Page 1: Let's Begin
Magic Spell Goes Wrong
Pagi memang melelahkan, apalagi di hari ketika kau harus bersiap berangkat ke sekolah. Namun bagi Jinseo, semua yang berhubungan dengan sekolah itu melelahkan. Suatu saat dia pernah berkata dengan lantang; "Sekalipun Ayahku adalah seorang Presiden, kurasa aku takkan pernah sudi merubah kelakuanku. Aku hanya menjadi diriku sendiri."
Ya, dirinya sendiri itu maksudnya adalah, Jinseo yang kelewat sering terlambat dan Jinseo yang terlalu sering menjadi langganan guru Bimbingan Konseling. Tapi tenang saja, dari semua hal buruk yang menimpanya di sekolah, akan ada Seongwoo—sang Adik yang umurnya lebih muda beberapa detik dengannya itu senantiasa mengikuti jejak sang Kakak. Di mana Jinseo sedang dihukum, tak jarang adiknya yang akrab disapa Ong itu berada di sana juga layaknya pengikut setia.
Karena memang benar-benar kembar, bahkan hingga kelakuannya pun selayaknya mereka bercermin. Biasanya, anak kembar sekali pun mungkin kelakuannya akan berbeda, misalnya si A rajin, si B malah malas. Tapi Duo Ong ini? Sudahlah, memikirkannya membuatku pusing.
Apalagi, mereka terkenal di sekolah bukan hanya karena wajah dan kelakuan mereka, tapi karena mereka berdua juga sering kali membuat sensasi dan onar. Entahlah, guru-guru juga heran menanggapi keduanya. Tapi tenang, karena masih kelas sepuluh, tidak ada kata bully dalam geng Seongwoo dan Jinseo.
Ada satu perbedaan yang kentara antara Duo Ong ini. Kalau Seongwoo suka menggoda perempuan, mau itu kakak kelas sekalipun, Jinseo sama sekali tidak seperti itu. Dia punya banyak sekali motto dan prinsip dalam hidupnya: perempuan itu takdirnya dikejar lelaki, aku tidak sudi mengejar seseorang untuk mendapatkan hatinya."
Tapi, kata tinggal kata, kadang Jinseo yang urat malunya sudah ditelan bumi itu pun tentu mau mengambil langkah pertama pada seseorang.
Ah, masih bicara soal bangun pagi. Bahkan mereka mirip sampai sama-sama belum ada yang bangun padahal sudah pukul setengah delapan.
Kalau Seongwoo masih bermimpi soal film Transformers yang kemarin ia tonton di bioskop, Jinseo sedang bermimpi leha-leha di pinggir pantai memakai bikini.
◼◼◼
"Aku yang bawa mobil!"
"Kita sudah telat, Ong! Aku saja yang bawa!"
"Kau selalu menyetir dengan urak-urakan, Seong!"
"Kalau kau yang bawa kita bakalan telat, dasar tolol!"
Kadang, sepuluh menit waktu untuk berangkat sekolah harus terbuang karena Duo Ong memperebutkan hak kursi kemudi. Mobil mereka memang ada dua, namun satu lagi untuk Ayah dan Ibu mereka kerja, sedang mobil yang sekarang sedang jadi bahan rebutan mereka ini adalah hadiah ulang tahun untuk keduanya. Sebenarnya, Ayah dan Ibu Ong kembar ini bisa saja membeli dua mobil untuk putra putrinya, namun bagi keduanya itu adalah ide yang lebih buruk lagi.
"Kau bawa sepeda motor sajalah! Benda itu sudah mulai usang karena kau mengabaikannya!" Jinseo masih setia menyembunyikan kunci mobil di belakang tubuhnya dan mendongak untuk bisa menatap Seongwoo.
Adiknya berdecak lalu mengangkat kedua tangannya. "Oke, oke. Kau yang bawa, tapi nanti pulang sekolah aku yang bawa."
Jinseo menyeringai, dipastikan Seongwoo tidak akan berbuat licik saat pemuda itu berjalan untuk duduk di kursi penumpang dengan wajah masam. Ia pun masuk dan duduk di kursi kemudi—masih dengan seringaian yang menghiasi wajahnya.
"Baiklah, ayo kita berangkat!"
◼◼◼
Baik Jinseo maupun Seongwoo, keduanya sama-sama tidak memiliki lisensi untuk mengemudi. Tapi karena dalam akal bulus mereka ada seribu cara untuk dapat membawa kendaraan mahal ini ke sekolah, maka jadilah.
Jinseo memakirkan mobilnya dengan mulus di tempat parkir. Adiknya yang menyembunyikan spot jantung yang ia rasakan melalui ekspresi datar langsung membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Demi apa, wajah Seongwoo pucat pasi kalau Jinseo sudah duduk di kursi kemudi dan menyetir menyamakan kendaraan mereka seperti mobil balap F1.
Inginnya sih ada permintaan maaf yang keluar dari bibir kakaknya saat mereka mulai berjalan beriringan menuju kelas masing-masing. Maaf karena Jinseo berhasil membuat serealnya tadi pagi berputar seperti mesin cuci rumah mereka. Seongwoo ingin muntah—
"Lihat, kalau aku yang menyetir, kita sampai tepat waktu."
—iya, dia ingin muntah di wajah kakaknya.
Jinseo menyandang tasnya di bahu kanan, sebelah tangannya lagi memegang ponsel dan kunci mobil. Masih dengan tampang kasualnya ia berjalan di sebelah Seongwoo yang memasang wajah pahit menahan mual, memberi jari tengahnya pada Jinseo tanpa sepengetahuan gadis itu.
"Ini." Jinseo menyerahkan kunci mobilnya pada Seongwoo.
"Jam berapa kau pulang?" tanya Seongwoo. Suaranya serak dan parau.
"Entahlah. Kalau kau mau bawa mobilnya, bawalah. Aku mau pergi dengan Jennie." Jinseo melengos masuk ke dalam kelas meninggalkan adiknya yang masih memegangi perut dengan wajah pahit.
Seongwoo tiba-tiba berbalik dan berlari ke arah toilet. Dia benar-benar ingin muntah!
◼◼◼
Kalau kelas Jinseo berisik, tentu saja itu ulahnya dan Jennie. Dilengkapi dengan beberapa teman se-geng Seongwoo yang berada di kelasnya, Minhyun dan Daniel. Ada juga Jisoo, teman kompak Jinseo dan Jennie. Tapi Jisoo ini dikategorikan anak salah cari teman bergaul, sebab, dia anak penurut yang dapat peringkat lima besar di kelas, pekerjaan rumah selalu selesai, dan super patuh pada Ayah dan Ibunya.
Tapi tetap saja, kalau sudah masuk dalam lingkaran setan Jinseo, kita bisa dengan mudah melihat Jisoo yang akan menjerit-jerit kesetanan dan tertawa-tawa sampai wajah cantiknya hampir luntur di belakang kelas bersama berandal lainnya.
Kalau Jennie? Tidak usah ditanya lagi. Dia adalah juga salah satu cerminan dari kelakuan Jinseo. Seminggu dalam hari pertama mereka sekolah, dengan santai Jennie berceletuk ke telinga Jinseo; "Cabut, kuy."
Dan Jinseo balas; "Kuy."
Ini adalah semester dua kelas sepuluh, dua bulan setelah semester pertama membawa banyak perubahan besar bagi SMA Hankang. Munculnya generasi penerus bangsa semacam Duo Ong, Jennie, dan kawan-kawan tentu saja bisa disebut perubahan besar. Masalahnya, sudah bandal, kebanyakan dari mereka sama sekali tidak memiliki keahlian dalam mata pelajaran apapun.
Untung saja Jinseo masih memiliki ketertarikan dalam bidang seni, hanya saja ribuan kosa kata malas selalu membuat hasil karyanya putus di tengah jalan.
Kalau saat ini Jisoo dan Jungkook sedang sibuk mengerjakan tugas sejarah lalu dicontek dari arah kanan kiri depan belakang, maka Jinseo yang sedang duduk di barisan belakang itu sedang sibuk mencoreti buku sketsa kecilnya dengan earphone menempel di telinga. Sementara Jennie yang ada di sebelahnya terang-terangan main ponsel sambil men-scroll Instagram.
Jennie yang bersandar dengan ponsel di tangannya mencolek bahu Jinseo. Gadis itu hanya balas menoleh dan Jennie menggunakan dagunya untuk menunjuk keberadaan seseorang yang berada di sebelah kiri Jinseo.
Ada Daniel yang tidur dengan posisi kepala tergeletak di atas tas, matanya terbuka setengah namun entah kemana bola matanya dan membuat alat penglihatan yang terbuka setengah itu nampak putih semua, dan mulutnya menganga lebar. Spontan Jinseo menahan kikikan gelinya dan langsung mengeluarkan ponsel, siap memasukkan wajah Daniel ke snapgram.
Jinseo memegangi perut karena menahan geli sepanjang dirinya mengedit video Daniel sedemikian rupa sebelum menambahkan video itu ke dalam snapgram.
Sepuluh detik setelah video itu ter-publish, Minhyun otomatis menoleh ke arah Jinseo sambil tertawa tanpa suara, persis seperti orang bengek.
"Parah Daniel, wajahnya busuk sekali." gumam Jennie yang juga sedang mengecek snapgram Jinseo.
Jinseo mengangguk, kemudian membalas tatapan mata Jisoo yang duduk dua meja di depan Daniel sama-sama berusaha menahan tawa sehabis melihat snapgram yang dikirim Jinseo padanya. Gadis itu memperlihatkan bagaimana wajah cantiknya menirukan mata dan mulut menganga Daniel.
Beberapa orang tertawa melihat kekonyolan Jisoo membuat Pak Jeong yang sedang mengerjakan sesuatu di meja guru mengangkat kepalanya dan bertanya, "Apa yang sedang kalian tertawakan?"
"Daniel, Pak!" seru Jinseo.
Jinseo yang sudah tidak bisa lagi menahan tawanya pun membiarkan tawa itu meledak yang sontak membuat Daniel terkesiap, langsung duduk tegak dikursinya dan berseru, "Hadir, Pak!"
Hal itu sontak disambut oleh tawa seisi kelas. Jinseo sampai menggebrak-gebrak meja melihat ketololan temannya yang satu itu.
Minhyun yang duduk sebangku dengan pemuda itu tentu saja tak kalah heboh. "Goblok!" umpatnya sambil menjitak kepala Daniel.
◼◼◼
Seongwoo sedang sibuk bermain game Mobile Legend saat tiba-tiba notifikasi Line dari Jinseo masuk membuat ia mengumpat karena meleng sedetik dari game-nya. Tapi sialan memang Jinseo, dia terus mengirim spam kepadanya membuat notifikasi persegi panjang itu terus berada di layar ponselnya.
Terpaksa Seongwoo menerima kekalahan dari gamenya dan beralih menyahuti Jinseo.
Jinseo: Bawa rokok? Jinseo: P Jinseo: P Jinseo: P Jinseo: P Jinseo: P Jinseo: P Jinseo: Jawab aku keparat Seongwoo: Bawa Jinseo: Bagi Seongwoo: Beli Jinseo: Bagi Seongwoo: Tapi tidak ada denganku sekarang Jinseo: Jd dmn? Seongwoo: Warung Jinseo: Serius sedikit tolol Seongwoo: Santai. Ada di tempat biasa Jinseo: Tempat biasa yg mn? Seongwoo: Di gedung F ruangan kursi rusakkk. Cari ajalah pasti ketemu Jinseo: Seongwoo: Indeed i am. Jinseo:
Jennie heran sendiri, bahkan ketika berkata kasar melalui teks, mulut Jinseo pun juga otomatis menyuarakan umpatan itu. Seakan-akan bagian tubuhnya yang satu itu tidak memiliki filter yang tersambung ke otak sehingga kata-kata kotor macam apa pun mudah keluar bak dia bicara dengan santai.
Di lihatnya Jinseo menutup buku biologinya lalu mengantongi ponsel dan earphone.
"Jen, geser."
"Mau ke mana?"
"Cari angin."
"Angin kok dicari???"
Tapi Jinseo cuma menggoyangkan alisnya lalu keluar melalui jendela kelas dengan mulus tanpa sepengetahuan sang guru yang berada di depan.
Jinseo dengan santai berjalan mencari tempat tersembunyi ia dan teman-temannya biasa berkumpul untuk cabut kecil-kecilan.
Kalau besar-besaran? Ya, lompat pagar. Kalau sudah diniati, mereka akan memarkirkan mobil dan sepeda motor di rumah Minhyun yang tidak jauh dari sekolah. Kendaraan mereka akan aman terparkir karena Ayah dan Ibu pemuda itu lebih sering berada di luar daripada di rumah.
Tempat yang ia datangi tidak terjamah oleh murid SMA Hankang, sebab ada gedung tidak terpakai yang usut punya usut telah menjadi sarang hantu. Karena cerita ini diklarifikasi sendiri oleh kepala sekolah, makanya tidak banyak murid yang bahkan mau berjalan hanya untuk sekadar melewatinya saja.
Tapi lain oleh Ong dan kawan-kawannya. Mau disuruh bermalam di sana pun, mereka pasti berani.
Oleh karena itu, Jinseo sendiri cuek dan santai menuju ke arah gedung angker itu dan masuk melalui jendela yang pecah. Dia bahkan lanjut bersiul ria sambil berjalan menaiki tangga ke lantai dua.
Di lihatnya pintu ruangan tempat mereka biasa cabut dalam keadaan terbuka. Jinseo masuk dan mulai mengubek-ubek laci meja rusak yang ada di sana dan malah menemukan sebuah majalah o. Dia tahu ini milik Seongwoo dan kawan-kawan, makanya denga
Comments