Part 5

Never Believe It

"Kau istirahatlah!" suruh Woohyun ketika ia sampai pada larut malam saat mengantarkan Sunggyu pulang. 

Ia sendiri bergegas pergi tanpa berbasa-basi pada kedua mertuanya.

"Lalu kau?" tanya Sunggyu.

"Kau mau kemana, Woohyun, menginaplah disini!" pinta seseorang dari dalam rumah Sunggyu.

"Tidak, mungkin lain kali." tolak Woohyun begitu menyadari pemilik suara itu adalah ibu mertuanya.

"Lain kali bagaimana? Kau tidak ingat kalian sudah menikah. Bukankah seharusnya kalian tidur bersama."

Degh.

Wajah Woohyun membatu. Ibu mertuanya tiba-tiba muncul dari balik pintu dan memasang ekspresi tanya. 

Woohyun tahu betul sepasang suami istri yang sudah menikah harus tidur dalam ranjang yang sama. 

Tapi dua laki-laki dalam satu ranjang, apa itu masih wajar? Ia memang sedikit terjerat akan pesona Sunggyu, tapi membayangkan harus tidur berdua benar-benar membuatnya bergidik. 

Woohyun menatap Sunggyu yang terdiam, meminta pertolongan dari lirik matanya. Tapi sepertinya Sunggyu tak terlalu peduli. Ia menatap Woohyun datar, meski sebenarnya ia tengah susah payah menahan tawanya.

"Ibuku tidak bisa ditentang."

Yah! Itu bukan jawaban terbaik.

***

Lampu meja masih berpendar lembut. Lampu utama kamar Sunggyu memang sudah ia padamkan sejak tadi. Rasa kantuk telah menjalarinya, tapi ia masih belum menutup matanya. 

Menunggu dengan sabar pemuda tampan yang tengah mandi di kamar mandi pribadi miliknya.

Ia mulai bosan menunggu. Ia tak kunjung tidur karena ia benar-benar takut. Sebenarnya itu hanya kekhawatirannya, ia masih belum bisa menerima satu orang lain di kamarnya, apalagi untuk berbagi ranjang. 

Mereka memang telah terikat pernikahan, tapi itu sama sekali tak memusnahkan kekhawatirannya. Dalam hati ia yakin betul bahwa Woohyun tidak akan melakukan apapun. Tapi entah mengapa, pikirannya menolak asumsi itu.

Pintu terkuak. Woohyun keluar dengan bertelanjang dada, Sunggyu melihat tubuh kekar dengan sedikit basah itu berbalut handuk. Sunggyu meneguk ludah.

Meski samar, Sunggyu dapat melihat jelas keindahan tubuh pemuda tampan itu. Ia memalingkan wajah, pura-pura tertidur agar pikirannya tak bergelimpangan kemana-mana.

Cukup lama ia dalam sandiwara itu, ia hanya dia menghayati suara lemari yang terbuka dan helaan napas Woohyun. Demi Tuhan, jantungnya hampir meledak karena ini.

"Ya! Apa yang kau lakukan!" Sunggyu memekik tiba-tiba begitu tubuh Woohyun menyusup di selimut yang kini dipakainya. 

Woohyun tak merespon, ia berbalik memunggungi Sunggyu dan mulai menutup mata. Merasa tak dihiraukan, sekuat tenaga Sunggyu menendang tubuh Woohyun hingga tubuh namja itu terjerembab di lantai kayu kamarnya. 

"Aish, siapa bilang kau boleh tidur di sini?!"

Woohyun menoleh, tapi masih tak merespon.

"Kau tidur di bawah!" lanjutnya dengan menunjuk lantai.

"Tapi, aku bisa kedi-"

"Gunakan ini, dan juga ini." Sunggyu melempar selimut dan bantal yang sukses mendarat di wajah Woohyun.

"Aku tamu, seharusnya kau yang di bawah dan aku di atas!"

"Kau mau anakku mati menggigil di lantai?"

Woohyun menahan gemeretak gigi di mulutnya. Kalau saja Sunggyu itu bukan istrinya atau jika saja ini bukan rumahnya, pasti sudah...

"Apa? Bukankah kau biasa tidur di bawah?" tanya Sunggyu saat Woohyun menatapnya kesal.

"Tapi--"

"Ah, sudahlah, kau tetap yang di bawah."

"Kau yang harusnya di bawah."

"Aku yang di atas, atau kau keluar!!!"

Perseteruan selanjutnya tak begitu terdengar lagi oleh Myungsoo dan Sungjong yang kini tengah mendengar pembicaraan mereka dari balik pintu. Mereka terkikik pelan berusaha agar tawa mereka tak terdengar hingga ke dalam.

"Hyung, kenapa mereka berebut siapa yang harus di atas dan di bawah." bisik Sungjong masih terkikik.

"Sstt, Sungjong itu bukan urusan kita, ayo, kita tidur. Biar mereka melakukan apa yang harus mereka lakukan."

**

Sinar matahari dari ufuk timur perlahan merangkak naik. Angin berhembus kencang, menerbangkan dedaunan kering yang telah jatuh dari batang pohonnya karena rapuh. 

Sunggyu mengeratkan jaket miliknya. Angin kencang kali ini benar-benar membuat udara semakin dingin. Bahkan cahaya matahari pagi masih belum sanggup menghangatkannya.

Sunggyu memberhentikan langkahnya di pelataran sekolahnya. Semua mata menatapnya dengan aneh. 

Sunggyu menyadarinya, dan pura-pura tak peduli. Banyak dari mereka berbisik tak jelas begitu Sunggyu melewati mereka. Ia memang tak mendengar jelas bisikan itu, tapi ia yakin betul ada sesuatu yang tak baik tentang hal ini.

Dug.

Kepalanya menabrak sesuatu, terlalu dalam menunduk membuatnya tak memperhatikan ke depan. Cepat ia dongakkan kepala, menatap sesuatu yang ia tabrak.

"Hyung, k-kau...."

"Hai, Sungyeol." sapanya pada seseorang yang ia tabrak, ternyata itu Sungyeol.

"Tidak, tidak mungkin." 

Sunggyu mengernyit bingung, Sungyeol lari begitu saja melihat wajahnya. 

Apa ada yang salah dengan wajahnya. Apa mungkin semua orang membicarakannya karena ada yang aneh di wajahnya? 

Sunggyu meraba kedua wajahnya, terus berjalan dan membiarkan setiap ekspresi yang yang ia dapat dari beberapa murid.

"Wah, apa itu benar? Rupanya perutmu memang terlihat membesar, ya." ucap seseorang yang ditemuinya. 

Sunggyu menendang kuat kaki orang itu begitu tangannya dengan lancang mengusap perut Sunggyu. Pemuda cantik itu segera pergi meninggalkan orang itu.

"Apa? Ada apa?" marah Sunggyu masih dengan orang-orang yang menatapnya aneh. 

Ia masih tak mengerti. Keadaan ini sungguh membuatnya geram.

"Jangan-jangan kau itu wanita. Hei, teman-teman, siapa yang setuju denganku kalau Sunggyu adalah wanita?"

"Bagaimana mungkin kau bisa-"

"Jadi benar kau hamil?"

Deg.

Ucapan-ucapan itu tak Sunggyu dengar lagi begitu ia berlari meninggalkan keributan itu. Hal yang ia takutkan terjadi. Semua orang benar-benar telah mengetahui kehamilannya. 

Dan sekarang mereka tengah menertawakannya. Setiap kata yang terucap dari beberapa orang itu terus menggema di kepalanya tanpa sedikitpun berhenti.

"Ya! Kau! Apa yang kau katakan! Kau mau aku keluarkan dari sekolah ini?!" bentak Myungsoo pada beberapa murid yang tadi sempat menertawakan Sunggyu. 

Kata-kata Myungsoo sudah cukup untuk membius tertawaan mereka. Berganti dengan wajah takut dan beringsut mundur, takut jika pemuda itu benar-benar membuktikan ancamannya.

**

Brak.

Suara pintu menggebrak kasar. Sunggyu melangkahkan kakinya masuk ke ruang klub musik. Berharap menemukan orang yang bisa menenangkannya. 

Tapi nihil. Seseorang yang diharapkannya tak ada di sana. Ia mengobrak-abrik alat musk yang ada di ruang itu. Menghasilkan nada sumbang dari beberapa alat musik di sana.

"Gyu." Kini Woohyun memiliki nama panggilan tersendiri untuk Sunggyu, Woohyun terengah, ia merasakan hal yang sama. 

Ia juga mendapat tatapan aneh dan menjadi bahan gunjingan anak murid di sana. 

Perlahan ia mendekati Sunggyu yang terlihat kalut. Memeluknya dan mencoba menenangkannya.

"Hyun, bagaimana ini. Aku malu sekali." dengan ragu Sunggyu membalas pelukan Woohyun, membiarkan dirinya sedikit meluapkan rasa hatinya hanya di hadapan pemuda itulah ia bisa kembali tenang.

"Cepat atau lambat semua akan ketahuan. Biarkan saja mereka." ucap Woohyun seraya mengusap pelan rambut Sunggyu.

"Kita membolos saja, kajja." dengan secepat kilat Sunggyu menarik tangan Woohyun dan membawanya keluar. 

Tanpa menunggu persetujuannya terlebih dulu.

***

"Kau tidak khawatir?" Woohyun memecah keheningan di antara mereka. 

Sejak tadi Sunggyu hanya melahap makanannya tanpa sedikitpun berbicara. Tidak seperti biasanya, membuat Woohyun cemas.

"Perutku mual."

"Kau masih sering merasa mual?" Woohyun mulai cemas, memerhatikan Sunggyu yang masih melahap makanannya.

"Sedikit, apapun yang kulihat membuatku mual."

"Termasuk aku?" tanya Woohyun dengan wajah bodoh.

"Terutama kau!" sahut Sunggyu, Woohyun mendengus sebal. 

Di depannya Sunggyu tengah menertawakan kebodohannya. Tapi dalam hati ia senang, setidaknya Sunggyu tak lagi terlalu memikirkan masalah yang tadi terjadi di sekolah. 

"Ah, kenyangnya."

Woohyun segera merogoh saku belakang celananya, mengambil dompet. Tapi wajahnya berubah panik begitu sesuatu yang dicarinya itu tak ada. 

"D-Dompetku!"

"Wae?"

"Dompetku tidak ada."

"Jangan bercanda, aku tidak bawa uang."

***

"Terima kasih, Ahjumma, sekali lagi aku minta maaf, aku berjanji akan membayar tiga mangkuk itu lain kali."

Woohyun membungkuk berkali-kali pada pemilik kedai, setelah ia selesai mencuci semua piring kotor di kedai itu dengan susah payah. 

Ia hanya melakukannya sendiri, sedangkan Sunggyu hanya ongkang-ongkang tak mau melakukan apapun.

"Ah, tidak perlu, semua sudah terbayar saat kau mencuci semua piring-piring itu tadi." ucap Ahjumma itu seraya tersenyum.

"Sekali lagi terima kasih banyak." lanjutnya sambil membungkuk dalam. 

Menyadari Sunggyu tak mengkutinya, ia merangkul bahu Sunggyu dan membuatnya ikut membungkuk.

***

Woohyun dan Sunggyu berjalan beriringan setelah keluar dari kedai yang mereka datangi. Hari telah siang, matahari semakin terik membuat mereka berdua berkeringat. Apalagi mereka hanya berjalan kaki. 

