may i replace you hyung?

Come Back

Semerbak wewangian bunga menguar memenuhi udara, tanda musim semi telah tiba.

Angin yang bertiup hangat, memainkan tirai jendela yang terikat rapi di bingkainya, seolah mengajak siapa saja untuk merasakan kesejukan tiupan sang bayu. Sangat menggoda.

Namun tetap saja aku tak bisa menerima ajakan dan lambaian tirai itu. Membuka mata pun aku tak sanggup.

 

Ironis. Tak tahu sudah berapa detik, berapa jam, berapa malam, dan berapa bulan aku terus terbaring tak berdaya tanpa mampu membuka mata. Hanya diam. Seolah tubuhku melumpuh dan mati secara perlahan. Mungkin mati lebih menyenangkan daripada terkurung dalam tubuh seperti ini?

 

Dalam kegelapan ini aku pernah berpikir seperti itu. Seandainya tak ada sesuatu yang membuatku bertahan, mungkin aku akan memilih pasrah ketika kegelapan menarik dan menenggelamkanku dalam pekatnya hitam. Tapi tidak, selama masih ada cinta di hatiku. Tidak selama Jaejoong masih di sisiku.

 

Aku merasakan yang lain, berbeda dengan harum bunga yang tadi sempat mendominasi. Ini wanginya, wangi kekasihku. Dan sekarang aku bisa merasakan kecupan hangat di kening dan kedua kelopak mata, yang perlahan turun dan berakhir di bibirku. Ini dia. Inilah yang membuatku bertahan dan mencoba melawan dalam keterbatasan. Kim jaejoong, satu-satunya yang kucintai sepenuh hati.

 

Kasih yang ia berikan, melalui kecupan dan belaian lembut yang tak pernah ia lupakan, aku tahu kau mencintaiku tanpa harus diungkapkan dalam kata-kata. Beberapa detik kemudian, kehangatan itu mejauh. Hanya sekilas, kemudian berganti menjadi pelukan hangat dan erat. Cukup seperti ini. Karena hanya dengan begini aku tahu kau masih di sini. Memandangku dengan penuh cinta walau aku menutup mata.

Kalau bisa menangis, mungkin air mataku sudah mengering sejak berbulan-bulan yang lalu. Rasanya seperti tercekik oleh lehermu sendiri ketika sakitnya menjalar ke seluruh jaringan dan mematikan seluruh system syaraf yang beroperasi dalam tubuh. Organ-organ lain pun seakan terkena imbas, mereka tak bekerja secara maksimal dan membiarkan badanku menjadi lumpuh.

 

Setitik air jatuh di atas punggung tanganku. Tak perlu bisa melihat pun aku tahu itu air mata Jaejoong.

 

“ Yun.. Kau tahu? Sekarang bunga sakura di taman kota sudah mekar. Waktunya hanami!”

Suara lembut itu terdengar ceria, namun dipaksakan.

 

Sembari melanjutkan pembicaraan searahnya, Jaejoong meletakkan tanganku di pipinya. Basah. Dia masih menangis.

“ Aku ingin sekali melewati hanami ini bersamamu..seperti tahun-tahun lalu Yun.. Kapan kau bangun? Apakah kau tak merindukanku?”

 

 

mianhae. mungkin hanya itu yang bisa kuucapkan.

Aku bisa membayangkan bagaimana ekspresimu saat mengatakan deretan kalimat itu.

Hidungmu yang memerah, mata yang sembab, pipi yang basah, dan ekspresi yang terluka. Sebegitu menyakitkannya kah ketika kau tak dapat mendengarkan suaraku?

 

Isakan pelan mulai terdengar. Sepertinya kekasihku ini sudah lelah menahan tangisnya. Mungkin menangis bisa mengurangi perih, namun lirihan sedihnya membuat hatiku teriris.

 

Mianhae Jaejoongie…. jeongmal mianhae.

 

Mungkin sudah tengah hari ketika kurasakan Jaejoong melepaskan pelukannya perlahan dan berdiam diri di samping ranjang tempatku berbaring. Tangannya sesekali merapikan anak rambutku dan menyelipkannya ke balik telinga. Kurasakan sentuhan itu menghilang. Sepertinya dia bangkit dari duduknya, namun hanya sebentar. Hingga akhirnya aku merasakan bagian atas ranjangku dinaikkan dan aku melakukan kontak langsung dengan sebuah benda di kepalaku.

Perlahan, Jaejoong menyisir rambutku. Membiarkan helai demi helai beradu dengan celah-celah sempit sisir yang dibawanya.

“ Wah.. rambutmu sudah panjang sekali Yun. Besok kau harus potong. Sudah berapa lama kau tidak ke salon? Lihatlah.. rambutmu sudah mencapai bahu. Kau mau menyaingi panjang rambut Yoochun, eoh?”

 

Ingin rasanya aku tertawa bersamanya, mejawab segala ledekan-ledekan yang ia ucapkan. Sayang, untuk sekarang hal itu sangat mustahil terjadi.

 

Setelah selesai dengan rambutku, yang kurasa Jaejoong ikat separuh di bagian atas, Jaejoong mendudukkan diri di sofa yang tersedia di pojok kanan ruangan. Kenapa aku bisa tahu?

Ahaha ini hanya sebuah intuisi, mungkin karena terlalu lama berada dalam kegelapan, instingku menajam.

“ Yun..sebaiknya aku menulis lagu, atau mengaransemen ulang lagu-lagu lamaku? Junsu memintaku membuatkan sebuah lagu untuk album barunya. Huft.. padahal aku sedang tak ada ide.. ottoke?”

 

Hening. Kebisuan merajalela. Kupikir lama-lama Jaejoong sedikit stress. Dia selalu mengajakku bicara, melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang dia tahu tak akan bisa kujawab.Mungkin ini salah satu caranya menghilangkan ketskutsn dan kesendiriani akibat menungguku sadar selama beberapa bulan ini? Kasihan sekali Jaejoongku ini.. karena aku dia jadi menderita..

 

Aku mendengar pintu terbuka. Bukankah Jaejoong masih di tempatnya?

“ Annyeong Yunho hyung…”

 

Suara langkah yang perlahan mendekat itu membuat nafasku sedikit tercekat. Suara ini…

Changmin?

 

Di sudut ruangan, Jaejoong menggumam. Mungkin dia sedang tertidur?

Setelah sapaan itu, pendatang yang kuyakini adalah Changmin, hanya diam. Kudengar langkahnya berhenti di sebelah kiri ranjang, sampai akhirnya tangannya menyentuh sekilas tanganku yang terkulai di sisi tubuh.

“ Apakah kau sudah merasa lebih baik hyung?” tanyanya pelan. “ kalau aku berbicara pelan-pelan begini kau mendengarku kan? Aku takut suaraku akan membangunkan Jaejoong hyung. Dia terlihat lelah dan…”

Nada kecut sedikit tersirat dari suara Changmin, “ stress.. “

Sudah kuduga. Pasti Jaejoong Nampak semakin kurus sekarang.

“ Rambutnya yang kembali hitam membuatnya tampak semakin pucat.”

 

Suasana penuh keheningan kembali tercipta. Entah apa yang menganggu benak maknaee itu. Yang pasti Yunho hanya bisa meruntuk dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Jaejoong.

 

“ Hyung.. harusnya tidak begini. Harusnya akulah yang berada di sini, yang berbaring lemah tak sadarkan diri. Bukan kau hyung..Seandainya kau tidak seperti ini, pasti Jaejoong hyung juga tidak akan menderita..ini semua karena aku hyung.. mianhae..”

Mendengar dongsaengnya menyalahkan diri sendiri, mau tak mau Yunho merasa iba. Ini semua bukan kesalahan siapapun. Bukan salah Changmin, juga bukan kesalahannya. Ini semua hanya kecelakaan yang tidak disengaja.

“ Hyung.. kapan kau sadar?”

 

Lagi-lagi pertanyaan itu. Mungkin kalau dihitung, sudah kesekian ribu kalinya pertanyaan itu singgah di telinga dan pikiran Yunho. Kapan kau sadar Yun? Kapan aku bisa membuka mataku?

Namun sekali lagi, pertanyaan itu belum terjawab dan masih menyisakan tanda tanya bagi semua orang, termasuk Yunho sendiri.

 

Suara isakan kembali terdengar. “ Jaejoong hyung…”

Kudengar Changmin menyebut nama Jaejoong, namun dia tak bergeming. Pemuda itu tetap berada di tempatnya, menggenggam tangan Yunho.

“ Bahkan dalam tidurnya pun dia menangis untukmu hyung..” mendengar kata-kata Changmin, Yunho seperti ditusuk dengan pisau buah, sakit tapi tidak membuatnya terluka parah. Ada nada menuduh di sana, yang samar, namun tertangkap indra.

 

“ Hyung.. sebenarnya ada yang ingin kusampaikan padamu..”

 

Changmin mengambil nafas dalam dan mendekatkan wajahnya padaku. Hangat nafasnya terasa membelai sisi wajahhku, kemudian bibirnya semakin mendekat dan menempel di pipiku.

“  Aku tidak tahan lagi melihat Jaejoong hyung menderita seperti ini hyung..” bisik Changmin dengan suara bergetar.

Kemudian dalam satu tarikan nafas dalam berikutnya, pemuda itu kembali berucap, “ Hyung.. bolehkah aku menggantikanmu untuk menjaga Jaejoong hyung?”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Yeojachingu_YunJae
#1
Chapter 2: ah~
bisa dibilang yang bikin Yun sadar itu Changmin XD

hahaha
bener-beneqt posesif =='