Reliable Jinki

Hello Heartthrob
Please Subscribe to read the full chapter

Mentari telah menyingsing tinggi namun Minho masih bergumul dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Merasakan terik yang menyusup dari sela tirai, ia mencoba bangkit namun pening rupanya masih menghantamnya. Kembali merebahkan tubuhnya, ia hanya berguling lalu mengamati kamar bernuansa hitam dan putih yang ia ingat milik Jinki. 

"Hah~"

Lagi-lagi ia berguling dari satu sisi kasur ke sisi lainnya, merasakan hangatnya dipeluk selimut hingga seuntai rambut yang entah bagaimana masuk ke mulutnya membuat Minho tersedak. Segera ia merogoh mulutnya, mengeluarkan rambut itu dan ketika ia menariknya, sontak ia bangkit dari tidurnya. Ini... rambut perempuan.

"Hyung!"

"Ada apa?" tanya Jinki yang melongokkan kepalanya dari sela pintu. Minho menatapnya tajam lalu menunjukkan rambut di tangannya.

"Kau membawa gadis ke kamarmu? Yaish! Kamar ini kotor!" 

"Jangan sok baik, Minho-ya." Jinki tertawa. "Lagipula itu rambut umma, kau tidak ingat dua hari lalu umma menginap di apartment ku?" 

"Tetap saja. Ini tidak etis." gerutu Minho sedang Jinki hanya tertawa lalu berjalan keluar.
Minho mengekor di belakangnya, mengurut kepalanya yang masih terasa pening lalu duduk di meja makan kecil milik Jinki. Pria yang lebih tua itu tampak luwes berkutat di dapurnya. 

"Bujangan harus terbiasa memasak sendiri." aku Jinki tiba-tiba. Minho berdecak. 

"Kau bisa memesan makanan, hyung." 

"Itu pemborosan. Aku bukan dirimu yang hidup tanpa rencana." 

"Sesekali kau juga harus bersenang-senang." Jinki hanya tersenyum mendengarnya, mengaduk panci kecilnya untuk terakhir kali lalu menyajikan sup yang masih mengepul ke hadapan adiknya. Sup rumput laut.

"Selamat ulangtahun, bodoh." Jinki tersenyum. 9 Desember. Ulangtahun Minho.

"Hyung..." 

"Aku membelinya di supermarket, tidak perlu terharu." tukas Jinki lalu tersenyum, Minho memukul lengan pria di hadapannya. 

"Tetap saja, gomawo." ucap Minho lalu mulai menyeruput kuah supnya. Pagi pertama di tahunnya yang ke 24, dan pagi ini hanya Jinki yang bersamanya. Hari ulangtahun Minho biasanya selalu luar biasa, ia selalu merayakannya tapi tahun ini berbeda, sepertinya ia hanya akan mengintrospeksi diri, menyusun rencana jangka panjang dan bekerja keras. 

"Kau sudah bukan bayi lagi, Minho-ya." ucap Jinki yang duduk di hadapan, ia menyeruput kopi paginya. 

"Ya, aku harus menelpon umma dan appa untuk berterimakasih." 

"Itu harus." Jinki mengangguk, masih dengan cangkir kopi di tangan kirinya, ia mulai menggeser layar tablet di meja makannya—membaca koran digital pagi ini.

Minho diam, seperti melihat pantulan dirinya sendiri ia tersadar, ia dan Jinki memiliki warna dan potongan rambut yang sama. Jinki juga jauh lebih atletis dibanding beberapa tahun lalu, ia tampak seperti lelaki matang sedang Minho merasa masih sama—hanya bocah nakal. Ia kemudian ingat bagaimana semalam ia datang ke apartment Jinki dengan kacau, dan untuk pertama kalinya ia menyadari bahwa Jinki adalah pendengar yang sangat baik. Walau lelah ia mendengarkan cerita Minho hingga larut, biarpun Minho tak mengingat apapun setelahnya. 

"Apa aku memuntahi sepatumu lagi, hyung?" tanya Minho lalu menandaskan kuah supnya.

"Bahkan lebih menjijikkan. Kau muntah di karpetku." papar Jinki tanpa berpaling dari tabletnya. Minho tertawa kecil lalu kembali menunduk menatap mangkuk kosongnya. 

"Apa yang semalam ku katakan, hyung?" tanyanya. 

Jinki diam, ia menatap adiknya sebelum akhirnya meletakkan tabletnya. "Kau bilang semua sudah berakhir." jawab Jinki. Lidah Minho seakan kelu mengingatnya.

Ia ingat semalam akhirnya ia bertemu Aecha di resepsi pernikahan kolega mereka. Seminggu berlalu dan gadis itu tampak baik-baik saja. Minho terus mempersempit jarak diantara keduanya, mencoba mendekat tapi gadis itu terus menghindar. Banyak rekan yang menanyakan apa yang terjadi diantara ia dan Aecha, tapi Minho hanya tertawa lalu mengatakan bahwa gadis itu tengah PMS. Bohong.

"Aku pasti sudah gila, hyung. Aku pasti sudah tidak waras." ungkap Minho mengacak rambutnya. Jinki memilih untuk diam, mendengarkan keluhan adiknya, lagi. 

~

"Jadi sekarang Minho di

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet