The First Memories

First Love Memories

First Love Memories

Cha Hakyeon (GS) & Jung Taekwoon

.

.

.

The First Memories

.

.

.

"Yeon... Hakyeon... Cha Hakyeon... apa kau mendengarku?"

Kulirikkan mataku dengan malas kearah seseorang yang sejak tadi menemaniku sambil memandangi hujan dari balik jendela kamarku.

"Apa sih Inguk oppa? Kenapa oppa selalu saja menggangguku?"

"Aku dari tadi sedang bercerita Yeon, kau malah melamun. Ada apa sebenarnya denganmu akhir-akhir ini? Kau jadi banyak melamun."

"Aku? Malamun? Tidak ah, perasaan oppa saja." Kembali kuarahkan pandanganku ke jendela, memandangi rintik hujan yang turun di sore hari ini.

"Jangan bohong, Yeon. Kau jadi banyak melamun sejak minggu lalu. Apa terjadi sesuatu? Kau tau kan, kau bisa cerita padaku atau Eunji. Aku tahu kau tidak mungkin mau cerita pada Appa kan."

Kali ini aku benar-benar membalikkan wajah hingga badanku kearah Inguk oppa.

"Aku tidak apa-apa oppa. Dan tidak terjadi apapun padaku. Aku hanya merasa bosan saja belakangan ini."

"Makanya Yeon, cari pacar. Kau itu sudah 23 tahun, tapi masih jomblo. Aku sampai tidak ingat kapan terakhir kali kau pacaran. Apa kau segitu tidak laku-AAAW! Yeon, sakit!" Inguk oppa memegangi kepalanya yang aku geplak dengan tangan kosong.

"Huh! Rasain! Siapa suruh oppa mengata-ngataiku?"

"Lah, kan aku bicara tentang fakta, bahwa kau itu jomblo. Kenapa marah?"

Emosiku agak tersulut karena oppa-ku satu-satunya ini terus-terusan menggangguku.

"Aku tidak marah oppa bilang aku jomblo. Tapi aku tak terima oppa bilang aku tak laku!"

"Lalu kalau tak laku apa namanya?" Inguk oppa malah menantangku.

"Aku jomblo karena itu pilihanku. Aku tidak mau asal punya pacar. Oppa tahu? Laki-laki jaman sekarang itu lebih banyak yang bajingan. Belum lama kenalan sudah memaksa jadian. Kalau sudah jadian, minta melakukan hubungan intim seperti suami-istri. Apa-apaan itu?! Aku muak dengan laki-laki macam itu oppa. Tidak ada yang bisa mengerti diriku dan mauku seperti apa. Jadi lebih baik aku sendiri dulu, sampai nanti jodohku datang dan aku siap menjalin hubungan yang serius." Tanpa sadar kukeluarkan semua uneg-uneg yang selama ini kusimpan sendirian. Aku sampai hampir menangis.

"Jadi laki-laki yang selama ini mendekatimu bajingan semua? Pantas saja wajahmu setelah kencan terakhir dengan mereka selalu kelihatan memendam amarah," Inguk oppa geleng-geleng kepala usai mendengar sesi curhat dadakanku, "lain kali jika ada lelaki berengsek seperti itu yang mendekatimu, bilang padaku. Biar kuberi pelajaran mulut dan otak bejatnya!"

Aku hanya mengangguk sambil menghapus air mata yang belum sempat mengalir dari mataku.

"Tapi serius. Apa benar tidak ada orang yang kau sukai?" Inguk oppa kembali dengan mode jahilnya.

Mendengar pertanyaan Inguk oppa aku tiba-tiba terdiam. Mataku kembali menerawang kearah rintik hujan yang masih betah membasahi bumi.

Inguk oppa tampaknya menyadari perubahan moodku yang menjadi galau, dia kemudian mengusap kepalaku sayang, "Sudahlah, anggap oppa tidak pernah bertanya," Inguk oppa tersenyum saat aku beralih menatapnya, "aku akan pergi kencan dengan Eunji, apa kau mau menitip sesuatu?"

"Green tea latte." Tanpa sadar aku menjawab pertanyaannya begitu saja.

"Baiklah, satu green tea latte untuk adikku tersayang." Inguk oppa kembali tersenyum dan beranjak dari kamarku.

Sepeninggal Inguk oppa aku kembali terbenam dalam lamunanku, mengingat seseorang yang belakangan ini secara terus-menerus hadir di mimpiku. Bahkan setelah sekian lama kami tidak pernah bertemu dia masih bisa membuat hatiku berdebar hanya dengan kehadirannya di mimpiku yang singkat.

