Final

Impossible

Tidak ada yang special dari hidupku. Aku selalu melakukan hal yang sama setiap hari. Bertemu orang yang sama setiap hari. Tidak ada yang special. Dan seperti biasa, aku berjalan sendirian ke kampus.

                “Choi Sora!”

                Langkahku terhenti saat mendengar suara orang yang paling aku kenal. Aku berbalik dan tersenyum. Aku melihat Taemin berlari kearahku. Taemin adalah sahabatku sejak kecil. Keluarga kami sudah saling mengenal sejak dulu sekali. Kami hampir selalu bersama sejak kecil, tapi sejak Taemin debut menjadi seorang member boyband bernama SHINee, aku bertemu dengannya tidak sesering dulu.

                Taemin merangkul bahuku santai.

                “Aku kira kamu akan latihan dulu,” ucapku.

                Taemin menggeleng. “Aku lebih senang menemani cewek cantik sepertimu dibandingkan pergi ke tempat latihan,” jawabnya.

                Aku tersenyum. Taemin selalu seperti ini didepanku. Akhir-akhir ini aku bisa melihat perubahan pada Taemin. Ia terlihat jauh leih dewasa dibandingkan tahun lalu. Ia tidak lagi terlihat seperti anak kecil.

                “You’re funny. Aku tahu kamu sedang malas untuk latihan,” balasku cepat.

                Ia tertawa. Tatapan Taemin tertuju kearah lain. Ia tersenyum lebih lebar. Aku mengikuti arah pandangannya. Aku melihat seorang cewek cantik yang berdiri tidak jauh dari posisi kami. Ia sedang berbicara dengan seorang temannya. Ia terlihat sangat cantik dan feminine. Sangat berbeda denganku.

                Taemin menepuk kepalaku pelan lalu berjalan menghampiri cewek itu. Aku tersenyum kecil.

                Sebuah kebohongan besar kalau aku bilang aku tidak pernah punya perasaan lain pada Taemin. Entah sejak kapan, perasaanku pada Taemin berkembang, tapi sayangnya aku baru menyadari hal ini begitu Taemin mempunyai pacar. Yup, cewek cantik itu adalah Jaehee, pacar Taemin sejak 1 tahun yang lalu. Satu-satunya cewek yang bisa mengalihkan pandangan Taemin dariku.

                Aku mengepalkan tanganku, menahan sakit yang ada di dadaku, sakit yang sudah kutahan sejak 1 tahun yang lalu. Aku tahu sudah 1 tahun berlalu, tapi aku masih juga belum terbiasa dengan perasaan yang muncul saat melihat Taemin bersama Jaehee. Aku berbalik dan berjalan menuju kelas. Mengabaikan rasa sakit yang ada di dadaku.

 

ooOOoo

 

“Hey, mau aku kenalkan dengan temanku?”

                Aku menatap Taemin tidak percaya. Ia sudah menanyakan hal ini beribu-ribu kali selama beberapa bulan terakhir. Aku menggeleng cepat. “I don’t want to, Taemin,” jawabku kesal. “Why are you asking?” tanyaku heran.

                Taemin mengangkat bahu santai. “Aku hanya berpikir kamu terlalu lama tidak punya pacar. Kamu selalu sibuk belajar dan terlalu banyak menghabiskan waktu denganku. Kamu butuh seseorang yang bisa menjagamu,” jawabnya.

                Aku menelan ludahku. Kata-kata Taemin sedikit menusuk hatiku. “I have you,” ucapku pelan.

                Taemin tertawa kecil dan menepuk kepalaku. “I won’t always be there, you know?” ucapnya. “I have a job,” tambahnya sambil sambil mengeluarkan senyum ala idol.

                Aku memaksa diriku untuk tersenyum. Aku tahu kalau Taemin benar-benar tidak akan selalu ada di sampingku, ia punya Jaehee.

                Kami berjalan keluar dari kelas. Dan seperti biasa, Taemin akan pergi menghampiri Jaehee dan aku akan ke perpustakaan. Perpustakaan menjadi salah satu tempat favoriteku di kampus, karena hanya tempat ini yang tidak pernah didatangi oleh Taemin dan Jaehee.

                Aku berjalan ke ruas ke tiga rak buku dan duduk di ujung ruangan. Ini adalah tempat favoritku karena dekat dengan jendela yang menghadap kearah gedung fakultas music and fine art. Aku suka membaca buku dan menulis buku harianku di sini. Aku tahu aku mungkin terlalu banyak membaca novel dan rasanya ini seperti kebiasaan seorang cewek dalam drama, tapi aku benar-benar menyukainya. Aku membaca beberapa buku hingga entah beberapa lama lalu aku pulang ke rumah.

                Rumahku tidak terlalu jauh dari kampus. Biasanya rumahku selalu kosong, kecuali kalau ada Taemin. Ayah dan Ibuku tinggal di rumah yang lain.

 

ooOOoo

 

Aku mengeluarkan seluruh isi tasku. Aku benar-benar sial, aku kehilangan buku harianku. Aku berlari keluar rumah dan menyusuri jalan yang biasa aku lewati. Berharap mungkin buku itu terjatuh saat aku berjalan pulang tadi. Tapi hingga kembali ke perpustakaan, aku tetap tidak menemukannya.

                Aku kembali berjalan pulang dengan perasaan benar-benar sedih. Buku benar-benar penting untukku, karena bukan hanya aku gunakan sebagai buku harian, tapi juga sebagai daily planner. Aku menulis segala schedule-ku di dalamnya.

 

ooOOoo

Someone else’s POV

Akhir-akhir ini aku selalu memperhatikan seorang cewek yang selalu datang ke perpustakaan. Ia selalu duduk di tempat yang sama, membaca buku dan menulis. Aku selalu melihat cewek itu dari jendela tempatku latihan di salah satu ruangan fakultas music and fine art.

                Hari ini ia datang lagi. Aku selalu penasaran dengan apa yang ia tulis dan ia baca setiap hari. Aku bisa melihat ia meninggalkan bukunya di tempat ia duduk. Aku berdiri dan berjalan menuju perpustakaan.

                Aku mengambil buku itu dan tersenyum. Mungkin ini kesempatanku untuk bisa mengenal cewek itu. Aku kembali berjalan ke ruang latihan dengan perasaan senang. Besok aku akan ke perpustakaan dan mengembalikan buku ini.

 

ooOOoo

 

Sora POV

“Sora-yaa.”

                Aku berbalik. Taemin berdiri di belakangku dengan wajah bingung. “What?”

                “Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanyanya.

                “I lost my daily planner,” jawabku sedih.

                “Really? Where?”

                I rolled my eyes. “Kalau aku tahu, aku nggak akan bilang kalau daily plannerku hilang,” jawabku. Kadang-kadang Taemin memang suka tulalit seperti ini.

                Taemin tertawa. “Mau aku bantu carikan?”

                Aku menggeleng cepat. “Aku bisa cari sendiri. Kamu nggak perlu khawatir,” jawabku, lalu aku berjalan menuju ke perpustakaan. Aku duduk di tempat biasa. Gawat sekali kalau Taemin menemukan buku harianku. Aku menulis semua tentang perasaanku di sana.

                Tiba-tiba seorang cowok berjalan kearahku. Aku menatapnya dengan tatapan heran. Jarang sekali ada orang yang mencari buku di rak ini, karena isinya tentang sejarah kuno. Dari penampilannya, ia terlihat bukan seperti mahasiswa jurusan sejarah atau seseorang yang tertarik dengan sejarah.

                “Apa kamu Choi Sora?” tanyanya. Ia berdiri di hadapanku.

                Aku mengangguk. Aku memperhatikan cowok itu. Sekilas, ia terlihat mirip dengan Taemin, tapi kulitnya sedikit lebih gelap. Ia terlihat sedikit angkuh tapi benar-benar keren. Ia tersenyum dan menjabat tanganku.

                “Aku Jongin, Kim Jong-in,” ucapnya.

                Aku mengangguk pelan. “Ada perlu apa?” tanyaku perlahan. Ia mengeluarkan sebuah buku dari tasnya.               Saat melihat buku itu, aku langsung tersenyum lega dan mengulurkan tanganku. “That’s my book!” ucapku senang.

                Saat aku mengulurkan tanganku, Jongin menarik tangannya dan menyembunyikan bukuku di belakang tubuhnya. Aku menatapnya bingung.

                “What--?”

                He smirks. “Apa buku sangat penting buatmu?” tanyanya.

                Aku mengangguk. “It’s my daily planner,” jawabku cepat. Ia menyodorkan buku itu padaku. Aku dengan cepat mengambil buku itu dan memasukannya ke dalam tas.

                “Apa kamu akan memberikanku sesuatu sebagai imbalan?” tanyanya santai. Ia memiringkan kepalanya sedikit.

                “What?”

                “Apa aku akan dapat imbalan?” ulangnya.

                Aku mengerutkan keningku. Aku agak bingung. Cowok ini benar-benar tidak biasa, ia meminta imbalan langsung kepada seorang cewek yang baru saja ia temui. “What.. ehm.. what do you want in return?” tanyaku perlahan.

                Ia mengangkat bahunya. “Makan siang bersama?” jawabnya sambil tersenyum.

                Aku tertawa mendengar kata-katanya. “You’re a playboy, huh?” tanyaku. Aku menggeleng pelan. “Bagaimana kalau aku memberimu uang dan kamu bisa beli sendiri makan siangmu?” tambahku.

                He smirks again. “Aku nggak perlu uang. Aku cuma ingin makan denganmu,” ucapnya. Ia mengangkat bahunya lagi. “Kalau nggak hari ini, aku bisa kapan saja,” tambahnya.

                Aku tertawa. “Terima kasih sudah mengembalikan bukuku, Kim Jongin,” ucapku, lalu aku melangkah pergi meninggalkan cowok itu.

 

ooOOoo

 

Aku menggeleng saat membuka buku harianku. Cowok tadi benar-benar keterlaluan. Aku menelfon nomor cowok tadi yang ia tuliskan di bukuku.

                “Hallo?”

                Aku agak kaget mendengar suara cowok itu di telfon, sepertinya terdengar lebih keren dari yang tadi. “Kim Jongin?” tanyaku perlahan.

                Cowok itu tertawa kecil. “Aku tahu kamu akan menelfonku,” ucapnya.

                “Ah, yeah, right,” balasku. “You ruined my planner,” ucapku kesal.

                “I don’t,” jawabnya santai.

                “Ha-ha, kamu menuliskan namamu di semua hari sabtu sampai akhir tahun ini,” ucapku semakin kesal. “Dengan spidol merah!”

                Jongin tertawa lagi. “Jadi kita akan bertemu sabtu ini?” tanyanya.

                Aku menggelengkan kepalaku tidak percaya. Cowok ini benar-benar ajaib. “Kamu benar-benar aneh,” ucapku, lalu aku menutup telfonnya.

                “Siapa?” tanya Taemin yang baru saja masuk ke dalam rumahku.

                Aku menggeleng. “Bukan siapa-siapa,” jawabku.

                Taemin menatapku curiga. “Apa kamu sudah punya pacar tanpa sepengetahuanku?” tanyanya.

                Aku tertawa. “Apa aku harus bilang padamu kalau aku punya pacara?” tanyaku.

                Taemin mengangkat bahunya. “Apa kamu tidak akan bilang pada sahabatmu kalau kamu punya pacar?” tanyanya.

                Aku tersenyum dan menepuk kepala Taemin pelan. “Tentu saja aku akan bilang kepadamu,” jawabku.

                “Oh!” Taemin menunjuk buku harianku dan mengambilnya. “Ketemu dimana?”

                Aku dengan cepat mengambil buku itu dari tangannya, takut kalau ia membukanya. “Seseorang mengembalikannya padaku,” jawabku sambil tersenyum.

                “Apa seorang cowok?” tanyanya. Ia duduk di sofa ruang tengah. Aku mengangguk dan duduk di sampingnya. “Apa ia ganteng?” tanyanya lagi.

                Aku mencoba mengingat wajah Kim Jongin. Aku mengangkat bahuku. “Sedikit,” jawabku. Mata Taemin kembali tertuju padaku. Aku tahu ia selalu semangat kalau aku membicarakan tentang cowok. Aku menggeleng. “Cowok itu benar-benar aneh,” ucapku.

 

ooOOoo

 

“Are you kidding me?” ucapku kesal.

                Saat ini aku duduk di perpustakaan, di tempatku yang biasa. Dan sudah beberapa hari ini Kim Jongin selalu datang menghampiriku.

