Final Chap

Time Machine

 

Masa lalu itu, terus saja mengantui pikiranku. Aku menyadari bahwa kejadian ini telah terjadi 2 tahun yang lalu, tapi mengapa aku tetap saja tidak bisa melupakannya. Itu terjadi karena kesalahanku. Seandainya aku tidak meninggalkan ia sendiri di kursi rodanya, mungkin ini tidak akan terjadi.

“Yo Donghae!!”

Aku tersadar dari lamunanku.

“Yah Hyuk!!! Apa yang kamu lakukan??”

“Sebenarnya aku hanya iseng melewati koridor ini. Namun, kulihat kamu sedang melamun menatap ke arah luar jendela. Apa kamu masih belum bisa melupakan kejadian itu?” tanyanya.

Aku tersenyum kecil. “Yap, aku masih belum bisa. Aku harap aku sepertimu, Hyuk, bisa dengan mudah melupakan hal buruk yang harusnya tidak diingat,”

“Oh, ayolah. Kamu pasti bisa Hae! Pasti!!” ujarnya sambil menepuk-nepuk bahuku secara perlahan. Kemudian, ia berjalan meninggalkanku.

Iya, aku tau aku bisa.....namun......

Aku berjalan melewati lorong. Berharap aku bisa merubah kejadian itu. Seandainya ada doraemon di sampingku, mungkin aku bisa memintanya mengeluarkan mesin waktu. Mengulang waktu dan melakukan perubahan. Kalau kuubah, mungkin aku masih bisa mendorong kursi rodanya, bercanda bersamanya, melihatnya tertawa, oh.........hayalanku terlalu tinggi. Mesin waktu? Adakah benda seperti itu??

Aku berjalan menuju kuil di dekat kampus untuk berdoa agar aku bisa melupakan ini. Kebetulan kuil sedang sepi, membuatku lebih khusyuk saat berdoa. Aku benar-benar berharapa agar do’aku dikabulkan, aku tidak mau hidup terus-terusan dalam keadaan seperti ini. Setelah selesai berdo’a aku pun meninggalkan kuil.

Di tengah perjalanan, aku bertemu dengan seorang kakek tua yang buta yang tampak kesusahan untuk menyebrang jalan.

“Kek, apakah kakek butuh untuk menyebrang jalan?” tanyaku menghampirinya.

Dia berusaha mencari asal suaraku, begitu menemukannya, dia tersenyum. “Ya nak. Bisakah kamu mengantarku ke seberang jalan?” tanyanya lirih.

“Baiklah kek, pegang tanganku yang erat,” kataku.

Aku membantunya menyebrangi jalan yang padat ini. Dia terus memegangi tanganku dengan erat, seolah takut aku akan meninggalkannnya di tengah jalan.

“Terima kasih,” katanya setelah sampai di seberang jalan. “Maaf kalau aku tidak bisa memberikan apa-apa.”

“Tidak apa-apa kek, lagi pula aku ikhlas membantu kakek,” jawabku dengan tersenyum.

Sang kakek itu meninggalkanku, berjalan entah ke mana. Sedangkan aku, meneruskan perjalananku menuju rumah. Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan diriku di kamar. Aku hidup seorang diri di sebuah apartemen di pinggiran kota Seoul untuk melanjutkan pendidikanku, sedangkan keluargaku berada di Mokpo.

‘Blup’ seketika, lampu kamarku mati. Maklum saja, saklar lampu kamarku sedikit gangguan, perlu diganjal agar tetap menyala. Aku bangun dari tempat tidurku, memperbaiki saklarnya. Dan lampunya nyala.

“Kring.... Kring...” ada panggilan di hp, kuambil, aku kaget ketika melihat ID card yang muncul.

“Yoona? Tidak mungkin, dia kan sudah......”

Aku melihat sekeliling kamarku, retakan di dinding yang seharusnya sudah tertambal, mengapa sekarang muncul lagi? Retakan itu kan terjadi 2 tahun yang lalu..

“Kring...”

Hpku terus berbunyi. Haruskah aku mengangkatnya?

“Yeoboseyo?” kataku.

“Oppaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~ kenapa kau lama sekali menhangkat telepon?? Apa yang sedang kau lakukan?” tanya suara di seberang.

Suara itu.. itu suara milik Yoona.

“Ah.. ani Yoongie, aku barusan keluar dari kamar mandi. Maaf membuatmu khawatir,” kataku berusaha tenang.

“Ani.. Gwaenchana oppa~ Ngomong-ngomong kita akan pergi ke mana?”

^~~~~^

Ani.. Gwaenchana oppa~ Ngomong-ngomong kita akan pergi ke mana?” tanyanya.

