I Hope He Do What I Should Have Done
When I Was Your Man [Oneshot - Songfic]Rekomendasi: baca sambil dengerin lagunya Bruno Mars - When I Was Your man
Selamat membaca ^^ maaf kalau jelek xDDD
dan maaf juga telatnya.
~-~
1555 word.
~-~
Kalian tahu kan kalau penyesalan selalu datang di akhir? Obviously.
Kalian tahu kan sakitnya ditinggalkan orang yang sangat kita cintai? Sakit sekali bukan? Like a knife prick your heart.
Apalagi kalau alasan orang itu meninggalkanmu adalah karena kebodohan kita sendiri? Berkali lipat kan sakitnya? Like bilion arrowhead stab right at your heart.
~-~
“Same bed but it feels just a little bit bigger now
Our song on the radio but it don’t sound the same
When our friends talk about you, all it does is just tear me down
Cause my heart breaks a little when I hear your name”
Hanya satu yang aku pikirkan saat ini. Dia. Aku terus memikirkannya. Hidupku berantakan semenjak dia pergi empat belas hari yang lalu. Aku tidur, tapi setiap sejam aku pasti terbangun dari mimpi burukku. Meneriakkan namanya. Mencari-carinya di seluruh sudut rumah kami. Tapi, selalu saja hasilnya nihil. Aku makan, tapi setiap suap aku pasti melamunkan tentangnya. Kenangan-kenangan kami. Aku tidak pernah tidak mandi, bahkan nyaris semua waktuku kuhabiskan di kamar mandi. Kau pasti bertanya kenapa? Ch, aku menangis. Menangis dibawah guyuran shower, hanya dalam momen ini aku bisa menangis, mengeluarkan semua amarah, penyesalan, dan kekesalanku. Kepada siapa? Dia? Bukan. Aku marah pada diriku sendiri. Karena kebodohanku dia pergi. Aku menyesal karena tiada alasan ataupun hak untukku menolak keputusannya untuk meninggalkanku. Aku kesal pada semuanya. Tapi, sungguh menyebalkan. Semuanya itu, tak berpihak padaku. Kembali pada diriku sendiri. Aku yang salah. Aku tak bisa menyalahkan apapun. Aku yang salah. Sungguh aku ingin sekali mengakui bahwa aku memang salah memperlakukannya seperti itu. Dulu, When I was his man.
~-~
“.......tidak masuk?” Suara dari ujung telepon itu menambah kepanikan namja sipit yang duduk di meja makan itu. Dia menoleh ke arah kamar mandi dengan gelisah.
“Hyung, tolong beri dia cuti satu bulan saja. Depresinya sangat berat.” Namja tersebut memohon dengan lirih berharap orang yang sedang berbicara dengannya saat ini mengabulkan permohonannya untuk mengizinkan hyungnya cuti selama sebulan.
“WHATTT? DIA ITU PENYANYI TERBAIKKU. BANYAK PELANGGAN - PELANGGANKU YANG MENCARINYA. AKU BILANG KEPADA MEREKA KALAU DIA SAKIT. TAPI AKU TIDAK BISA MEMAKAI ALASAN ITU SETERUSNYA.” Namja sipit tadi harus menjauhkan pesawat telepon yang ada di tangannya jauh dari kupingnya dan menoleh ke arah kamar mandi lagi.
“Sssstt.. hyung. Tolong hanya sekali ini saja. Setidaknya biarkan dia sehat dulu hyung. Aku akan menelponmu nanti hyung.”
“Yah ka-“ terpotong sudah kalimat orang di seberang telepon sana karena ulah namja sipit itu.
~-~
“Dok... gimana keadaan hyung saya, Dok?” Namja sipit itu bertanya kepada seorang bapak-bapak berjubah putih seperti dokter.
“Kondisi mentalnya sangat lemah. Dia akan lebih sering mimpi buruk dan terbangun dari tidurnya bukan pada waktunya. Untuk kesehatannya, tolong dijaga makannya saja. Dan ini obat-obatnya. Terus jaga dia, saya takut kalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi.” Dokter itu tersenyum ramah dan menyerahkan resep obat untuk orang yang tengah berbaring di kasur bersprei merah itu.
“Terima kasih, Dok.”
“Sama-sama. Semoga hyungmu cepat sembuh ne..”
Namja sipit itu mengantarkan Dokter ramah tersebut keluar rumah meninggalkan hyungnya sebentar di kamar.
~-~
“My pride, my ego, my need and my selfish ways
Caused a good strong boy like you to walk away my life
Now I never, never get to clean up the mess I made
And it haunts me everytime I close my eyes”
“Khun, apa kau mencintaiku?”
“Of course. Kau mencintaiku juga kan?”
Terlihat namja yang lebih pendek menangguk dengan seulas senyuman yang ia tunjukkan kepada namja didepannya yang sedang memeluk pinggangnya.
“Aku juga mencintaimu.”
Namja yang lebih tinggi itu tersenyum penuh arti dan mendorong wajahnya maju entah untuk melakukan apa. Namun, saat hidung mereka hampir bersentuhan namja chubby yang lebih kecil itu mengalihkan kepalanya. Senyuman Khun memudar.
“A-aku mencintaimu. T-tapi, tidak untuk sekarang dan n-nanti.” Namja yang lebih kecil itu melepaskan dirinya pergi dari pelukan Khun.
Nichkhun terlalu terkejut. Dia ingin mengejar namja itu, tapi tubuhnya membangkang, tak mau bergerak. Bibirnya terbuka seperti ingin mengutarakan sesuatu. Tapi tidak. Dia jatuh pada lututnya. Air mata mulai mengalir deras menyadari apa yang baru saja terjadi.
“T-t-tidak. T-tidak. W-wouyoung tidak m-mungkin meninggalkanku” nafasnya tersengal-sengal menyebabkan kalimat yang diucapkannya terdengar tidak jelas.
“T-tidak mungkin... “ Nichkhun terus menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangisnya semakin menjadi. Tidak ada yang mendengarnya.
~-~
“woo-wooyoung NOOOOOOOO.”
Junho yang dari tadi setia menunggu hyungnya di kursi sebelah tempat tidur terperanjat karena teriakan hyungnya. Dia panik melihat hyungnya yang berteriak histeris dengan menyebut nama itu. Lagi.
“Hyung... tenang hyung tenang” Junho meraih air putih di meja nakas yang sudah ia persiapkan tadi. Menegukkan air itu kepada hyungnya untuk sedikit menenangkannya.
“J-junho W-w-wooyo-”
“Sssttt... sekarang kau harus makan. Kata dokter kalau kau ingin segera bertemu Wooyoung hyung kau harus jaga kesehatanmu baru kau boleh menemui Wooyoung Hyung oke?” Junho merawat hyung satu-satunya dengan sabar. Meskipun Junho harus bolak-balik dari apartmentnya ke rumah Khun, Junho ikhlas.... demi hyungnya.
~-~
Nichkhun pov
Hampir seminggu aku dirawat Junho, dongsaengku tersayang. Dan tiga minggu sudah aku tak bertemu dengan cintaku. Keadaanku juga hampir kembali sehat. Tapi, mimpi itu masih tetap saja datang. Rasa bersalahku begitu besar padanya. Mungkin Tuhan membalas semua dosaku pada
Comments