.

"Hakyeon eonni. Sedang apa eonni disini?"

"Oh, Hongbinie," Aku menoleh keasal suara yang memanggilku, "hanya duduk-duduk saja. Kau sendiri sedang apa disini? Ini kan jam makan siang kantor." Hongbin kemudian duduk dikursi sampingku.

"Aku kemari karena melihat eonni duduk disini sendirian." Hongbin mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Eonni kenapa disini? Tidak makan siang?"

Saat ini aku sedang berada di taman perusahaan, meskipun letaknya agak tinggi, ada di lantai 9. Taman ini sengaja dibuat agar para pegawai yang sedang suntuk bisa kemari untuk sekedar menjernihkan mata dan pikiran mereka saat sedang jenuh.

Aku menggelengkan kepalaku, "Sedang tidak ingin."

"Tuh kan! Eonni selalu begitu, sering melewatkan makan siang. Eonni kan punya magh, bagaimana kalau kambuh? Aku tidak mau tahu, sekarang eonni ikut makan bersamaku dan Sanghyuk." Hongbin sudah menarik tanganku untuk berjalan menuju sebuah restoran china di dekat kantor. Tentu saja aku tidak bisa melawan saat Hongbin sudah menarikku seperti ini. karena nampaknya cacing di perutku juga setuju dengan pendapat Hongbin.

Saat sampai di restoran ternyata Sanghyuk sudah sampai duluan dan menempati kursi untuk empat orang, serta tiga porsi makanan hangat sudah tersaji diatas meja. Sepertinya mereka sudah janjian untuk menyeretku kemari.

"Hakyeon noona memang harus diseret dan dipaksa dulu hanya untuk makan," Sanghyuk menatapku dengan nada khawatir tapi sorot mata mengejek jahil, "seperti anak kecil saja."

Tuh kan, dia mengataiku ujung-ujungnya.

"Diamlah Han Sanghyuk." Aku melayangkan pukulan ringan di kepalanya, dan dia mengaduh sambil tertawa.

Sanghyuk dengan gaya manja yang dibuat-buat bergelayutan di lengan kekasihnya, "Chagiya, aku lapar.." dan dia memulai adegan mesra-mesraan di depanku.

Haah... sebenarnya aku disini diajak makan atau menonton mereka pacaran sih? Malah Sanghyuk kurang ajar ini yang menempeli Hongbin seakan-akan dialah sang submissive. Dengan tidak niat aku mengaduk-aduk nasi goreng yang dipesankan Sanghyuk untukku.

"Eonni, makanan itu untuk dimakan, bukan cuma diaduk-aduk dan dijadikan mainan begitu." Hongbin mulai mengomeliku lagi.

"Cobalah untuk mengerti perasaan cacing-cacing diperutmu itu noona." Sanghyuk ikut menimpali omelan Hongbin.

"Baiklah-baiklah, aku makan.." Karena tak tahan terus di omeli oleh dua sejoli ini akupun mulai makan dengan pelan. Benar saja cacing diperutku mulai tenang kembali.

"Jadi siapa cinta pertamamu kalau bukan aku?"

"Kenapa kau harus membahasnya lagi sih? Itu masa lalu, sudahlah."

Aku mengalihkan pandanganku pada sepasang kekasih di meja seberang. Sepertinya mereka sedang berdebat tentang siapa cinta pertama sang lelaki. Saat aku melirik Sanghyuk dan Hongbin rupanya mereka juga sedang menguping pembicaraan sepasang kekasih itu.

Saat pandangan kami bertiga bertemu, kamu pun tertawa kecil menyadari bahwa kami sama-sama menguping. Tapi hey, mereka yang bicara terlalu keras sehingga orang-orang sekitar mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

"Oh iya, Hakyeon noona, siapa cinta pertamamu?"

Uhuk!

Aku terbatuk mendengar pertanyaan Sanghyuk yang tidak di sangka itu.

"Kenapa kau menanyai cinta pertama ku? Kan pacarmu itu Hongbin." Kudelikkan mataku sewot.

"Aku tidak peduli siapa cinta pertama Hongbin, yang penting aku adalah cinta terakhirnya, dan dia adalah cinta terakhirku." Sanghyuk melirik kearah Hongbin sambil menyeringai.

Hongbin yang mendengar gombalan murahan (di mataku) Sanghyuk langsung berblushing ria.

"Oh God, go get a room please, you two." Aku memutar mataku melihat adegan lovey-dovey mereka.

"Noona cemburu? Makanya cari pacar." Sanghyuk mulai mengejekku lagi.

"Heh! Emang kau kira cari pacar itu seperti beli kacang goreng apa?"

Sanghyuk sudah mau membalas perkataanku saat Hongbin tiba-tiba menyela, "Eh, bukankah itu Taekwoon sunbae?" Hongbin menunjuk keluar jendela, lebih tepatnya kearah café di seberang jalan.

Seketika pandanganku terpaku kearah yang ditunjuk Hongbin. Dia. Dia sudah kembali ke Seoul? Tanpa sadar senyum tipis mengembang di bibirku. Tapi senyum itu tidak bertahan lama saat sosok lain masuk dalam pengelihatanku, bercengkrama dengan sosok yang sedang kupandangi dari kejauhan.

"Kalau tidak salah itu kan Sohyun sunbae. Kudengar mereka berpacaran." Hongbin mulai bergosip.

"Iya, aku juga mendengarnya, mereka mulai dekat saat mereka bekerja di Miami. Mereka pasangan yang cukup terkenal di antara alumni SMA kita." Sanghyuk ikut menimpali.

Jadi, itu pacarnya sekarang? Siapa tadi namanya? Ah ya, Sohyun. Entah kenapa hatiku tiba-tiba sesak mengetahui kenyataan ini. Apakah... Apakah aku masih...

.

.

Flashback saat Hakyeon kelas 6 SD.

"Wow! Mereka pacaran?"

"Apa? Masa sih? Kan mereka belum lama kenal."

"Iya, lihat saja sana sendiri, mereka bergandengan tangan."

Mendengar anak-anak kelasku ribut, mau tidak mau Hakyeon penasaran juga, siapa yang pacaran? Kok sampai heboh begitu. Hakyeon melangkahkan kaki menuju halaman sekolah. Tada! Akhirnya dia mendapatkan jawaban dari tingkah heboh teman-temannya.

"Itu kan Wongeun, si murid baru. Wah, baru pindah sudah dapat pacar saja," Jessica tiba-tiba sudah berdiri disebelah Hakyeon sambil mengalungkan lengannya di pundaknya. "Hakyeon, kau kenapa?" Jessica memperhatikan wajah Hakyeon yang seperti mau menangis.

Tanpa menjawab pertanyaan Jessica, Hakyeon berlari menuju arah kelasnya yang ada di lantai dua, tapi dia tidak masuk kelas, melainkan kearah balkon yang ada di belakang kelasnya. Dan disana tanpa sadar Hakyeon sudah menangis.

"Sica, dimana Hakyeon?" Taekwoon menghampiri kakak kembarnya sambil celingukan, "bukannya tadi dia disini bersamamu?"

Jessica Jung dan Jung Taekwoon adalah saudara kembar. Mereka empat bersaudara. Kakak pertama mereka perempuan, namanya Jung Yoomi. Kakak kedua mereka juga perempuan, namanya Nicole Jung. Dan yang ketiga adalah Jessica, dia lahir 5 menit lebih dulu dari Taekwoon, dan itu menjadikan Taekwoon maknae dan anak laki-laki satu-satunya di keluarga Jung.

"Tadi dia tiba-tiba lari saat aku baru menghampirinya."

Wajah Taekwoon berubah cemas. "Memangnya kenapa?"

"Itu," Jessica menunjuk kearah Wongeun dan seorang gadis yang sedang berpegangan tangan. Sepertinya itu adik kelas mereka, "sepertinya Hakyeon menyukai Wongeun..."

Tanpa aba-aba Taekwoon langsung lari melesat kearah kelas mereka.

"Cha Hakyeon! Mana Hakyeon?!" Taekwoon sedikit berteriak saat memasuki kelas sabil membanting pintunya. Teman-temannya yang kaget karena aksi Taekwoon yang menebarkan pandangannya keseluruh penjuru kelas.

"Disana..." salah satu temannya yang cukup sadar dari kekagetan karena ulah Taekwoon, menunjuk kearah balkon kelas mereka. Menampilkan sosok Hakyeon dari belakang yang sedang menunduk. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut panjangnya yang berponi dan dikuncir kuda.

Dengan tidak sabar Taekwoon berlari kecil menuju dimana Hakyeon berada.

"Hiks..."

Taekwoon terdiam saat mendengar isakan kecil lolos dari bibir Hakyeon. Dengan perlahan didekatinya Hakyeon, dan meletakkan tangan kirinya di pundak Hakyeon, mencoba membuatnya merasa nyaman.

