special americano :3

Gross Pick-up Lines

Seorang pemuda yang berusia sekitar 20-an tahun berlari dengan tergesa-gesa ke sebuah kafe di mana ia bekerja separuh waktu. Mengenakan blazer merah yang membalut kaos tanpa lengan berwarna hitamnya serta jeans biru dan sepatu kets, ia memasuki kafe yang dimaksud. Ketika pemuda itu menoleh, ia mendapati seorang pria di salah satu meja kafe. Ia duduk sendirian saja. Pemuda itu telah melihat pria yang sama seminggu terakhir ini, dan ia mulai bertanya-tanya apa yang membuat pria itu mengunjungi kafe itu tiap malam.

Karena pria itu belum memesan apa-apa, pemuda itu ditugaskan oleh bosnya untuk mendatanginya dan mencatat pesanannya. Maka, setelah meletakkan tas MCM berwarna coklat-nya dan mengenakan celemek yang merupakan seragam kerja di kafe itu, dengan membawa secarik kertas ia menghampiri pria tersebut.

“Selamat malam,” pemuda itu menyapa. “Apakah Anda sudah memutuskan ingin memesan apa, Pak?”

Pria itu meletakkan dagunya di atas tangannya, matanya tak lepas dari pemuda yang tengah berdiri di sampingnya itu. Tatapan tajam namun lembut yang ia lontarkan kepada pemuda itu berhasil membuat si pemuda gugup.

“Yixing,” ujar pria itu setelah membaca nametag yang menempel di celemek si pemuda. “Nama kamu Yixing?”

Yixing menaikkan kedua alisnya. “Iya, benar, Pak. Nama saya Zhang Yixing.”

“Yixing, jangan panggil saya ‘Pak’. Saya belum setua itu,” kata pria itu sambil tersenyum.

“Eh, maaf… terus saya harus manggil gimana?” tanya Yixing.

Pria itu tetap tidak melepas tatapannya pada Yixing. Ia juga tidak menghapus senyumannya. Kalau boleh jujur, ditatap dan disenyumi oleh pria ganteng-banget-bingit-behut-beud seperti itu rasanya Yixing mau-mau saja mati muda. Tapi ya kali. Dia masih ingin hidup dan mengejar cita-citanya.

Dan rasanya, Yixing ingin sekali jedugin kepalanya ke tembok paling tebal di dunia ketika pria itu berkata, “Panggil saja ‘Om’.”

“Om???” Yixing mengernyit, karena ia tidak merasa bahwa sebutan ‘Pak’ dan ‘Om’ itu berbeda. Ia ingin tertawa tapi takut dianggap tidak sopan.

Dan pria itu mengerjapkan mata. “Ada yang salah?”

“Ah, enggak Om…” ucap Yixing sambil berdehem. “Jadi… Om mau pesan apa? Yang kayak biasanya?”

“Memang kamu tahu saya biasanya pesan apa? Kan kamu baru pertama kali melayani saya?” goda pria itu sambil tersenyum… nakal?

“Tahu kok, Americano kan? Saya yang biasanya bikin tuh, Om.”

Pria itu terbelalak senang. “Oh ya? Wah emang ya, kopinya enak, seenak ngeliatin kamu berjam-jam di sini.”

Kali ini Yixing ingin mengubur diri di lubang paling dalam. Om ini godainnya super sekali.

“Ya elah Om, seriusan nih. Om mau pesen apa?” tanya Yixing lagi.

“Lho, saya juga serius…” pria itu tersenyum lebih lebar.

Yixing mau tidak mau jadi tertawa. “Aduh Om, Om. Saya ulangi ya, Om mau pesan apa?”

Yang ditanya tidak menjawab, malah ia terus saja tersenyum sambil menatap Yixing.

“Ih si Om nih ditanyain malah senyam-senyum. Yang kayak biasanya?”

“Nggak ah,” pria itu menggeleng tanpa melepaskan senyumannya.

Yixing mengerutkan keningnya. “Lah terus mau pesan apa dong Om?”

Kemudian, pria itu bergerak mendekati Yixing namun tetap pada posisinya, hanya badan bagian atas saja yang bergerak. Sambil tersenyum menggoda, pria yang berambut blonde itu berkata dengan suara yang sangat pelan, “Kalau kamu aja gimana?”

Wah, Om ini beneran niat godainnya, batin Yixing. Tapi daripada ia mengusir pria itu keluar lalu ia dipecat, ia tau apa yang lebih baik. Jelas. Balik membalas godaan pria itu. Yixing yakin pria itu juga bercanda… ya, Yixing yakin itu.

“Iya nanti saya bawain Americano buat Om. Itu aja gimana? Om biasanya pesan itu kan? Nanti saya bikinin Americano spesial deh,” ujar Yixing sambil mengedipkan sebelah matanya.

Dan seperti yang Yixing sudah kira, pria itu tersenyum senang ketika Yixing balas menggodanya. Dasar om-om girang.

