o5. the best gift

my delivery boy

 

A/N: apdet kedua hari ini, karena aku lagi ngerasa mellowhh *alay* dan galoowh *ditimpuk bata* gara-gara inget udah mau ko*ss ;~;

ga tahu nih gimana ni feeling gado-gado banged. TTATT

so, maybe this will be the last update sampe ati ini tenang *ceile*

thanks for the lovely support! kalo uda jelas nasibku gimana, i'll be back~ 

oh~ Running Man mania~ 

----------------------

 

“apa benar yang ini?”

Changmin melihat kembali alamat pada secarik kertas yang dibawanya dari kantor.

Jung-gu Sindang-dong 555.

Benar.

Tapi kenapa tidak ada yang mengatakan padanya kalau alamat yang dituju adalah sebuah panti asuhan?

Sekali lagi Changmin membaca alamatnya. Benar. Tidak ada yang salah. Dan Changmin yakin kalau dia sudah cukup hapal nama-nama jalan di Seoul dan sekitarnya.

“…oke. Permisi?” tanyanya dari depan gerbang masuk.

Changmin adalah pekerja part-time baru di swalayan 24 jam di sebuah minimarket pinggiran Seoul. Dia juga seorang mahasiswa seni yang kebetulan sedang liburan akhir semester, yang tidak ada kerjaan dan malas untuk pulang ke rumah. Jadilah Changmin menerima tawaran pekerjaan sebagai karyawan sekaligus delivery boy untuk minimarket langganannya itu. Paman Kim (nama boss-nya) sering memberinya bonus saat dia membeli makanan. Pelanggan baik, katanya.

Ya… hitung-hitung balas budi. Dan dibayar.

“permisi?” Tanya changmin lagi.

Tetap tidak ada yang menjawab.

Changmin melirik waktu di jam tangannya.

3:00 PM.

Tidak terlalu sore juga. Lalu kemana penghuni tempat ini? Bukankah panti asuhan seharusnya banyak anak-anak?

Setelah menunggu 15 menit dan masih tanpa ada tanda-tanda kehidupan, Changmin memutuskan untuk masuk ke pekarangan panti asuhan tersebut tanpa ijin.

Hei. Changmin masih ada pesanan lain yang harus diantar.

‘Tempat yang luas,’ pikir Changmin setelah melewati sebuah taman di samping bangunan. Seharusnya setelah mengitari tempat ini sekali Changmin bisa menemukan penghuni dapur atau apapun itu di belakang bangunan.

Langkah Changmin terhenti saat matanya menemukan seorang namja yang duduk disamping kolam kecil dekat taman. Kakinya mengayun pelan dalam air, seolah mengajak ikan-ikan kecil di dalamnya bermain.

Tubuh namja itu bisa dikatakan tidak terlalu tinggi. Rambut coklatnya cukup panjang hampir sebahu, yang sebagian diikat dengan karet. Wajahnya sekilas juga terlihat manis. Changmin tidak bisa melihat dengan jelas karena namja itu tidak menghadap kepadanya. Dia tengah asyik bersenandung lirih.

“hmm… mm…”

Suaranya.

Changmin tak bisa berkomentar.

“… a dazzling place I never knew,”

Lembut.

Suaranya benar-benar lembut dan merdu.

Kalau tidak ingat dia perlu menyelesaikan pekerjaannya, Changmin pasti akan betah saja berdiri disana sambil mendengar nyanyian namja manis diseberangnya.

“hei,”

Mendengar ada yang berusaha memanggilnya, namja tadi menghentikan nyanyian. Changmin yakin namja itu sudah menoleh kearahnya sekali, namun dia kembali menoleh ke kanan dan kiri seakan tidak melihat Changmin.

“permisi. Aku dari minimarket mau mengirimkan sayur pesanan. Harus aku serahkan pada siapa?” tanyanya tanpa basa basi.

Namja berbaju agak kebesaran itu lantas menengok ke arahnya. Namun pandangan mereka tidak bertemu.

Changmin merasa ada yang aneh dengan namja ini.

“…Paman Kim?” ujarnya ragu.

“… Ah, bukan. Aku karyawan baru. Dan baru kali ini juga kesini. Mungkin kau bisa membantuku?”

Kelopak mata coklatnya melebar kaget.

“a-ah… s-sebentar,” Delivery boy itu semakin khawatir saat namja dihadapannya mendadak berdiri dan oleng.

“awas!”

“a—ah!”

Spontan Changmin menjatuhkan barang bawaannya. Dia berlari menuju namja bermata coklat itu dengan cepat. Tangannya sigap menarik tubuh namja manis itu ke arahnya, menghalanginya jatuh ke dalam kolam.

“kau tak apa?” Tanya changmin langsung.

Tangan pucat namja tadi mendorong tubuhnya menjauh dari tubuh Changmin.

Akhirnya. Dia menoleh menatap changmin.

“a-ah, t-terima kasih, m-maaf merepotkan,” ujarnya terbata tanpa membalas pandangan Changmin secara langsung.

Dari jarak sedekat ini, Changmin tahu kalau bulu mata namja ini sangat panjang dan berwarna hitam pekat. Menambah cantik iris coklat di dalamnya.

Matanya melirik ke sekeliling seakan mencoba itu melakukan kontak mata dengan Changmin.

Changmin menjadi semakin yakin kalau ada yang aneh.

“Hei, kau tidak bisa melihatku—”

“YAH! LEPASKAN JINKI-HYUNG!”

 

ooo

 

Lee Jinki, nama namja tuna netra itu. Setelah menjelaskan panjang lebar apa yang terjadi (dengan sedikit bantuan Jinki) dan menunjukkan pesanan panti asuhan akhirnya Changmin dimaafkan oleh keempat anak yang mengaku sebagai dongsaeng Jinki, karena sudah ‘menyentuh’ hyung mereka tanpa ijin.

“benar ‘kan Jinki-hyung dia hanya menolongmu?” Tanya Jonghyun sembari melirik Changmin sengit. Jinki hanya bisa menghela nafas panjang.

Yap.

Pertanyaannya diulang lagi.

“Yah! Jangan hanya karena kau lebih tua dari kami kau bisa memanfaatkan kesempatan untuk menggerayangi Jinki-hyung—“

“T-taemin!” wajah Jinki sekarang mulai merah.

“aku tahu type orang sepertimu, kau hanyalah namja yang memanfaatkan ketampanan untuk menaklukkan targetmu—“

“apa?” alis Changmin naik sebelah.

“Ki-Kibum! Sudah berhenti! K-kubilang dia bukan orang seperti itu! Dan minho! K-kau memelukku atau mencekikku? Longgarkan sedikit!”

Minho semakin mengeratkan dekapannya.

Changmin takkan bisa menang. Dia sadar akan hal itu dan mengangkat kedua tangannya, menyerah.

“kuingatkan sekali lagi wahai anak-anak kecil—“

“yah! Siapa yang kau sebut anak kecil, ajhussi—“

Bersabar Changmin, sabar.

“—namaku Shim Changmin. Aku adalah delivery boy dari minimarket paman Kim dan panggil aku hyung, pabo-yah. Aku belum setua itu,”

“masa bodoh dengan umurmu! Kau pasti hanyalah ajusshi mesum yang memanfaatkan keadaan Jinki-hyung untuk berbuat yang tidak-tidak—“

“siapa itu anak-anak?”

Akhirnya. Batin Changmin. Ada manusia normal yang bisa diajak berbicara dengan bahasa manusia.

“sore eomonim, aku mau mengantarkan sayur,” ucap Changmin sambil menyodorkan sekardus penuh sayur pesanan panti asuhan.

 

ooo

 

“m-maafkan dongsaengku, Changmin-sshi, mereka memang sangat over protektif kepadaku. K-karena mataku ini…”

Changmin menepuk pundak Jinki pelan. Kemudian dia membantu Jinki untuk duduk disampingnya.

“tak apa. Mungkin sebenarnya mereka adalah dongsaeng yang baik. Siapa juga yang bisa tidak over protektif kalau kau semanis ini Jinki-yah,”

“m-mwoh?”

“dan panggil aku hyung saja. Mulai sekarang aku akan sering kesini menggantikan paman Kim. Senang mengenalmu, Jinki.”

 

ooo

 

setelah hampir 2 minggu mengantar pesanan di panti asuhan tempat Jinki tinggal akhirnya Changmin jadi tahu agak banyak mengenai Jinki dan keempat dongsaengnya.

Kibum dan Jonghyun dititipkan kepada panti saat kedua orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan kereta 10 tahun lalu. Beratnya kehidupan di Seoul membuat tak ada saudara yang mau mengambil Kibum dan Jonghyun sebagai anak angkat. Mereka juga tidak memiliki banyak saudara yang bisa dihubungi. Maka sesuai kesepakatan keluarga, Kibum dan Jonghyun yang waktu itu berusia 10 dan 11 tahun ditinggalkan disini.

Taemin, namja termuda dalam kelompok mereka, adalah putra yang tidak diharapkan oleh keluarganya. Taemin diterima oleh kepala yayasan saat orangtuanya terang-terangan mengatakan kalau Taemin mau diberikan ke panti, dengan alasan keuangan. Tentu saja, Taemin yang berumur 7 tahun hanya berpikir kalau dia dititipkan sementara karena tidak ada yang bisa mnjaganya saat orang tuanya bekerja. Yang Taemin tahu, adalah orang tuanya akan menjemputnya untuk diajak pulang kelak. Dan mereka tak pernah datang.

Minho adalah namja yang melarikan diri dari rumah, karena sering disiksa oleh ayahnya saat mabuk. Ibunya tak mampu melawan ayahnya yang jauh lebih kuat saat Minho tengah disia-siakan. Minho kecil 10 tahun itu ditemukan ketua yayasan pada malam hari di dekat stasiun kereta. Saat ditanya, Minho menjawab kalau uang sakunya sudah habis untuk membeli tiket seadanya malam itu, yang ternyata menuju ke Seoul. Ketua pun membawa Minho ke panti asuhan.

Berbeda dengan keempat dongsaengnya, Jinki bahkan tidak sempat mengenal orang tuanya. Dia ditinggal di depan pintu gereja milik yayasan saat masih bayi. Hanya selembar kertas bertuliskan bahwa dia buta dan orang tuanya tak sanggup merawat anak cacat sepertinya. Sejak itu Jinki menjadi anak kesayangan pengurus yayasan. Entah itu karena mereka memang orang baik yang mau menerima anak cacat macam Jinki, atau karena mereka kasihan. Yang jelas Jinki merasa sangat berterima kasih kepada mereka. Changmin tak bisa membayangkan ada orang tua sekejam itu.

“halo Taemin, Kibum,”

Kedua orang yang tengah asyik bermain dengan anak-anak kecil di tengah ruangan menoleh kepadanya.

“Changmin-hyung!”

“eomonim, changmin-hyung datang mengantar pesanan!”

Taemin menerima kardus isi susu dan sayur serta bahan makanan lain yang dibawa Changmin, membawanya ke dapur. Dia dibuntuti oleh anak-anak kecil tadi, berharap mendapat permen.

“terima kasih sudah mengantarkannya kepada kami hyung,” ujar Kibum. Changmin menghempaskan badannya di karpet.

Changmin sendiri sudah seperti penghuni panti asuhan. Pesanan untuk tempat ini selalu Changmin jadikan paling akhir dalam tugasnya mengantar pesanan. Melihat anak-anak sepolos mereka membuat Changmin tenang. Ternyata masih ada keberadaan yang bisa membuatnya bersyukur hidup di korea yang keras.

Tak jarang Changmin menemani mereka bermain, atau mengajarkan sesuatu pada anak-anak kecil itu sampai sore. Bahkan terkadang Changmin menginap disana. Suasananya mengingatkan changmin pada keadaan di rumah yang selalu ramai dengan keponakan-keponakan ‘setan’ anak paman dan bibinya. Mungkin karena mereka berkecukupan, jadi kehidupan yang mereka jalani pun berbeda. Dan lagi Jinki. Entah kenapa Changmin ingin mengajari namja manis itu banyak hal. Ingin menceritakan semua yang dia tahu kepada Jinki.

Meski dengan keterbatasannya, Jinki merupakan orang yang tak gampang menyerah. Dia selalu ingin tahu dan tak akan ragu untuk bertanya pada siapapun.

‘hei changmin-hyung?’ panggilnya lirih.

‘hm?’

‘seperti apa warna biru itu?’

Changmin terhenyak mendengar pertanyaan spontan Jinki. Dilihatnya namja yang tengah membaca huruf braille itu. Tangannya sudah berhenti bergerak.

‘…disini ditulis: ‘warna biru laut ini sebiru warna langit yang berhiaskan awan-awan terang,’’ dahinya berkerut lucu, ‘warna laut dan langit sama hyung?’

‘selama ini apa yang kau lihat Jinki?’ Tanya Changmin balik.

‘hmm…’ Jinki nampak berpikir, ‘eomonim hanya mengatakan kalau gelap seperti ini, itu namanya ‘hitam’, terkadang juga ‘terang’…’

‘… ada banyak warna untuk membentuk warna ‘terang’ yang kau maksud Jinki, dan biru adalah salah satunya,’

‘ah. Pasti warna yang indah…’

Topic pembicaraan itu tak pernah terulang untuk kedua kalinya.

Dan saat itu juga Changmin sadar, kalau namja tunanetra ini mengambil banyak bagian di hatinya.

“biasa saja bum, kau aneh,” tawanya ringan, “baru kali ini aku mendengarmu mengucapkan kata-kata itu padaku.”

“karena aku sudah akan jarang bertemu denganmu lagi,” Kata-kata itu berhasil mencuri perhatian Changmin, “aku dan Jonghyun-hyung diangkat sebagai putra keluarga Kim di Incheon,”

“…ah. sejak kapan?”

“seminggu lalu. Dan 4 hari lagi kami akan pindah,”

Changmin terdiam sejenak.

“…selamat kalau begitu. Sering-seringlah bermain kesini. Jinki dimana?”

‘bagaimana dengan Jinki?’ pertanyaan itu seharusnya yang terucap. Tapi secuek apapun Changmin, dia tidak mau membuat anak yatim piatu itu sakit hati ataupun khawatir.

“… aku tahu kau sangat memperhatikan Jinki-hyung. Aku titip dia padamu. Jangan kau berani menyakitinya, atau aku dan Jonghyun-hyung akan membunuhmu dengan keji.”

Biasanya omongan seperti ini akan berakhir dengan pertengkaran sengit antara Kibum dan Changmin. Namun melihat mata Kibum yang berkaca-kaca membuat Changmin diam.

“kami tahu dia tersenyum saat mengetahuinya, hyung. Tapi Jonghyun-hyung melihatnya menangis akhir-akhir ini. Aku juga tidak mau berpisah tapi—“

“… jangan sia-siakan kesempatan seperti ini Bum,”

“…”

“masih ada kami disini, tenang saja,”

 

ooo

 

sepertinya ketua yayasan menyuruh seseorang untuk memangkas sedikit rambut Jinki. Karena Jinki yang ada di hadapannya sekarang sudah berambut pendek, dengan poni panjang yang hampir menutup matanya jika tidak disibakkan.

Dan masih seperti biasa, Jinki bernyanyi sendirian di bawah pohon dekat kolam. Nampaknya ini adalah tempat favoritnya. Entah apa yang dinyanyikan namja itu. Atau dia hanya bersenandung? Kenapa nadanya sesuram ini?

“Jinki-yah,”

Jinki menoleh ke arah Changmin. Ya, dia sudah biasa dengan panggilan Changmin di saat dia sedang menyendiri. Tidak mengelak, Changmin sudah menjadi teman baru yang sangat-sangat baik untuk Jinki. Tidak pernah Changmin mencela keadaannya. Changmin juga mau menjelaskan semua hal yang ingin dia tahu.

“hyung!” balasnya ceria.

Changmin duduk di kursi kosong sebelah Jinki.

“kau kelihatan rapi dan manis sekali hari ini. Ada apa?” Tanya Changmin.

“um! Hari ini ada keluarga yang datang lagi untuk mencari adopsi. Siapa tahu aku bisa menemukan orang tuaku—”

Ingin sekali changmin mengatakan hal yang pasti akan menyakiti Jinki. Kenyataan bahwa calon orang tua yang datang selalu akan memilih putra atau putri yang sehat akan mnghancurkan impian namja berambut cokelat itu untuk memiliki keluarga.

Changmin tak memiliki hati sekeras itu.

“—apa aku sudah terlihat rapi hyung? Bagaimana dengan potongan rambutku yang baru?”

Jari changmin meraih kepala Jinki lembut, mengusap rambut itu pelan.

“… kau sempurna Jinki-yah… manis sekali. mereka pasti senang melihatmu,”

Nafas changmin tercekat melihat senyum yang terbentuk di bibir Jinki.

Ironis.

“… semoga ada yang mau memilihku, hyung. Agar aku juga bisa merasakannya… kehangatan sebuah keluarga,” jinki menarik nafas panjang, “aku juga ingin seperti Jonghyunnie dan Kibummie…”

Changmin meremas jari Jinki yang ada dipangkuannya.

“suatu saat Jinki, suatu saat nanti…”

 

ooo

 

khawatir dan kesal bercampur menjadi satu saat bibi Park (nama eomonim kesayangan Jinki) datang kepada di suatu siang, memintanya untuk datang ke panti asuhan bukan untuk mengantar bahan makanan seperti biasa, melainkan untuk Jinki.

‘sudah beberapa hari ini Jinki tidak mau berkumpul dan lebih sering di gereja. Dia juga jarang menyentuh makanan yang kami bawakan…’, jelasnya, ‘aku tahu Jinki kagum padamu, Changmin-sshi. Tolong, bisakah kau membuat Jinki tersenyum lagi? Sejak bertemu denganmu, Jinki jadi tambah ceria, dan tidak begitu memerdulikan keadaannya…’

Ya.

Khawatir karena telah terjadi sesuatu pada Jinki dan kesal karena dia tidak bisa menemaninya sesering dulu karena kuliahnya sudah hampir masuk, yang berarti banyak tugas pre-graduation bermunculan.

Changmin mempercepat langkahnya menaiki tangga kayu menuju gereja panti  asuhan.

Jinki ada disana.

Dan benar saja.

Changmin menemukan Jinki tengah menunduk, bersimpuh di tengah altar.

Berdoa.

Cahaya matahari yang menyelip dari balik kaca warna-warni di atap gereja, jatuh di tubuh kecil Jinki. Membuatnya terlihat seolah dikelilingi halo.

Cantik.

Seandainya saja pundak itu tidak bergerak menahan isak tangis.

“Jinki…”

Changmin tidak bisa menahan keinginannya untuk memeluk satu-satunya orang di gereja itu. Tangan Changmin melingkar di badan Jinki, menariknya ke dalam pelukannya.

“Jinki, Jinki…”

“m-mereka p-pergi hyung, hiks, taemin dan minho… k-keluarga itu mengambil mereka d-dariku,”

sst, tak apa—“

“m-mereka menolak-ku, l-lagi. M-mereka mengambil semua d-dongsaengku…”

“Jinki—“

“a-aku sendiri, a-aku—“

Changmin membalikkan tubuh Jinki paksa, agar kepala Jinki bisa ia sandarkan ke sela lehernya.

“hei… ada aku, aku masih disini…”

Tak perlu menunggu lama untuk kerah baju Changmin basah oleh air mata namja di dekapannya.

 

ooo

 

3 tahun kemudian.

“Changmin-ah! Banyak yang memintaku untuk memperpanjang waktu exhibition art gallery-mu ini. Apa kau yakin tidak mau? Uang, changmin-ah!”

Yang diajak bicara malah sibuk sendiri dengan kuasnya, menggoreskan warna-warna pastel sebagai dasar dari wajah seseorang dalam kanvasnya.

“Hei, Shim! Jawab aku!”

“Sudah kubilang aku tak mau, Kyu. Keindahan “J” sebenarnya bukan konsumsi publik. Ini adalah untukku saja. Jadi sebelum kau menyarankan untuk menjual beberapa lukisanku, aku sudah menolak.”

“hah. Kau akan rugi, Shim, rugi. Berapa puluh orang yang kau tolak saat mereka menawar lukisanmu?”

Changmin hanya tersenyum mendengarnya.

Tentu saja.

Jinki tak akan bisa dinilai dengan uang.

 

ooo

 

“sore eomonim. Apa surat-surat yang kuminta sudah kau urus?” Tanya Changmin sesampainya di kantor yayasan.

Bibi Park melirik dari mejanya, dan tersenyum saat melihat artist muda itu di ruangannya.

“jangan khawatir, semuanya sudah selesai. Kau bisa membawanya pergi kapan pun kau mau,”

“mungkin aku akan mengajaknya sekarang,” changmin melanjut, “aku ingin merayakan natal bersamanya tahun ini,”

BIbi park menyodorkan map biru penuh surat-surat yang Changmin minta.

Tangannya meraih wajah Changmin saat berkas itu sudah dipegang mantan delivery boy favoritnya.

“…kau baik Changmin-ah. Ini pasti akan menjadi kado terindah untuk ultahnya tahun ini,”

Pandangan Changmin melembut mendengarnya.

“You’re wrong ma’am, he is the best gift I ever got from God,”

 

ooo

 

“kau kesini lagi, changmin-hyung?”

“Apa maksudmu kesini lagi? Kau tak suka kalau namjachingu tampan ini datang menemuimu?”

Changmin merebahkan badannya di ranjang Jinki.

Jinki yang masih duduk di samping jendela hanya tertawa, “tampan? Coba kemari, biar kurasakan lagi seberapa tampan wajahmu,”

Dengan langkah malas Changmin duduk di lantai dekat kursi Jinki.

Tahu kalau namjachingunya itu sudah ada di hadapannya, kedua tangan Jinki mulai meraba wajah Changmin.

Dari dahi, mata, hidung, bibir, dan pipi namja sempurna miliknya.

“hmm… ya. Kau masih terasa sempurna seperti biasa,” Jinki terkekeh, “sepertinya kau sudah perlu memotong sedikit rambutmu hyung, ponimu sudah panjang,”

Bagaimana Changmin bisa tidak jatuh hati pada namja sebaik Jinki?

“hei Jinki, kado untuk ultahmu tahun ini—“

“sudah kubilang tak usah, aku hanya merepotkanmu, hyung. Ada kau disini sudah cukup,”

“—tapi aku ingin kau selalu ada didekatku, Jinki-yah,”

Jinki nampak bingung, “…hyung?”

“aku sudah mengurus semuanya,” changmin bisa merasakan sentuhan Jinki di wajahnya mendadak kaku, “tinggalah bersamaku… Shim Jinki,”

Mata coklat itu berkaca-kaca.

Manis.

Jinki tak pernah terlihat semanis ini dengan raut kaget dan bahagia di wajahnya.

“c-changmin-hyung…”

“we’ll build a little family like you’ve always wished for, Jinki. You, me, and my parents,”

Changmin tak perlu tahu jawaban Jinki. Air mata yang menetes dan pelukan Jinki di lehernya sudah menjawab semuanya.

“… a family. With you and I in it. …Happy birthday, Shim Jinki,” 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
damned
#1
Chapter 6: changnew iseng banget dah ngerjain si jinki kayak gitu hahaha tapi duh ini adhadhskadh adorable bangeeet ;u; more more more~ ;3
vieroeclipse #2
Chapter 6: Aaaarrgghhh!! aku telat komen! u.u
mian kak. baru sempat komen sekarang.
ah, chapter ini maniiiisss bangeeettt!! Jadi kangen sama fluff changnew! huhuhuuu.... TT #CipokChangNew

Pengen apdet IWBTBWY tapi lappyku lagi under construction kak. Harddiskku rusak #sigh
Ayo apdet lagi kaaaakkk!! 30000000000 words sekali apdet~ :P #plaakss
jinkiesa #3
Chapter 6: aq suka aq sukaaa...bagus bagus....
aduuuh jd diabetes.....
damned
#4
Chapter 5: *jedotin kepala di kasur* i....love angst so very very much desu. aduh ga kuat, pengen guling guling saking senengnya ini angst dan bagus dan bikin air mata ngalir dengan indah nya. rasanya pengen bikin kelanjutan ini chapter asjdhaksjdhjaksd AHH WHY SO PRECIOUS BANGET SIH JINKIIII T^T
keziayansen #5
Chapter 5: TERHARUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU BANGEEEEEEEEEEEEEEEEEEEET TT^TT *CAPSLOCK JEBOL DAH"
DEMI NEPTUNUS, CERITA KE LIMA BIKIN AIR MATA NGALIR CETAR MEMBAHANA, huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...............
Thanks for the story ^^
sayangdubu
#6
Chapter 5: Entah karena sudah tengah malam atau apa
baca ni chapter bikin hati sakit, sesak
air mata ngalir..
(T. .T)
vieroeclipse #7
Chapter 5: GASHFDKSFDKSGDFKSGFKGSADKFGKSA
ASTAGAHHH. TERHARUUUU SO CUTTTEEEEEEE!!!
SERING2 AJA KAK MELLOW BEGINIIIII!!! ;AAAAA; #PLAAAAKSSSS