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan di taman dekat sekolah?”

“Baik oppa! Jangan lupa jemput aku ya?”

“Anything for you princess,”

“Ecieee, bisa bahasa Inggris, baru les ya?” godanya.

“Errr.................. dadah yoona, sampai ketemu”

^~~~^

“Oppa?” tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras dari seberang telepon. “Kau masih di situ?” tanyanya dengan khawatir.

“Hoho~ aku masih di sini kok, tenang aja~ Aku tadi hanya berpikir tujuan kita nanti. Bagaimana kalau museum? Lagipula, aku harus mencari bahan untuk tugas presentasiku, di sana kita bisa mencuci mata + aku bisa mengerjakan tugasku. Ottokhae?” tanyaku.

“Hm............. gimana ya. Oke deh. Babai~”

Semoga dengan aku mengubah tempat tujuan, tidak terjadi hal yang tidak aku inginkan. Semoga.

Aku pun bersiap. Aku tidak menggunakan baju yang sama seperti waktu itu. Aku ingat dengan jelas baju apa yang aku pakai dalam kejadian itu. Setelah berdandan, aku pun berangkat menuju rumah kediaman Im. Jika waktu itu aku mengendarai mobil, kali ini aku akan menggunakan kereta saja, berharap ada yang berubah.

‘Ding dong’

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” pelayan keluarga Im membukakan pintu untukku dengan ramah.

“Saya mencari Yoona,” jawabku singkat disertai senyum ramah.

“Ah... anda pasti tuan Lee, silahkan masuk tuan, nona Im, sudah menunggumu sedari tadi,” ia mepersilahkanku untuk masuk.

Aku menunggu di ruang tamu. Bisa dibilang, keluarga Im adalah keluarga yang kaya, dilihat dari rumah mereka yang sangatlah bagus. Ayah Yoona adalah pemilik profesor terkenal. Ibu Yoona sudah lama bercerai dengan ayahnya, jadi aku tidak pernah melihatnya. Ayah Yoona adalah ayah yang sangat protektif dengan Yoona, maklum, Yoona adalah orang yang paling ia sayangi. Walaupun demikian, ia selalu tersenyum ketika aku mampir dan tampaknya ia mempercayaiku untuk menjaga Yoona.

“Oppa~” tiba-tiba muncul, dengan kursi roda yang didorong oleh pelayan keluarga Im.

“Hai Yoona!!!” jawabku seraya menghampirinya. “Ayo jalan-jalan~” ajakku.

Setelah meminta ijin pada pelayang keluarga Im, aku mengajaknya keluar.

“Oppa, tumben kau tidak menjemputku dengan mobil?” tanyanya.

“Aku ingin mencoba suasana baru,” jawabku. Aku tidak ingin dia mengetahui yang sebenarnya.

Untung saja jarak museum dengan rumahnya tidak terlalu jauh, setidaknya aku tidak perlu membuang tenaga lebih banyak.

“Woah.. ramai sekali!!!” ungkapnya begitu kami sampai di depan museum.

“Mungkin ada suatu kegiatan yang diadakan oleh museum ini,”

Mataku melihat sekeliling, mungkin aku dapat mengetahui apa yang sedang terjadi.

“Ah...”

Mataku melihat suatu pengumuman yang tertempel di dinding.

“Yoona, sebentar ya. Jangan ke mana-mana!” pamitku sebelum membaca pengumuman itu. Dia hanya mengangguk secara perlahan.

Aku membaca pengumuman itu. Oh, jadi ada bazaar yang diadakan oleh pihak museum. Mungkin untuk penggalangan dana penelitian? Aku juga kurang tahu.

“Yoona, ternyata ada bazaar yang diadakan oleh museum ini. Apakah kau mau ke sana setelah berkeliling museum?” tanyaku begitu menghampirinya.

“Tentu saja oppa. Bayarin ya? Bokek nih,”

“Er.. dasar kau,”

Aku mendorong Yoona berkeliling, menjelajahi museum ini. Di sepanjang lorong masa prasejarah, ia terus mengatakan bahwa mukaku mirip manusia purba -_- apakah aku sejelek itu? Dan ia mengatakan kalau dinosaurus itu imut. Dia memang aneh. Tapi keanehannya itulah yang membuatku jatuh hati. Di lorong masa dinasti Joseon, dia terus memuji “betapa kerennya jenderal ini dan raja itu”. Oke, aku sedikit cemburu, tapi buat apa cemburu dengan orang yang sudah mati? Tak lupa aku mencatat beberapa hal yang perlu aku tulis untuk tugasku. Mungkin kalau aku hanya seorang diri ke museum ini, aku akan bosan, dengan ditemani Yoona, aku menjadi semangat.

“Jadi ke bazaar?” tanyaku seusai berkeliling.

“Jadi~~~,” jawabnya dengan girang.

Kamipun memasuki bazaar tersebut. Berbagai stan dibuka di sana. Ada stan makanan, ada stan pertunjukkan, ada stan buku, dan stan-stan lainnya. Baru di depan gerbang bazaar saja, Yoona sudah terbengong-bengong. Mendadak perutku mules, mungkin ini efek kebanyakan makan kimchi pedas semalam.

“Yoona, aku tinggal dulu ya, ada ‘panggilan alam’,” kataku sambil menahan rasa sakit perut.

“Apa? ‘Panggilan alam’?? iya deh, yang cepat ya. Dasar!!” jawabnya.

Setelah menempatkan Yoona di dekat tenda pertunjukkan, aku meninggalkannya, karena ‘panggilan alam’ ini terus menyiksa perutku. Akhirnya sesi ‘panggilan alam’ku berakhir. Dari kejauhan, aku melihat kerumunan di bazaar. Ada apa?

“Ada kejadian apa di sana?” tanyaku kepada seorang penjaga toilet sambil menunjuk ke arah keramaian.

“Stan untuk pertunjukkan ambruk,” jawabnya.

“Oh. Terima kasih atas infonya, semoga saja tidak ada korban ya,”

Semoga runtuhnya stan pertunjukkan tidak memakan korban. Tunggu dulu, stan pertunjukkan? Itu kan tempat.....

Aku segeran berlari menuju tempat itu tanpa memperdulikan sekeliling dan detak jantungku yang berdegub sangat kencang. Yoona. Aku ingat, aku menempatkannya di dekat stan pertunjukkan. Orang-orang ramai mengerumuni tempat itu. Aku menelusup ke dalam kerumunan, itu memastikan kalau...

Tidak mungkin....

Tubuh Yoona berdarah-darah dan orang-orang itu hanya berkerumun memandanginya tanpa berbuat apapun. Dengan segera aku menghubungi ambulan, mungkin masih ada harapan hidup untuknya. Aku berharap kejadian itu terulang lagi.

^~~~~^

“Yoona, aku tinggal kau sebentar ya. Aku akan membelikan minum untuk kita berdua,” kataku kepadanya.

“Baiklah oppa. Jangan lama-lama ya,” jawab Yoona dengan senyum.

Ia meninggalkan Yoona untuk membeli minum karena mereka berdua cukup haus sehabis berolahraga tadi. Ia membeli 2 gelas milk chocolate coffee mix latte di vending machine yang terletak tidak jauh dari situ.

‘BRAAAK’

Terdengar suara yang cukup keras dari tempat ia meninggalkan Yoona. Tanpa berfikir panjang, ia langsung lari menuju tempat itu. Dilihatnya orang-orang berkerumun di  tempat terakhir ia meninggalkan Yoona.

^Tidak, jangan sampai..........^

Ia mendorong orang-orang yang berkerumun untuk melihat siapa yang sedang mereka lihat. Begitu ia melihat, air mata deras menuruni matanya.

“YOONAAAAAAAAA. Ini tidak mungkin!!”

^~~~~^

Dengan sigap petugas menggotong Yoona ke dalam ambulan.

Yoona, tetaplah hidup. Yoona....  Aku selalu memegang kedua tangannya selama perjalanan menuju rumah sakit, berharap kalau dia tidak meninggalkanku. Sesampainya di rumah sakit, paramedis langsung membawanya ke ruang UGD untuk mendapatkan perawatan darurat. Aku menungguinya dengan gelisah. Aku harap dia bisa selamat. Aku ingin melihat senyumnya, matanya, semuanya. Ayahnya pun datang ke rumah sakit dengan wajah cemas. Setelah aku ceritakan semuanya, dia tidak berkata apa –apa.

Seorang paramedis keluar dari ruang operasi. Dia membuka maskernya, dari raut wajahnya, pertanda ada berita baik. “Dia masih hidup dan sekarang masih dalam keadaan koma,”

“Bolehkah kami masuk untuk menjenguknya?” tanya ayah Yoona.

“Silahkan,” jawab sang paramedis kemudian meninggalkan kami.

Dengan segera kami  masuk ke dalam ruangan tempat Yoona dirawat. Yoona tampak sangat pucat, seperti mayat hidup. Bahkan raut wajahnya masih menunjukkan keterkejutan. Aku merasa bersalah, sangat-sangat-sangat bersalah. Kenapa aku bisa meninggalkannya seorang diri. Kenapa?

“Oppa...” terdengar suara lirih dia memanggilku.

“Yoona? Kamu?!!” aku terkejut. Aku ingin memeluknya, tapi aku teringat kalau tubuhnya pasti sakit semua. Dia tersenyum.

Ayahnya yang sedari tadi duduk di kursi pembesuk, mendekati Yoona.

“Appa, terima kasih karena telah merawat dan membesarkanku sejak kecil. Berkat appa, aku mendapat kebahagiaan. Hae-oppa, terima kasih atas ajakanmu mengunjungi museum, aku sangat senang. Lain kali ajak aku ke sana lagi ya? Appa, jika suatu hari nanti bertemu umma, tolong sampaikan rasa terima kasihku kepadanya karena telah mengandungku,” ucapnya, kemudian tersenyum. Tak lama kemudian, monitor menunjukkan detak jantungnya berhenti.

“YOONAAAAAAAAA,” aku dan tuan Im berteriak.

Dengan segera aku keluar ruangan, mencari dokter/suster/ siapa saja.

“Maaf tuan-tuan, nona Im Yoona telah meninggal,” ucap sang dokter dengan wajah penuh penyesalan.

Aku sudah mengubah beberapa hal. Aku sudah mengubah baju apa yang aku pakai. Aku sudah mengubah apa yang aku kendarai. Aku sudah mengubah destinasi jalan-jalan kami. Mengapa hal ini harus terjadi?? Mesin Waktu memang ada, namun hanya mengubah cara, tidak mengubah hasil.

Ayah Yoona menangis sambil memelukku dengan erat. Keluarga satu-satunya yang ia miliki telah tiada.

Tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Aku melihat sekelilingku. Aku berada di kamar tidurku. Kucoba menyalakan lampu, dan benar ini kamarku. Aku duduk di ujung tempat tidur, mungkinkah itu....mesin waktu?? Aku yakin tadi bukanlah sebuah mimpi atau ilusi.

‘Tok tok tok’ terdengar ketukan pintu.

Aku membukakan pintu, dan tampaklah kakek-kakek yang tadi aku bantu menyebrangkan jalan. Tanpa banyak tanya, aku mempersilahkan ia masuk.

“Bagaimana kakek bisa mengetahui apartemenku?” tanyaku.

Ia tersenyum kecil, kemudian mebuka topi dan pakaian kumuh yang ia kenakan, ternyata dia adalah...

“Tuan Im?”

“Donghae...sudah lama tidak berjumpa denganmu... Dan sudah berapa kali kau kuingatkan agar tidak memanggilku dengan ‘Tuan Im’? panggil saja aku ‘appa’ ”

Aku memeluknya dengan erat. Semenjak kematian Yoona, dia sudah seperti ayahku sendiri, ayahku sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

“Appa,”

“Jadi Donghae, kau sudah menikmati ciptaanku?” tanyanya memasang muka misterius.

“Ciptaan?” tanyaku heran.

“Kau baru saja menikmati Mesin Waktu ciptaanku,”

Aku terbengong.

“Selama ini, aku selalu melihatmu gelisah akan sesuatu. Oleh karena itu, muncul di benakku untuk membantumu mengatasi masalah itu, dan terciptalah mesin waktu itu. Mesin waktu yang saklarnya aku samarkan sebagai saklar lampu kamarmu itu akan membawamu kembali ke masa lalu berdasar masalahmu. Dan ternyata kau selama ini kamu masih merasa bersalah atas insiden Yoona. Sebenarnya, mesin ini tidak akan mengubah apapun yang berhubungan dengan masa kini. Mesin ini aku buat agar orang yang menggunakannya bisa menyelesaikan ganjalan atas perbuatan yang telah ia lakukan. Apakah sekarang kau bisa menerima kepergian Yoona?”

Aku terdiam. Mungkin ini memang jalan yang terbaik. Yoona pergi bukan karena salahku, namun memang sudah waktunya dia pergi.

END

Gimana?

Mohon komentarnya ya~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
codenameclumsy
#1
Chapter 1: Bagus, Mbak Author! :D
SonElf_4ever #2
Huwaaa~~~ Akhirnya nemu FF YH Indonesia :')
Ceritanya baguus bangeet.. bikin terharu :')
Gomawo udah bikin FF YH Indo.. Jarang loh ada yang buat FF YH Indo disini :)
kuropurple
#3
sedih bangeeeettt T__T huwaaaaaaa tapi ceritanya keren :3 bikin sekuelnya dong~
inawairuz
#4
sedih bangat jalan ceritanya tapi bagus usahanya..usaha lagi deh!
rapunsyoo
#5
kirain Yoonanya bakal hidup lagi ._.
bagus kok med ^^
wondering_why
#6
Kok sedih ya? Jadi pengen nangis deh
Thanks udah bwt yoonhae oneshot yah!