                “What?” tanyanya tanpa rasa bersalah.

                “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyaku.

                Ia mengangkat sebuah buku dan tersenyum. “Aku datang untuk membaca,” jawabnya. He smirks. “Pelankan suaramu, kita sedang di perpustakaan,” tambahnya.

                Aku menghela nafas. “Banyak tempat di depan sana, kenapa kamu harus datang ke sini?” tanyaku.

                Ia mengangkat bahu santai dan duduk tidak jauh dariku. “Aku suka di sini,” jawabnya.

                Aku berdiri dan berjalan melewatinya. “Aku akan cari tempat lain,” ucapku pelan.

                Jongin memegang tanganku dan menarikku duduk di sebelahnya. “Apa aku salah kalau aku tertarik denganmu?” tanyanya. Ia menatapku serius.

                Aku terdiam sesaat lalu melepaskan tangannya. “Aku tidak tertarik,” ucapku cepat, lalu aku berjalan pergi meninggalkannya.

                Aku berjalan ke luar perpustakaan. Aku melangkah terus hingga ke taman belakang, tempatku dan Taemin menghabiskan tahun pertamaku di kampus. Tempat ini nyaman dan sepi, tidak banya orang yang datang ke sini karena terlalu jauh dari mana-mana. Langkahku terhenti saat melihat Taemin berjalan kearah yang sama dengan Jaehee. Debaran jantungku terasa semakin kencang. Taemin menggenggam tangan Jaehee dan mereka terlihat begitu bahagia. Aku berbalik, mengurungkan niatku untuk ke taman belakang. Sepertinya aku lebih baik pulang ke rumah.

 

ooOOoo

 

“Apa kamu benar-benar tidak mau aku kenalkan dengan temanku?” tanya Taemin.

                “Yaa Lee Taemin!” Aku menatapnya tidak percaya. Aku tidak mengerti kenapa ia benar-benar ingin mengenalkan temannya kepadaku, kenapa ia ingin aku punya pacar.

                “I’m just saying,” ucap Taemin cepat. Ia melangkah mundur. Ia mengalihkan pandangannya dariku. Wajahnya terlihat sedih.

                Aku menghela nafas. Aku paling tidak tahan menolak keinginan Taemin. Ia selalu tahu itu. Walaupun aku menolak berkali-kali, pada akhirnya aku pasti mengikuti keinginannya. “Kapan?” tanyaku.

                Taemin kembali menatapku dan tersenyum. “Aku tahu kamu pasti mau,” ucapnya dengan nada bangga.

                “Answer me, before I change my mind,” ucapku perlahan.

                “Besok aku akan menjemputmu jam 6 lalu kita bisa makan malam,” jawabnya cepat.

                Aku mengangguk pelan. “Bukannya kamu ada schedule saat ini?” tanyaku melihat jam.

                “Ahh iya,” ucapnya sambil melihat jam. Ia memelukku sekejap. “Kamu harus dandan yang cantik, aku akan jemput jam 6, ok?” ucapnya cepat, lalu ia pergi.

                Aku menatap kepergian Taemin dengan sedih. “Apa kamu nggak keberatan kalau aku punya pacar?” ucapku pelan. “Lee Taemin,” gumamku.

 

ooOOoo

 

Aku menatap diriku di kaca. Aku tidak tahu kenapa aku melakukan hal ini. Sejak tadi aku bertanya kepada diriku sendiri, untuk siapa aku berdandan cantik seperti ini? Aku sedikit berharap kalau aku berdandan, Taemin akan melihatku dan menyesal karena mengenalkan aku dengan orang lain. Tapi aku tahu itu tidak mungkin terjadi. Tentu saja Taemin tidak akan se-sensitif itu.

                “Apa kamu sudah siap?” tanya Taemin. Ia membuka pintu kamarku dan tersenyum melihat aku melakukan hal yang ia inginkan.

                “Happy?” tanyaku sambil berdiri.

                Taemin memperhatikanku dari atas hingga ke bawah. “You look so beautiful,” ucapnya.

                Aku bisa merasakan wajahku memanas karena kata-kata Taemin. Aku berbalik dengan cepat dan menarik nafas dalam-dalam. “I know,” balasku, mencoba sebisa mungkin terdengar santai dan playful.

                Taemin berdiri di sampingku dan tersenyum. Ia menatap bayangan kami berdua di kaca. “I know you’ll be fine. Dia pasti akan suka denganmu,” ucapnya sambil memegang tanganku sesaat, lalu ia mengajakku untuk keluar.

                Aku menundukkan kepalaku. “I won’t be fine,” gumamku pelan.

 

ooOOoo

 

Aku melangkahkan kakiku di salah satu restoran terkenal di Seoul. Aku melihat Taemin tersenyum dan melambai ke salah satu meja. Aku melihat Jaehee duduk dengan cantik di sana. Taemin dengan cepat menghampiri Jaehee dan mencium kedua pipinya. Aku menghela nafas dan duduk di hadapan Taemin.

                “Hey, Sora,” sapa Jaehee. Ia duduk cantik dengan dress berwarna soft pink yang sangat feminine dan aku yakin tidak mungkin aku cocok aku pakai sampai kapanpun.

                Aku tersenyum. “Hey,” balasku. Aku mencoa sebisa mungkin terlihat cantik di depan Jaehee.

                “Apa kamu grogi?” tanya Jaehee semangat.

                Aku tertawa kecil. “Kinda,” jawabku. Tentu saja aku sedikit grogi, karena satu-satunya yang bisa membuatku grogi hanya Taemin, dan ia duduk tepat di hadapanku saat ini.

                Taemin mengangkat tangannya dan melambai kearah pintu masuk. Aku tahu teman Taemin baru saja datang. Aku menengok ke belakang sedikit. Aku sangat kaget saat melihat teman Taemin. Aku dengan cepat berbalik lagi, berdoa semoga apa yang aku pikirkan tidak terjadi.

                “Kai!” sapa Taemin.

                Aku menatap cowok yang baru saja datang dengan wajah kaget.

                “Kai, ini sahabatku, Choi Sora,” ucap Taemin pada temannya sambil menunjuk kearahku.

                Cowok itu tersenyum lebar. “Hey, namaku Kai. Nice to meet you,” ucapnya.

                “You said.. you said.. you said your name was Kim Jongin,” ucapku perlahan.

                Taemin menatapku dan Jongin bergantian dengan tatapan bingung. “Kalian sudah kenal?” tanyanya.

                Jongin duduk di sampingku dengan santai dan tersenyum padaku. “Kim Jongin nama asliku, tapi semua orang memanggilku Kai,” ucapnya.

                Aku masih menatapnya tidak percaya. Ini benar-benar tidak di sangka. Orang yang ingin dikenalkan oleh Taemin adalah Kim Jongin, cowok yang beberapa hari ini mengganggu hidupku.

                “Wow, this is great,” ucap Jaehee senang.

                Aku mengalihkan pandanganku dari Jongin dan memaksakan diriku tersenyum pada Jaehee. Taemin masih menatapku bingung. Aku tersenyum pada Taemin dan menggeleng pelan, mengisyaratkan kalau aku baik-baik saja, lalu ia kembali berbicara pada Jongin.

                Selama makan malam berlangsung, Taemin terus melemparkan pandangan khawatir padaku. Aku hanya bisa tersenyum. Tentu saja aku tidak bisa bilang kalau aku tidak nyaman duduk di samping temannya. Sedangkan Jongin terus-menerus berusaha bicara denganku, tapi aku hanya menjawab sedikit. Aku benar-benar merasa tidak nyaman berada di dekat Jongin.

                “Aku akan mengantar Sora pulang,” ucap Jongin.

                Aku menatap Jongin dengan cepat. “What?”

                Jongin tersenyum pada Taemin dan Jaehee, ia tidak melihat kearahku.

                “Ok kalau begitu. Aku akan mengantar Jaehee pulang,” ucap Taemin. Ia menepuk kepalaku pelan dan tersenyum penuh arti.

                Aku menggeleng cepat pada Taemin, tapi Jongin menarik tanganku keluar dari restoran sebelum aku sempat bicara ataupun mendengar apapun dari Taemin. Aku menatap Jongin marah, tapi ia terlihat benar-benar santai.

                “What the hell are you doing?!” tanyaku kesal.

                “Aku akan mengantarmu pulang,” jawabnya. “Mobilku di sana,” tambahnya sambil menunjuk kearah parkiran.

                Aku terdiam.

                “Oh, come on. Aku tahu kamu tidak mungkin pulang sendirian. Ini sudah sangat malam,” ucapnya sambil menarik tanganku menuju mobilnya.

                Aku menarik tanganku kembali. “Aku bisa pulang sendiri,” ucapku cepat.

                Jongin tertawa. “Dan aku harus bilang apa pada Taemin? Aku meninggalkan sahabatnya di jalanan dan menyuruhnya pulang sendiri?” ucapnya sambil membukakan pintu. Aku menatapnya curiga. “Oh, come on,” ucapnya. Ia melihatku dari atas hingga ke bawah. “Kamu terlalu cantik untuk pulang sendiri jam segini. There’s a lot of bad guys, you know?” tambahnya.

                Aku berpikir sebentar dan masuk ke dalam mobilnya. Aku bisa melihat senyum Jongin yang benar-benar lebar, membuatku semakin kesal. Jongin menyalakan mobilnya dan aku dengan sangat terpaksa memberitahukan alamat rumahku.

                “You lied,” gumamku.

                “Hah?”

                Aku menghela nafas. “Kamu bohong kepadaku bahkan untuk hal sesimpel nama,” ulangku.

                “I didn’t, actually,” jawabnya cepat. “Aku memberitahukanmu nama asliku padamu, tapi aku memang lebih sering dipanggil dengan nama yang lain. Aku tidak bohong,” tambahnya.

                Aku terdiam sebentar dan suatu hal membuatku membelalakkan mataku dan menatap Jongin serius. “Apa kamu membaca bukuku yang kemarin?” tanyaku cepat.

                Jongin menggeleng. “Memang ada apa di dalamnya?” tanyanya. Ia tidak mengalihkan pandangannya dari jalan dan tidak ada perubahan yang signifikan dalam ekspresinya.

                Aku menatapnya curiga. “Serius?”

                Ia menggangguk. “Apa ada rahasia di dalamnya?” tanyanya.

                Aku mengalihkan pandanganku darinya. “Tidak,” jawabku. Ini lebih gawat dari yang aku kira. Kalau Jongin benar-benar membaca segalanya, aku tidak tahu apa yang akan ia katakan pada Taemin dan bagaimana ia akan melihatku. Tapi dilihat dari sikapnya hari ini, sepertinya ia tidak membaca isi buku harianku.

                “Apa ada sesuatu di dalamnya?” tanyanya lagi. Aku menggeleng. “Ahh, mungkin harusnya aku membaca isinya supaya aku tahu tentangmu,” gumamnya.

                “Yaa!”

                Jongin tertawa. “Aku hanya bercanda,” ucapnya cepat. “Aku tahu buku itu adalah privacy,” tambahnya.

                Kami sampai di gedung apartemenku. Aku turun dan Jongin ikut turun. Ia memperhatikan gedung apartemenku. Aku menatapnya bingung.

                “Apa kamu nggak ingin diantar hingga ke atas?” tanyanya santai.

                Aku menendang kakinya keras. “Are you kidding me?” balasku cepat.

                “Ouch!!” Jongin memegang kakinya, tempat aku baru saja menendangnya.

                “Terimakasih sudah diantarkan. Aku harap kita nggak ketemu lagi. Selamat malam!” ucapku kesal lalu berjalan meninggalkannya.

                Jongin tersenyum. “Goodnight, princess,” ucapnya.

 

ooOOoo

 

Sejak pertemuanku dengan Jongin di restoran, ia jadi sering sekali hang-out denganku dan Taemin. Ia selalu mengikuti Taemin kemanapun ia pergi.

“What are you doing here?” tanyaku saat melihat Taemin datang ke rumahku bersama Jongin.

                “What’s with the attitude, Sora-ya?” tanya Taemin. Ia melangkah masuk tanpa dipersilahkan.

                Aku mencegat Jongin saat ia mengikuti langkah Taemin untuk masuk. “The question is for you,” ucapku.

                Jongin tersenyum. “Aku hanya menemani Taemin,” jawabnya.

                “Sora-yaa, what are you doing?” tanya Taemin dari dalam. “Kai, ayo masuk,” tambahnya.

                Jongin tersenyum mendengar kata-kata Taemin, dan aku tidak punya pilihan lain selain mempersilahkan Jongin masuk. Aku berjalan mengikuti Jongin dari belakang dan menghampiri Taemin yang saat itu duduk di ruang tengah.

                Seperti biasa, Taemin selalu duduk di tempat yang sama dan mulai main playstation. Aku tidak tahu sudah sejak kapan hal ini berlangsung. Taemin selalu datang ke tempatku untuk main dan bersantai. Kadang ia malah memilih untuk datang ke tempatku saat tidak ada schedule dibandingkan untuk pulang ke rumahnya sendiri.

                Aku duduk di samping Taemin dan memperhatikan Jongin yang saat ini melihat-lihat isi rumahku.

                “Sora-yaa, kamu lucu sekali di sini,” ucap Jongin sambil menunjuk foto masa kecilku.

                “Sora-yaa?!” gumamku kesal. Jongin mulai memanggil namaku dengan santai, seakan kami sudah berteman lama.

                Aku berdiri dan menghampiri Jongin. “Don’t look,” ucapku.

                Jongin tidak mendengarkan kata-kataku dan terus melihat-lihat sekeliling rumahku dengan semangat. “Wahh, kamu benar-benar dekat dengan Taemin ya?” ucapnya. Ia menunjuk kearah area khusus tempat aku memajang seluruh fotoku dan Taemin sejak kecil.

                Aku tersenyum dan menunjuk ke salah satu foto masa kecilku dengan Taemin. “Taemin lucu sekali di sini. Ia hampir saja tercebur ke danau karena ia ingin main dengan bebek,” ucapku sambil tertawa mengingat masa itu. Jongin ikut tertawa. Lalu tanpa sadar, aku menceritakan cerita di balik foto-foto yang ku pajang di sana. Jongin terus mendengarkan dengan tatapan excited.

                “Sora-yaa, apa kamu tidak ada kuliah hari ini?” tanya Taemin saat ia selesai main.

                Aku mengalihkan pandanganku dari Jongin. “Nanti sore mungkin,” ucapku. Tanpa sadar aku berjalan menuju kearah Taemin, aku lupa sama sekali kalau Jongin sedang bicara. Aku berbalik kearah Jongin. “Ah, tadi kamu bilang apa?” tanyaku pada Jongin.

                Jongin menghela nafas dan menggeleng. “Tidak,” jawabnya. Ia melihat jam tangannya. “Sepertinya aku harus latihan,” ucapnya. Aku tersenyum padanya. “Apa kamu tidak mau mengantarku keluar?” tanyanya padaku.

                “Kamu tahu pintu keluarnya dimana kan?” balasku.

                Jongin tertawa sedih. “I’ll call you later, Taemin-ah,” ucapnya pada Taemin lalu pergi.

                Aku menghela nafas lega. Aku merasa lebih nyaman karena akhirnya aku bisa berdua dengan Taemin. Taemin menceritakan kehidupannya seperti biasa.

 

ooOOoo

 

“Kenapa aku harus ada di sini?” tanyaku pada Taemin.

                Kami berdiri di salah satu mall di seoul. Taemin terlihat seperti biasa kalau ia pergi keluar, topi dan masker.

                “Aku ingin membeli kado dan aku mengajak Kai dan Jaehee. Aku tidak mau Kai sendirian, jadi aku mengajakmu juga,” jawabnya santai. Ia memegang HP nya, seperti mengirimkan sms kepada Jaehee atau Kai.

                Aku menatapnya curiga. “Apa kamu bohong?” tanyaku. Taemin menggeleng. “Apa ini bukan ide-mu untuk menjodohkanku dengan Jongin?” tanyaku lagi.

                “Aku tidak menjodohkanmu dengan Kai. Aku cuma ingin kamu berteman dengan temanku,” jawabnya tenang.

                Aku menonjok lengannya. “Nice try, Minnie,” ucapku kesal.

                Taemin tersenyum. “Sudah lama aku nggak mendengarmu dengan nama panggilan kecilku,” ucapnya senang.

                Aku tertawa. “Kamu mau aku memanggilmu dengan nama kecilmu lagi? Apa kamu tidak malu?” tanyaku.

                Taemin menggeleng. “Aku tidak akan malu kalau kamu yang memanggilku dengan nama panggilan apapun,” jawabnya cepat.

                Aku menahan nafasku sesaat mendengar jawabannya. I curse myself. Aku selalu mudah meleleh mendengar kata-kata Taemin walaupun aku tahu ia tidak bermaksud untuk membuatku seperti ini. Aku melihat dari jauh, Jaehee berjalan kearah kami.

                Taemin tersenyum dan menghampiri Jaehee. Aku hanya melambai pada Jaehee dan memperhatikan mereka berdua. Sepertinya sudah lama sekali aku tidak berjalan bertiga seperti ini, tentu saja aku selalu menghindari situasi ini.

                “Sepertinya Kai akan sedikit terlambat. Kita jalan duluan?” ucap Taemin.

                Aku membelalakkan mataku. “Jongin pasti datang kan?” tanyaku cepat. Aku lebih baik pulang kalau harus berjalan bertiga seperti ini.

                Taemin tertawa dan menepuk kepalaku. “Sepertinya ada yang mulai tertarik dengan Kai?” ucapnya senang.

                Aku menggeleng cepat. “Aku cuma..” Aku tidak bisa meneruskan kata-kataku. Aku mengalihkan pandanganku dari Taemin dan berjalan di depan mereka.

                “Yaa Choi Sora, apa kamu mulai tertarik dengan Kai?” tanyanya.

                Aku menggeleng. “Tentu saja nggak,” jawabku cepat.

                “Kenapa kamu berharap Kai datang?” tanyanya lagi. Ia menatapku curiga.

                “Aku nggak berharap dia datang. Tapi bukannya akan awkward kalau aku berjalan denganmu dan pacarmu?” balasku perlahan.

                Taemin menggeleng. “Aku nggak keberatan kalau harus jalan bertiga,” ucapnya.

                Tapi aku keberatan, ucapku dalam hati. “Aku tidak mau mengganggumu,” ucapku pelan.

                Taemin memegang kepalaku dan tersenyum. “Kamu tidak akan pernah jadi pengganggu,” bisiknya.

                Aku mendorong wajah Taemin menjauh dariku. Aku bisa pingsan karena kehabisan nafas. Aku melirik sedikit kearah Jaehee, cewek itu hanya tersenyum kecil melihat sikap Taemin terhadapku. Ia pernah bilang kalau kami berdua terlihat seperti adik-kakak yang sangan dekat.

                Jaehee menarik tangan Taemin dan menggenggamnya. “Apa yang ingin kamu beli?” tanyanya.

                Taemin langsung mengalihkan tatapannya dariku dan focus pada Jaehee. Selama beberapa saat, kami berjalan mengelilingi mall ini bertiga, aku berdiri di belakang mereka dan sebisa mungkin mengalihkan pandanganku dari mereka berdua karena aku tidak tahan melihat Jaehee bersikap manja pada Taemin dan Taemin mengikuti segala kemauannya.

                “Apa kamu sendirian?” tanya seseorang dari sampingku.

                Aku dengan cepat menengok ke sampingku dengan kaget. Jongin berdiri di sampingku dengan senyum lebar. “Hey,” sapanya.

                Aku menghela nafas lega. Untuk pertama kalinya aku bersyukur Jongin ada di sini.

                Jongin menyapa Taemin dan Jaehee, lalu kembali berdiri disampingku. “Apa kalian sudah lama?” tanyanya.

                Aku mengangguk, aku tidak bisa menyembunyikan wajah bete ku saat ini. “Kamu datang lama sekali,” ucapku kesal.

                “Apa kamu senang aku datang?” tanya Jongin. Ia tidak bisa menutupi rasa excited yang terdengar jelas dari nada bicaranya.

                Aku berhenti sesaat, menyadari kata-kataku barusan terdengar sedikit salah. Aku melirik kearahnya yang saat ini tersenyum lebar. “Karena satu dan hal lainnya, mungkin,” jawabku.

                Selama hari itu, aku berdiri selalu di samping Jongin. Ia bercerita banyak tentang dirinya. Ia benar-benar berbeda dari Taemin. Apa yang disukai oleh Taemin, Jongin tidak suka. Kebiasaan mereka juga benar-benar bertolak belakang.

                “Kamu benar-benar berbeda dengan Taemin,” gumamku.

                “Apa kamu nggak suka kalau aku berbeda dengan Taemin?” tanyanya.

                Aku menggeleng. “Aku cuma mengira kalau kalian mirip,” jawabku.

                “Apa kamu selalu membandingkan orang lain dengan Taemin?” tanyanya.

                Aku menatapnya bingung. Kenapa ia terdengar sedikit kesal. “Aku bukannya membandingkan..”

                “Apa cuma Taemin yang ada di matamu?” tanyanya.

                Aku berhenti melangkah. Aku tidak mengerti kenapa Jongin marah seperti ini. “Kenapa kamu marah?” tanyaku.

                Jongin menggeleng. “Aku bukannya marah, tapi aku nggak suka mendengar kamu selalu bicara tentang Taemin,” jawabnya frustasi.

                Aku menatap Jongin tidak percaya. “Ok, this is really wrong,” ucapku perlahan. “Aku nggak tahu kenapa kamu marah seperti ini. Tapi sepertinya kamu menganggap sikapku ini berlebihan. Aku dan kamu tidak ada hubungan apapun, bahkan aku belum menganggapmu sebagai temanku. Kamu nggak punya hak untuk melarangku bicara tentang Taemin karena Taemin adalah sahabatku sejak kecil,” ucapku berusaha terdengar setenang mungkin.

                Jongin menghela nafasnya. “Aku tahu itu,” jawabnya pelan.

                Setelah itu, Jongin tidak lagi banyak bicara dan kami berempat pulang dengan mobil Jongin.

                Pertama, kami mengantarkan Jaehee pulang karena rumahnya yang paling dekat. Taemin mengantarkan Jaehee hingga ke depan pintu rumahnya. Aku memperhatikan mereka berdua. Mereka memang terlihat cocok, meskipun aku selalu merasa ada sesuatu yang salah dengan Jaehee, tapi mereka terlihat cocok kalau jalan berdua.

                Tiba-tiba Jongin menarik tanganku dan menutup mataku. “Jangan dilihat,” ucapnya pelan.

                Aku melepaskan tangan Jongin dari wajahku dan melihatnya dengan tatapan bingung. Aku tidak bisa membaca ekspresinya saat itu. Aku berbalik melihat kearah Jaehee dan Taemin yang saat ini sedang berciuman. Aku mengalihkan pandanganku dari pemandangan yang membuat hatiku sakit. Tanpa sadar, Jongin tetap menggenggam tanganku.

                “Aku sudah bilang, jangan dilihat,” ucapnya.

                Aku menatap Jongin bingung. Kenapa dia bisa bilang seperti itu kepadaku. Aku berpikir sebentar. “Did you read my..”

                “Maaf lama,” ucap Taemin saat kembali ke dalam mobil.

                Aku mengurungkan niatku untuk bertanya pada Jongin dan melepaskan tanganku dari tangannya. Aku melirik sedikit kearahnya dan ia mengalihkan pandangannya dariku. Aku menundukkan kepalaku. Berbagai perasaan muncul dalam diriku, tapi rasa kesal mendominasi.

                “Apa aku boleh menginap di tempatmu?” tanya Taemin kepadaku. “Sepertinya sudah terlalu malam untuk kembali ke dorm kalau harus mengantarkanmu pulang duluan,” tambahnya.

                Aku hendak menjawab, tapi Jongin bicara duluan, “Aku bisa mengantarkanmu pulang duluan.”

                Aku dan Taemin menatap Jongin agak kaget. Kami berdua bisa merasakan nada kesal pada suara Jongin tapi kami tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa.

                “Oh.. oh, ok kalau begitu,” ucap Taemin agak bingung.

                Selama perjalanan, entah kenapa suasana mobil benar-benar awkward. Jongin tidak mengubah wajah kesalnya sepanjang perjalanan. Aku mulai frustasi karena memikirkan bagaimana nanti setelah Taemin keluar dari mobil dan aku harus berdua dengan Jongin. Aku melirik sedikit kearah Taemin. Ia terlihat bingung dan merasa bersalah meskipun aku tahu ia tidak tahu apa yang sudah ia lakukan.

                Saat sampai di depan dorm SHINee, Taemin turun dan melambaikan tangannya padaku dan Jongin. Aku hanya bisa tersenyum kecil, mencoba menenangkan Taemin. Setelah itu kami berdua diam. Kesunyian ini benar-benar tidak nyaman.

                “Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya Jongin. Suaranya terdengar lebih rendah dari biasanya.

                Aku berpikir sebentar. Aku bahkan lupa apa yang ingin aku bicarakan sebelum Taemin masuk ke dalam mobil.

                “Apa aku baca buku harianmu?” tanyanya. Aku terdiam. “Tanpa membaca buku harianmu, aku sudah tahu apa isinya,” ucapnya, menjawab pertanyaannya sendiri.

                “Maksudmu?”

                “Apa kepalamu isinya batu atau kamu memang bodoh?” tanyanya.

                “What??!”

                “Atau kamu menikmati dirimu di sakiti tanpa sadar?” tanyanya.

                “Yaa Kim Jongin!”

                “What? is there something wrong with my words?” tanyanya. Ia melirik sedikit kearahku.

                “Aku nggak mengerti kenapa kamu bicara seperti ini. Apa kamu sakit hati karena aku nggak menyukaimu?” tanyaku cepat.

                Jongin tertawa miris. “Tentu saja aku sakit hati. Tapi aku lebih sakit hati karena melihat orang yang aku sukai tersakiti dan tidak bisa melakukan apapun selain terus menerima kalau dirinya disakiti,” jawabnya kesal. “Apa kamu sadar kalau kamu akan terus tersakiti seperti ini?” tanyanya.

                “What are you saying?” tanyaku. Aku mengerjapkan mataku mendengar kata-kata Jongin yang membingungkan.

                “Aku tahu kamu jatuh cinta pada Taemin. Aku tahu kamu nggak bisa meninggalkan Taemin karena dia sahabatmu. Tapi kalau terus seperti ini, apa yang kamu dapat?” ucapnya.

                “Aku..”

                “Apa kamu berpikir dengan kamu terus menunggu, Taemin bisa jatuh cinta denganmu?” tanyanya.

                Aku menundukkan kepalaku dan menggigit bibirku. Aku tidak bisa menjawab kata-kata Jongin saat ini.

                “Apa nggak pernah terpikir olehmu kalau Taemin nggak jatuh cinta padamu karena kamu memang selalu ada di sampingnya tanpa ia minta?”

                “Jangan bicara seenaknya seperti ini. Kamu nggak mengenalku sama sekali,” ucapku kesal.

                Jongin tertawa lagi. “Aku nggak mengenalmu?” tanyanya. “Tentu saja aku mengenalmu. Kamu pikir aku baru melihatmu saat aku mengembalikan bukumu? Aku sudah memperhatikanmu jauh sebelum itu. Aku sudah suka denganmu jauh sebelum kamu sadar aku ada di sini, dekat denganmu. Aku tahu kamu selalu duduk di spot yang sama, melakukan hal yang sama, dan bertemu dengan orang yang sama setiap hari. Aku tahu kebiasaanmu memainkan jarimu saat kamu grogi. Aku tahu kamu akan menggigit bibirmu saat kamu kesal. Aku tahu banyak hal lebih dari yang kamu pikirkan,” ucapnya.

                Aku kaget mendengar jawaban Jongin saat itu. Aku tidak menyangka ia tahu banyak hal tentangku.

                “Aku tahu kamu tidak sadar, karena aku tahu yang kamu lihat hanya Taemin,” ucapnya. “Kamu tahu apa alasanku datang hari ini? Karena aku tahu hari ini akan berat untukmu. Aku cuma ingin kamu mengalihkan pandanganmu sebentar supaya kamu nggak merasakan sakit hati saat melihat Taemin dan Jaehee,” tambahnya.

                Aku tidak bisa berkata apapun. Aku tidak tahu harus bicara apa.

                Jongin menghela nafas. Ia menenangkan dirinya sebentar dan menghentikan mobilnya. “Kita sudah sampai,” ucapnya pelan.

                Aku menarik nafas dalam-dalam dan keluar dari mobil. Aku berbalik menatap Jongin. “Terimakasih,” ucapku perlahan. Kepalaku terasa sedikit sakit karena terlalu banyak hal yang muncul di otakku saat ini.

                Jongin menatapku sedih. “Maaf,” gumamnya.

                Aku tidak membalas apapun dan berbalik, berjalan masuk ke apartemenku. Hari ni berat sekali, pikirku.

 

ooOOoo

 

Selama beberapa hari aku tidak melakukan hal yang berarti. Aku menghindari perpustakaan dan tempat-tempat yang biasa aku datangi. Aku memikirkan semua kata-kata Jongin malam itu. Aku tahu semua kata-katanya benar, aku hanya tidak ingin mengakuinya karena Jongin yang mengatakannya.

                Taemin datang ke rumahku beberapa kali dan seperti biasa menceritakan kehidupannya. Seperti akhir-akhir ini ia sering bertengkar dengan Jaehee. Bukannya senang, aku merasa sedih karena Taemin tersakiti.

                “Apa kamu bertengkar dengan Kai?” tanya Taemin.

                Aku menggeleng. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku dan Jongin. Tapi memang akhir-akhir ini aku sering memikirkan Jongin karena perkataannya malam itu.

                “Apa kamu pernah bertemu dengan Kai lagi setelah beberapa hari yang lalu?” tanyanya.

                Aku menggeleng. Mungkin Jongin datang ke perpustakaan untuk mencariku, tapi aku menghindari tempat itu.

                “Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya.

                Aku mengangguk. Aku memicingkan mataku pada Taemin, otakku sedang berpikir keras. “Apa yang kamu rasakan kalau aku punya pacar?” tanyaku perlahan.

                Taemin mengangkat bahunya. “Mungkin senang, tapi juga sedih. Karena kamu akan menghabiskan lebih banyak waktumu dengan pacarmu,” jawabnya.

                Aku mengangguk dan tersenyum. Entah kenapa aku tidak lagi mudah meleleh karena kata-kata Taemin. Mungkin perasaanku sedikit demi sedikit menyadari beberapa hal yang telah aku kesampingkan selama ini.

 

 

ooOOoo

 

“I just broke up,” ucap Taemin pelan, beberapa hari setelah kunjungan terakhirnya ke tempatku.

                “Why?” tanyaku. Aku menuntun Taemin untuk duduk di sofa.

                “She cheated on me,” jawabnya sedih.

                Aku memeluk Taemin erat. “I’m so sorry,” ucapku pelan.

                “Aku nggak tahu kalau selama ini ia punya pacar lain dan dia cuma pacaran denganku karena aku artis, bukan karena dia benar-benar suka padaku,” ucapnya.

                Aku terus memeluknya dan mencoba untuk menenangkan Taemin. Taemin melepaskan pelukanku saat ia mulai tenang. Aku berdiri dan mengambilkannya minuman hangat dan menyodorkan gelas itu pada Taemin. “Kamu akan merasa lebih baik,” ucapku.

                Ia meneguk minuman itu dan tersenyum. “Aku benar-benar beruntung karena kamu selalu ada untukku,” ucapnya.

                Aku mengerjapkan mataku beberapa kali saat mendengar kata-kata Taemin. “What did you say?” tanyaku perlahan.

                “I said,” Taemin menatapku bingung. “Apa aku bicara sesuatu yang salah?” tanyanya perlahan.

                Aku menggeleng dan menghela nafas. “Aku nggak tahu kenapa selama ini aku tutup mata dengan hal ini. Aku mungkin benar-benar gila karena terlalu menyukaimu dan aku tidak bisa berpikir apapun tentang hal lain ataupun orang lain,” ucapku.

                “Kamu menyukaiku?” tanya Taemin agak kaget.

                Aku mengangguk pelan. “Aku benar-benar menyukaimu. Aku sampai tidak bisa melihat hal lain selain dirimu,” jawabku.            

                Taemin melihatku dengan tatapan shock.

                Aku mengangguk lagi. “Aku tahu kamu nggak tahu tentang hal ini. Aku tahu kamu..”

                Hal berikutnya yang terjadi benar-benar diluar bayanganku. Taemin menaruh gelasnya dan menciumku. Ia benar-benar menciumku saat itu juga, tanpa mendengar kata-kataku sama sekali.

                Taemin melepaskan ciumannya dan menatapku sambil tersenyum.

                Tanpa sadar aku menahan nafasku dan menatapnya bingung. “Aku selalu membayangkan bagaimana rasanya dicium oleh orang yang selama ini aku sukai,” ucapku pelan.

                “So?” tanyanya perlahan.

                Aku terdiam sebentar. “I didn’t feel anything,” jawabku pelan.

                “Wow, that’s kinda hurt,” gumam Taemin.

                Aku menatap Taemin. “I’m sorry. Aku tahu kamu membutuhkan aku saat ini, tapi sepertinya aku harus pergi. Sebelumnya, aku nggak yakin dengan perasaanku. Tapi sekarang aku yakin,” ucapku. Aku menggeleng pelan. “Aku bukan suka padamu karena aku benar-benar jatuh cinta, tapi karena aku terbiasa ada disampingmu,” tambahku.

                Taemin tersenyum. “I know,” ucapnya. Ia menepuk kepalaku pelan. “Aku akan menenangkan diriku di sini sebentar,” ucapnya. “Sendirian,” tambahnya samil menepuk pundakku.

                Aku tersenyum dan berjalan ke luar dari apartemenku. Aku terus berjalan sampai ke kampus. Aku berjalan menuju ke perpustakaan. Aku tidak yakin harus mencari kemana, tapi aku harus menemukannya. Aku tidak menemukannya di perpustakaan.

                Aku berdiri di tempat biasa aku duduk. aku melihat keluar jendela dan memperhatikan sekelilingku. Aku tersenyum saat melihat sebuah ruangan yang jelas terlihat dari tempatku berdiri. Aku berjalan dengan cepat kearah ruangan itu dan membuka pintunya.

                “I found you,” ucapku pelan.

                Jongin berdiri di tengah ruangan latihan yang saat ini kosong. Ia begitu kaget saat melihatku berdiri di depan pintu sampai ia jatuh.

                Aku melangkah sedikit kearahnya. Aku melihat ia melangkah kearahku, tapi aku mengangkat tanganku sedikit. “Jangan mendekat,” ucapku cepat. Ia menghentikan langkahnya.

                “What are you doing here?” tanyanya bingung.

                “You just need to listen,” ucapku. Aku menarik nafasku. “Apa yang kamu katakana tentangku semua benar. Aku bahkan nggak menyadarinya sama sekali. Dan aku benci untuk mengakuinya, apalagi karena kamu yang mengatakannya,” ucapku.

                Jongin melangkah lebih dekat kearahku.

                “Jangan mendekat,” ucapku lagi. Ia tersenyum. “Selama ini aku selalu berpikir kalau aku akan menghabiskan hari-hariku dengan Taemin, hanya dengan Taemin. Tapi tiba-tia kamu datang, dan nggak seperti bayanganku, kamu sangat berbeda dari tipe idealku. Dan kamu meledak dengan semua hal yang aku lupakan selama ini, hal-hal penting yang nggak aku hiraukan selama ini,” ucapku. Aku menundukkan kepalaku. “Dan mungkin, aku mulai menyukaimu saat ini,” tambahku pelan.

                Aku mengangkat kepalaku dan terpeleset sedikit karena kaget, Jongin berdiri tepat di hadapanku. He smirks.

                “Kamu tahu, cuma kamu yang memanggilku dengan nama asliku,” ucapnya. Ia menaruh jarinya di bawah daguku dan memaksaku untuk melihat langsung ke wajahnya.

                Aku terdiam dan aku bisa merasakan wajahku memanas. Ini pertama kalinya aku melihat Jongin sedekat ini.

                “Aku menyukainya,” ucapnya sambil tersenyum. “Dan aku ingin kamu memanggilku terus seperti itu sampai nanti,” tambahnya. Lalu ia menciumku.

                Perasaan yang aku rasakan benar-benar berbeda dari yang sebelumnya. Berbagai perasaan muncul dalam diriku dan aku tidak pernah merasa sesenang ini. Mungkin aku memang benar-benar jatuh cinta dengan seorang Kim Jongin.

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Elfandari #1
Chapter 1: good :)
I like it
nightynight #2
Chapter 1: Jongin nya ganahan kakaaaakkk
Aku juga mau dicium Jongin dong kakaaaaak~