Sunggyu terkikik melihat wajah lelah Woohyun. Ia sedikit merasa bersalah karena membiarkan Woohyun mencuci semua piring itu sendiri.

"ini!" Sunggyu menyerahkan sebuah benda berwarna cokelat usang ke tangan Woohyun.

Woohyun terkejut, segera ia tatap Sunggyu dengan wajah kesal. 

"Dompetku... Ah, jadi... Kau mengerjaiku?"

"Salahmu menjatuhkan dompet ini." jawab Sunggyu tanpa dosa.

"Kenapa kau tidak bilang?"

"Kenapa kau tidak tanya?" 

Habislah kesabaran Woohyun hari ini. Sunggyu memang sudah sering membuatnya kesal, tapi ini sudah mencapai puncaknya.

Kesabaran seseorang ada batasnya, begitu juga kesabaran Woohyun. Woohyun membuang wajahnya kesal. Ia ingin marah, tapi entah kenapa hal itu sama sekali tak bisa dilakukannya.

Sunggyu berteriak memanggil Woohyun tapi tak digubris. Pemuda tampan itu berjalan sangat cepat. Ia tak bisa marah pada Sunggyu, untuk itu ia putuskan menghindar saja sampai emosinya redam. 

Tapi, ia berhenti tiba-tiba, lalu menghela napas pelan. Sunggyu sedang mengandung, dan suasana hatinya tadi sempat memburuk, jangan sampai Woohyun ikut memperburuk.

"Woohyun kau marah padaku?" tanya Sunggyu dari balik punggung Woohyun.

Woohyun tak menyahut ataupun berbalik. Ia memang marah, tapi takkan selama ini.

"Woohyun, perutku sakit." 

Woohyun masih tak menyahut, pasti Sunggyu sengaja merengek seperti itu agar ia kembali memerhatikannya. 

"Woohyun..."

Bruk.

Woohyun langsung menoleh mendengar suara benda jatuh itu. Ia mendapati Sunggyu pingsan dan tergeletak di aspal.

TBC

Halo... Lama tak jumpa.. Maafkan lama update ya.. Semoga ga ngbosenin.. 🤗

Silakan divote aja yaa.. Mamacih.. 😘

XOXO Trieriz

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
imsmlee86 #1
Chapter 5: Sunggyu terlalu manjaaa, harus dimarahin sekali" kalau ga kasihan woohyun ;A;
imsmlee86 #2
Chapter 4: Myungsoo siap"itu mulut dijait sunggyu... btw kayak ada suasana bollywoodnya gitu ya woohyun sama sunggyu kejar"an mulu xD
imsmlee86 #3
Chapter 3: Rasanya pengen ke woohyun ke sekarang juga dan bilang: oppa aku hamil anakmu xD woohyunnya baik banget♡
imsmlee86 #4
Chapter 1: Buah jamblang... seriously hahahaha *emot ketawa nangis*
KiwiPrincess #5
Chapter 4: Huaaa..itu yg nguping siapa???? Ah, authornim selalu sukses bikin penasaran.. >.< semoga kelanjutannya bisa di update secepatnya.. >,<
pcyexx #6
Chapter 4: aaaaaa mkasih updatenyaaaaaa dibuat penasaraaannn wk, hidupp woogyuuuu wk
KiwiPrincess #7
Chapter 3: Waaahhh..jadi makin penasaran..what wil happen next?!? Jeng..jeng.. ?

Baru nyadar kalo aku blm ngesubscribe ini ff..aigooo.. ?
alonelover
#8
Chapter 3: Penasaran, Sunggyu bisa hamil gimana ceritanya.
pcyexx #9
Chapter 3: I'm seriously curious about the next chapter... please update soon author nim~
just please let woohyun show sunggyu that he really care about him, let they have their moment and understand each other better~ thank u for the update~ ^^