basah.

“Hunnie……” ucapku di sela-sela tangis.

“Aku memaafkanmu kok,” Baekhyun mulai berbicara. Ucapannya membuatku sedikit optimis.

“Kami memaafkanmu, aku senang akhirnya kamu bisa sadar. Tapi kenapa lama sekali ya? Hehehe,“ Baekhyun berkata dengan nada sedikit mengejek sambil berusaha tertawa.

“Apa kau menyukai Kai?” Tanya Sehun tiba-tiba.

 Aku hanya bisa terdiam dan tak tahu harus menjawab apa.

“Jawab Kyungsoo. Apa kau menyukai Kai?” Sehun kembali menegaskan agar aku segera menjawab. Namun sekali lagi, aku hanya bisa terdiam.

“Aku anggap kamu jawab iya, karena kamu sama sekali tidak mau jawab. Diam berarti iya,”

“Sehun…..” bisikku sambil menunduk

“Mian…….” sambungku kembali

“Apa kau tidak mendengar perkataan Baekhhyun? Kami udah memaafkanmu, tapi…..Aku pribadi belum bisa sepenuhnya memaafkanmu karena kau menyukai Kai. Kau tahu aku menyukai Kai bukan? Berkali-kali aku bercerita kepadamu terntang Kai, Kyung. Apa kau lupa? Separah itukah? Sebegitu lupa kah kau dengan kami? Memang benar apa kata Luhan, kamu itu tak bisa dipercaya,”

Sekali lagi aku tak mampu mengeluarkan suara. Aku hanya bisa terdiam dam menangis. Mereka pergi meninggalkanku bersama dengan tangisku yang semakin menjadi.

Entahlah. Padahal aku sudah mempersiapkan diri untuk semua kemungkinan ini. Tapi mengapa masih terasa sakit? bahkan amat-sangat sakit saat mereka pergi meninggalkanku sendiri. Untuk kesekian kalinya aku kembali berharap bahwa hal buruk ini tak pernah terjadi.

Kai perlahan datang menghampiriku. Entah dari mana asalnya tapi kurasa ia mendengar dan melihat semua kejadian tadi. Ia duduk di sampingku, mendengarkan tangisku dalam diam.

Isakanku sudah mulai terhenti. Kai masih berada di sampingku.

“Mian kyung,” ucapnya. Namun aku masih terdiam.

“Maaf udah membuatmu menangis karena kesalahanku,” ucapnya lagi.

“Sudahlah, lupakan aja. Gwenchana.”

 

“Aku antar pulang ya?” tawar Kai kepadaku.

“Tidak usah, Gomawo,” ucapku sambil melangkah pergi

“Kyungsoo, Saranghae,” bisik Kai saat aku melangkah pergi. Entah mengapa aku tersenyum. Rasa sakit mulai berkurang. Entah karena perkataan Kai tadi ataupun hal lain. Tapi lupakanlah. Rasa itu tak seharusnya kurasakan.

 

 

 

 

Sore ini langit terasa hampa. Tak ada awan ataupun burung yang terbang. Aku berjalan menyusuri jalan menuju rumahku. Hari ini perasaanku benar-benar tak menentu. Rasa sesak bersama rasa kecewa mendominasi perasaanku. Namun aku juga merasakan sedikit rasa senang karena mendengar perkataan Kai tadi.

 

Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamarku dan menghempaskan tubuhku di kasur. Entah apa yang akan ku lakukan hari ini. Rasanya untuk bangun saja aku benar-benar malas. Tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Telfon dari Kai ternyata. Aku putuskan untuk mengangkatnya meski tak tahu akan bicara apa.

“Yeoboseyo?”

“Kyungie? Gwenchanayo?” Kai balik bertanya.

“Ah…ne, gwenchana. Ada apa?”

“Sudah sampai rumah?”

“Sudah kok.”

“Oh, baiklah.”

“Oke.” jawabku seraya hendak mengakhiri telfon.

“Eh…Soo….” sela Kai

“Ne?” tanyaku lagi.

“Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku menyukaimu, tidak, maksudku mencintaimu Soo hehe. Baiklah, matikan saja telfonnya. Aku sudah selesai.” Kai pun mengakhiri panggilannya.

Aku hanya bisa terdiam sambil menggenggam handphone-ku. Perasaan senang ini datang lagi. Rasanya seperti ada kupu-kupu beterbangan yang melawan rasa sakit yang ku rasakan sebelumnya.

Hari demi hari terus berlalu. Hari- hari sulit itu telah aku lewati. Semua mulai berjalan normal kembali besama dengan kepentingannya masing-masing. Sehun dan Baekhyun selalu bersama, mereka mulai bisa menerimaku kembali. Meskipun tidak seperti dulu, namun kami masih suka mengobrol bersama.

Luhan sudah menemukan pengganti Kai dan tidak lagi menggangguku. Sedangkan Kai, ia masih suka menungguku. Entah kapan lelahnya namja itu mengejarku. Aku masih menganggapnya sebagai teman. Namun untuk kedepannya aku membiarkan semuanya berjalan dengan sendirinya. Kai pun tak masalah dengan hal itu.

Sekarang aku mulai bisa mengerti dan memahami semuanya. Mengapa alasan yang kamu lakukan terkadang tidak diterima oleh mereka. Mengapa apa yang kamu harapkan terkadang tidak sesuai dengan mereka. Karena di sini ada berbagai sudut pandang. Bukan hanya kamu yang dapat merasa tersakiti. Bukan hanya kamu yang dapat merasa kecewa. Tapi akan ada orang lain yang akan merasakan hal yang sama dari sudut pandang yang berbeda. Maka cobalah memahami dan mengerti sebelum kamu mulai menyalahkan orang lain.

END

 

 

 

 

a/n :

Huaaaaaaaaaaa ceritanya saya jadiin OneShoot._.

Setelah dibaca ulang ternyata banyak banget typo dan kalimat yang ga efektif._.

well, sebenarnya ini kisah nyata sahabat saya._. Suho di sini tuh sebenernya saya sendiri._. Cerita ini saya buat sedikit lebih ringan karena cerita aslinya lebih nyesek dan lebih complicated dari ini._.

 

 Don’t be silent readers phwleeeesssshhh

*pyooong~*

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
indahdo
#1
Chapter 1: nice ff,
memang kalo yang dari kisah nyata itu lebih dapet feelnya, lebih nyesek jadinya...
bisa ngebayangin gimana jadi soo baby :3
XiaoHen #2
Chapter 4: woaah goood bgt nih