-02-

Leo, Don't Eat That!

Selang sejam kemudian, Ken menghampiri van mereka yang terparkir di depan kafe. Mengintip dari kaca, ia melihat Leo duduk di bangku tengah. Posisi patennya, merapat ke jendela sebelah kiri di belakang kursi kemudi. Sejak tadi mengasingkan diri sambil menyumpal telinga dengan earphone. Mata menutup, meresapi alunan melodi.

Dua ketukan kecil di jendela memberitahukan kedatangannya. Sesaat setelah Leo menyadari—indikasi keberadaan earphone di telinga hanya sebatas kamuflase—dan membolehkannya masuk, Ken membuka pintu dan menyungging senyum ‘hai’. “Bagianmu,” katanya, menyingkap lembaran tisu yang menutupi piring kecil yang dibawa. Garpu plastik turut disertakan.

Cake pisang karya mereka. Tampilan boleh kurang meyakinkan dengan retak di permukaan, tapi cita rasanya dijamin nyaris menyamai buatan pro. Sesuatu yang dikerjakan penuh dedikasi memang menjamin hasil memuaskan. Usai diabadikan jepretan foto dan diunggah via SNS milik Rovix dan milik N pribadi—Leo terima mention-nya—bukti bagi Starlight sekalian, semua menyerbu bak orang kelaparan.

“N hyung memintaku membawakannya untukmu.”

Ken memperjelas kepada siapa ucapan terima kasih selayaknya dialamatkan. Leader berdedikasi itu dalam diam meneruskan pembuatan cake, sebelum akhirnya menerima tawaran bantuan dari Ravi dan Ken. Duo maknae sukses mengembalikan arwah N-jumma lewat kejahilan mereka. Bukti akurat bila kemarahan N berangsur lenyap. Pengambilan gambar tidak diteruskan. Agenda VIXX TV kemungkinan dirubah dan biar tim kreatif yang memikirkan opsi lain. Begitu cake matang dan diabadikan, N langsung teringat akan Leo di tempat pertama dan memotongkan bagian untuknya. Sungguh menyentuh.

Leo terkesan keberatan menyambut, pikirnya ia tak berhak menikmati secuil kue pun sebab tiada kontribusinya dalam proses. Terutama lagi, ialah mengacaukan mood semua orang. “Gomawo,” katanya pelan, menyambut pemberian—yang sedikit ditambahkan paksaan. Selanjutnya Leo tertegun. Terenyuh, sadar keberadaannya masih dipikirkan.  

Leo menaruh piring di pangkuan. Segan. Menatap potongan cokelat itu, ia diserang rasa bersalah mengingat ucapannya. Sangat. Terakhir N terlihat terpukul sewaktu bercerita tentang kedatangan anti yang ‘mengancamnya’ di fansi. Padanya N mempercayakan cerita pahit itu dan sekarang, justru dirinya yang merekonstruksi kejadian itu. Sama artinya ia telah melukai kepercayaan N. Ngeri membayangkan betapa terlukanya sahabatnya itu. Dalam hati Leo mengecam sikap kekanakannya. Me-recap ucapannya sendiri, begitulah adanya N/Cha Hakyeon/Chayeoji/N-jumma, maka dari itu terima ia apa adanya. Plus minusnya. Sangat egois ketika ia minta dimaklumi namun dirinya enggan mempraktekkan sikap serupa.

“Jaehwan-ah, sepayah itukah aku? Katakan yang sebenarnya,” Leo serius menyoal permasalahan kalau bisa memecahkannya. Poin-poin minus yang dijabarkan N, hampir keseluruhannya membuahkan poin 100. Sebagai jaminan kejujuran Ken, Leo janji untuk tak akan mempermasalahkan kebenaran yang mungkin menyakitkan.

Ken naik ke van dan menutup pintu, memberi privasi bagi percakapan mereka. Hening menjeda sebagai tanda ia sedang memikirkan jawaban beserta tindak lanjutnya kalau-kalau Leo melanggar janji. Bukan sekali dua kali ‘hidup’ Ken berada di ujung tanduk manakala usil mempermainkan Leo di depan kamera. Menatap langit-langit mobil, Ken mereka jawabannya. “Kau...” katanya memulai dengan nada ragu-ragu namun yang selanjutnya ganti penuh kepercayaan diri, “memang keterlaluan. Kalau pun kau harus membela diri, cari cara lain selain mengembalikan mimpi buruk itu dan meneriakkannya di depan Ravi, Kong-ie dan Hyuk-ie. Kau berhutang maaf ganda pada N hyung.”

Tak berlama-lama, Ken menyambung lagi. Indikasi bila observasi dilakukannya sejak lama. “Kau minta aku berkata jujur maka akan kupenuhi. Faktanya dirimu memang tertinggal jauh di belakang jika debut kita umpamakan titik start dan perjalanan waktu adalah perlombaan lari. Kau enggan merespon secara spontan, kau kebanyakan diam baik di radio di TV, dan hampir non-eksis di VIXX TV, MTV Diary, dan BTS. Episode denganmu yang muncul menunjukkan wajah atau bersuara terhitung jari. Kecuali di atas panggung dan program Dream Team, kau terkesan seperti seseorang yang menyesali keputusan terjun ke dunia tarik suara.”

Leo terdiam bukan hanya karena dirinya mengemban predikat si salah yang membuatnya tidak berkutik, tetapi juga karena ia merasa seperti baru saja diomeli nuna-nya padahal jelas siapa lebih tua di sini. Di balik sikap playfulnya, Ken menyimpan keseriusan yang diaplikasikan tepat pada momennya. Menjamin jika ia tidak kalah mumpuni untuk memimpin andai suatu saat N atau Leo berhalangan hadir.

Lain Leo lain Ken. Tertangkapnya kesenduan di wajah lawan bicaranya, buru-buru Ken meralat ucapan, mengutarakan permintaan maaf kalau-kalau pemilihan katanya mengiris hati. Well, adakalanya sakit mengetahui kebenaran lebih baik dibanding sebaliknya.

Ani. Aku memang payah mengekspresikan perasaan, sulit menumbuhkan sikap inisiatif...” kata Leo memaklumi. “Inilah ketakutan terbesarku. Dunia yang kumasuki bukan sekedar menggugah orang-orang dengan suaraku tapi mencakup pendekatan dari berbagai sisi. Bukannya aku malas atau enggan melakoni pernak-pernik dunia hiburan. Aku takut mengecewakan...”

Leo takut kekurangannya menciptakan streotipe tersendiri bagi imej VIXX di mata publik. Ia akan membuat suasana awkward as hell. Kalau ada pribadi kocak, talkatif, dan menghibur macam N – Ken – Ravi, mengapa butuh Leo ‘si boring’ yang maju. Akhirnya kan mudah ditebak. Boleh dibuktikan nantinya sebaik apa cut editor menyisakan adegan bersamanya. Dream Team satu pengecualian sebab ia sangat percaya diri mampu menaklukkannya. Olahraga adalah lahannya. Beda di reality/variety show. Sekadar tersenyum penuh—meja adalah soulmate-nya—atau mengirim sinyal heart saja persoalan sulit*, apalagi berpartisipasi dalam task yang dimintakan MC.

“Kenyatannya, N hyung berbohong,” kata Ken menyalahi kesimpulan N mengenainya. “Kalau kau menanyakan tentang diriku dari teman-temanku, pasti mereka mereferensikanku sebagai si badut kelas. Aku tak pernah berubah. Sejak lama beginilah aku adanya. Aku malahan salut padamu yang tak pernah mencoba menjadi pribadi yang bukan dirimu. Banyak idola di luaran sana sibuk memalsukan imej demi mendulang popularitas. Memenuhi ekspektasi orang-orang walau berlawanan dengan hati nurani. Kau berbeda.”

Tangan Ken mampir di bahu Leo. “Tenang, hyung. Seperti kataku tadi, garis start memang telah menjauh namun garis finis belumlah nampak. ‘Perlombaan’ ini masih berjalan. Jalan masih panjang. Ada banyak kesempatan bagimu untuk menyalip siapa pun di depanmu. Tak ada kata terlambat bagi orang yang mau mencoba, kan? Semua butuh proses. Aku janji membantu semampuku, menjadikanmu lively Leo tanpa mengubur jati diri riil seorang Jung Taekwoon. Kapan pun kau siap.”

Kalau saja Ken tereliminasi dari tim di episode awal MyDol, entah siapa yang akan duduk di sisi Leo saat ini, meyakinkannya semua baik-baik saja.

Ken mengangsurkan kelingkingnya yang kemudian disambut Leo tanpa ber-eh-oh. Pembuktian tentang seberapa kuat ia mempercayai Ken dan seberapa besar ia menginginkan perubahan. Kelingking mereka bertaut diiringi ‘yaksok’ yang dilagukan Ken, meniru N kala mengumbar janji pada Starlight.

Andwae! Jangan dimakan!”

Leo nyaris terlonjak diteriaki begitu. Tiada sebab musababnya Ken untuk bereaksi sehisteris itu. Siapa yang menyuap?

“Masuklah. Semua menunggumu.” Ken tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya. Sebelah kepalan tangan ditempelkan ke pipi, bersiap melancarkan aegyo kalau-kalau ajakannya ditolak. Dari apa pun, Leo kurang suka dijadikan sasaran keimutan kwiyomdungi Ken. Bingung bagaimana menanggapi. “Kajayo, hyung~”

Leo mengangguk setuju. Mengapa tidak. Lebih cepat kesalahpahaman teratasi, lebih sehat bagi harmonisasi tim.

Saat keduanya bersiap turun, lagi-lagi Ken berteriak lantang. Nyengir puas telah dua kali sukses mengejutkan hyung-nya itu, ia mengacungkan jari ber-V-sign ke muka. Salam khas mereka. Tiap V-sign disatukan membentuk rangkaian bintang, menyamakan visi - misi sebagai VIXX. Six VIXX.

Real V, V.I.X VIXX!

 

TAMAT

 

Just when i hope that Leo could be more lively, he was MC-ing with N (TWICE!) and even more, IGAB cover dance (tho, i’m still waiting for cross-dressing Leo). Glad for him to be talkative and seems happy during photoshots lately.

Hm, eotteyo? Tidak tahu lagi musti bagaimana mengakhirinya, heu...

*and for a proof, here shy Leo and with his soulmate. he even needed N & Ravi help to make a heart

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Claudy1410 #1
Chapter 2: huahahaha bagus banget...suka leo apa adanya dengan segala keunikan nya huahahahaha...makasih
yuu_sama #2
Chapter 2: Astaga, kok ini bacanya aku jadi terenyuh ya...
Pesen nya dalem banget, kalo kita mesti jadi seperti diri kita sendiri.
Dan aku bangga kok sama Leo, meskipun dia hampir nggak pernah "menampakkan" diri di setiap Vixx TV dan jarang ngomong, tapi tetap kok Leo spesial seperti apa adanya dia.
Dan aku juga bangga karena Leo nggak maksain diri untuk berubah seperti orang lain.
Pokoknya lebih dari itu, aku bangga sama semua member VIXX!!! ^^
Makasih ya, thor, udah buat cerita sekeren ini.
Daebak!!!! ^-^
jungmi95 #3
Chapter 1: whoaaaaa.. daebak ni ceritaaaa...
lanjut doooong..
lanjuttt..
pertengkaran yang menegangkan antara para tetua vixx...
golden13
#4
Chapter 1: Oh... Leo. :)
Meskipun keliatannya gak peduli, tapi aslinya peduli. :D

Author, keep continueeee >.<
yuu_sama #5
Chapter 1: Astaga, ini fanfic beneran mengiris hatiku...
apa bener N ma Leo kelahi kayak begitu di VIXX TV?
Kalo beneran iya, hiksss~~
jangan dooooong.
Tapi bener deh, ini fanfic seriusan keren! Sukses bikin hatiku cenat-cenut!!! Author-nim, daebak!
aliceninelovegazette
#6
Chapter 1: yep, will be watching VIXX TV to know about the whole situation..