“Boleeeh… Americano spesial yang cuma satu-satunya di dunia ya?”

Yixing mengangguk, dan ia berlalu untuk membuatkan pria tinggi itu secangkir besar Americano. Ia sudah meminta izin kepada bosnya untuk membuat Americano yang porsinya lebih banyak dari yang biasa disediakan oleh kafe dengan jaminan gajinya boleh dipotong. Sebetulnya sedari tadi bosnya sudah memperhatikan interaksi antara karyawannya itu dengan pria tinggi tersebut, jadi ia bisa mengerti kenapa Yixing ingin membuat secangkir besar Americano. Tidak lupa ia memperingatkan Yixing agar berhati-hati terhadap pria itu, dan Yixing membalasnya dengan anggukan mantap.

Setelah itu, Yixing kembali ke meja di mana pria itu berada dengan membawa secangkir besar Americano. Dengan hati-hati, ia meletakkan cangkir itu tepat di hadapan pria jangkung itu. Dengan senyum lebar seraya memamerkan lesung pipinya, ia mempersilakan pria itu untuk menikmatinya. “Silakan, ini Americano spesial buatan saya untuk Om. Ada yang kurang?”

Pria itu memegangi dagunya, terlihat seperti sedang berpikir. Ia lalu melempar tatapan kepada Yixing (lagi), “Hmm… kayaknya kurang kamu menemani hidup saya.”

Yixing tergelak. Ia tertawa terbahak-bahak sampai menepuk-nepuk nampan yang dibawanya. Om ini lucu sekali, batinnya.

“Ih, si Om bisa aja. Nanti istrinya marah lho,” celetuk Yixing setelah ia berhasil mengontrol tawanya.

“Eh, saya belum nikah kok,” pria itu membalas.

“Ah yang beneeer?” Yixing menggoyangkan kedua alisnya untuk memastikan apakah si pria berbohong atau tidak.

Pria tersebut tertawa. “Iya benar. Kecuali…” ia menurunkan volume suaranya, “kalo kamu mau saya lamar.”

Lagi-lagi Yixing tertawa. Ya kali dia mau menikah dengan pria yang jauh lebih tua, yang mungkin sudah bau tanah—eh ya jangan sih. Tapi kan dia sendiri masih muda? Please.

“Ih si Om nih ya bisa banget. Eh Om, ngobrol gini ada tarif tambahannya lho,” kata Yixing.

Pria itu tersenyum nakal. “Nggak apa-apa. Saya bayar dengan jiwa raga juga boleh. Apa sih yang enggak buat kamu?” katanya sambil mengedipkan sebelah mata.

“Ih si Om gombal deh!” Yixing setengah berteriak namun ia tersenyum malu.

Pria itu menyadari bahwa wajah Yixing berubah merah dan ia merasa bahwa dari situ mungkin kesempatan baginya sudah mendapatkan lampu hijau. “Nah, tuh mukamu merah. Sebenernya suka kaaan?” godanya, sambil mengedipkan mata (lagi).

Yixing gemas dan sudah tidak tahan untuk memukul lengan pria itu dengan pelan. “Sudah ah Om, tuh ada pelanggan yang baru datang. Saya layani dulu ya, permisi.”

Namun pria itu tidak begitu saja melepas kepergian Yixing. Ia segera menarik pergelangan tangan Yixing untuk membuat pemuda yang masih berstatus mahasiswa itu kembali menatapnya. “Yixing, ada yang ketinggalan.”

“Apa?” Yixing yang mudah percaya terhadap apa yang dibilang orang lain menjadi parno sendiri.

Tapi apa yang terlontar dari mulut si pria itu membuatnya ingin memijat kepala. “Senyummu ketinggalan di hatiku.”

“Om, udah dong gombalnya, itu loh diliatin sama yang lain,” ujar Yixing yang mulai tak nyaman dengan perlakuan pria itu kepadanya. Ia mulai berpikir apakah sebelum ke kafe si pria itu sudah menenggak minuman keras sehingga perilakunya jadi begitu.

“Ada syaratnya.”

Yixing mulai tertarik. Apapun untuk membuat si pria itu melepaskannya. “Apa, Om?”

Pria tersebut melepaskan genggamannya  perlahan. “Kasih nomor hapemu ke Om, dong,” pintanya, dan lagi-lagi mengedipkan matanya.

Ah elah.

“Buat apa sih Om? Nanya-nanya nomer hape?” tanya Yixing penuh curiga.

“Buat…” pria itu sejenak berpikir. “Biar aku juga selalu ada di hati kamu.”

Ah elah part dua.

Tapi Yixing menyerah. Ia menarik secarik kertas yang seharusnya untuk mencatat pesanan pelanggan yang baru datang itu (namun karena pria blonde itu seakan tidak mau melepaskan Yixing, sang bos sudah mengambil alih, sehingga kertas itu tidak terlalu berguna lagi) untuk mencatat nomor handphone-nya dan memberikannya kepada pria itu.

“Jangan telepon siang-siang ya, soalnya saya kuliah. Malem aja,” Yixing memberi peringatan lebih awal ketika pria itu mencermati tulisan di kertas itu.

Sejurus kemudian, pria itu menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Ia berdiri kemudian bergerak mendekati tubuh Yixing—tepatnya pipi Yixing. “Oke cantik,” ujarnya sambil mendaratkan kecupan ringan di pipi Yixing.

Jelas saja Yixing kaget, namun sebelum ia bisa menjauh, pria itu menahan Yixing dan membisikkan sesuatu ke telinga Yixing, “Dan ngomong-ngomong, nama Om adalah Yifan. Wu Yifan.”

Dan dengan itu, pria yang bernama Wu Yifan itu akhirnya melepaskan Yixing setelah mengacak-acak rambut Yixing sebagai ‘penutup’-nya. Yixing tersenyum kepadanya sambil membungkuk—memberi hormat dan kembali bekerja, sedangkan Yifan masih di situ meminum Americano-nya sambil memperhatikan segala gerak gerik Yixing sebelum ia pulang ke apartemennya.

 

-

 

Yixing sudah hampir tertidur ketika handphone-nya berbunyi. Melihat ID si penelepon, ia segera mengangkatnya. “Halo bos?”

“YIXING KAMU NGAPAIN NGASIH NOMOR HAPE SAYA KE ORANG YANG PEDEKATE KE KAMU HAH???”

Malam itu Yixing tidak bisa tidur lebih awal karena bosnya mengomel dan ia justru sibuk tertawa terbahak-bahak. Tapi untunglah bosnya tidak sampai memecatnya, malahan ia senang karena Yixing tidak serta merta menjadi cowok murahan yang mau-mau saja memberikan nomor handphone kepada orang yang baru dikenal.

“Tapi Yixing… lain kali jangan nomor hape saya dong yang jadi korban…” ujar bosnya memelas.

 


 

a/n: *brb sembunyi di balik punggung Jongdae Sayang*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SeokjinThumb #1
Chapter 1: gw gamau nyumpah nyumpah tp... bangke gw ngakak. luv u banget
MaiXingYeol1027 #2
Chapter 1: Jadi...authornya indonesian?. Omaygaddd, sya kira dri luar negeri sumpah.

Nice fict. Yifan kegatelan ihh, untung aja si Yixing kgk berubah jadi cowok2 centil yg biasa di kalijodo *?* begitu denger gombalan kejunya Yifan. Bosnya juga baik, ucul lagi. Dipacarin boleh dongg *duaghhh* *ditimpuk masa*
ikabaek12 #3
Chapter 1: *ngakak guling guling* si yixing mah lawaknya kelewatan :v :v :v
BaekSung
#4
Chapter 1: Annyeong,reader baru yg baru mendarat nih XD
Astaga aku ngakak guling2 baca nih fict,wkwkwkkwk....
Yifan oh Yifan belajar ngegombal dari mana coba? Haha...doh ga bisa brenti ketawa apalagi sama endingnya,kasian yifan harus salah sambung,haha
ReiSama #5
Chapter 1: hahahahaaa... OMG... ngakak bingitt...
ahahahahahaaa... adduuhhh... kasian Prince Changsha digombalin mulu ma Om Yifan..
n yg paling bikin ketawa ngakak dgn histerisnya tu pas bagian endingnya..
Omo... suka banget dah ma ff ini.. <3 <3 <3
kekekekeke..

Thank you, Author-nim..
*standing applause*
yifanwu_ #6
Chapter 1: Laughing so hard.. Plis om yifan ini gombalnya astogeng
asik loh ini ceritanya.
Kalengterbang
#7
Chapter 1: AKU NGAKAK PARAH SAAT YIFAN SURUH ISING PANGGIL OM HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA He sounds like sugar daddy slash pedo. Eh ternyata emang om om girang

Demi Tuhan ya si yifan amit-amit banget gombalnya ew aku mau unstan dia aja kalau begini ceritanya

Huhuhu Miss aku suka banget ini. Dialognya ga baku dan kocak. Jarang banget yang nulis kaya gini <3 (kalaupun ada yang nulis bukan aku-kau tapi kebanyakan jatuhnya kurang asik)

sip segitu aja
. pai pai~

whispers: youll find me in your other fics
Kalengterbang
#8
Chapter 1: spot!

helloooooooooooooo. aku reader baru yang nemplok disini karna lagi berseliweran nyari tag kray. and tadaaaaaaaaaaaaa! keremeu ini. nanti aku baca ya. aku baru baca ujungnya doang and i think i like your writing style alr <3 see you around :DD
seideer #9
Chapter 1: Wkwkkwwkk pehlissssss itu yixing tetep sj jail nya ge ketulungan...