"Hiks.. Taekwoon kenapa kemari?" Hakyeon bertanya tanpa mengangkat wajahnya. Taekwoon sampai bertanya-tanya sendiri dari mana Hakyeon tahu itu dia?

"Tadi aku sempat melihatmu bersama Sica saat aku mau ke toilet, tapi saat keluar dari toilet, kau menghilang, dan Sica menceritakan apa yang terjadi. Jadi aku langsung mencarimu. Kau tidak apa-apa?" Taekwoon memindahkan tangan kirinya yang ada di pundak Hakyeon ke tangan Hakyeon yang mengcengkram tiang balkon.

Hakyeon masih tidak mau mengangkat wajahnya, Taekwoon semakin khawatir.

"Yeon..." Taekwoon menundukkan wajahnya kearah Hakyeon, berusaha melihat wajah Hakyeon dari bawah. Rupanya benar, Hakyeon sedang menangis. Matanya terpejam.

"Jangan menangis, kumohon..." Taekwoon menggunakan tangan kanannya untuk menghapus air mata Hakyeon yang membasahi pipinya.

"Apa benar kau menyukai Wongeun sampai menangis seperti ini?" Seketika itu juga mata Hakyeon terbuka, menampakkan iris matanya yang berkilauan karena air mata.

"Sepertinya begitu..." Akhirnya Hakyeon mengangkat wajahnya.

"Bukankah kau juga baru mengenalnya? Kenapa bisa sampai menangis seperti ini?" Taekwoon mau tidak mau penasaran.

"Aku sudah lumayan lama mengenalnya. Bukankah aku pernah cerita bahwa aku ikut bimbel di dekat rumah? Nah, kami satu kelas bimbel itu. Dia sangat ramah dan juga pintar. Kurasa karena itu aku suka padanya."

"Sudahlah, kita masih kecil, buat apa menangisi hal-hal seperti ini?" Taekwoon berusaha menghibur Hakyeon.

Hakyeon kemudian menatap Taekwoon tepat di mata dan bertanya, "Kau sendiri, apa tidak ada orang yang kau sukai?"

Taekwoon tidak langsung menjawab, lama mereka saling bertatapan, sampai Taekwoon memutus kontak mata itu, "Aku tidak tahu..." hanya itu yang keluar dari bibirnya.

"Huh, tidak seru!" Hakyeon tanpa sadar mengembungkan pipinya mendengar jawaban Taekwoon.

Taekwoon yang melihat tingkah lucu Hakyeon kemudian mencubit kedua pipi Hakyeon.

"Hey Jung Taekwoon! Sakit, lepaskan!" Hakyeon berusaha membalas ingin mencubit pipi Taekwoon, tapi tangannya tidak sampai. Taekwoon yang melihatnya kemudian tertawa lepas. Seketika itu Hakyeon terdiam, memperhatikan Taekwoon tertawa.

"Jangan menangis lagi Yeon, kan ada aku disini. Lagipula wajahmu jelek jika menangis. Hahaha."

"Ish, kemari kau, biar ku balas!" Hakyeon masih berusaha menjangkau pipi Taekwoon tapi tetap tidak sampai. Percuma tadi dia terpesona melihat senyuman dan suara tawa Taekwoon. Taekwoon memang selalu jahil padanya.

"Sedang apa kalian berduaan disini?" Jessica datang bersama Seolhyun.

Taekwoon membalikkan wajahnya saat mendengar suara sang kembaran, kedua tangan masih mencubit pipi Hakyeon.

Jessica menghampiri Taekwoon dan Hakyeon, kemudian melepaskan tangan Taekwoon dari pipi Hakyeon, "Kenapa sih kau suka sekali mengganggu Hakyeon?"

"Aku tidak mengganggunya, aku mencoba menghiburnya. Iyakan Yeon?" Taekwoon tidak terima dituduh sebagai pengganggu.

"Iya, Taekwoon mana mungkin seperti itu." Kali ini Seolhyun mendekati Taekwoon dan melingkarkan tangannya dengan genit di lengan Taekwoon. Taekwoon yang merasakan tangan Seolhyun di lengannya langsung melepaskannya dengan risih.

"Aku lapar, ayo Yeon, kita ke kantin." Taekwoon menggenggam tangan kanan Hakyeon dan menariknya kearah kantin. Jessica pun mengikuti mereka tanpa mempedulikan wajah Seolhyun yang memerah karena diabaikan begitu saja.

.

.

.

Maaf jika ada typo bertebaran. :)

Terimakasih sudah menyempatkan baca ff ini.

Arigatou gozaimasu~ Thank you very Gamsa~ :*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet