Speak Now

Based On The True Song

Luna melangkahkan kakinya berhati-hati dengan berjingkat menghindari genangan air yang hampir ia injak ketika akan turun dari mobil. Setelah memastikan rambutnya baik baik saja, terimakasih untuk Victoria unnie yang sudah sedikit mengombakkan rambut brown barunya, serta dengan dress putihnya ia berjalan percaya diri menuju gereja. Tak lupa sambil membuka-buka undangan yang ada di tangannya.

 

Wu Yi Fan and Jessica Jung

 

Ia menghembuskan nafas, Kris, sapaan akrab untuk Yi Fan, menurut Luna terlalu cepat menikah. Sebulan lagi sahabatnya itu akan lulus, ia harusnya bisa menahan hormon ingin punya anak itu sedikit lebih lama. It’s worth. Tapi sebenarnya, bukan itu yang akan dipermasalahkan oleh Luna. Dari sekian banyak gadis… kenapa harus Jessica? Astaga, dia memang cantik, tapi sifatnya yang manja dan sebagainya itu membuat Luna harus mengelus dada menghadapi sunbaenya setiap kali kerja kelompok dengan Kris.

Kenapa harus dia yang ditanya Kris sedang apa? Sedang makan apa? Sedang mengerjakan apa? Ugh, kalau bukan senior saat SMA, Luna tak akan memperdulikan. Because a piece of respect, Luna tidak mengotori kaidah untuk saling menolong meskipun menjengkelkan.

Keluarga Wu dan Jung memang dekat, tapi dia tak tahu akan sedekat ini jadinya. Maksud Luna, dia tak tahu kalau pernikahan atas nama perjodohan itu masih berlaku di abad 21 ini. Sekali lagi ia menghembuskan nafas. Lalu bagaimana dengan kakak kelas kesayangan Luna yang itu? Bagaimana dengan Seohyun unnie?

“Hei, Luna. Mau sampai kapan kau hanya membaca undangan itu?” suara berat dan tepukan ringan mampir di pundak Luna, gadis itu lalu menoleh dan senyumnya merobek lebar. Itu kekasihnya, Gikwang.

“Kiki? Kenapa kau disini?” ujarnya santai, sambil membenarkan dasi kupu-kupu Gikwang yang miring. Pemuda itu hanya mendongakkan dagunya sedikit, “bukannya kau akan jadi bestman untuk Kris?”

“Dia masih sibuk dengan calon istrinya,” kata Gikwang sembari menaikkan alis meminta pendapat Luna tentang dasinya, gadis itu hanya mengangguk dan menaikkan kedua ibu jarinya.

“Kau sendiri?” kali ini ganti Gikwang yang bertanya dan membersihkan sesuatu yang tidak ada di pundak Luna, “tidak latihan dengan Yixing di dalam? Sedari tadi dia hanya menekan tuts piano tak bernada.”

Luna hanya tertawa dan bilang ia bangun kesiangan tadi. Harusnya mereka sampai di gereja jam enam pagi, tapi baru jam enam kurang lima belas dia baru bangun. Sambil merutuki nasib dan melihat jam tangan untuk mengingatkan diri tentang detail waktu, Luna tertawa kecil. Setelah bertukar kata-kata ringan, mereka berdua sepakat untuk masuk ke gereja. Dengan tangan yang terselip di lengan kanan Gikwang, Luna melangkah pelan.

“Ki,” Gikwang hanya berdehem menjawab Luna, “kau kan teman baik Kris-”

“Kau juga.”

“Aish, dengarkan dulu.” Luna menghentakkan kecil kakinya yang disambut tawa Gikwang, “menurutmu, kenapa Kris menerima tawaran menikah dari Jessica sunbae?”

“Harusnya Kris yang melamar, aku juga tak tahu kenapa Kris yang jadi subjek penerima.” Kata Gikwang memandang langit cerah, “mungkin karena dia tak punya kata-kata untuk melamar Jessica noona.”

“Bagaimana dengan Seohyun unnie?” tanya Luna, tak jelas untuk siapa. Untuk Kiki-nya, atau diirnya sendiri, “Seohyun unnie dan Kris saling dekat satu sama lain. Duh, dasar bodoh orang Cina itu, kenapa dia tak katakan langsung pada unnie kalau dia menyukainya?”

“Ya.. Kris memang bodoh. Sangat. Tapi kau tak boleh rasis begitu,” Gikwang menarik hidung mungil gadisnya. Luna hanya tertawa, “kau tanya sendiri padanya saja nanti, bagaimana?”

Mereka sudah mulai menaiki tangga beton menuju ke gereja. Luna hanya mengangguk setuju dan berjanji akan merecoki Kris untuk mengubah pikirannya sebelum menikah. Gikwang sedikit tak setuju dengan ide Luna, karena dia pikir ini sudah detik-detik terakhir, mana bisa?

“Tentu saja bisa.” Ujar Luna menaikkan dagunya percaya diri, “Tuhan ada di dekat kita. Aku akan membuat Tuhan berpihak padaku.”

Gikwang tertawa. Mereka berhenti tepat di depan pintu, dan sebelum mendorong terbuka pintu gereja yang besar itu, ia mencuri satu kecupan manis dari bibir gadisnya.

“Kuharap,” bisiknya di depan bibir Luna, “saat kita menikah nanti, Tuhan tak akan berlaku sama untukmu, sayang.”

“Aku tak serumit Kris dan tak sepasrah Seohyun unnie. Kurasa, aku yang harus mengkhawatirkanmu.” Ujar Luna percaya diri. Gikwang kembali tertawa pelan, ia memeluk pinggang Luna dan kali ini menyarangkan sebuah kecupan hangat di keningnya sebelum akhirnya berpisah karena dia harus mengambil sesuatu di ruang rias. Saat Gikwang mendorong pintu terbuka dan Luna ikut masuk di belakangnya, seseorang tinggi berambut pirang menangkap penglihatan Luna.

“Ah, Kris!” teriak Luna. Orang yang sedang duduk di menghadap altar di deretan bangku awal itu lalu menoleh. Senyumnya mengembang, ia berdiri dan merentangkan tangannya menunggu gadis yang lebih mungil darinya itu berjalan cepat menuju dirinya.

“Oh God, why you leave me so fast?” kata Luna setelah memeluk Kris cepat, takut ada yang melihat dan salah sangka. Pemuda berambut pirang itu hanya tertawa saat Luna menatapnya tak percaya, “and why must her?”

Nah, pertanyaan ini menahan tawa Kris.

“Perjanjian, Luna.” Katanya, “kau tahu kan?”

“Aku tahu. Tapi aku tak mengerti jalan pikiranmu,” kali ini Luna menggelengkan kepalanya singkat dan membernarkan jas putih Kris serta dasi hitamnya, “lalu bagaimana dengan Seohyun unnie?”

“Kalau boleh jujur,” Kris berkata sendu, “aku masih mencintainya.”

Luna berhenti bergerak dan menatap wajah Kris yang menunduk menatapnya, “kau masih punya waktu Kris. Sebelum kau bilang ‘I do’ kau masih bisa melakukan apapun yang kau inginkan.”

Gadis itu selesai merapikan jas Kris.

“Ini yang pertama dan terakhir. Kecuali kau ingin berulang kali menikah, well, aku dan Gikwang tak tertarik terus-terusan datang ke pernikahanmu.” Ujar Luna menarik salah satu sudut bibirnya, Kris hanya tertawa.

“Tapi, serius, Kris. Ini yang pertama dan terakhir. Kau takkan punya kesempatan. Siapa tahu dia wanita yang tegar dan akan menemukan pria lain. Lalu kau akan terjebak selamanya dengan..” Luna melirik kanan dan kiri secara sembunyi-sembunyi lalu berbisik,

Penyihir wanita.”

Kris tertawa keras, Luna ikut tersenyum. “Apa kau mengundang Seohyun unnie?” tanya Luna.

“Hm,” ujar Kris dengan mengangguk, “bagaimana ya?” lanjutnya dengan menghembuskan nafas. Luna tak mau patah arang, karena Kris dalam keadaan yang bimbang, ia lalu berkata,

“Seohyun unnie bukan orang yang suka keributan. Jadi jangan harapkan dia akan menginterupsi perkataan pendeta nanti,” ujar Luna sok acuh, namun dengan curi-lirik melihat ekpresi Kris.

“Aku setengah berharap, nanti yang ada di sebelahku adalah dia, Luna.” Katanya masih menatap sedih pada Luna. Gadis itu hanya menganggukkan kepala pelan.

“Aku tahu, kau juga bukan lelaki yang pantas untuk menikah dengan orang yang salah.”

Setelah berkata begitu, Luna hanya menepuk lengan Kris pelan dan menuju ke piano hitam tak jauh dari altar dan dekat dengan panggung untuk paduan suara. Ia tak bisa menemukan Yixing disana, sepertinya pemuda itu terlalu lama menunggu Luna jadi ia pergi sebentar untuk menghilangkan rasa penat.

“Ah, Luna-ya!” suara tinggi dan memekik memanggilnya dari sisi lain altar. Luna membalik badan dan membuka mulutnya terkejut tapi lalu menyamarkannya jadi senyuman.

“Jessica sunbae..” kata-katanya terputus karena Jessica sudah lebih dulu menubruknya dengan gaun pengantin yang berjuntai ke belakang. Ia memeluk Luna erat dari yang sudah-sudah.

“Terimakasih kau mau mengisi lagu disini! Aku tersentuh sekali, Luna!” riang Jessica dan memeluk Luna sekali lagi.

“Kau terlihat cantik, sunbae.” Kata Luna, merapikan rambut Jessica. Pengantin itu tampak tak suka bagaimana Luna menyebutnya, ia bilang Luna harus nyaman saat memanggilnya karena Luna sendiri sangat  informal pada Kris. Gadis itu berjanji akan berusaha memanggil Jessica dengan nyaman.

“Ah, CHAERRIIINN!! CHAERIIN!! CEPAT KEMARIII, GAUNKU TERLILIT!” teriak Jessica hingga bergema di setiap sudut gereja. Luna dengan reflek menutup kedua telinganya dan menatap ke arah lain, saat bertatap wajah dengan Jessica, ia tersenyum canggung. Namun, kembali menutup kembali telinganya ketika pengantin wanita itu kembali berteriak memanggil seorang bridesmaid dengan gaun kaku warnah krem seperti adonan kue.

Luna tersenyum saat bertatap mata dengan Chaerin, si bridesmaid itu. Jessica berulang kali mengingatkan Chaerin soal gaun dan cerewet dengan bunga yang menghalangi punggungnya terbuka. Luna diam-diam pergi dari sana dan kembali ke tempatnya, di piano.

“Eh, ada Sehun. Kapan datang?” kata Luna baru sadar seseorang duduk di kursi barisan pertama di dekat piano. Pemuda yang lebih muda darinya dan berambut coklat gelap. Oh Sehun.

“Baru saja kok noona. Gikwang hyung mana?” tanyanya, Luna menunjuk sebuah ruangan di sudut dan berkata bahwa Gikwang masih menyiapkan beberapa keperluan.

“Datang sendirian?” tanya Luna balik.

“Tidak. Sama Seohyun noona.” Jawab Sehun datar dengan menunjuk sekilas ke belakang. Di barisan tengah, ada Kris yang masih duduk dan menatap salib besar dengan tatapan penuh dengan pikiran, sementara di barisan paling akhir seseorang yang dikhawatirkan Luna tengah duduk disana. Berdoa.

Luna berjalan pelan, tidak memilih jalan tengah karena hanya akan bertemu dengan Kris. Setelah yakin Seohyun selesai berdoa, ia duduk di sampingnya. Awalnya hanya tersenyum dan saling melihat lalu menatap salib, tapi setelah beberapa menit akhirnya Seohyun buka suara.

“K-Kris mengundangku.” Katanya pelan, Luna menoleh, “tapi sepertinya Jessica tak suka aku datang.”

Luna hanya tersenyum, dan mengelus punggung Seohyun pelan. “Unnie, boleh aku bicara sesuatu?”

Seohyun hanya menatap dengan wajah polosnya.

“Hari ini Kris akan menikah. Aku tahu kau menyukainya, dan demi Tuhan atau apapun yang tiba-tiba bisa merubah gaun Jessica jadi pelangi nanti,” Seohyun terkikik, “Kris juga menyukaimu, unnie.”

Tawa Seohyun berhenti, ia lalu menatap Luna mencari kebenaran. Sekilas ada senyuman yang senang, namun wajah itu kembali sendu.

“Aku tak bisa,” katanya, “kalau Kris menyukaiku. Kenapa dia menikah dengan Jessica?”

“Karena Tuhan menginginkan kau jujur dengan perasaanmu dan tidak menundanya lagi. Begitu juga dengan Kris, dia pembohong ulung soalnya.” Kata Luna memandang sebal ke belakang kepala pirang itu. Ia lalu menoleh lagi pada Seohyun yang juga menatap Kris, dengan pandangan sedih.

“Ini waktumu.” Kata Luna, “tenang, ada aku yang membantumu, unnie.”

“Kau berkata seolah-olah kita akan melakukan pemberontakan, Luna.” Kata Seohyun ketika Luna beranjak dari duduknya, menuju ke samping piano dimana para anggota paduan suara gereja sudah mulai berdatangan.

“Paling tidak, kita tak akan melakukan hal semenakutkan seperti di Red Wedding*.” Katanya tersenyum. Ia lalu berjalan menuju piano, sudah ada Yixing disana. Jas hitam yang dipakainya membuat kulitnya makin pucat, dan makin membuatnya tampan hingga beberapa anggota paduan suara dengan sembunyi-sembunyi meliriknya.

“Sudah siap?” tanya Luna. Yixing mendongak dari pandangannya di tuts piano, pemuda itu menaikkan kedua alisnya terkejut lalu memarahi Luna karena dia datang terlambat.

“Maaf, maaf.” Jawab Luna menahan tawa karena teman sekelas Kris ini lucu sekali marahnya. Dengan alasan A, B, C, D, akhirnya Yixing berhasil memaafkannya asal Luna bernyanyi bagus nanti.

Jam menunjukkan pukul tujuh tepat saat keluarga dari Jessica memasuki ruangan dengan jas serta gaun bewarna pastel. Kontras dengan keluarga dari pihak Kris yang gaun dan jasnya masih bisa dimaafkan. Belum lagi beberapa saudara Jessica bermake-up tebal, membuat dia memutar matanya.

“Jujur saja, aku tak pernah suka dengan Jessica sunbae.” Ujar Yixing cemberut dengan membolak-balikkan buku lagu. Luna hanya tertawa kecil.

“Kalau aku juga tak suka,” ujar Luna, Yixing menoleh padanya, “soalnya aku lebih suka Gikwang.”

Yixing hanya memutar mata bosan dan mencibir, mengundang tawa Luna semakin keras. Ia lalu kembali meminta maaf dan mulai menyanyikan lagu ‘A Moment Like This’-nya Kelly Clarkson bersama beberapa anggota paduan suara. Tinggal 15 menit lagi acara dimulai, semua tamu hampir memenuhi ruangan. Begitu juga dengan Gikwang yang sudah siap dengan Kris di barisan awal.

Pandangan Luna kembali menuju ke barisan akhir, Seohyun masih terduduk diam. Saat matanya bertemu dengan Luna, gadis itu hanya tersenyum. Lalu ia beralih pada Kris, senyumnya miring saat Kris hanya menaikkan dagunya sedikit menyapa Luna. Namun, tatapannya berubah sedikit khawatir saat menatap Gikwang.

Kekasihnya tahu apa yang ia rencanakan, maka dari itu, pandangan pemuda itu sedikit dingin.

Yixing mengakhiri dentingan pianonya diiringi oleh tepuk tangan para tamu undangan dan keluarga. Pendeta sudah datang di altar dan memulai acara. Dari mulai khutbah singkat, hingga beberapa siraman rohani untuk pernikahan.

Hingga, tibalah waktunya, sekarang.

Saat wedding song sudah didentingkan oleh Yixing, pintu gereja terbuka. Seorang cantik, pengantin wanita, memasuki ruangan. Semua tamu lalu berdiri serentak, Luna hampir lupa menyanyikan syair lagu kalau Yixing tak menyenggol lengannya. Pandangannya gugup, lebih gugup dari siapapun sepertinya. Saat ayah Jessica sudah memberikan anaknya pada Kris, tangannya gemetaran.

Ia tahu ini bukan pilihan sahabatnya, kalau memang ini akhir jalannya. Maka Luna tak punya jawaban lain. Namun, ia yakin, Tuhan bersamanya sekarang. Dekat dengannya. Luna tak ingin apapun, ia hanya ingin sahabatnya bahagia.

Bahagia dalam jalan apapun. Ia akan berusaha menerimanya.

Kris sudah menggamit tangan Jessica, bahkan menoleh menatap wajah pengantinnya saja ia tak mau. Pemuda itu berulang kali menarik nafas gugup. Seperti ia akan menyesali pilihannya namun akan terpaksa berlaku seperti itu. Luna bernyanyi seperti lagu orang mati, perasaannya tak bahagia. Saat Gikwang menoleh padanya karena nada lagu menjadi suram, Luna tak memperdulikannya.

Pembacaan sumpah pun dimulai. Semua hening, Luna menatap bergantian Kris, pendeta, Gikwang dan Seohyun dibelakang sana. Pandangannya yang terakhir pada gadis di belakang sedikit lama, tanpa suara ia mengatakan.

“Ini yang terakhir.” Katanya, “kalau kau tak bicara. Semuanya akan sia-sia. Kau mencintainya kan? Angkat tanganmu dan katakan pada mereka!”

Pendeta sudah menanyakan peneguhan pada mereka berdua. Kris menjawab, ‘I do’ lugas seperti tanpa beban. Saat pertanyaan terakhir di alamatkan pada Jessica, gadis itu sedikit lama menjawab.

“Apakah saudari bersedia menjaga kesucian perkawinan  ini  sebagai istri  yang setia dan takut akan Tuhan sepanjang umur hidupmu?” tanya pendeta. Jessica menatap lantai sedikit lama dibalik tudungnya, ia menghembuskan nafas sebelum ia menjawab,

Yes, I do.”

“Baik,” pendeta menutup buku yang ada di hadapannya, ia lalu ganti menatap semua hadirin yang datang, “sebelum kita melanjutkan acara. Apakah ada diantara para jemaat dan hadirin yang keberatan dengan pernikahan ini? Maka, silahkan angkat tangan sebelum anda akan berdiam untuk selamanya.”

Hening. Luna dapat melihat Kris sudah menutupkan matanya pasrah, ia buru-buru melihat ke barisan belakang. Mencoba mencari kesempatan terakhir, namun mata Seohyun basah. Ini tidak bisa terjadi! Luna ingin melakukan sesuatu namun ia tak bisa berbuat apapun. Kembali matanya bertemu dengan Gikwang. Pemuda itu seperti akan berlari memeluk Luna, namun profesionalitas menuntutnya tetap berdiri di belakang Kris.

Diantara keheningan, detik berdetak. Pendeta akan melanjutkan acara ketika sebuah suara menginterupsi,

“S-saya.” Ujar seseorang lemah di belakang, semua hadirin menoleh begitu juga dengan kedua mempelai. Senyum Luna terkembang, “saya keberatan dengan pernikahan ini.”

Bisik-bisik mulai bergaung di atap ruangan. Luna mencuri lirik ke arah keluarga Jessica, ibunya yang bermake up tebal itu sudah mulai mencibir dan menyipitkan mata tanda jelas-jelas tak bersahabat. Tapi, raut muka tenang malah ditunjukan oleh ayah Kris, tuan Wu. Meskipun sedikit tegang, tuan Wu terus menerus mengusap jemari nyonya Wu di genggamannya.

Pandangan Luna kembali ke kedua pengantin, si bride seperti patung. Menatap lurus udara di depannya dengan mata marah.

“Apakah masih ada lagi?” tanya pendeta tenang. Sepertinya, kalau Jessica boleh mencekik pendeta ini dan membuatnya melanjutkan acara bukannya mencari para penghancurnya, ia akan benar benar melakukannya.

Terkejutnya para hadirin, ketika Sehun berdiri, tetangga Seohyun dari kecil itu juga tak bisa membiarkan sunbae favoritnya harus menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai. Lama-kelamaan beberapa hampir setengah hadirin berdiri. Luna merasa berdosa karena ia bisa melihat kemarahan yang memuakkan di wajah para keluarga Jessica.

Tapi, Luna percaya. Diatas perjuangan cinta, memang ada dosa-dosa terselubung yang hinggap.

“Kalau boleh saya tahu, nona,” ujar pendeta pada Seohyun yang masih berdiri tegang di barisan belakang namun telah keluar dari deretan kursi, membuat ia berdiri tepat lurus di belakang pengantin, “kenapa anda tidak setuju dengan pernikahan ini?”

“Karena saya mencintai Kris.”

Begitu klise, singkat, namun bermakna banyak. Kris lalu membuka matanya, senyum mengambang dan ia sudah berani mengangkat dagunya percaya diri. Ia lalu menatap pendeta dengan wajah yakin yang gila,

“Saya juga menolak pernikahan ini.” Katanya, ia lalu cepat-cepat berbalik. Mengambil kasar tempat cincin di tangan Gikwang dan berlari menuju ke satu titik.

Satu titik dimana ia akan menemukan kebahagiannya di tengah kekacauan. Luna membelalakkan mata dan saling berpandangan dengan Yixing lalu cepat-cepat menghampiri Gikwang agar bisa melihat kejadian itu lebih jelas. Semua orang berdiri dan sekarang bicara terang-terangan. Luna berpandangan tak percaya dengan Gikwang ketika Kris menarik Seohyun pergi dari tempatnya dan menjeblak pintu terbuka. Keluarga Jessica lalu mengejar mereka begitu juga dengan para sepupu Kris. Luna menoleh pada Jessica yang masih berdiri tegak di depan pendeta.

“Sayang,” bisik Gikwang di telinganya, Luna menoleh masih menunjukkan wajah shock, “aku tak tahu harus bangga atau marah padamu. Tapi kau berhasil meyakinkan mereka berdua.”

Luna menggeleng.

“Bukan aku.” Katanya, ia lalu melihat keramaian di luar gedung gereja, “tapi hati dan kenekatan cinta serta takdir Tuhan yang membuat mereka seperti itu.”

Gikwang mencium singkat kening Luna, memasukkan satu lengannya di kantung celana. Mereka berdua lalu menghembuskan nafas dan menoleh pada Jessica.

Satu-satunya yang bisa kedua pasangan itu lakukan mungkin hanya menenangkan Jessica yang kini sudah dihampiri oleh ibunya. Mungkin, itu permintaan maaf terselubung untuk Jessica dari lubuk hati Luna yang paling dalam.

 

Don't say yes, runaway now. I'll meet you when you out of the Curch at the back door. Don't wait or say single a single vow. You need to hear me out, and they said, "Speak Now."

Taylor Swift - Speak Now

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
aee_eusebio
#1
Chapter 2: ya ampuun penataan bahasamu keren syekaleeeee,,saia suka saia sukaaaa XD
hehe,,sengaja baca yg JunHara duluan cuz,,they're my favorite kekeke

daebak chingu XD lanjutkan~~