Another 'New day'

I Hear You (Answer)

Seorang pemuda berdiri di depan cermin dengan mata panda yang terlihat jelas, rambut nya masih kusut dan wajahnya sedikit tertekuk. Pemuda itu menghembuskan nafasnya pelan sambil memasang dasi biru garis-garis nya. Setelah selesai ia menjatuhkan dirinya lagi di atas kasur nya yang masih berantakan, apalagi dengan tumpukan kardus-kardus yang belum sempat ia bereskan, berharap bisa memejamkan matanya sebentar saja sebelum ia turun ke bawah.

“ Sungyeol-ah..!” pemuda yang dipanggil Sungyeol itu memejamkan matanya semakin erat sambil menutup kedua telinganya, berharap suara ibu nya tak sampai ke telinganya.

“Sungyeol-ah .. Cepat turun..! Kau akan terlambat ke sekolah!” dan sepertinya ibu tercintanya tidak akan membiarkannya bolos di hari pertamanya masuk sekolah. Oh, tak bisakah ia membolos saja hari ini? Pikirnya lemas tapi tetap bangun dan bersiap turun.

“Lee Sungyeol..!”

“Sebentar, Mom...” Sahut nya sambil merapihkan rambut nya dengan jari.

“Sekarang!!”

gezz, my mom is scary..

“ Coming..!” Sungyeol mengambil tas nya tergesa-gesa lalu segera turun ke bawah. Tak ingin mengganggun tetangga-tetangga baru mereka dengan omelan ibunya yang kadang tak bisa mengontrol volume suara, apalagi di pagi yang cerah dan indah seperti ini. Sungyeol menghela nafas pelan.

Ia sudah berada di ujung tangga saat langkahnya tiba-tiba terhenti. Dari tempatnya berdiri, Sungyeol bisa dengan jelas melihat kedua orang paling berharga dalam hidup nya tengah sibuk di dapur. Well, sebenarnya hanya ibunya, karena yang ayahnya lakukan hanya mondar-mandir tak jelas di sekitar ibunya, mencoba membantu tapi sepertinya ibunya tak membiarkan nya menyentuh apapun. Mau tak mau Sungyeol terkikik kecil melihat kelakuan mereka berdua yang masih seperti orang kasmaran.

Sungyeol akan kesepian lagi, berpisah dengan teman-temannya lagi. Dia akan terluka dan aku tak bisa melakukan apapun untuk mencegahnya. Apakah kita harus tetap seperti ini?

Sungyeol bisa melihat wajah ibunya yang murung saat mendengar itu dan senyuman kecil muncul di wajah nya yang kini sendu. Ia sedikit sedih, tentu saja, karena lagi-lagi karus meninggalkan teman-temannya dan pindah ke kota baru. Tapi bagaimana lagi bukan? Orang paling berharga dalam hidupnya saat ini hanyalah kedua orang tuanya.

Ini akan menjadi yang terakhir. Aku berjanji akan berusaha membuat ini menjadi yang terakhir.

Benarkah?

Aku berjanji. Bukankah aku tak pernah melanggar janjiku?

Sungyeol menggeram pelan sambil menutup matanya karena geli melihat pemandangan terlalu manis dihadapannya. Tapi kemudian ia tersenyum lagi sambil mengintip dari balik jari-jari nya, melihat bagaimana ibunya kini tersenyum senang dalam pelukan sang ayah. Mungkin perkataan tentang pasangan yang mampu membaca pikiran masing-masing itu memang benar, pikirnya lalu kembali berjalan.

“Pagi Dad, Mom..” Sahutnya lumayan kencang, membuat kedua orangtuanya salah tingkah dan wajahnya memerah. Sungyeol hanya tertawa dalam hati dan segera duduk, berpura-pura tak menyaksikan adegan sinetron dihadapannya tadi.

“O-oh, pagi, Sungyeol-ah. Bagaimana tidurmu?” tanya ayahnya yang kini sudah duduk dan meminum kopinya lalu membuka koran yang dari tadi ada di atas meja.

“Buruk” jawabnya santai lalu menggigit roti bakar nya

“Kenapa? Dan apa yang kamu lakukan di atas hingga membuatmu hampir terlambat.” kini Ibunya yang bertanya sambil menuangkan segelas susu, menaruhnya di samping piring Sungyeol. Sungyeol hanya mengangkat satu alisnya ke atas.

“itu karena seseorang memutuskan untuk beres-beres semalam. Memaksaku membereskan kamar dan tak membiarkan ku tidur sampai semuanya selesai”

“Benarkan? Harusnya membereskan kamar takan terlalu lama bukan?” Dan Sungyeol hampir memutar bola matanya kalau saja ia tak ingat yang ia hadapi adalah ibunda tercintanya. Hampir.

“Seriously, Mom, Kita baru saja pindahan. Tentu saja memerlukan waktu lama untuk membereskan barang-barangku. Bahkan sampai sekarang pun kardus-kardus itu masih berserakan di atas kasur. Itu sebab nya tidurku sama sekali tak nyenyak” Sungyeol kembali menggigit roti bakarnya dengan santai sebelum menyadari aura menyeramkan yang keluar dari ibunya.

“Apa yang kau katakan tadi? Kamarmu masih berantakan?” tanya ibunya dengan pelan, membuat bulu kuduk Sungyeol berdiri. Dan ia menyadari kesalahan apa yang baru saja ia lakukan.

“Uh-oh, eum, Dad.. aku berangkat duluan..” Sungyeol segera berdiri, menyambar tas nya dan berlari ke pintu. Dari ujung matanya bisa melihat ibunya yang berlari ke atas, ke kamarnya.

“Tak ingin berangkat bersama?”Ayahnya sedikit berteriak karena Sungyeol kini sudah berada di depan pintu, memakai sepatu.

“Lee Sungyeol! Apa yang kau lakukan semalam sampai kamarmu masih berantakan seperti itu?!” Bukankah sudah ia katakan ibunya menakutkan. Dan ia tidak bercanda, ibunya benar-benar menakutkan saat sedang marah seperti itu. Akan lebih baik untuk tidak menghadapi nya sekarang. Karena ia kan mendapat omelan dan itu akan sangat lama. Ibunya masih berteriak dari atas tangga dengan suara langkah kaki yang terdengar nyaring.

Sungyeol menelan ludahnya lalu mengalihkan pandangannya dari arah tangga pada ayahnya yang masih duduk di meja makan dengan tenang, tak terganggu dengan keributan pagi itu.

“Tidak, Dad, aku sudah terlambat dan omelan Mom akan membuatku semakin terlambat” mendengar itu ayahnya hanya tertawa

“Ngomong-ngomong, Dad. Kalau kau belum menyadarinya, koranmu terbalik” Sungyeol menyeringai kecil sedang mata ayah nya membulat lebar, segera membalik koran nya lalu berdehem pelan.

“Cepatlah berangkat. Kau sudah hampir terlambat”

“Benar karena itu Dad menyuruhku cepat pergi? Bukan karena ingin bermesraan lagi dengan dengan Mom?” Seringai Sungyeol semakin lebar.

“Well, itu........ .!?. Yak! Lee Sungyeol...@$#@#$%*” Sungyeol sudah tak bisa mendengar lagi apa yang ayah nya katakan karena ia sudah berlari keluar dengan tawa tertahan. Mengambil sepeda nya dan mulai mengayuh.

Ini bukan pertama kalinya Sungyeol pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu sekolah ke sekolah lain. Mungkin karena itulah ia tak canggung, tak kaget lagi. Tubuh dan mental nya seperti sudah beradaptasi dengan keadaan itu, seolah deretan langkah-langkah yang akan ia lakukan sudah tersusun rapi di luar kepalanya. Bertemu dengan orang baru, berkenalan, beramah-tamah, mengenal lingkungan sekitar, dan semuanya akan baik-baik saja, ia akan baik-baik saja.

Saat pertama kali hal itu terjadi, ia masih berada di sekolah dasar. Dan untuk bocah yang senang berteman dan mudah terikat dengan orang-orang, hal itu amat berat. Ia menangis, meronta, berteriak, berkata tak ingin meninggalkan teman-temannya. Tapi toh mereka tetap pergi, dan ia belajar untuk menerima keadaan keluarganya, apalagi saat melihat perasaan bersalah dan sedih yang tergambar di mata kedua orang tuanya dan hal itu membuat hatinya sakit. Ia tahu ayahnya hanya melakukan pekerjaannya, dan mau tak mau ia dan ibunya harus ikut. Setelah beberapa waktu, ia mulai tersenyum lagi, ceria lagi. Tapi hal itu kembali terjadi.

Entah kenapa keluarganya tak pernah tinggal di tempat yang sama lebih dari satu tahun sejak saat itu, kadang hanya beberapa bulan ia harus pindah lagi. Ia pernah bertanya, tapi ayahnya hanya bilang urusan perkerjaan dengan senyum kecil. Sungyeol bisa melihat perasaan bersalah dan sedih disana, karena nya ia tak pernah bertanya lagi, ia tak ingin membuat ayahnya menjadi terbebani. Tapi tetap saja, hatinya sakit tiap kali ia pergi. Akhirnya, mau tak mau ia berubah sedikit demi sedikit, ia tak seceria dan seheboh dulu, ia masih berteman, masih tersenyum ramah dan menjalin hubungan dengan orang-orang, tapi ia selalu memastikan ikatan itu tak terlalu erat, agar lukanya tak terlalu berbekas saat terlepas.

Dari kejauhan Sungyeol mulai melihat bangunan tinggi yang akan menjadi sekolah barunya. Bahkan beberapa orang dengan seragam yang sama seperti yang ia pakai mulai berlari melewatinya, mungkin salah satu dari mereka akan menjadi teman sekelasnya. Kini pandangannya terpaku pada gerbang tinggi dan lebar yang menurutnya berlebihan. Sekolah macam apa yang punya gerbang seperti gerbang kerajaan seperti itu, pikirnya dalam hati. Cara penjaga gerbang menutup nya pun sedikit menggelikan, begitu pelan, seperti sengaja untuk menunggu...

Gerbangnya akan tertutup? What! No!

Sungyeol merutuk dirinya sendiri sambil mengayuh sepedanya dengan bringas. Apa yang sedang ia pikirkan sebenarnya?! Jelas-jelas siswa lain berlari tergesa-gesa melewatinya dan ia justru mengomentari gerbang sekolah yang tertutup? Dia benar-benar bodoh.

“Tunggu!” Sungyeol menahan pintu gerbang yang akan tertutup dengan tangan kanannya, tubuhnya oleng ke kanan dengan bertumpu pada kaki kanan nya, nafasnya terengah dan kepalanya masih tertunduk, mencoba menetral kan lagi irama nafasnya yang tak teratur.

“Siapa?” mendengar pertanyaan itu kepala Sungyeol terangkat. Dihadapannya seoarang siswa yang lebih pendek darinya tengah menatap nya heran, syal merah di lengan kirinya memberi Sungyeol ide tentang orang dihadapannya. Setelah beberapa saat Sungyeol mengambil nafas panjang dan membuangnya pelan.

“Ak-....”

“Sepertinya siswa baru ‘itu’. Lee Sungyeol-ssi, benar?” Mulut Sungyeol masih terbuka saat ia menoleh pada sumber suara. Seorang pria paruh baya yang ia pikir penjaga keamanan di sekolah ini menatapnya datar. Sungyeol hanya mengangguk pelan setelah menutup mulut nya rapat, masih menatap pria itu dengan heran.

“Oh! Jadi kau Lee Sungyeol? Selamat datang di Alishi School, Sungyeol-ssi” Sungyeol menjabat tangan siswa itu dengan senyum kecil dan alis terangkat, semakin heran dengan situasi yang ia hadapi.

“Kau lumayan berani juga Sungyeol-ssi. Terlambat di hari pertama” katanya lagi sambil tersenyum.

“Oh! Maafkan aku, aku bangun terlambat pagi ini. Err, bolehkah aku masuk?” Sungyeol menggaruk belakang lehernya yang tak gatal.

“Bersyukurlah hari ini aku sedang baik hati” Pemuda di depannya terkekeh pelan. Sungyeol membuang nafasnya lega.

“Terima kasih, eum....”

“Daniel, Namaku Ahn Daniel..”

“Terima kasih, Daniel-ssi” Ucap Sungyeol akhirnya dengan senyum ramah.

“Tak masalah. Tapi kalau jadi kau, aku akan bergegas ke kantor kepala sekolah sekarang, mengingat jam pelajaran pertama akan segera dimulai.” Mata Sungyeol membulat lebar. Dengan refleks, ia segera menyimpan sepedanya lalu berlari ke dalam. Namun sebelum ia benar-benar masuk, Sungyeol kembali menoleh lalu tersenyum.

“Sekali lagi terima kasih Daniel-ssi” Sungyeol membungkuk pelan.

“Senang berkenalan denganmu Sungyeol-ssi” Daniel balas menunduk lalu menatap punggung Sungyeol yang menghilang kedalam gedung.

“Kita tutup gerbangnya Pak” Pinta Daniel pada Pria disampingnya dengan datar. Pria itu mengangguk patuh, lalu menutup pintu gerbang yang tinggi itu dengan segera, meninggalkan jejak suara berdecit saat pintu benar-benar tertutup.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet